My 500 Words

Kamis, 30 Mei 2013

Pohon Beringin: Menahan Longsoran Tanah di Tepi Sungai (Analisa, 30 Mei 2013)

Oleh: Jannerson Girsang. 

 Pohon beringin (ficus benjamina) dalam literatur-literatur kuno sering kali dianggap suci dan melindungi penduduk setempat. Puluhan tahun yang lalu, saat masih anak-anak, kami sering menemukan sesaji di bawah pohon beringin yang telah tua dan berukuran besar. Katanya pohon seperti itu dianggap sebagai tempat kekuatan magis berkumpul. 

Tak heran kalau anak-anak takut berada dekat pohon beringin karena orang-orang tua mengisahkan bahwa tempat di sekitar pohon beringin adalah tempat yang “angker” dan perlu dijauhi. 

Belakangan manusia lebih berfikir secara ilmiah dan banyak orang menjadikannya sebagai tumbuhan pekarangan dan tumbuhan hias pot. Bahkan pemulia tanaman telah mengembangkan beringin berdaun loreng (variegata) yang populer sebagai tanaman hias ruangan, bonsai dan lain-lain. Akarnya yang kuat, ternyata juga mampu menjaga pinggiran sungai tidak longsor. 

****

Saat menyusuri Sungai Bah Bolon Mei 2013 lalu, saya mengamati tiga pohon beringin yang ditanam di pinggir sungai Bah Bolon. Tentunya, setelah belajar ilmu pertanian selama beberapa tahun di Institut Pertanian Bogor di era 80-an, pandangan saya tentang pohon ini sudah berubah. 

Bahkan pohon ini merupakan penyelamat longsoran di pinggir sungai. Di sepanjang sungai itu saya menemukan penduduk menanami pohon beringin untuk menahan longsoran tanah ke sungai. Selain itu, sama seperti yang pernah saya pelajari, pohon dapat melindungi penduduk dari abu, asap serta kotoran yang ditimbukan industri, rumah tangga dan proses pembangunan lainnya. 

Sangat mengesankan!. Di satu lokasi, saya mengamati sebuah pohon beringin yang tumbuh di beton penahan longsor di pinggir sungai. Akarnya tumbuh menempel di beton, melebar di sepanjang tepi sungai. Pohon ini ibarat perekat dan memperkuat beton, tanah aman dari lonsor dan pinggiran sungai terbebas dari pendangkalan akibat erosi tanah.

 

Di satu lokasi saya melihat sebuah pohon sawit yang tumbuh di pinggir sungai dan hanyut oleh kikiran arus sungai. Akar-akar pohon seperti sawit tidak cukup kuat untuk bertahan dari hempasan arus sungai. Pohon sawit tidak cocok untuk menahan longsoran tanah di pinggir sungai. Setelah pohon sawitnya hanyut, maka tanah akan masuk ke sungai dan sawit yang hanyut akan mengurangi kapasitas sungai menampung air. 

Arus air Bah Bolon yang deras menghanyutkan pohon kelapa sawit, karena akar-akarnya tidak cukup kuat untuk menahan kikisan air (Photo Jannerson Girsang).JPG

** 

Pohon beringin, sebagaimana pohon lainnya, mempunyai banyak manfaat yaitu menahan laju air sehingga akan lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah. Selain itu akar pohonnya akan menahan tanah yang terkikis agar tidak masuk ke aliran sungai/saluran air yang akan menimbulkan endapan. 

Beringin mampu memasok kebutuhan oksigen (O2), menyaring kotoran (debu jalanan, abu pabrik/rumah tangga), mereduksi beberapa zat pencemar udara dan meningkatkan kenyamanan lingkungan. 

Pohon beringin mempunyai banyak manfaat yaitu menahan laju air sehingga akan lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah. Selain itu akarnya akan menahan tanah yang terkikis agar tidak masuk ke aliran sungai/saluran air yang akan menimbulkan endapan. 

Pohon ini juga bermanfaat memasok kebutuhan oksigen (O2), menyaring kotoran (debu jalanan, abu pabrik/rumah tangga), mereduksi beberapa zat pencemar udara dan meningkatkan kenyamanan lingkungan.

**

Daerah di sekitar Bah Bolon telah tumbuh bangunan-bangunan dan sudah sering mengalami banjir, karena berkurangnya pohon. Beringin dengan akar-akarnya yang mampu menahan laju air sehingga akan lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah. Pohon ini dapat mengimbangi pengurangan resapan air karena bangunan-bangunan tinggi. 

