My 500 Words

Minggu, 26 Juli 2015

Rumah Bolon Pematang Purba: Benteng Terakhir Pelestarian Rumah Adat Simalungun (2). (Dimuat di Harian Analisa, Minggu 26 Juli 2015)

Oleh: Jannerson Girsang

Setelah mengunjungi kompleks ini, saya berkesimpulan bahwa rumah adat dan berbagai bangunan lainnya di tempat itu adalah benteng terakhir pelestarian istana raja Simalungun, serta bangunan-bangunan adat Simalungun. Oleh sebab itu, pemerintah, masyarakat perlu memberi perhatian yang serirus.

Rumah Bolon Pematang Purba (istana raja Purba bermarga Purba Pakpak) adalah salah satu warisan bangunan bersejarah dari tujuh kerajaan yang pernah memerintah di Simalungun, Sumatra Utara. Ketujuh kerajaan itu adalah Siantar (Damanik), Tanoh Jawa (Sinaga), Pane (Purba Dasuha), Dolog Silau (Purba Tambak), Purba (Purba Pak-pak), Raya (Saragih Garingging) dan Silimakuta (Girsang),

Istana-istana raja di atas sudah rusak dan tidak selengkap dan seutuh istana Raja Purba.

Salah seorang pengurus Penyelamat Rumah Bolon Purba, Edysman Purba mengatakan istana Raja Purba adalah satu-satunya istana peninggalan raja-raja di Simalungun yang masih utuh.


Peninggalan Raja Silimakuta misalnya!. Istana raja yang terletak di Tigaraja, Kecamatan Silima Kuta Barat, Kabupaten Simalungun kini sudah tidak berwujud lagi. Bangunan-bangunan bersejarah di sana, sama sekali tidak bisa disaksikan lagi karena sudah berubah menjadi perladangan dan bangunan rumah.

“Bangunan istana Raja Silima Kuta sudah ada lagi,”ujar St Drs SN Girsang, salah seorang putra Raja Silima Kita, Padi Raja Girsang. Dia melanjutkan, “Mungkin istana raja-raja yang lain juga sudah tidak ada lagi. Saya kira hanya istana Raja Purba yang masih utuh,” katanya.

Istana ini saksi bisu betapa ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita sudah memiliki kemampuan membangun, peradaban masa lalu yang perlu diketahui dan dipelajari setiap generasi bangsa ini.

Mengunjungi Rumah Bolon sekaligus melepas kerinduan menyaksikan bangunan adat Simalungun yang dulunya banyak di desa-desa Simalungun, tetapi kini sudah hampir seluruhnya rusak dan tidak dapat disaksikan generasi sekarang ini.

Orang Simalungun, bangsa Indonesia pantas bersyukur karena masih memiliki bangunan istana Raja Purba, yang merupakan simbol rumah adat Simalungun. Barangkali anak-anak sekarang ini tidak menyaksikan lagu rumah-rumah adat di pedesaan yang hampir semuanya punah ditelan zaman.

Dimana lagi kita menyaksikan rumah Adat Simalungun berusia 250 tahun kalau bukan di Istana Raja Purba?

Rumah Bolon di Pematang Purba: Menelisik Kisah Unik Raja (1). (Dimuat di Harian Analisa, Minggu 26 Juli 2015)

Oleh: Jannerson Girsang

Mungkin Anda sudah berkali-kali melintasi jalan arah Pematangsiantar-Saribudolok atau sebaliknya. Di kilometer 54 dari arah Pematangsiantar atau sekitar 10 kilometer dari arah Saribudolok terdapat Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Dari persimpangan itu Anda hanya masuk sekitar 200 meter dan tiba di sebuah kompleks istana Raja yang monumental. Itulah Istana Raja Purba atau dikenal dengan Rumah Bolon Pematang Purba





 Di dalam istana Raja Purba yang dibangun pada abad ke 19 itu tersimpan sejumlah keunikan baik dari keunikan bangunan, maupun keunikan kehidupan raja di dalamnya. Mengunjungi istana, seseorang mampu menyerap sebagian keunikan itu.

Setelah membayar Rp 2500 per orang kepada petugas di sebuah ruang di areal perparkiran. Dengan menyusuri sebuah tangga yang baru direnovasi, kami menyusuri jalan setapak menuju sebuah terowongan.

Pengunjung memasuki istana melalui sebuah terowongan sepanjang 10 meter. Inilah satu-satunya jalan masuk ke kompleks istana. Terowongan yang tampaknya baru ditata terlihat bersih dan rapi, dan pengunjung merasa nyaman, menyenangkan dan tidak terkesan seram.

Dari tempat kami berdiri, setelah melintasi terowongan, memandang ke sekeliling istana ternyata kompleks ini dikelilingi lembah. Konon lokasi seperti ini memiliki tingkat keamanan yang baik, karena hanya perlu pengawalan dari lokasi tertentu. Dari segi keamanan, lokasi ini memang cocok untuk sebuah istana raja.

Istana yang terletak jauh dari kebisingan ini memberi kesan menambah sejuknya hati berada di daerah berketinggian 1400 meter di atas permukaan laut itu. Angin sepoi yang berhembus membuat tubuh terasa segar. Pohon-pohon besar tumbuh di sekeliling istana membuat rasa sejuk dan nyaman mengitarinya.

Pengunjung nyaman berjalan kaki melalui jalan setapak yang dilapisi beton menyaksikan bangunan-bangunan yang menjadi saksi kehidupan masa lalu di istana..

Di sudut sebelah kiri menuju bangunan utama Rumah Bolon—tempat tinggal raja dan permisurinya, terdapat bangunan Uttei Jungga--tempat tinggal panglima dan keluarganya, disebelahnya terdapat bangunan losung adalah tempat wanita menumbuk padi.

Bangunan yang pertama kali kami masuki adalah Rumah Bolon. Sebuah bangunan dengan penyangga yang terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang unik. Rumah ini ditopang oleh 20 tiang kayu penyangga bergaris tengah 40 cm dan lantai dengan papan setebal 15 cm.

Ornamen khas Simalungun dengan warna hitam, merah dan putih. Sebuah simbol kepercayaan nenek moyang yang dahulu percaya kepada dewa Naibata. Mereka percaya dunia ini terbagi tiga: Nagori Atas, Nagori Tongah dan Nagori Toru.

Tidak Menggunakan Paku

Sungguh mengagumkan. Bangunan sebesar itu tidak menggunakan paku sama sekali. Lantai tinggi (1,75 meter) seperti rumah panggung “Konstruksi kayu bulat sebagai penopang lantai menjadi ciri khas rumah adat Simalungun,” kata seorang pengamat di blognya. Atap terbuat dari ijuk dan kayu-kayu untuk bangunannya khas kayu hutan yang kuat.

Lantas, sejenak mata dialihkan ke bangunan tertinggi rumah bolon. Di puncak bangunan terdapat kepala kerbau dengan tanduk yang terpasang di atap rumah bagian depan. Tanduk kerbau melambangkan “keberanian dan kebenaran”.

Satu lagi yang menarik adalah, dari puncak rumah, tergantung dua utas tali sepanjang dua sampai tiga meter, yang disebut pinar tanjung bara. Masyarakat Simalungun meyakini tali ini sebagai penangkal petir.

Memasuki Rumah Bolon—tempat tinggal raja, kami menaiki beberapa tangga mencapai lantai yang cukup tinggi. Tidak ada pagar pengaman di kiri kanan, tetapi tangan bisa bertumpu pada seutas tali yang terbuat dari rotan menjuntai dari atas ke bawah. Pengunjung aman naik tangga dengan tangan berpegang pada tali tersebut.

Pintu rumah yang terbuat dari kayu keras dan cukup tebal itu terbuka. Melangkah pertama kali ke dalam rumah pengunjung akan menyaksikan berbagai hal menarik di bagian depan rumah. Di sebelah kiri terdapat lopou (ruang depan) tempat puang pardahan (istri raja pemasak makanan tamu), dan puang poso (tempat pemasak nasi raja).

Di sebelah kanan ruang puang poso terdapat kamar tidur raja—rumah kecil dengan atap, dinding dan pintu. Di kolong ruang tidur raja terdapat ruang kecil tempat ajudan raja yang sudah dikebiri (ikasih).

Di Rumah Bolon itu kami mendengar dari penjaga istana Jaipin Purba, sebuah kisah menarik dari raja Purba. Dia bercerita bahwa Raja ke-12 memiliki 24 istri. Wow!. Para istri itu bertempat tinggal di Rumah Bolon, dan sebagian ditempatkan di kampung-kampun, karena ruang yang tersedia hanya 12.

