My 500 Words

Rabu, 08 September 2010

Ultah Perkawinan Ke 26

Oleh Jannerson Girsang

Saya masih duduk menghadap layar laptop ketika hp saya berbunyi sekitar pukul 02 dinihari 8 September 2010. Tak begitu mengagetkan bagi saya karena kadang anak-anak mengirim sms tak kenal waktu. Mereka biasa curhat kapan saja. Setelah kubuka, ternyata sms datang dari anakku kedua, Patricia.  “Hei mom n fader, hpy wedding anniversary 4 u! Waah, udah 26 tahun ya..trharu saya. God led both of u”.

Ya Tuhan, betapa Engkau menganugerahkan kami anak-anak yang bijak. Saya terharu karena Ultah perkawinan saja harus diingatkan oleh anak-anak. Bagi mereka ini sebuah hari penting dan bersejarah. Saya sendiri tidak begitu perhatian, karena beberapa tugas yang harus saya selesaikan malam itu.

Dengan perasan ngantuk berat karena lelah bekerja sampai dini hari, saya membangunkan istri yang sudah tidur beberapa jam sebelumnya. ”Ada apa pak,” katanya. ”Ma, perkawinan kita sudah 26 tahun,”. ”Oh ya aku malah lupa”. Kami saling berpelukan, mengucap syukur atas perkawinan kami yang diberkati Tuhan selama 26 tahun.

Berdoa dan refleksi atas perjalanan panjang: derita, suka cita dan rasa syukur kepada Tuhan. Tanpa acara istimewa, tanpa resepsi.

Saya dan istri meyambut Ulang Tahun Perkawinan ke-26 dengan rasa syukur karena diberi kesempatan menyaksikan empat anak kami yang kini semuanya sudah dewasa. Yang bungsu memasuki 17 tahun dan sulung 25 tahun. Kedua orang tua saya masih tegar dan selalu mendukung kami anak-anaknya.

Dua diantaranya sudah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, yang tertua lulus dari FISIP Universitas Indonesia (2008), dan anak kedua lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2010). Putra kami satu-satunya sedang kuliah di Polyteknik Negeri Jakarta semester 5. Mereka tinggal bersama di sebuah rumah kos di Depok. Saya bersyukur kepada Universitas Indonesia yang telah mendidik anak-anak saya. Univerisitas  yang tidak mengutip biaya di luar yang telah ditetapkan. Universitas yang mendidik sikap jujur dan percaya diri bagi anak-anak saya. Yang bungsu masih di kelas 3 SMA, tinggal bersama kami di Medan. Yang tertua sudah bekerja di sebuah stasion televisi, sedangkan yang kedua sedang mencari pekerjaan.

Di awal 15 tahun perkawinan kami, saya bekerja di berbagai bidang pekerjaan. Mulai dari tenaga surveyor sampai menjadi demand forecast di salah satu perusahaan telekomunikasi sampai 2001. Bahkan pernah memimpin sebuah perguruan tinggi swasta. Berbagai situasi buruk menyebabkan tempat kami bekerja bangkrut atau ditutup (krisis yang dialami Majalah Prospek 1992, penutupan Konsulat Amerika 1996, Pembubaran KSO Telkom 2001). Kami mengalami beberapa kali berhenti bekerja.  

Sejak 2002, kami memfokuskan diri menjadi penulis biografi, konsultan media dan menulis artikel di berbagai media lokal. Menghasilkan lebih dari sepuluh buku biografi, puluhan artikel-artikel di Media, serta aktif dalam berbagai aktivitas sosial. Di sela-sela pekerjaan itu, saya beberapa kali mendapat kesempata bergabung dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (asing dan dalam negeri) di Program Rehabilitasi Tsunami dan Gempa Aceh-Nias. Saat ini, saya bertanggungjawab memimpin jemaat di gereja GKPS Simalingkar yang berangotakan 170 Kepala keluarga lebih. Waktu dan tenaga saya semakin banyak tersita bagi jemaat. Semoga Tuhan menguatkan kami.