Di sepanjang Sungai Bah Bolon banyak terjadi erosi air yang menghanyutkan pohon-pohon kelapa sawit. Pohon-pohon yang tidak memiliki akar yang kuat tidak dapat menahan struktur tanah. Sehingga, jangankan menahan, pohonnya sendiri akan hanyut oleh air. 

Sungai Bah Bolon juga dikelilingi oleh industri yang mengeluarkan asap, debu. Pohon ini mampu menyaring debu, abu pabrik maupun rumah tangga. Daun-daunnya mampu menampung debu dan zat-zat pengotor tersebut dan akan tersaring dengan menempel pada daun-daun dari pohon. Pada saat musim hujan maka kotoran yang menempel tadi akan meluruh seolah-olah dicuci oleh air hujan. Polusi ini sangat berpengaruh pada kesehatan tubuh.***

Penulis adalah alumni Institut Pertanian Bogor (1985)


Rabu, 29 Mei 2013

Hari ini Pageview 51.000 dan Pengunjung 31.000

Hari ini 29 Mei 2013, blog Biografi: Menulis Fakta Memberi Makna memiliki 31.000 pengunjung dan 51.000 Pageview. Pengunjungnya berasalah dari 87 negara di dunia.

Terima kasih untuk pada pengunjung dan saya tetap setia melayani Anda dengan artikel-artikel baru.

Today, May 29, 2013, blog Biography: Writing Facts Giving Meaning had 31,000 visitors and 51,000 Pageviews. Visitors came from 87 countries in the world.

Thank you to the visitors and I commit to serve you with new articles.
 

Senin, 27 Mei 2013

Syamas Inah Br Sembiring: Empat Belas Tahun Merawat Suami dan Menjadi Tiang Ekonomi Keluarga



Oleh: Jannerson Girsang

Bagi seorang ibu muda, empat belas tahun merawat suami yang sakit, dan menjadi tiang ekonomi keluarga beranak dua, bukan hal yang mudah.Membutuhkan kesabaran, ketekunan, pengharapan dan pemaknaan hidup yang positif.

Kisah dibalik meninggalnya Daulat Sitopu—salah seorang jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Simalingkar, Medan,  menjadi teladan berharga bagi para jemaat yang menghadiri acara pangapohon (penghiburan) malam ini.

Rumahnya  tipe 21 di Jalan Jahe, Perumnas Simalingkar malam ini menjadi saksi betapa Tuhan senantiasa menguatkan dan memberkati umatNya yang setia di jalannya dan mengerjakan pekerjaan secara benar.

Disaksikan kedua putra putrinya, serta sekitar 30-an jemaat, Inang berkisah dengan bersemangat, walau sesekali tak dapat menahan harunya dan meneteskan air mata.

“Saya ketika itu sudah pergi ke pajak membeli sarapan suami saya. Tetapi, setibanya di rumah, saya menemukan suami saya tidak bernyawa lagi. Saya menangis sejadi-jadinya dan kemudian memanggil teman-teman saya,” ujarnya.  

Suasana duka akhirnya melingkupi seluruh keluarga dan jemaat Simalingkar 15 Mei 2013, lalu. Setelah sakit sekian lama, suami Inah br Sembiring, akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir, di usia 49 tahun, tanpa disaksikan anak-anaknya. Beberapa tahun terakhir kedua anaknya tinggal terpisah dengan keluarga karena mengikut suami dan putranya yang tinggal dan bekerja di  Jakarta.   

Pengalaman pahit selama empat belas tahun begitu menyentuh dan mengharukan. “Saya menerima keadaan suami saya apa adanya. Kesulitan saya hadapi dengan tetap berdoa, meminta pertolongan Tuhan dan bekerja dengan benar”  

Suaminya  mulai sakit di usia 35 tahun, dan bahkan terkena stroke pada 2006. Dulunya, suaminya adalah supir angkot milik sendiri. Selama empat belas tahun itu, Inah br Sembiring menghadapi pergumulan yang berat. Mulai dari kesulitan ekonomi—karena harus mencari nafkah, merawat suami, serta membelanjai anak-anaknya yang sekolah dan kuliah.

Berbagai pekerjaan dilaluinya, mulai dari berdagang sayuran yang dibelinya di gunung dan dijual di Sambu, menjual buah di Simpang Simalingkar, bekerja sebagai juru masak di sebuah perusahaan catering. Dalam keadaan suaminya sakit, bahkan Inah br Sembiring, bersama seorang temannya membuka catering sendiri.

“Praktis, sejak 2006, aku yang harus mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak-anak dan biaya perawatan suamiku. Tuhan begitu baik,” katanya.