Konon sang raja perkasa itu memiliki cara unik untuk berhubungan intim dengan istri-istrinya. Menurut penjaga istana itu, jika raja ingin berhubungan intim dengan salah selir atau permaisuri, ajudannya disuruh mengantar bajut (tempat sirih) kepada yang dikehendakinya. Ajudan itu akan mengatakan kepada yang ditunjuk raja : “Raja Sihol Mardemban” (Raja ingin makan sirih). Usai menerima sirih dan sang istri yang ditunjuk bersiap merias diri supaya menarik.

Kisah menarik itu tidak menghentikan langkah kami untuk mengetahui lebih banyak misteri di dalam istana itu.

Di dinding sebelah kanan terdapat dua ogung (gong) yang berfungsi sebagai pengumuman kelahiran anak raja yang perempuan, dan di dalam tersimpan bedil untuk pengumuman kelahiran anak raja laki-laki.

Kalau anak raja yang lahir perempuan maka gong dipukul dengan jumlah pukulan genap, dan jika yang lahir adalah lak-laki, maka jumlah pukulan gong adalah bilangan ganjil.

Setelah mengitari ruang depan, pengunjung memasuki ruangan Rumah Bolon yang terdiri dari 12 ruang. Di sanalah para istri raja tinggal. Sebelum menelisik lebih jauh ke dalam, mata sedikit menoleh ke kanan. Di dekat pintu rumah bolon terdapat tiang pan raja tempat peletakan tanduk kerbau tanda penabalan raja. Di sana tergantung secara berlapis tiga belas tanduk kerbau menandakan banyaknya raja yang sudah memerintah.

 Tabel

Kemudian, kami menelisik Rumah Bolon yang memiliki 12 ruang. Saat itu, ruangan gelap, sedikit seram, karena tidak ada penerangan listrik. Susah melihat apa saja yang terdapat di dalam.

Para istri raja tidak tinggal di ruang mewah seperti istri raja pada umumnya. Setiap istri disediakan ruang tidur di atas tikar, sebuah tataring (tempat memasak), peralatan dapur dan lain-lain. Ruang-ruang itu tidak disekat, tetapi bisa tembus pandang antara satu dengan yang lain.

Ruang inilah tempat para istri raja dengan fungsinya masing-masing. Misalnya, ada puang parorot (istri raja penjaga anak), puang paninggiran (istri raja pimpinan upacara kesurupan), puang parnokkot (istri raja pimpinan upacara memasuki rumah baru), puang siampar apei (istri raja mengatur ruangan dan memasang tikar), puang siombah bajut (pimpinan peralatan pembawa sirih), puang bona/puang bolon (permaisuri), puang panakkut (istri raja bertugas di rumah bolon), puang juma bolak (istri raja memimpin perladangan).

Dengan bantuan lampu kamera, saya melihat sebuah peti mati di sebuah ruangan dekat pintu sebelah kiri. Peti mati itu adalah tempat raja meninggal. “Kalau penggantinya belum ada, maka raja akan tetap berada dalam peti dan tidak dikuburkan sampai ada pengganti,” kata Jaipin Purba

Lantas, kami meninggalkan Rumah Bolon dan berkeliling di pekarangan istana yang asri dan banyak ditanami bunga dan rumput yang hijau.

Di sebelah Selatan Rumah Bolon terdapat Balei Bolon, tempat mengadakan rapat, Jambur sebagai para tamu menginap; Patanggan Sada, bangunan tempat permaisuri bertenun dan Balei Buttu, tempat para penjaga istana.

Kami bisa mengamati makam keturunan raja di dalam kompleks istana, tidak jauh dari Rumah Bolon.




Raja Purba yang terakhir adalah Tuan Mogang yang meninggal dalam masa Revolusi 1947. Beliau adalah seorang terpelajar dan menurut Jaipin Purba raja terakhir ini pernah belajar di Leiden, Jerman. Konon, sang raja meninggal saat revolusi dan mayatnya tidak ditemukan. Jadi monumen itu hanya sebagai tanda peringatan, mirip dengan Raja Silimakuta yang mayatnya tidak ditemukan, tetapi monumennya dibangun di desa Nagasaribu, Kabupaten Simalungun.

Di kompleks makam keluarga ini terdapat makam raja dan keturunannya. Di sana kami menyaksikan makam beberapa Raja Purba, Tuan Medan Purba, serta beberapa Puang Bolon (istri-istri Raja Purba)

Semoga seluruh bangsa ini makin mencintai peninggalan nenek moyangnya. Belajar dari apa yang baik dari mereka dan menghindari hal-hal yang buruk. “A people without the knowledge of their past history, origin and culture is like a tree without roots”. (Marcus Garvey). ***

14 Raja yang Pernah Memerintah
Pangultopultop     (1624-1648)
Ranjinman     (1648-1649)
Nanggaraja    (1670-1692)
Butiran    (1692-1717)
Bakkararaja     (1738-1738)
Baringin    (1738-1769)
Bonabatu     (1769-1780)
Raja Ulan    (1781-1769)
Atian    (1800-1825)
Horma Bulan     (1826-1856)
Raondop    (1856-1886)
Rahalim    (1886-1921)
Karel Tanjung     (1821-1931)
Mogang (raja terakhir)    (1933-1947)

Sabtu, 11 Juli 2015

Revolusi Mental di Kepolisian

Oleh: Jannerson Girsang

Pelayanan umum STNK dan Perpanjangan SIM sudah semakin baik. Mari kita syukuri dan terus mengawalnya, agar semakin hari semakin baik. Terima kasih Kepolisian!.

Setelah mengurus STNK di Sun Plaza, Medan beberapa hari lalu, saya mengurus perpanjangan SIM hari ini di Poltabes Medan, Jalan Adinegoro.

Ngurus STNK tak sampai sepuluh menit. Semua sudah otomatis. Ambil kartu daftar`tunggu, kemudian dipanggil, serahkan KTP dan STNK. Bayar sesuai dengan angka yang tertera di kwitansi yang keluar dari komputer. Tak lebih dan tak ada tips..

Selesai!.

Kita dilayani dengan ramah dan hangat. Wajah yang senyum, tidak seperti dulu, wajah polisi yang seram dan tidak ramah.

Pagi ini saya di Jalan Adinegoro, Poltabes Medan, mengurus perpanjangan SIM.

Selang beberapa menit, saya terus menerus mendengar dari pengeras suara rekaman yang mengingatkan pemilik SIM dan yang mengurus SIM.

"Masyarakat yang mengurus SIM jangan menggunakan calo. Sudah banyak penipuan yang dilakukan para calo. Kami menghimbau agar Anda mengurus SIM sendiri".

Saya masuk ke ruang tunggu foto. Beberapa menit kemudian saya sudah dipanggil.

Jepret! Selesai,

Saya akan mengambilnya hari Senin depan. Bayar, sesuai dengan yang tertera.

Apa yang saya alami adalah perubahan selama sepuluh tahun terakhir di tubuh Kepolisian. Revolusi Mental telah terjadi.

Selamat buat Kepolisian. Semoga Revolusi Mental akan terjadi dalam bidang bidang yang lain, sehingga korupsi dapat kita turunkan. Mari sama-sama mempertahankan PENGURUSAN SIM DAN STNK bebas calo, bebas dari korupsi.

Kuncinya:

"Pelayan yang berdedikasi, jujur, didukung IT yang canggih, serta rakyat yang mau mengikuti prosedur".

Jangan berteriak-teriak hapus korupsi, kalau rakyatnya juga tidak disiplin.

Mari kita apresiasi hal-hal baik yang sudah dilakukan aparatur pemerintah dan teriakkan apa yang belum beres. Jangan hanya menceritakan yang nggak beresnya aja, seolah tidak ada perubahan.

Medan, 11 Juli 2015

Susah Senyum

Oleh: Jannerson Girsang

"A warm smile is the universal language of kindness" (William Arthur Ward)

Sebelum keluar rumah hari ini saya teringat ceramah Pdt Dr Victor Tinambunan, dosen STT Theologia Pematangsiantar, dalam Pembinaan Para Pelayan di Universtas HKBP Nommensen, kemaren.

Dalam menjelaskan beban yang dipikul manusia zaman sekarang ini, beliau menunjukkan gambar monyet yang tersenyum, ceria, giginya bersih, tanpa beban.

Melihat gambar itu, semua jadi tersenyum, bahkan sebagian tertawa terbahak-bahak. Begitu mudahnya pendeta itu membuat kami tersenyum, ketika hati kami siap diisi pencerahannya!

"Ini (senyuman) seharusnya milik manusia," katanya menunjuk gambar itu.

"Senyum adalah warisan Tuhan kepada manusia. Karena manusialah ciptaan Allah yang paling mulia,dan diberi karunia menguasai dunia, dan kemampuan bersyukur" katanya

"Sayangnya, saya mengamati kita sekarang susah senyum. Baik orang kaya, miskin, pejabat rendah atau pejabat tinggi, kini semakin susah senyum".

