My 500 Words

Jumat, 05 Maret 2010

Kasus Facebook : Perkembangan Internet dan Peran Orang Tua (Harian Analisa, 4 Februari 2010)


Oleh : Jannerson Girsang
 
Perkembangan teknologi internet menuntut pengetahuan orang tua tentang dasar-dasar komputer dan internet. Khususnya bagi tua yang tinggal di kota atau tempat yang terakses internet, membiarkan diri terasing dari teknologi baru ini berdampak pada hubungan dengan anak-anak. 

Salah satu kasus yang banyak disorot belakangan ini adalah kasus remaja di jejaring sosial Facebook. Kasus yang menurut kami terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang teknologi ini. Akibatnya, pengawasan anak tidak bisa dilakukan dengan baik.
Artikel ini merupakan pengalaman kami dan kami bisa mengatakan Facebook tidak salah, anak-anak tidak salah. Saya tidak pernah melarang anak-anak saya menggunakan semua alat modern ini. Mereka bebas, tetapi ada aturan yang harus mereka ikuti. Mereka tidak mengalami hal-hal negatif sampai sekarang ini. 

Lalu siapa yang salah?.
 
Facebook: Mendekatkan Diri dengan Anak
 
Saya turut prihatin mendengar kasus-kasus yang menimpa anak-anak di Facebook dan berbagai jejaring sosial lainnya. Anak remaja yang berkenalan dengan seorang pemuda melalui internet dan berakhir dengan kisah yang tida diinginkan. Seandainya orang tua atau salah seorang anggota keluarga memahami Facebook, peristiwa yang menimpa mereka seharusnya bisa dicegah.

Kalau anda seperti saya, sibuk dan bukan orang kaya berat—sedang-sedang saja, justru Facebook adalah alat komunikasi yang cocok berhubungan dengan anak-anak. Apalagi anak-anak tinggal terpisah dari orang tua di tempat yang jauh. Selain sederhana, relatif murah, dan seluruh keluarga bisa mendaftarkan di sana. Facebook menjadi seolah "ruang tamu" di dunia maya. Kita bisa berkomunikasi melalui tulisan, dan melihat gambar, seolah bertemu di ruang tamu.

Bagi saya, memiliki tiga dari empat anak yang kuliah dan tinggal di Jakarta, komunikasi melalui handphone, e-mail rasanya tidak cukup. Setahun yang lalu, saya menjadi anggota beberapa jejaring sosial (social networking), seperti Facebook, MySpace, Netlog, Friendster, Flixter. Facebook menjadi pilihan kami kami, hanya karena alasan praktis saja.

Facebook telah menjadi semacam ruang tamu bagi saya dan anak-anak. Facebook menawarkan komunikasi wall to wall—komunikasi antara saya secara pribadi dengan salah seorang anak saya. Tidak bisa dibaca orang lain. Ada juga fasilitas yang bisa dibaca semua orang. Fasilitas lainnya yang sangat bermanfaat adalah chatting. Saya bisa curhat secara pribadi dengan seseorang. Bahkan kalau ada masalah yang menimpa salah seorang anak saya, dan ingin saya selesaikan secara cepat, saya menggunakan fasilitas ini. Selain itu, gambar juga bisa diposting di sana. Masing-masing bisa melihat foto-foto terbaru, perubahan wajah anak-anak kita jelas bisa dipantau. Pengalaman saya, Facebook telah membantu saya memahami kondisi anak-anak dan menjadikannya sebagau "ruang tamu"—tempat kami curhat dengan anggota keluarga dan teman-teman mereka yang bertamu. 

Apa yang manfaat yang bisa diambil dari facebook dalam kaitan dengan membina hubungan dengan anak-anak bisa saya sebut beberapa berikut ini. .

Pertama, dari Facebook, saya bisa memantau posisi, kegiatan, perasaan dan kesulitan yang mereka hadapi. Dari sana, saya bisa memahami peran apa yang harus saya lakukan untuk merespon mereka. Di pagi hari, saya membuka Facebook, memantau perasaan atau keluhan anak-anak melalui masing-masing status mereka. Demikian juga di saat senggang di malam hari. 

"Ah, susah, semua tidak mengerti saya,". Kita bisa menanggapi atau bertanya mengapa seperti itu. Salah seorang anak saya pernah menuliskan di status Facebooknya, "Saya kagum melihat bapak saya, aku berjanji akan membahagiakannya." Kita mengerti, bahwa suasana pikirannya sedang dalam posisi yang berbeda. Sebagai orang tua, anda tentu bangga mendengar hal seperti ini. Anda tau respek anak anda, dan tentunya membalasnya dengan wajar pula.

"Kuliah yang menyebalkan, uang sudah habis tapi belum dikirim!," demikian gerutu salah seorang anak saya pada suatu ketika. "Dosen menyebalkan," kata yang lain. Sebagai orang tua, kita bisa merespon untuk memotivasi dirinya.