Kesulitan keuangan memang bisa diatasinya dan mampu memberinya kebutuhan keluarga. Tetapi bukan itu saja masalah terberat yang dihadapinya.

“Saat suami saya mulai sakit, usia saya masih muda. Setiap pagi saya selalu meminta pertolongan dari Tuhan agar  terhindar dari godaan yang bias merusak rumah tanggaku, anak-anakku  Aku selalu berdoa agar Tuhan, jangan sampai karena kemiskinan keluargaku aku  jatuh ke dalam dosa”.

Nama baik keluarga, masa depan anak-anaknya menjadi motivasi baginya untuk selalu hidup di jalan yang benar. “Sebagai seorang ibu bagi anak-anakku, aku tidak mau mereka malu. Aku tidak mau anakku tidak laku, karena kelakuan mamanya tidak baik”.

Inah tidak lupa mar ari Selasa (kebaktian ibu-ibu) dan menghadiri pesta-pesta atau ke tempat orang yang kemalangan. 

Dalam penderitaan yang demikian berat, Inah  justru mampu menikahkan Putrinya Melda. Menantunya adalah seorang polisi yang kini bertugas di Tarutung, dan sudah dikaruniai seorang cucu. Sementara anaknya laki-laki kini bekerja dan tinggal di Jakarta.

Tiga hari sebelum suaminya meninggal, Inah br Sembiring, terpilih sebagai Syamas di gereja GKPS Simalingkat. Syamas adalah jabatan pelayan di gereja. Syamas dipilih oleh anggota jemaat, yang berarti dia dikenal betul oleh jemaat GKPS Simalingkar yang berjumlah 180 KK tersebut.

“Pada periode sebelumnya, saya sudah mengajukan inang boru Sembiring, sebagai syamas, tetapi dia menolak dengan alasan masih mengurus suami yang sakit dan anak-anak. Tetapi, inilah mungkin saatnya. Ketika saya calonkan, dia menerima,”ujar St Weldy Saragih, SP Ketua Sektor III GKPS Simalingkar.

Para jemaat yang hadir malam ini menghiburnya, “Kalau dulu inang boru Sembiring hanya melayani suami dan anak-anak, sekarang harus melayani banyak orang. Semoga inang sehat dan tetap berpegang teguh pada keyakinan bahwa Tuhan senantiasa melindungi dan menguatkan inang”.

Khotbah yang dibawakan Wakil Pengantar Jemaat GKPS Simalingkar, St Japorman Saragih, SE yang diambil dari Nas: Jeremia 31:13b: ".....Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan, akan menghibur mereka dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka,"menutup acara penghiburan malam ini .

Kami semua berdoa, kiranya Tuhan menjadikanmu sebagai teladan seorang ibu di gereja dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang banyak kawin cerai, bahkan hanya karena masalah sepele.

Inah telah membuktikan, setia sampai akhir. Yang dipertemukan Tuhan hanya dapat dipisahkan kematian!.  

 "Just do what must be done. This may not be happiness, but it is greatness". George Bernard Shaw

Sabtu, 18 Mei 2013

Dari Ide ke Artikel di Media Cetak (Rubrik Opini, Harian Analisa, 18 Mei 2013)

Oleh: Jannerson Girsang
Proses menulis sebuah artikel yang dimuat di media cetak tidaklah semudah mengatakan "menulis itu mudah".Mulai dari munculnya ide, hingga penulis mampu menuangkan artikel yang menarik bagi pembaca. 
Penulis yang berhasil menulis di media cetak telah melintasi perjalanan yang cukup panjang dan pantas diberi penghargaan. Bagi kebanyakan mereka, menulis adalah memenuhi tanggung jawab sosial dan rasa syukur ketimbang mencari popularitas atau mendapat penghasilan. 

Memang sangat mudah menulis, kalau seorang penulis hanya melakukan copy paste dari karya orang lain. Penulis seperti ini bisa malu seumur hidup, karena akan dituduh sebagai plagiat!

Penulis memiliki pengalaman menulis yang berbeda-beda di media cetak.Inilah salah satunya yang mungkin mampu memberi inspirasi bagi pembaca.

**

Menulis di media cetak, semua berawal dari sebuah ide yang dikembangkan menjadi sebuah tulisan: aktual, relevan dan bermanfaat bagi pembaca. Enak dibaca dan perlu, seperti semboyan Tempo.
Ide bisa datang dari mana saja (pengamatan dari lingkungan sekitar, membaca, mendengar, merasa dan lainnya) dan bisa muncul tanpa melihat waktu (pagi, siang, sore, malam, dinihari).