"Kita menyimpan terlalu banyak beban. Kemajuan yang dicapai tidak berbanding lurus dengan menurunnya beban. Beban masa lalu, beban masa kini, beban masa depan. Tiga-tiganya selalu melekat dan tidak mau melepasnya".

"Ketika kita masih terus memikul beban itu dan tidak mampu melihat sesuatu yang indah di dalamnya, Tidak mampu melihat berkat!. Wajah kita susah senyum"

"Seseorang sudah sukses menghantarkan 6 anak dari tujuh anaknya sukses. Tapi terus memikirkan kegagalan satu orang anaknya. Padahal, dia lupa, kalau sudah memperoleh enam berkat yang luar biasa"

Fokuslah pada berkat, bukan pada beban!.

Sebelum kita keluar rumah, kosongkan jiwa, undang kebaikan mengisi hati, baca Firman, dengar lagu-lagu, baca buku motivasi,

Sampai kita mampu berucap: "Aku memuji kebesaranMu"

Sharinglah dan tataplah orang-orang terdekat kita. Bercengkeramalah sebentar dengan keluarga kecil.

Senyumlah!. Senyum yang tulus, cerminan hati yang suka cita dan memberi berkat bagi sekitar.

Semoga hari ini, kita makin mudah senyum dan menjadi berkat bagi yang lain.

Medan, 11 Juli 2015

Lebih Baik Kembali Miskin

(Jeritan Istri Orang Kaya)
Oleh: Jannerson Girsang

Banyak istri bercita-cita memiliki suami orang kaya, Mewah, disanjung orang di pesta, nyetir mobil mewah sendiri kemana-mana. Bisa berlibur kemana dia suka.

Tapi seorang istri dalam lagu Tumagon Mulak Pogos (Lebih Baik Kembali Miskin), justru dirinya lebih suka keluarganya kembali miskin.

Heran yah, Kenapa?

Ternyata tidak semua istri orang kaya itu bahagia. Inilah salah satu jeritan seorang istri yang memiliki suami kaya.

Perubahan status, dulunya miskin, tetapi jadi orang kaya baru (OKB), bisa merubah suasana rumah tangga.

Salah satunya, suami lupa diri, lupa kebutuhan istri yang hakiki, seperti kata syair lagu ini

Suami yang sibuk, karena kekayaannya, kadang melupakan kebutuhan istri. Istri butuh waktu, cinta, kehangatan dan perhatian dari suami.

Sesuatu yang tidak bisa digantikan dengan uang, salon, mobil, piknik ke Makao atau hiburan lainnya!.

Sang istri terkenang saat mereka miskin, belum punya fasilitas.

Saat itu, dia merasakan rumah tangga yang begitu bahagia. Waktu, cinta, kehangatan dan perhatian suami masih penuh.

Suami setia. Pergi kemana-mana selalu sama, karena istri selalu nempel dengan suami di atas sepeda motor.

Setelah punya mobil masing-masing, dan bisa setir sendiri-sendiri, suasananya berubah. .

Belanja ke tempat mewah, sekali seminggu cuci muka ke salon, sendiri-sendiri..

Memang, dari luar orang melihatnya bahagia, hebat! Banyak orang yang salut (mangapian). .

Bertahun-tahun, sang istri penuh sandiwara kepada teman-temannya.

Senyum simpulnya, wajah dengan polesan salon, baju baru, sepatu baru, setiap tampil di pesta, tidak ada yang menyangka kalau hatinya hancur.

Apalagi mendengar kisahnya sekali setahun liburan ke Makao, sendiri, ke Hongkong sendiri!

Dia dipandang sebagai ibu yang bahagia.

Tapi, sebenarnya.....!. Setiap dia pulang ke rumah.....

Seringkali, sehari semalam suaminya tidak pulang. Istri sendirian menunggu di rumah, suami entah dimana.

Kalau pulang dan si istri bertanya, "Dari mana, Pak?"

"Kau nggak ngerti itu!" kata sang suami.

Aduhhhhh, "Sakitnya Tuh di Sini......di dalam hatiku!" seperti syair lagunya Citata.

Ketika istri tidak lagi memperoleh waktu, cinta, kehangatan dan perhatian dari suami, dia tidak berarti apa-apa lagi. Hidupnya hampa!

Akhirnya......!

"Aduh.....kalau begitu lebih baik kita kembali miskin Pak!" Tumagon ma hita mulak pogos.

Lagu Batak "Tumagon ma Hita Mulak Pogos" (Lebih baik kita kembali miskin) karya Buntora Situmorang yang dilantunkan penyanyi populer di era 80-an, Rita butar-butar, begitu menyentuh hati

Jeritan seorang istri yang mendapatkan harta dunia, tetapi kehilangan waktu, cinta, kehangatan dan perhatian suami.

Simak deh syair lagunya!.

TUMAGON MA HITA MULAK POGOS
(Lebih Baik Kembali Miskin)

Dongan hi ale amang (Teman-temanku Pak!)
Godang do mangapian (Banyak orang yang salut)
Dongan hi ale amang (Teman-temanku, Pak)
Didok do au na sonang (Bilang aku bahagia)

Sonang do au (Aku bahagia)
Sonang do au (Aku bahagia)
Anggo pamereng ni halak (Kalau dilihat orang)
Anggo pamerengan (Hanya dilihat dari luar)

Alus hi tu dongan hi (Aku menjawab teman-temanku)
Hubahen ma mengkel sumbing (Kubuat tertawa terbahak-bahak)
Molo dung dipuji au (Kalau saya disanjung)
Ina-ina na sonang (Ibu-ibu yang bahagia)
Alai hassit (Tapi sakit...)
Malala rohanki di bagasan (Tapi dalam hatiku yang terdalam, hancur)

Aha so dongan mangapian da amang (Kenapa mereka tidak salut?)
Marnida au na boi tu dolok tu toruan (Melihatku bisa ke sana kemari)
Balanja siap ari (Setiap hari belanja)
Tu Hero Pasar Swalayan (Ke Hero Pasar Swalayan)
Marsahali saminggu paias bohi ro tu Salon (Sekali seminggu cuci muka ke Salon)

Molo lao mardalani setir sendiri do nian (Kalau jalan-jalan setir sendiri)
Alai so ada umbotosa da amang (Tapi tidak ada yang tau, Pak)
Manang boha do bagas ni parsorion (Bagaimana dalamnya pendritaanku)

Marsadari saborngin (Sehari semalam)
Jumotjotan ma au dang mardongan (Aku lebih sering sendiri)
Paima-ima ho na sai lalap di parlalapan (Menunggumu entah kemana)
Molo tar sor husungkun (Kalau aku bertanya)
Sian dia do ho amang (Dari mana kau Pak?)

Aha ma alusmu tu au da amang (Apa jawabmu, Pak?)
Dang diattusi ho be i (Kau tidak mengerti apa yang kulakukan)
I do alus Mi (Itulah jawabmu)

Molo songoni nama hatam tu au amang (Kalau jawabmu begitu, Pak)
Umbulusan ma hita on mulak pogos (Lebih baiklah kita kembali miskin)

Medan, 8 Juli 2015

Jangankan Presiden, Manusia Biasapun Tidak Boleh Dihina

Oleh: Jannerson Girsang

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan kebebasan berbicara kepada rakyatnya. Mengritik, mengoreksi kesalahan boleh-boleh saja.

Tetapi "menghina" orang, siapapun dia, termasuk menghina agama, suku, adalah pekerjaan yang tidak diizinkan dalam demokrasi, dimanapun di dunia ini.

Barangkali banyak yang belum mengerti apa artinya menghina, sehingga terus melakukannya!.

Di alam demokrasi Indonesia sekarang ini, kita menyaksikan begitu bebasnya orang melontarkan komentar-komentar atau pernyataan yang kebablasan, bernada menghina, tetapi tidak terjerat oleh hukum.

Tak peduli apakah yang diungkapkannya sudah berada pada tahap menghina. Tanpa pernah memikirkan kalau hal yang sama terjadi pada dirinya. "Seenak udelnya aja," kata orang Jawa.

Dalam kamus KBBI, menghina artinya merendahkan; memandang rendah (hina, tidak penting), memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang (spt memaki-maki, menistakan)

"Menghina" adalah perbuatan melanggar hukum.

Orang yang menghina jelas tidak berniat baik, tidak memiliki peri kemanusiaan, menganggab manusia sebagai mahluk yang lebih rendah dari dirinya.

Kata orang sih, umumnya, orang yang suka menghina adalah orang yang tidak benar kerjanya, tidak beres dengan dirinya sendiri, kurang kreatif, orang yang sering tersakiti, dan tidak memiliki pertemanan yang baik, berkarakter buruk. .

Kalau dia menghargai manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, maka dia tidak sampai hati menghina, mempermalukan orang lain di depan publik atau orang banyak.

Dia akan mengajak bicara empat mata dan mengutarakan solusi.