Kedua, saya bisa memantau komentar teman-teman anak-anak saya melalui jejaring sosial itu. Saya bisa mengenal teman-teman anak-anak- saya, lingkungan pergaulan mereka.

Saya bisa berkomunikasi dengan mereka 24 jam. Saya bisa memberi saran atau pendapat di status mereka dan sekaligus membina hubungan dengan mereka. Satu hal yang selalu saya nasehatkan kepada anak-anak, menulis di dunia maya harus dengan bahasa damai. Tidak menyinggung orang lain dan tidak mengandung SARA. Hal-hal yang "sangat pribadi", atau masalah kantor atau pekerjaan yang bersifat rahasia jangan ditulis di Facebook. Jangan merespon bisnis atau hubungan akrab dengan orang yang baru dikenal di Facebook. Soal lainnya saya tidak pernah memberi nasehat. Mungkin ada orang tua yang mau sharing!.

Dunia Sudah Berubah: Mari Belajar!

Penulis adalah ayah dari empat orang anak yang memasuki usia 50 tahun. Lulus SD pada 1973, SMP 1976, SMA 80, perguruan tinggi1985, tinggal di Medan. Keempat anak saya dibesarkan di kota ini dan tiga diantaranya bekerja dan kuliah di Jakarta. Anak saya yang pertama lahir 1985 dan yang paling bungsu pada 1993, bertumbuh dan besar di era internet. Sejak kehadiran internet sejak 1996 telah merubah komunikasi dunia. Beberapa tahun kemudian mempengaruhi pola komunikasi dan cara belajar mereka.

Pengetahuan anak-anak begitu berbeda dari apa yang saya peroleh di masa sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Kini, keempat anak saya sudah berada di lingkungan kerja, kuliah dan seorang lagi masih di SMA. Anak-anak saya mungkin bisa mewakili kehidupan remaja dan pemuda di abad internet ini. Cara hidup dan cara berkomunikasi mereka, sungguh-sungguh berbeda dengan saya saat sesusia mereka.

Sebagai orang tua, saya masih ingin mempertahankan posisi sebagai motivator dan fasilitator bagi mereka. Meski saya seorang lulusan perguruan tinggi (IPB 1985), pengetahuan saya soal internet dan komputer jauh tertinggal dibanding mereka. Dalam banyak hal saya tidak bisa lagi menempatkan diri sebagai guru bagi mereka. Mereka memiliki akses pengetahuan dan pergaulan yang jauh jauh lebih luas dari saya.

Beberapa tahun lalu, sebelum belajar internet, saya acapkali merasa asing dengan istilah-istilah baru anak-anak saya. Bahkan bentuk-bentuk komunikasi mereka yang tidak saya kenal ketika saya sekolah di masa lalu. Browsing, download, chatting, blogger dan lain-lain telah menjadi bahasa sehari-hari mereka. Rasanya berada di sebuah dunia yang asing. Bahasa dan topik meeka begitu asing terdengar di telinga dan sulit dicerna otak.

Sebagai orang tua yang ingin dekat anak-anak dan menjadi pembimbing mereka, saya harus memiliki kesadaran baru : memiliki pengetahuan minimal, mampu mengoperasikan komputer dan menggunakan e-mail untuk mengirim pesan,memahami jejaring sosial. Ini adalah sebuah pra-syarat orang tua memasuki dunia baru. Sebuah kebutuhan bagi orang tua yang anak-anaknya di era global.

Memasuki abad internet saya harus mengalokasikan biaya pembelian komputer sederhana di rumah. Komputer yang bisa akses ke internet. Jangan biarkan rumah mewah anda kosong dari komputer dan tak tersambung internet. Banyak manfaat yang anda peroleh di sana. Kalau tidak bisa, berarti anda harus mengalokasikan sedikit uang merental komputer atau internet.

Memasuki perubahan yang demikian pesat, tidak ada jalan lain selain mengajak orang tua harus belajar dan terus belajar, kalau kita tidak mau terlindas kemajuan anak-anak kita sendiri. Tentu, pemerintah harus memfasilitasi mereka yang tidak mampu!

Jangan-jangan (masih perlu diteliti), perubahan yang terjadi sekarang ini membuat hubungan anak dan orang tua menjadi semakin berkurang karena pola anak-anak sudah berubah, sementara orang tua masih mempertahankan pola lama. Banyak keluhan belakangan ini soal hubungan orang tua dan anak semakin jauh. 

Sebuah masalah yang tidak cukup hanya dengan menerapkan aturan-aturan yang sekedar menghakimi. Semoga bermanfaat!

-Penulis Beberapa buku Biografi dan pengguna Internet. Tinggal di Medan

Dimuat di kolom Opini Harian Analisa 4 Februari 2010. Bisa juga diakses ke :