Misalnya, sore hari, dua tahun yang lalu saya mengunjungi Bawomataluo. Memandang kebelakang dari tangga terakhir ke arah pantai Sorake, saya menyaksikan keindahan. Menatap kedepan muncul rasa ingin tau atas sebuah misteri. Maklum, saya belum pernah mengunjungi kompleks perumahan era megalitik itu sebelumnya.

Perjalanan itu memunculkan ide menulis dan mengembangkan ide tentang pengalaman dan kekaguman dari orang yang baru pertama kali mengunjungi Bawomataluo.

Dengan proses yang panjang, akhirnya, saya menghasilkan artikel berjudul: Bawomataluo: Keindahan dan Misteri yang dimuat di mediaonline Nias Bangkit, dan kemudian dimuat pula oleh media lokal Jarak Pantau, detiktravel.com. Selain terhibur, artikel ini juga mengharapkan pembacanya mendapatkan informasi tentang keindahan sebuah desa di Nias.

Suatu malam saya menonton televisi saat berlangsungnya kompetisi artis-artis ASEAN Idol. Saya kagum melihat sportivitas para peserta saat pengumuman juara digelar. Para bintang menerima kemenangan dengan rendah hati, dan peserta yang kalah menerima kekalahannya dengan ikhlas.

Dari aktivitas ini muncul ide menulis perbandingan antara pemenang ASEAN Idol dan Pemilu di Indonesia yang sering ricuh saat kalah dari pesaingnya. Ide itu menghasilkan artikel berjudul: ASEAN Idol dan Pemilu. Artikel ini berguna bagi pembaca agar meniru sebuah kompetisi yang baik dan benar.

**
Ide-ide awal yang belum diperkaya dengan informasi tambahan, dan tidak ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar biasanya masih kering dan kurang menarik. 

Setelah memperoleh ide, saya mencoba mengolahnya, mengaitkannya dengan informasi yang sudah saya miliki dan merenungkannya berkali-kali.Lantas, merasa ide itu cukup menarik dan mampu menulisnya, saya merumuskan topiknya, temanya.

Misalnya, topik tentang perjalanan saya ke Desa Bawomataluo dan temanya adalah kekaguman seorang yang pertama kali mengunjungi desa yang memiliki 260 lebih rumah yang dibangun di era megalitik itu.

Setelah melakukan semuanya itu, saya mencoba meringkasnya dengan paragraf yang menarik, membuat pembaca memiliki rasa ingin tau dan mendapat penjelasan dari artikel itu.

"Akhir Maret 2011, saya mengunjungi Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama, desa yang penuh dengan karya megalitik suku Nias.Desa yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Nias Selatan ini memberi rasa kagum yang tidak kalah unik dibanding dengan kawasan wisata budaya lainnya, misalnya Borobudur dan kawasan wisata budaya lainnya di Indonesia yang pernah saya kunjungi".

Ingat, menulis adalah menjelaskan sesuatu kepada pembaca, bukan untuk dinikmati penulisnya sendiri.Jadi Anda menulis adalah memberi jawaban kepada pembaca.Saya berharap pembacanya akan bertanya: macam manapula Bawomataluo ini, katanya asing, dikaitkan pula dengan Borobudur. Coba kubacaya!.

Lantas, saya akan mengajukan pertanyaan-pertanyan yang mungkin muncul di benak pembaca dengan dan memetakannya dalam sebuah outline agar uraian-uraian pertanyaan mereka dalam artikel tidak terlalu meluas. 

Saya harus membatasi isi artikel dengan pokok-pokok yang menarik. Membagi ide menjadi beberapa bagian. Misalnya, kesan memasuki wilayah itu, perasaan saya ketika berhasil mencapai tangga terakhir dari 86 tangga yang sudah saya lalui, dan rasa ingin tau tentang desa Bawomataluo ketika memasuki desa itu. 

Saya menarik perhatian pembaca dan mengajak pembaca seolah bersama sama melakukan perjalanan itu. Kata "misteri" saya pilih untuk menarik perhatian pembaca. Saya menyadari dibatasi oleh jumlah kata yang harus ditulis dan mampu menarik perhatian pembaca.(Media cetak, seperti Analisa misalnya: hanya memerlukan artikel sepanjang 6000-7000 karakater. 

Beberapa kali editor mengembalikan tulisan saya untuk diperpendek karena terlalu panjang. Harap maklum, media juga memiliki visi bisnis dan juga menjaga kebosanan pembaca!).