Orang yang menempuh jalan menghina orang lain untuk menyatakan eksistensinya adalah pengecut. Seringkali menaikkan statusnya melebihi atasannya, menjadikan kelasnya di atas orang yang dihinanya.

Parahnya, orang yang suka menghina, biasanya mencari pengikutnya yang tidak tau permasalahan, jadi ikut bersalah. Pengikut orang yang suka menghina orang lain adalah para "pesakitan" yang tidak berfikir rasional.

Belakangan ini penghinaan bawahan terhadap Pimpinan tak jarang terjadi. Bahkan isu hangat saat ini adalah Menteri yang menghina Presiden.

"Ada menteri yang menghina Presiden. Pembantu Presiden malah menghina," kata Tjahjo Kumolo, mendagri, di Jalan Denpasar Raya, akhir Juni lalu.

Inilah jawaban Iwan Falls, seorang musisi terkenal di negeri ini, soal hina menghina ini. Iwan Falls, musisi yang selalu melakukan sindiran-sindiran sosial lewat lirik lagunya itu pun mengingatkan bahwa siapa-pun yang menghina Presiden berarti menghina rakyat.

"Presiden ..............dipilih rakyat, berarti kalau ada yang hina presiden ya menghina rakyat dong," tulis Iwan Fals di akun Twitternya @Iwanfals, seperti dikutip Rimanews..

Jangankan Presiden, manusia biasapun tidak boleh dihina!

Iwan Falls mengingatkan, seorang Menteri harusnya membantu atasannya, bukan malah menghina presiden. Sebab, menghina Presiden sama saja dengan menghina rakyat.

Apalagi menghina rakyat biasa, lebih berat lagi!. Menghina sang pencipta, menghina Tuhan!

"Yakinlah,bahwa si tukang menghina sedang bermasalah dengan dirinya sendiri,si tukang menghina hidupnya tidak bahagia dan akan terus mendapat masalah," ujar seorang motivator.

Benar sekali. Yang dihina belum tentu merasa terhina, tetapi orang yang suka menghina sudah pasti orang-orang yang terhina!

Ayat emas memangatakan: "Sebagaimana kamu menginginkan orang lain berbuat kepadamu, perbuatlah demikan kepada mereka.....".

Anda mau jadi orang terhina, hinalah orang lain!

Medan, 6 Juli 2015


Ulang Tahun Ayah Saya ke-78

Terusik Abu Sinabung

Oleh: Jannerson Girsang

Abu vulkanik Sinabung, tidak hanya membuat perasaan tidak nyaman di luar rumah, tetapi akan berpotensi merusak produksi tanaman, serta kenyamanan para wisatawan berkunjung ke daerah ini. Sebuah kejadian alam yang perlu mendapat perhatian: pelajari dan cari cara pemecahan yang serius.

Perjalanan dua hari dari Medan ke kampung orang tuaku di Nagasaribu--sekitar 107 km sebelah Selatan kota tempat  tinggalku ini, bersama keluarga adikku Henri Girsang, melintasi Sibolangit, Brastagi, benar-benar terusik oleh abu vulkanik Gunung Sinabung.

Sejak keluar dari  Medan, kemaren, abu tipis sudah mulai terasa mulai dari Medan. Makin parah ketika kami tiba di daerah Sibolangit. Daun-daun pohon dan tanaman sudah memutih oleh Abu Sinabung.

Di daerah Suka Makmur, persisnya daerah perumahan dan Wisata Green Hill, saya mengamati sebuah tanaman hias.Seluruh daunnya putih tertutup abu.

Ketika kami melintasi kelokan-kelokan di atas Bandar Baru, memandang ke sebelah kiri, lembah yang dalam ditumbuhi pepohonan, yang sebelumnya berwarna hijau menyegarkan mata, kemaren seperti hamparan abu putih menutup dedaunan.

Sesampai di Panatapan--kira-kira 5-6 km menjelang Brastagi, dekat pabrik air mineral Aqua Daulu, sebuah tempat istirahat bagi para pelintas jalan, untuk istirahat dan biasanya minum kopi atau meniuman segar lainnya di siang hari (tentu bagi yang tidak puasa), saya menatap ke sebuah jurang.

Pepohonan tertutup oleh abu dan berwana putih-abu-abu. Saya tidak melihat hutan yang menghijau, tetapi hutan yang memutih. Di sana biasanya saya melihat monyet-monyet bermain dan kadang datang ke tempat kami minum, tak satupun yang kelihatan. Mungkinkah mereka juga terusik abu vulkanik Sinabung?. Entahlah. Yang jelas saya tidak melihat seekor monyetpun di sana, sore kemaren.

Kita sempat bercanda, "Kalau daun tertutup oleh abu dan tidak terkena sinar matahari dalam enam bulan, apa akibatnya?". Saya bertanya kepada putri adik saya yang baru masuk kelas 6 SD tahun ini. Dia hanya tertawa!.

Canda ini tidak sepele. Ketika abu menutup daun dan menghalangi sinar matahari, maka peristiwa fotosintesa akan terganggu. Pembentukan hijau daun dan seluruh pertumbuhan tanaman akan tergaggu. Kalau itu terjadi pada tanaman sayur mayur atau buah, maka dia tidak akan menghasilkan buah. Lalu?

Seorang ahli pertanian dari Universitas Gajah Mada, Azwar,  mengatakan abu vulkanik hasil letusan Gunung Kelud yang berukuran kecil dan tampak lembut bisa menutupi stomata daun sehingga mengganggu proses fotosintesis.Tentu tidak berbeda dengan apa yang sedang terjadi di sekitar letusan Gunung Sinabung.

Menurut dia, yang paling terganggu akibat daunnya tertutupi abu vulkanik ialah tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, dan sayuran. Tanaman hortikultura di daeah sepanjang jalan Brastagi, tertutup abu yang cukup tebal.  Semoga hujan lekas turun, sehingga tanaman itu bersih dari abu dan dapat bertumbuh normal dan tidak menambah derita penduduk di sana. a

Abu juga menutupi atap-atap rumah sepanjang jalan hingga kami keluar dari Brastagi. Syukur, karena ke arah Kabanjahe, abu sudah mulai berkurang.

Taman-taman dan halaman di depan hotel-hotel berbintang di daerah Brastagi terutup abu. Angin senantiasa berhembus dan menerbangkan abu yang membuat udara tidak nyaman untuk dihirup. Sebagian memakai masker, dan memang mereka harus memakainya. Kenikmatan merasakan alam segar di luar rumah memang sudah terganggu. Sebuah anugerah Tuhan yang selama ini dinikmati para pengunjung/turis di daerah ini.

Hari ini, kami kesal, karena Vihara Budha yang ada di Tahura, tutup. Kami tidak bisa menikmati kemewahan gedung tempat pemujaan umatt Budha itu. "Closed" semikian tulisan di gerbang vihara yang cukup banyak dikunjungi orang. Di lokasi itu, beberapa staf sedang menyiram abu dengan air.

Di jalan raja memasuki vihara itu, saya menyaksikan tempat pengungsi Sinabung. Banyak mobil parkir mengantar bahan makanan dan kebutuhan mereka. Mereka yang biasanya nyaman di kampungnya di sekitar kaki Gunung Sinabung, kini mereka harus berdesak-desakan di tenda-tenda dan ruangan-ruangan terbuka. Terusik bukan dua atau tiga hari, tetapi belum dapat ditentukan waktunya

Kalau kami hanya kesal karena terganggu abu, saudara-saudaraku ini mengalami kesedihan yang luar biasa.

Semoga Tuhan bermurah hati untuk meringankan penderitaan saudaraku yang tertimpa musibah Sinabung.   

Medan, 5 Juli 2015

Pohon Hias tetutup abu vulkanik Sinabung di kawasan Gerbang Green Hill, Sukamakmur, Jalan Medan-Brastagi. (photo: Jannerson Girsang)

 Pohon Hias tetutup abu vulkanik Sinabung di kawasan Gerbang Green Hill, Sukamakmur, Jalan Medan-Brastagi. (photo: Jannerson Girsang

Serah Terima Pimpinan Pusat GKPS

Oleh: Jannerson Girsang

Suasana damai, harmonis, semangat kebersamaan, itulah yang kusaksikan mengawali tugas Pimpinan Pusat GKPS lima tahun ke depan dalam acara Serah Terima Jabatan Pimpinan Pusat GKPS yang baru, kemaren. Semoga suasana ini, juga dirasakan seluruh anggota jemaat GKPS ke depan.

Jumat 3 Juli 2015, dari pukul 11.00 WIB-14.00 WIB, saya berkesempatan menyaksikan Serah Terima Pimpinan Pusat GKPS (Ephorus dan Sekjen) dari Pimpinan Pusat yang lama Pdt Jaharianson Saragih dan Pdt El Imanson Sumbayak kepada Pimpinan Pusat yang baru Pdt Rumanja Purba dan Pdt Paul Munthe.

Setelah berusia 54 tahun, baru inilah pertama kalinya saya dan istriku Erlina Sipayung, diberi kesempatan oleh Tuhan menyaksikan acara Serah Terima Jabatan Pimpinan Pusat GKPS. Pengalaman berkesan yang tidak mungkin saya lupakan sepanjang hidupku. Puji Tuhan!.

Acara berlangsung di ruang rapat Kantor Pusat GKPS di Pematangsiantar, kompleks yang dikelilingi kebun kelapa sawit. Wajah-wajah cerah hadirin secerah cuaca siang itu.

Sebuah lagu yang mengungkap rasa syukur dari Haleluya No 411.dinyanyikan dalam acara pembuka.

Diatei tupa ma Bamu Ham Naibata, membahen tupa humpulan nami on
Igomgom Ham do horja nami on torsa, gok malas uhur do hanai ijon
Ibere Ham do damei na tarsulur, sanggah manranggi horja haganup
Nuan hanami rap marmalas uhur, mardingat haganup pambahenanMu


.......................................

Saya menyaksikan Pimpinan Pusat yang lama mempersiapkan dengan baik acara tersebut, suasana akrab, harmonis dan diselingi ceria dan tawa.

Seperti yang diungkapkan Sekjen yang Baru, Pdt Paul Munthe, "Kami berterima kasih kepada Pimpinan Pusat yang lama, yang telah mempersiapkan acara ini dengan baik"

Sekjen lama Pdt El Imanson secara sepintas menjelaskan hal-hal yang sudah dilakukan Pimpinan Pusat GKPS (2010-2015) dan hal-hal yang masih harus dilanjutkan Pimpinan Pusat yang baru.

Beliau meringkasnya dari Memori yang disusun dalam bentuk laporan tertulis. Tanggapan-tanggapan, dan koreksi kemudian dilanjutkan dengan acara serah terima jabatan dan aset.

Saya menyaksikan Ephorus lama menyerahkan seluruh aset GKPS yang digunakannya selama ini kepada Ephorus baru. HP, I-Pad, Laptop, kunci mobil, kunci rumah. "Kalau masih ada yang tersisa, nanti akan saya serahkan kemudian" ujar Pdt Jaharianson Saragih.

Sekjen lama, Pdt El Imanson Sumbayak menyerahkan dokumen dan berita acara yang ditandatangani kedua belah pihak.

Senang dan bahagia sekali sebagai jemaat, kalau para pimpinan, pendeta, penginjil, para pelayan (sintua, syamas, guru sekolah Minggu), juga mampu mempertontonkan keharmonisan dan kekompakan.

Dalam acara itu saya menyaksikan masing-masing menggunakan bahasa yang sopan, berlomba saling menghormati, melakukan yang terbaik dari apa yang mereka miliki untuk kemuliaan Tuhan, saling menyemangati dan menguatkan satu dengan yang lain, tidak dendam, tidak melukai sesama, tidak saling mempermalukan.

Hanya dengan sikap yang demikianlah jemaat percaya bahwa mereka adalah pimpinan, pendeta, penginjil dan pelayan Tuhan. .

Semoga peristiwa serah terima yang berlangsung dalam suasana kompak dan harmonis ini menyebar dan hidup di tengah-tengah seluruh jemaat GKPS.

Pimpinan Pusat, hingga pimpinan di Jemaat, para pelayan dan seluruh jemaat akan memulai kehidupan baru, menyongsong lembaran baru GKPS.

Dalam sambutannya, Pimpinan Pusat yang baru mengingatkan agar ke depan tidak ada lagi waktu kita tersisa membicarakan proses (peristiwa) Synode Bolon.

"Itu sudah selesai. Tidak ada ruang lagi dalam periode ini membicarakan proses Synode ke 42. Ke depan kita bersama-sama membicarakan, melaksanakan amanat Synode Bolon".kata Ephorus baru Pdt Rumanja Purba, MSi.

GKPS dan para pendeta, penginjil kiranya mampu mempertahankan harmoni yang sudah ditunjukkan para pemimpinnya. Kasih, kebersamaan melanjutkan dan meningkatkan program ke depan adalah fokus kita.

Mari meninggalkan kepentingan pribadi, sentimen pribadi dan kelompok, serta mari kita mengejar tujuan utama, "GKPS menjadi berkat" bagi Simalungun, bagi bangsa Indonesia.

"Mulai hari ini, saya akan menjadi Ephorus yang baru. Saya berharap saudara-saudara semua menerima saya sebagai partner kerja melayani Tuhan. Mari sama-sama membangun GKPS lebih baik. GKPS adalah institusi, bukan pribadi-pribadi. Tugas ini berat dan marilah kita semua bekerja bersama-sama" kata Ephorus Pdt Rumanja Purba.
,
Acara yang berlangsung hampir tiga jam tersebut diawali dengan Kebaktian dan Doa Pembuka darii Anggota Majelis Gereja Pdt Jan Jonner Sinaga, MTh, dilanjutkan dengan acara Serah Terima, serta ucapan terima kasih, pesan dan kesan dari Pimpinan Pusat Periode (2010-2015), Pimpinan Pusat Periode (2015-2020), mewakli Majelis Gereja (St Jumpatuah Saragih), mewakili Praeses (Pdt Yusni Saragih, Prases GKPS Distrik III Saribudolok), Mewakili Kepala Biro (Pdt Safril Sitopu)

Acara ditutup dengan Doding HaleluyaL No 7: 4+8

Tarima kasih ma uhurhu, Bamu O Naibata tongtong,
Ibahen dear ni layakMu, binereMu bangku on
Ai ipatudu Ham tongtong ganup na porlu bangku on

Sai layakMu do pujionku sadokah na ma nggoluh au
Sai goranMu pasanganponku sadokah na marhosah au
Ronsi rotapni hosahkin, sai pujionku Ham ijin.

Acara serah terima ditutup dengan doa oleh Pdt Enida Girsang MTh, Anggota Majelis Gereja GKPS.

Awal yang baik sudah dimulai, mari kita pelihara dan tingkatkan ke depan! I love GKPS. Setiap hari, setiap saat!

Medan, 4 Juli 2015
MENGASIHI ORANG YANG TIDAK PERNAH BERTEMU

"How do you explain love for someone you;ve never met? Not Simphaty, not compassion, But love. A deep and inexplicable love It was beyond me, I knew that. It was beyond human, I knew that"
(Capt Dale Black, Flight to Heaven: A Plane Crash.........).

Saya banyak berteman di FBku ini dengan teman-teman yang sama sekali belum pernah bertemu. Tentu demikian sebaliknya.

Mengapa bisa saling mengasihi?.

Capten Dale mengungkapkan itu bukan hanya sekedar simpati, atau gairah.

Itulah kasih yang mendalam dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Di luar akal saya dan kita semua, kata Dale Black..

Medan, 4 Juli 2015

Musibah Jatuhnya Hercules C 130 Milik TNI AU

Oleh: Jannerson Girsang

Pagi ini sekitar jam 07, saya bersama anak saya Bernard Patralison Girsang melihat lokasi jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik TNI AU. Posisi pesawat jatuh terbalik--bagian atas pesawat berada di atas tanah.

Salut melihat aparat kepolisian, TNI, Basarnas yang sejak kemaren terus menerus melakukan pencarian jenazah, pengumpulan puing-puing pesawat serta melakukan pembersihan lokasi kecelakaan pesawat.

Mereka terlihat sabar merespon masyarakat yang melintasi garis batas polisi, daerah yang tidak boleh dimasuki siapapun, kecuali petugas, atau orang yang diberi izin. Masyarakat yang antusias ini melihat peristiwa  mengenaskan itu, terus saja melanggarnya.

"Wah, garis polisi tidak berlaku," kata seorang polisi bergurau, dan membiarkan saja masyarakat menembus garis polisi. Mungkin karena masih pagi.  Saya sendiri tidak mengalami hambatan melintasi batas garis itu, dengan jalan kaki, hingga saya bisa melihat dari dekat, ke lokasi jatuhnya pesawat.

Para warga sangat antusias melihat dari dekat peristiwa jatuhnya pesawat Hercules 130 yang menewaskan 12 kru, 101 penumpang dan puluhan penduduk yang tewas.

Berkali-kali polisi meminta kesadaran mereka untuk tidak melintasi pita kuning itu. Tetapi masyarakat tidak peduli. Cuma, sewaktu mereka memulai kehiatan, para petugas sudah memulai pekerjaannya, mereka lebih tegas dan meminta agar masyarakat tidak menggangu jalannya evaluasi. Masyarakat mulai mundur dan sebagian pulang ke rumah masing-masing.