Pekerjaan saya kemudian adalah secara tahap demi tahap, perlahan-lahan menuangkan dan memperkaya ide menjadi tulisan melalui tuts ke layar komputer. Pembaca yang belum pernah menulis di media cetak mungkin berfikir: menulis itu sekali jalan langsung jadi. 

**

Pengalaman saya, berkali-kali menulis, berkali-kali pula muncul kesalahan dan rasa ingin agar artikel lebih baik, kadang tak mengenal waktu . Berkali-kali harus melakukan pengayaan informasi dan koreksi. Mulai dari kalimat-kalimat yang masih kosong, bahkan saya sendiri awalnya membaca artikel sambil tertawa.

Di awal penulisan sering muncul susunan kalimat yang tidak logis, pemakaian kata-kata yang tidak tepat menggambarkan sesuatu (suasana, gambaran tempat yang kurang lengkap), kesalahan penulisan kata (kurang huruf, huruf yang ganda, misalnya pagi jadi paggi).

Saya hampir selalu mengalami salah ejaan (didalam,ke dalam—seharusnya di dalam dan ke dalam), salah nama tempat atau orang, salah tanggal dan banyak lagi yang harus dikoreksi.

Membaca kembali, membaca kembali, kemudian mengedit!. Itulah pekerjaan selanjutnya.

Sepintar apapun Anda menulis, memperkaya isi tulisan, editing menjadi sebuah proses penting.
Setelah menulis ratusan artikel dan beberapa buah buku,saya hampir tidak pernah mampu menulis dengan sempurna. Bahkan setelah artikel dimuat di media cetakpun masih mungkin terjadi kesalahan.
Filter terakhir seharusnya kita sendiri, karena banyak media tidak memiliki editor bahasa. Pedoman paling baik adalah jadikan tulisan Anda "enak dibaca dan perlu", seperti semboyan Majalah Tempo.

Ingat, menulis adalah mendokumentasikan peradaban yang akan dibaca puluhan tahun kedepan, menawarkan seseorang menikmati informasi baru dan sebisa mungkin mengajak pembaca bertindak kearah yang positif. 

Kesalahan sekecil apapun akan membuat malu diri sendiri. Saya merasa menyesal dan malu ketika membaca artikel saya dimuat di media cetak, tetapi masih terdapat salah penulisan. Sudah begitu, tak jera-jera juga membuat kesalahan!.

Tapi saya menghibur diri dengan kata-kata Einstein "Orang yang tak pernah membuat kesalahan, tidak pernah menghasilkan sesuatu yang baru".Tentu bukan berarti harus salah karena kemalasan membaca atau tidak mengikuti aturan.

Wah, ternyata cukup panjang juga proses menulis artikel dimedia cetak. Cukup panjang dan melelahkan bukan?.Sudah capek, seorang penulis pernah menggerutu dan berkata: "Saya sudah menghabiskan waktu berhari-hari menulis, tetapi tidak juga dimuat". Bayangkan! 

Jadi, berilah penghargaan kepada mereka yang karya-karyanya sudah dimuat di media cetak. Mereka sudah lulus melintasi berbagai proses yang melelahkan. 

Bacalah tulisan mereka dan berilah komentar dan tuliskan kesan Anda melalui sms atau facebook. Atau setidaknya singgunglah artikel mereka ketika Anda bertemu! ***

Penulis adalah kolomnis, berdomisili di Medan.

Artikel ini bisa juga diakses ke:  http://www.analisadaily.com/news/17146/dari-ide-ke-artikel-di-media-cetak/

Kamis, 16 Mei 2013

Andai Masih Hidup, Soekarno-Hatta Menangis (Rubrik Wacana, Medan Bisnis, 16 Mei 2013)

Oleh: Jannerson Girsang

Seandainya Soekarno dan Hatta masih hidup, pastilah mereka sedih melihat perilaku sebagian pemimpin sekarang ini. Mereka yang orientasi hidupnya korup, mendewakan kekuasaan, dan mengancam generasi mendatang menjadi hamba uang dan kekuasaan. Presiden India, APJ Abdul Kalam mengingatkan kita, pentingnya tiga pilar untuk membebaskan kita dari lingkaran setan korupsi. Ayah, ibu dan guru-guru kita.
Korupsi sudah menjalar ke mana-mana. Dalam cita-citanya memerdekakan Indonesia, Soekarno dan Hatta tidak pernah membayangkan kasus Century, Hambalang, suap impor sapi. Abdi masyarakat berubah menjadi ”pengisap” masyarakat.