Simpang Rumah Sakit Jiwa--sebagai batas garis polisi, menjadi tempat parkir ratusan sepeda motor. Demikian juga tempat terbuka di sepanjang Jalan Jamin Ginting menjadi tempat parkir bagi pengunjung yang ingin melihat lokasi. Sungguh jadi pekerjaan berat lain yang harus diawasi pihak kepolisian. Jalan macet, dan lalu lintas terpaksa dialihkan ke rute lain.

Masyarakat  semua harus maklum, ini semua agar evakuasi bisa berjalan lancar.  

(Laporan sebuah Televisi swasta menyebutkan 141 kantong jenazah (11.00 WIB), sudah berhasil dievakuasi ke rumah sakit Adam Malik, yang berjarak hanya sekitar 1 kilometer dari lokasi).

Melihat dari dekat lokasi peristiwa jatuhnya C-130 milik TNI-AU, sungguh membuat hati trenyuh. Ngerinya kecelakaan sebuah pesawat. Tak ada yang bisa selamat. Sudah jatuh dari ketinggian, berbobot di atas 70 ton, kecepatan tinggi, menembus bumi dan terbakar. Ratusan nyawa manusia tiba-tiba melayang dalam beberapa detik, dan sulit dikenali karena terbakar. Kita kehilangan puluhan perwira AU pilihan.

Bekas peristiwa kebakaran masih terlihat di dinding ruko yang ditabrak yang terlihat menghitam, bekas terbakar. Demikian juga plang BS Oukup yang terletak di pinggir jalan, terlihat sebagian menghitam.

Lokasi jatuhnya pesawat adalah Oukup BS1, yang terletak di sebelah kanan, km 10 jalan Medan-Pancurbatu. Kira-kira lima puluh meter dari Simpang Rumah Sakit Jiwa, Medan.

Oukup itu pagi ini sudah bersih dan bangunan sudah dibersihkan, sebagian badan pesawat sudah diangkut dan tinggal ekor pesawat. Kabarnya, semua akan diangkut untuk bahan penyelidikan selanjutnya.  Dari rumah saya, lokasi itu bisa dicapai dengan jalan kaki sekitar 10 menit, sekitar 600-700 meter. "Wah, saya kaget dan langsung keluar rumah,"kata istri saya menuturkan pengalamannya kemaren siang.

Saat itu dia berada di rumah. Beberapa menit kemudian, warga lain berteriak. "Pesawat jatuh...pesawat jatuh," katanya, menirukan teriakan tetangga. Tapi dia tidak pergi ke lokasi, hanya monton televisi.

Menurut harian-harian yang terbit di Medan, sebelum jatuh, pesawat menabrak tower milik Perguruan Bethany. (Tower di atas sekolah itu patah dan masih belum diperbaiki).

Di jalan mau pulang, saya menanyakan seorang pemilik warung, sekitar 100 meter dari lokasi kejadian. "Wah...kami kaget sekali Pak. Ledakannya menggetarkan atap rumah, dan terasa goyang,"ujarnya.

Saya juga bertemu Evangelis Yusak Purba, yang rumahnya hanya berjarak sekitar 200 meter dari lokasi kejadian. Beliau mengatakan mendengar pesawat itu melintas di atas rumahnya, dan mendengar beberapa ledakan terjadi sebelum pesawat jatuh dan diakhiri dengan ledakan besar.

"Saya mendengar beberapa ledakan dan ledakan besar itu. Kemudian saya ke luar rumah, dan menyuruh anak-anak masuk ke rumah. Saya melihat asap sudah mengepul," katanya sambil menunjukkan video yang berhasil direkamnya dari depan rumahnya kemaren, beberapa saat setelah pesawat jatuh.

"Suaranya keras sekali, seperti bom," katanya.

Setelah itu, Evangelis Yusak langsung ke lokasi dan mengambil foto-foto dan video yang berhasil direkamnya. Saya sempat menyaksikan beberapa video yang menunjukkan peristwa awal setelah beberapa menit peristiwa menyedihkan seluruh bangsa Indonesia itu.

"Itu tower yang ditabrak pesawat sebelum jatuh, katanya sambil menunjuk ke arah tower itu. Tower itu hanya berjarak beberapa rumah dari yang terletak di Jalan Jeruk--beberapa puluh meter dari jalan Raya Jamin Ginting.  Kemudian kami berpisah. Beliau berjalan menuju ke lokasi kecelakaan peswat sambil membawa kameranya, saya pulang ke rumah.

Di rumah, saya berfikir-fikir. Ternyata rumah kami di sekitar Jalan Jamin Ginting, berada di lokasi yang rentan terkena musibah jatuhnya pesawat.

Trauma jatuhnya pesawat Mandala 5 September 2005, masih membekas. Kecelakaan Mandala merenggut nyawa 109 penumpang dan 47 orang yang sedang melakukan kegiatan di sekitar lokasi jatuhnya pesawat dan puluhan rumah dan kenderaan rusak atau terbakar.

Untunglah 2 tahun lalu, 25 Juli 2013, bandara komersial Polonia--yang berdampingan dengan pangkalan AU, sudah pindah ke Kuala Namu. Sekarang bekas Bandara Polonia, hanya digunakan sebagai pangkalan TNI-AU (Pangkalan AU Suwondo, Medan).

Sebelum bandara Polonia pindah, ngeri rasanya setiap melintas di jalan, sementara di atas kita terbang burung besi yang beratnya puluhan ton, sebelum mendarat di  Bandara Polonia. (Gimana kalau tiba-tiba jatuh!)

"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak," saya memahami peristiwa naas kemarin.

Sedih melihat keluarga yang ditinggalkan. Sedih membaca berita di koran-koran hari ini, kalau ternyata ada penumpang yang naik pesawat yang dibiayai negara harus membayar. Pesawat TNI AU seharusnya hanya digunakan untuk keluarga TNI-AU dan tidak dipungut biaya. Meski hal ini tetap dibantah para pejabat terkait. Tidak perlu bantah membantah, yang penting ini membuat kita malu, dan jangan terjadi lagi di hari-hari mendatang.    

Kita menyambut modernisasi peralatan TNI. DPR seharusnya juga mendukung rencana ini. Barangkali dana aspirasi sebaiknya dialihkan untuk memodernisasi peralatan pertahanan kita.

Duka cita mendalam untuk seluruh korban kecelakaan pesawat Hercules 130. Semoga kejadian menyedihkan ini membuka mata pemerintah, anggota parlemen agar memprioritaskan perhatian pada modernisasi peralatan TNI.

Medan, 1 Juli 2015 

Jangan Pikirkan Hal di Luar Kontrol atau Kuasa Kita

Oleh: Jannerson Girsang

Sesuatu keadaan di luar kontrol, kita hanya bisa pasrah, berdoa dan mengikuti aturan yang sudah berlaku. Menjalani kehidupan, kita harus belajar hal-hal yang berada di luar kontrol kita, hal-hal yang tak perlu masuk dalam pikiran, apalagi harus khawatir dan masuk dalam perencanaan kegiatan kita.

Saya tidak perlu mengatur kapan bisa tiba tepat saat lampu hijau di persimpangan jalan, karena saya tidak bisa mengatur kapan lampu itu hijau atau merah.

Kalau kebetulan merah saya berhenti, meski sedikit kesal karena menunggu, kalau hijau saya lega karena berarti mempercepat saya sampai di tujuan.

Malam ini, pulang dari kantor saya melintasi beberapa lampu merah, perempatan A Yani dengan, perempatan Imam Bonjol-Kp Keling, Lampu Merah depan Perguruan Immanuel, Lampu Merah Sudirman-Cik Di Tiro, Lampu Merah S Parman-Jamin Ginting, Medan.

Kebetulan di semua tempat itu, saya tiba tepat pada waktu lampu hijau. Saya lega, bisa jalan terus.

Peristiwa seperti itu hampir tak pernah terjadi selama puluhan tahun saya melintasi rute tersebut. Paling untung, kalau saya bisa "persis" hijau di satu atau dua lampu perempatan jalan. .

Saat lain, saya bisa tiba pada lampu perempatan jalan kebetulan merah. Saya harus berhenti dan mengikuti aturan, menunggu sampai lampu itu menyala hijau kembali.

Saya juga tidak perlu mengatur langkah saya agar tepat berhenti di lampu persimpangan jalan persis menyala hijau. Pekerjaan sia-sia, karena menyalanya lampu bukan dalam kontrol saya.

Demikianlah perjalanan hidup kita ini, Banyak hal yang berada di luar kontrol. Dimana kita harus pasrah dan berdoa.

Tidak perlu khawatir, atau melawan aturan alam atau Tuhan yang sudah berlaku.

Kalau naik pesawat, kita hanya bisa pasrah, berdoa, mengikuti keahlian pilot dan perintah-perintahnya mengendalikan pesawat dalam keadaan cuaca baik dan buruk.