Generasi muda semakin banyak terimbas, terlibat bahkan masuk penjara karena korupsi. Sebut saja Gayus Tambunan, Nazaruddin, Angelina Sondakh, Luthfi Hasan Ishaaq, dan banyak lagi yang menjabat bupati, gubernur, menteri dari kalangan generasi muda. Mereka justru larut dalam kemewahan, sehingga harus melakukan tindakan tak terpuji.

Andai Soekarno dan Hatta masih hidup, tentu makin sedih lagi mereka melihat keadaan negeri yang carut marut, terjebak dalam lingkaran setan korupsi. Soekarno dan Hatta hingga akhir khayatnya tak mengenal kekuasaan untuk harta, atau mengejar harta untuk meraih kekuasaan.

Mereka tidak mewariskan harta yang berlimpah kepada anak-anaknya. Soekarno dan Hatta menggunakan kekuasannya dengan mengedepankan kepentingan bangsa di atas segala kepentingan yang lain. Selain itu, keduanya meluangkan waktunya merenungkan hal yang terbaik bagi bangsanya.

Hasil-hasil pemikiran dan tindakan mereka berupa keteladanan dan generasi sesudahnya mendapat inspirasi nasionalisme dan kejuangan. Bukan hanya bangsa ini, tetapi nama mereka menjadi icon teladan yang menginspirasi dunia ini.

Pikiran-pikiran mereka dibicarakan di kampus-kampus sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan, pedoman berbangsa dan bernegara. Keduanya disegani tidak hanya di negerinya sendiri. Kepala-kepala pemerintahan kagum kepada keduanya.

Bung Karno dan Bung Hatta meninggalkan negeri ini dengan setumpuk hasil pemikirannya dalam bentuk buku yang mereka tulis dan secara luas diketahui masyarakat, bukan hanya oleh bangsa ini tetapi juga oleh bangsa-bangsa di dunia ini.

Buku ”Dibawah Bendera Revolusi—yang ditulis Bung Karno sejak 1926 hingga pidato terakhirnya di Sidang MPRS menjadi warisan luar biasa dan dibaca serta dibahas secara meluas. Buku-buku karangan Bung Hatta menjadi pedoman dalam filsafat, koperasi, ekonomi dan lain-lani.

Pancasila sebagai dasar negara adalah pergulatan Soekarno beserta teman-temannya para ahli hukum. Buah pikiran Bung Hatta yang ahli koperasi tercermin daalam UUD 45 dalam pasal 33 yang menjamin orang miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Soekarno yang berlatar belakang sarjana teknik mampu menginspirasi para ahli membangun bangunan monumental yang kini masih berdiri megah, Mesjid Istiqlal, Monas, Tugu Tani, serta berbagai monumen yang masih dapat kita saksikan sekarang. Hotel-hotel seperti Hotel Indonesia, Sarinah, nama-nama yang diabadikan dari Indonesia.

Keduanya dikenal sebagai pejuang, proklamator dan pemersatu bangsa. Mereka memiliki nama dan penghargaan. Nama mereka diabadikan di Tugu Proklamasi, Bandara Soekarno Hatta, serta jalan-jalan yang ada di kota-kota di Indonesia, tanpa penolakan dari siapapun. Mungkinlah koruptor dianugerahi nama jalan seperti mereka?

Soekarno dan Hatta akan geram menyaksikan pemimpin bangsa ini semakin hari semakin rakus harta yang akan lapuk oleh masa ini. Mengapa demi uang, demi kekuasan, mata para koruptor buta akan teladan yang mereka wariskan?

Mereka akan terheran-heran menyaksikan para penguasa korup yang rela membayar ”biaya kekuasaan” dengan ”uang rakyat”, hanya mengejar harta dan kekuasaan, bukan untuk melayani rakyat. Pasalnya, para pemimpin yang korup tidak akan, sekali lagi, tidak akan mewariskan nilai baik apapun terhadap bangsanya. Sebaliknya, mereka merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemerintahan yang korup tidak akan menghasilkan pemimpin-pemimpin besar seperti Soekarno-Hatta, orang-orang bijak yang hidupnya secara terang benderang memancarkan nilai-nilai keteladanan, tidak hanya bagi bangsanya, tetapi juga bagi dunia ini.

Jutaan rakyat Indonesia prihatin melihat negeri ini, sama seperti Soekarno Hatta. Mereka merindukan pemimpin yang berjiwa seperti Soekarno dan Hatta serta pejuang-pejuang kemerdekaan dulu. Pemimpin yang bijak, bukan pemimpin yang berani tampil karena harta dan materi semata, tetapi pemimpin yang tampil karena pemikiran, karya-karyanya di masyarakat dan dampak positif yang dinikmati bangsanya.