Keadaan anak-anak yang jauh, kita tidak bisa berbuat selain menyerahkannya kepada teman terdekat/keluarga, dan berdoa saja!.

Di luar itu kita tidak bisa berbuat apa-apa. Jangan berfikir lebih jauh dari sana, kalau tidak mau kita bertindak sia-sia, apalagi sampai menimbulkan rasa khawatir, tidur tidak tenang dan menyakiti badan.

Kematian, musibah, dan banyak hal yang lain berada di luar kontrol kita. Jangan habiskan waktu untuk memikirkannya.

Tak perlu dipikirkan gimana nanti kalau tiba di lampu persimpangan jalan kebetulan merah?. Gimana nanti kalau pesawat jatuh?. Gimana nanti kalau anak saya sakit? Gimana nanti kalau saya tidak punya anak?

Kita hanya bisa pasrah dan berdoa. Itu saja!

29 Juni 2015

Guru dan Kreativitas

Oleh: Jannerson Girsang

Ketika guru mengeluh pendapatan mereka di masa lalu, mengeluh soal kurikulum, pemerintah memenuhinya. Gaji guru naik, ditambah lagi sertifikasi, Kurikulum 2013 tidak berlaku lagi.

Apakah usaha pemerintah akan memperbaiki kinerja mereka sebagai pendidik? Kita masih menunggu!.

Seorang guru sah-sah saja mempersoalkan kedua hal di atas, tapi jangan melupakan tugas sebagai seorang pengamat yang penuh kreasi mengatasi segala hambatan mendidik anak didik.

"The teacher must derive not only the capacity, but the desire, to observe natural phenomena. The teacher must understand and feel her position of observer: the activity must lie in the phenomenon". (Maria Montessori).

Guru tidak hanya mempertahankan sebatas kapasitasnya, tetapi keinginan untuk mengamati fenomena alam. Guru harus mengerti dan merasakan posisinya sebagai pengamat, dia mendasarkan kegiatannya pada fenomena itu.

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Prof Dr Masrukhi menegaskan seorang guru harus terus mengembangkan kreatifitas agar menghasilkan peserta didik yang juga kreatif.

“Saya tekankan pada guru, apapun kurikulumnya, jika guru kreatif akan mengembangkan peserta didiknya,” tandas Masrukhi.

Perubahan-perubahan kurikulum tidak banyak memperbaiki pendidikan kita, kalau guru-gurunya cuma mengejar sertifikasi, dan tidak menumbuhkan usaha-usaha meningkatkan keinginan mengamati, mengembangkan kreativitas.

Jadi, pendapatan, kurikulum hanya alat, penentu adalah kreativitas guru. Yang sering dikeluhkan adalah sebaliknya. Kalau pendapatan rendah, kreativitas rendah.

Kita perlu merenungkan mana yang benar? Berapa kali lipat gaji sudah naik, berapa kali kurikulum diganti: ranking pendidikan kita di dunia belum bergeser banyak dari level paling bawah!

29 Juni 2015

Negeri Besar, Polisi Tangguh, Lambat Selesaikan Kasus Engeline

Oleh: Jannerson Girsang

Menyaksikan Diskusi Menyingkap Tabir Kematian Engeline di JLC, TV One, malam ini.

Pengantar diskusi, sebuah putra Juan Felix Tampubolon melantunkan sebuah lagi dalam bahasa Inggeris tentang Engeline. Syahdu, sedih!.

Adakah jawaban peertanyaan di atas dalam diskusi ini?.

Atau mirip dengan pokrol bambu, diskusi ngalor ngidul, hanya membuat sensasi-sensasi baru?. Semoga menyenangkan! Itulah harapan saya di awal.

Kebenaran hanya satu. Berdiskusi dengan orang yang marah, tidak akan menghasilkan sesuatu kebenaran sejati. Kalau semua membela diri tanpa hakim, maka diskusi hanya "ngalor ngidul".

Kesal, ketika Hotma Sitompul bicara! Ibu kandung Engeline terpancing emosi, Ratna Sarumpaet juga terpancing emosi.

Bayangkan, pernyataan yang menjijikkan itu terus dimunculkan Hotma. "Kenapa sih begitu banyak orang membela Engeline. Kenapa tidak membela banyak anak-anak terlantar yang lain?"

"Ada kebiadaban sedang terjadi. Saya sangat sedih kalau membicarakan hal ini kita tertawa," kata Ratna geram.

"Kok negara sebesar ini, kepolisian sebesar ini tidak mampu menyelesaikan masalah ini;" lanjut Ratna.

"Engeline terlantar, terlunta-lunta, mati menyedihkan karena dia miskin," sambung Ratna. "Kita perlu berhenti memiskinkan rakyat"

"Seharusnya Menteri Sosial bisa mengambil kebijakan yang membuat rakyat tidak miskin. Kofifah itu seorang menteri yang pintar," katanya.

Mendengar pernyataan pedas Ratna yang mengeritik Jokowi dan Menteri Sosia, Menteri Kofifah agak tertunduk.

(Aku berharap, Kofifah memang pintar!. Semoga dia mampu membuat kebijakan yang tidak menciptakan Engelin-Engelin yang baru).

Benar dugaanku. Berjam-jam mengikuti JLC, berakhir dengan informasi yang itu-itu saja.

"Kok negara sebesar ini, kepolisian sebesar ini, tidak bisa menyelesaikan kasus Engeline?". tanya Ratna Sarumpaet.

28 Juni 2015


Memberi Lebih Berbahagia dari Menerima

Oleh: Jannerson Girsang

Apa yang kita dapat dengan memberi? Memberi adalah mengajarkan ketulusan. Menyaksikan kebahagiaan!.

Malam ini saya sekilas membaca Buku Skill People (2001), tulisan Les Giblin. Saya berhenti sejenak pada sebuah bab "Memahami Orang dan Kodrat Manusia".

Sebuah kutipan menarik perhatian saya. "Orang lain sepuluh ribu kali lebih tertarik pada dirinya dari pada tertarik pada Anda. Sebaliknya, Anda lebih tertarik pada diri Anda dari pada kepada orang lain manapun di dunia ini".

Selanjutnya dikatakan:

"Ingatlah, bahwa tindakan manusia diatur oleh pikirannya sendiri, kepentingan dirinya--sifat ini sangat kuat dalam diri manusia. Pikiran yang menonjol dalam kasih sayang adalah kepuasan dan kenikmatan diperoleh si pemberi dengan memberi, Bukan orang yang menerima!"

Mungkin itulah sebabnya mengapa sampai Kitab Suci mengingatkan kita. "Memberi lebih berbahagia dari menerima".

"Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima" (Kisah Rasul 20:35).

Memberi, tidak seperti definisi yang biasa di mengerti, harus menyumbang besar-besar. Memberi adalah melakukan sesuatu yang positif bagi orang lain. Memberi dengan hati, sekecil apapun itu, akan membahagiakan si pemberi.

Prof. David McClelland (seorang peneliti dari Harvard University, AS) menambahkan: “Melakukan sesuatu yang positif terhadap orang lain akan dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, sebaliknya orang kikir cenderung terserang penyakit. Mengapa demikian, karena orang kikir biasanya cinta uang, bila uangnya sedikit berkurang maka dia akan stres dan tubuhnya akan mengeluarkan hormon kortisol yang akan mengurangi kekebalan tubuh. Memberi dapat memperpanjang umur.”

Sebuah kisah orang kaya yang menyumbangkan hamoir seluruh kekayaannya untuk menolong orang papa adalah Rockefeller.

Rockeffeler adalah orang kaya yang tidak bahagia dan sulit tidur. Dokter memvonis hidupnya tidak akan lama.

Lalu Rockeffeler memutuskan mengubah hidupnya, orang pengumpul uang, mengalihkan hartanya menolong kaum papa dan orang miskin..

Apa yang terjadi ?.. kesehatannya membaik dan berlawanan dengan perkiraan dokter, ia hidup sampai umur 98 tahun, sebagai ahli filantropi dan darmawan yang terkenal.

Memberi mendatangkan kebahagiaan yang luar biasa, ketika kita mengulurkan tangan untuk menolong sesama dan berbagi dengan kehidupan mereka maka kita akan merasakan kebahagiaan yang mendalam, hidup jauh lebih berarti karena memberi.

Setiap orang yang suka memberi tidak pernah berkekurangan. .dia akan membaikkan orang lain, dirinya sendiri dan menyenangkan hati Allah, sang pincipta dan Allah tidak akan pernah berhutang kepada orang yang suka memberi.

Mari memberi apa yang sudah kita miliki, jangan dengan sesuatu yang tidak kita miliki. Melakukan sesuatu yang positif bagi sekeliling kita, sekecil apapun itu!.

Saya hanya bisa menyumbangkan artikel ini untuk Anda!