Rakyat Indonesia harus bangkit. Mereka harus jeli memilih pemimpin. Pelajari rekam jejak mereka, kehebatan tokoh yang sudah Anda nikmati baik perbuatan dan teladan, serta konsistensinya dengan visi dan misinya ke depan. Jangan pernah tertarik dengan pemimpin yang suka menggunakan kata-kata suci, membagi-bagi duit menutup perbuatan jahatnya di belakang panggung.

APJ Abdul Kalam, seorang ilmuwan yang kemudian terpilih menjadi Presiden India pada 2012 mengatakan: ”If a country is to be corruption free and become a nation of beautiful minds, I strongly feel there are three key societal members who can make a difference. They are the father, the mother and the teacher”.

Tidak cukup hanya menangisi keadaan, tetapi bangkitlah!. Mari mulai bangkit dari keluarga kecil kita—para ayah, ibu dan guru-guru kita. Mampukan seorang ayah dan ibu perilaku bebas korupsi, mampukan guru-guru yang mampu mengajarkan dan menciptakan anak didik yang bebas korupsi.

Penulis adalah kolumnis, tinggal di Medan

Rabu, 08 Mei 2013

Semoga Ibu Lucy Montolalu Cepat Sembuh!



Oleh: Jannerson Girsang

Tadi malam (7 Mei 2013), saya membaca statusnya pak Alexander Lolowang. Ibu Dr Lucy Montolalu sakit. Saya mengamati foto yang diposting pak Alex. Hanya pak Alex yang saya kenal di foto itu. Inilah salah satu keuntungan memiliki Facebook. Bisa mengetahui kabar teman-teman dengan cepat. 

Memutar kembali memori ke belakang sekitar 2005-2006. Begitu banyak hal yang harus saya ingat dan ingin saya ungkapkan di sini.

Saat itu saya berkenalan dengan ibu Lucy Montolalu yang ketika itu menjadi Direktur Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI) yang memiliki program distribusi bantuan untuk Program Tsunami dan Gempa di Nias dan Aceh. Selain itu beliau aktif sebagai dosen Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Teologia Jakarta. 

Sementara saya bekerja sebagai Information Officer Action by Churches Together (ACT-International)—sebuah lembaga donor yang berkedudukan di Geneva, Swiss. Tugas saya adalah menulis situation report dari program yang dilaksanakan Implementation Partners—YTBI, YEU dan CWS ke mediaonline http://www.act-intl.org.   

Pergaulan selama setahun tersebut, mengenalkan saya kepada ibu Dr Lucy Montolalu dan kemudian mempercayakan saya menjadi Program Manager YTBI, setelah tidak memperpanjang kontrak saya di ACT-international.  Saya menjalani jabatan Program Manager YTBI selama setahun.

Satu hal yang saya sangat hargai adalah sikapnya yang terus bersahabat bahkan dengan sebuah hubungan keluarga yang akrab. Memberi sebuah buku, menanyakan keluarga dan kesulitan di lapangan saat kami rapat atau bertemu secara informal.  

Suatu ketika sepulang dari Gunungsitoli, Nias, pesawat kami terjebak udara hampa di sekitar Gunung Sibayak dan rasanya pesawat jatuh tiba-tiba.Kami semua sangat kaget dan ketakutan tentunya. Setelah tiba di Bandara Polonia beberapa menit kemudian, beliau bilang. "Perut saya sakit. Gila itu pesawat," katanya. Salah satu pengalaman tak terlupakan bersama ibu Lucy.

Ketika saya memutuskan tidak melanjutkan jabatan sebagai Program Manager, beliau memang sedikit kecewa. Tetapi dalam pertemuan kami di kantor YTBI Jakarta, sekitar Desember 2006, beliau masih sempat-sempatnya bertanya. “Pak Girsang, apa yang bisa saya bantu untuk bapak?”.

Waktu itu saya meminta 50 buah Alkitab untuk gereja saya. Bantuan itu direalisasikannya tak berapa lama. Saya mengambil sendiri ke kantor Yayasan Tanggul Bencana di Medan. 

Ibu Lucy memang seorang “bos” yang sangat “care” kepada semua stafnya, kadang tidak memperhatikan struktur. Saya acapkali menyaksikan beliau memberi bantuan kepada staf yang memerlukan.Suatu ketika usai memberi ceramah di Unsyiah Banda Aceh, beliau memberi separuh dari honornya kepada seorang staf yang memerlukan. 

Dengan hanya memiliki  putri tunggal, rasanya beliau mengabdikan dirinya sepenuhnya menolong sesama.