28 Juni 2015

Bahagia: Perasaan Beruntung Melakukan Sesuatu yang Berguna

Oleh: Jannerson Girsang

Pagi hingga siang ini, saya melakukan beberapa kegiatan, selesai menuliskan beberapa lembar tambahan mengisi sebuah buku yang sedang saya tulis.

Melakukan pekerjaan kantor yang belum beres, sesuai dengan beban yang diberikan.

Dan waktunya makan siang!.

Tiba-tiba saya teringat banyaknya keluhan jemaat karena bertahun-tahun tidak memperoleh materi yang banyak, sukses seperti orang lain. Ada yang belum punya anak, ada yang belum punya rumah, ada yang belum punya mobil..

"Gimana yah, kok teman-teman saya kelihatannya kerja santai saja, tetapi memiliki apa yang mereka inginkan," kata seorang. Dan "Saya selalu berdoa tetapi yang saya doakan tidak juga terwujud," kata yang lain.

Saya balik bertanya: "Apakah mereka yang sudah punya semua itu bahagia?"

"Kayaknya ya Pak"

""Belum tentu kan?"

Kebahagiaan bukan terletak pada apakah kita menerima hasil doa kita, tetapi terletak pada pemaknaan kita atas apa yang kita miliki sekarang.

Seorang teman pernah saya tanyakan: "Berapa lama Anda bahagia, senang, ketika memiliki mobil baru".

"Hanya beberapa saat saja. Saya kemudian mengeluh karena harus membayar pajak, keserempet becak dan harus mencat kembali mobil itu,.Yang membuat saya tidak bahagia, mobil itu dipinjam teman dan dikembalikan dengan sompelan-sompelan dimana-mana. Yang membuat pusing, adalah ketika muncul mobil model baru, sementara untuk beli mobil baru tidak cukup uang"

Kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya hasil yang kita peroleh. Jangan pernah berkecil hati akan harta atau talenta yang kita miliki sekarang.

Kalau memang kekayaan, ketenaran bisa membuat bahagia, maka Whitney Houston--pelantun lagu the Power of Love, yang terkenal di seluruh dunia itu. tidak akan mati karena kelebihan dosis obat penenang.

Bersyukurlah dan lakukan sesuatu dengan apa yang kita miliki, sekecil apapun itu, untuk sesuatu yang berguna.

Saya kerjanya cuma menulis, ngobrol (wawancara). Itulah talenta yang saya miliki dan saya lakukan setiap hari.

Apakah kegiatan yang saya lakukan bisa menghasilkan sesuatu seperti yang lain, tidak menjadi soal. Yang penting saya masih bisa melakukan sesuatu yang berguna.

Dan, ketika saya melakukannya, saya bahagia dan mungkin satu dua orang juga turut merasakannya. Tidak perlu mengeluh, orang-orang tidak memperdulikan pekerjaan saya. . .

Kebahagiaan manusia terletak pada perasaan beruntung ketika Tuhan masih memberi kesempatan baginya melakukan sesuatu yang berguna, membahagiakan orang lain.

Sekali lagi, jangan kecil hati atas apa yang kita miliki sekarang, sejauh kita masih bisa melakukan seuatu yang berguna. Di sanalah letak kebahagiaan itu.

Selamat siang, dan selamat beraktivitas untuk teman-temanku semua.

Medan, 23 Juli 2015

Kasih dan Kebersamaan

Oleh: Jannerson Girsang

Ketika orang tua mengajarkan sukses kepada anak-anak hanya sekedar pintar, memiliki jabatan, uang, mampu memanfaatkan peluang bisnis, lupa menebar benih kasih dan persatuan, maka kita sebenarnya bersiap-siap menerima anak-anak kita, keturunan kita tercerai berai. .

Orang tua yang mengajarkan "sukses" di atas, tanpa membekali anak-anak dengan cinta kasih dan pentingnya persatuan, merupakan akar pemisahan, dan sebagian anak-anak kita akan merasa terbuang!.

Orang tua seperti itu menghargai anak-anaknya hanya senilai "tebu giling". Menilai sukses hanya dari sisi kepemilikan "material" hal-hal yang terlihat, melupakan kasih, mengabaikan pewarisan benih persatuan diantara anak-anak. .

Tiap hari orang tua sibuk dengan anak-anak yang hanya menguntungkannya saja, anak yang membuatnya senang, membuatnya dipuji orang. Menebar benih persaingan tidak sehat, karena tidak semua anak-anak akan memperoleh sukses seperti itu.

Parahnya, sebagian orang tua mengabaikan anak-anaknya sendiri, yang tidak "beruntung" tadi.

Bukannya memberi semangat, malah menjadikannya bahan olok-olokan. Kejam sekali!

Anehnya, tidak jarang orang tua membanggakan-anak-anak orang lain dan menyayangi mereka yang hanya menguntungkannya saja, punya jabatan, banyak uang dan pandai memanfaatkan peluang bisnis.

Bahkan "mengangkat" anak orang lain yang "sukses" sebagai anaknya sendiri, tetapi melupakan anaknya sendiri yang tidak "sukses".

Mengunjungi anak orang lain yang "sukses", tetapi "lupa" alamat rumah anak sendiri.

Sikap seperti ini akan menimbulkan anak-anak yang "hilang", merasa tidak diperhatikan, menjadi masalah keluarga yang serius di masa depan.

Anak-anak akan tercerai berai.

Hati-hati!. "Orang tua harus dapat menetralisir perasaan anak yang merasa diperlakukan berbeda oleh orang tuanya. Orang tua harus cepat tanggap sebelum anak menjadi resisten terhadap orang tuanya sendiri".

Tidak jarang, orang tua menderita di masa tuanya, karena anak-anaknya tidak bersatu.

Bukankah mimpi setiap orang tua mempersiapkan sebuah keluarga besar yang tugasnya menerbar benih-benih kasih dan persatuan diantara anak-anaknya?

Sukses anak-anak adalah kalau mereka bisa merubah perangainya menjadi lebih baik dan lebih baik. Bersatu dan saling mengasihi.

Sukses adalah ketika anak-anak berusaha saling mengasihi, saling membantu dan menempatkan kebersamaan di dalam keluarga kecil, besar dan masyarakat sebagai "prestasi tertinggi".

"Molo sada hamu, sude do boi ulaonmu". Kalau kalian bersatu semua akan bisa kalian kerjakan. Benih unggul, ajaran yang seharusnya tidak dilupakan setiap orang tua!

Medan, 22 Juni 2015

Verba Volan, Scripta Manen

Oleh: Jannerson Girsang

Menulis adalah mengabadikan peristiwa, opini atau ungkapan orang-orang, dan alam sekitar dalam bentuk rangkaian kata-kata bermakna yang tertulis.

Manusia memiliki daya ingat yang terbatas. Ketika orang-orang sudah lupa, dokumen tertulis akan mengingatkan mereka.

Verba volan srcipta manen, demikian pepatah Romawi, yang artinya kira-kira" yang terucap lenyap dan yang tertulis tetap.

Apalagi kini, kita berada di abad internet. Tulisan bisa disimpan di berbagai media sosial, dan website.

Saya sendiri sadar menulis juga mengabadikan diri saya sendiri, mengenalkan diri ke dunia luar.

Selain mendapat sedikit uang, saya mendapat banyak sekali teman, keluarga baru karena menulis.

Setiap buku biografi yang saya tulis akan menambah ratusan keluarga baru, setiap menulis opini di media, saya dikenang ribuan orang yang membacanya.

Semoga mereka menikmati sesuatu hal baru yang saya dengar, lihat dan saya beri makna, sehingga mampu menginspirasi mereka, membuat pikiran lebih jernih.

Itulah upah terbesar seorang penulis!

Seorang penulis akan abadi, dan dikenang karena kekuatan peristiwa, opini atau ungkapan orang, serta daya tarik alam yang ditulisnya dan memberi manfaat, pembelajaran bagi orang lain.

Kalau saya tidak menulis, maka setengah teman saya sudah melupakan saya.

Saya merasa beruntunglah karena diberi sedikut kemampuan menulis!.

Saya percaya, "Menulislah maka kamu akan abadi," seperti dikatakan Pramoedya Ananta Toer.

Itu sebabnya, saya terus menulis, memberi makna sebuah peristiwa! Membuat teman-teman selalu ingat padaku.

Menulis juga membuat pikiranku jernih. Itu sebabnya, setiap pagi sebelum kemana-mana saya tetap menulis.

Jangan bosan yah membaca tulisanku! Meski belum sehebat para penulis beken, tetapi saya akan terus menulis.

Jangan lupa kunjungi blog saya. Kumpulan sekitar 500-an artikel sejak 2009, baik itu berupa renungan, opini, profil orang-orang, baik sudah diterbitkan di media maupun yang hanya terbit di FB ini.

Semoga bermanfaat!

Medan, 19 Juni 2015