Beberapa kali kami komunikasi melalui telepon atau berkunjung ke bekas kantor YTBI di depan Tugu Proklamasi Jakarta. 2011, saya bertemu beliau di kantor itu bersama beberapa staf seperti pak Marlon, Linda, dll.

Meski saya sudah lima tahun tidak bersama mereka, tetapi rasa rindu bertemu terus dipupuk. Bahkan saya ketika itu berbicara agak lama dengan ibu Lucy Montolalu, dan sempat wawancara menulis Profilnya. Tapi sampai sekarang saya belum publikasikan.

Terakhir kami berkomunikasi ketika anak saya Clara menikah Desember 2012 lalu. Beliau berjanji akan hadir dalam pesta itu. SMSnya mengatakan beliau tidak hadir karena ada halangan.

Beberapa hari setelah perkawinan putri saya, melalui sms beliau mengundang saya. Katanya kita bertemu dengan pak Girsang dan berkumpul dengan teman-teman dari YTBI. Tapi itu belum pernah terwujud.

Tadi siang saya kembali menerima kabar dari ibu Joyce Manarisip (mantan Project Manager YTBI di Nias) yang mengingatkan saya bahwa Ibu Lucy sakit di RS Cikini.  


Ibu Lucy yang baik, saya berdoa semoga ibu cepat sembuh! Kita bisa bergabung dan bercanda bersama teman-teman di YTBI.

Saya pengen melihat ibu di lantai VI Gedung LAI Jakarta, karena waktu itu saya tidak bertemu. Andaikan saya saat ini berada di Jakarta!. Ibu Lucy masih punya janji dengan saya untuk bertemu. Tetapi biarlah Tuhan yang menentukan semuanya.

Dari Jannerson Girsang 


Photo: Dgn Sektor IV...Ny.DR.Lucy Montolalu,lekas Sembuh,YBU Family
Foto: Alex Lolowang. (Thanks pak Alex). Ibu Lucy terbaring sakit di RS Cikini, Jakarta (7 Mei 2013).

 
Teman-teman mantan Staf YTBI mendoakan Ibu Dr Lucy, mantan Direktur YTBI. Saya melihat ada Joice, Victor, Tatang, Amelia Oleng, Elizabeth Mesdiana dll. Semoga beliau sembuh! (7 Mei 2013)

 
Victor Nahusona (membelakangi lensa), Joice (samping kanan ibu Lucy sedang memberi semangat buat Ibu Lucy (7 Mei 2013).  Sumber Foto: FB Joice Manarisip.

Note: Sekitar pukul 20.19, tanggal 21 Juni 2013, saya menerima sms dari teman dekat saya Tagor Marpaung, suaminya Trenny Gerung dan masih keluarga Dr Lucy Montolalu. "Tante LUCY Montolalu sdh dipanggil Tuhan hari ini, disemayamkan di Cikini". Sedih dan makin sedih lagi, karena saya tidak bisa melayatnya ke Jakarta.

Rabu, 01 Mei 2013

Artikel Paling Banyak Dibuka Pengunjung

Oleh: Jannerson Girsang

Hingga hari ini, 30 April 2013, pengunjung blog ini menyukai sepuluh teratas dari 227 artikel yang diposting.  Semoga pembacanya mendapat pelajaran dan inspirasi. Terima kasih untuk para pengunjung blog ini dan memberi semangat bagi saya untuk terus berkarya.    
  1. Menyimak Prestasi Andrea Hirata (Posting, 26 Nov 2010), 1799 pageviews.
  2. Selamat Jalan SK Trimurti (Posting, 17 Mar 2009), 1775 pageviews
  3. Belajar Biografi Para Penulis Terkenal Dunia (Posting, 18 Jan 2010),1269 pageviews
  4. Kisah Menulis Buku Biografi (Posting, 26 Apr 2009, 732 pageviews
  5. We Are the World (Posting, 5 Jan 2010), 718 pageviews
  6. Anda Ingin Membuat Otobiografi Sendiri! (Posting, 13 Okt 2009), 686 pageviews
  7. TOKOH WARTAWAN DI INDONESIA (Posting, 3 Jul 2009), 534 pageviews
  8. Buku Berhentinya Soeharto Fakta dan Kesaksian Harmoko (Posting, 13 Des 2011), 532 pageviews
  9. Buku Favorit 10 Pemimpin Terkenal yang Inspiratif (Posting, 23 Nov 2010), 436 pageviews
  10. The Local Singer at a Glance TRIO Assisi: New Group (Posting, 12 Sep 2012), 426 pageviews