Di masa-masa sulit seperti itu, Juni 2010 lalu, adik kami dipanggil Tuhan, menyusul istrinya yang sudah meninggal empat tahun sebelumnya. Mereka meninggalkan tiga putri yang cantik-cantik, dan kini masih dalam usia belajar. Yang tertua kuliah di semester pertama di FISIP Universitas Indonesia, anak kedua di SMA kelas II, dan bungsu di kelas I SMP. Meski secara ekonomi mereka bukan tanggung jawab saya sepenuhnya, tetapi keluarga menyerahkan tanggungjawab sebagai orang tua mereka. Hingga aku memiliki 7 orang anak yang luar biasa sekarang ini. Semangat hidup mereka yang tinggi meski ditinggal kedua orangtuanya turut menambah semangat hidup saya, meski beban lebih berat.

Jujur saja, secara ekonomi saya memang tidak mampu. Tetapi, saya memiliki sumber semangat bekerja yang terus terpacu dari semua anak-anak menyenangkan hati kami orang tuanya. Mereka memahami betul keadaan ekonomi kami. Bahkan mereka mengerti bahwa untuk kelangsungan pendidikan mereka saya harus menjual beberapa properti yang saya miliki sebelumnya (rumah, mobil dll). Mereka mengerti kalau orang tuanya sekarang hanya mampu bepergian kemana-mana dengan sepeda motor atau naik angkot. Mereka mampu hidup dalam kesederhanaan.

Mereka mengerti, kalau tahun depan pulang ke Medan tidak bisa naik mobil lagi. Karena kemewahan dan segala kemudahan bukan budaya mereka sejak dulu. Mereka ingin melayani sesama, bukan membuat sesama menjadi susah. Menyenangkan orang lain, itulah yang selalu kami ajarkan kepada mereka sejak kecil.

Anak-anakku bangga kepada kami orang tuanya. Setiap hari kata-kata yang membuat kami bersemangat, terus mengalir dari mereka satu per satu. ”Semangat ya pak, semangat ya pak, pasti suatu saat situasi kita akan membaik,” demikian pesan mereka melalui sms acapkali kami terima. Rasanya lebih dari segala yang bisa diberikan seorang anak kepada orang tuanya.

Perkawinan kami memang memulainya dari nol besar. Kami mengontrak dan tidak memiliki apapun kecuali nyawa kami berdua. Hingga kami bisa memahami bahwa keadaan sulit sekarang, adalah sebuah kemajuan besar dibanding ketika kami memulai perkawinan. Sebuah keadaan yang harus disyukuri dan disikapi dengan bijak. Ada keyakinan akan janjiNya: ”Aku tidak akan memberikan beban yang tidak bisa kamu tanggung”.

Tak terbayangkan seandainya anak-anak saya tidak sukses dalam studi mereka. Seandainya mereka tidak mau mengikuti nasehat orang tuanya. Kekuatan kami adalah kami bersyukur atas capaian anak-anak kami dan mereka menghormati dan mengagumi kami orang tuanya.

Merekalah harapan kami di masa depan. Meski, di satu pihak, saya masih khawatir bagaimana kelanjutan pendidikan kedua anak saya yang terakhir. Pasalnya, keadaan ekonomi kami saat ini yang kurang mendukung.

Memutar memori ke awal perkawinan kami, terkadang pikiran saya sedih. Di awal perkawinan kami, terjadi kekerasan dalam peristiwa Tanjung Priok, September 1984 yang menewaskan puluhan orang. Kini, di ulang tahun perkawinan kami yang ke-26, suasana kekerasan masih berlangsung dan ditambah masalah korupsi, serta carut marutnya pemerintahan di pusat dan daerah.

Saya senantiasa berdoa kiranya para pemimpin negara ini bisa membuat negara kami semakin baik, terbebas dari kekerasan dan bebas dari korupsi. Dua puluh enam tahun perkawinan kami menyaksikan bahwa keadaan negara ini tidak banyak berubah. Secara ekonomi kita mencetak prestasi, tetapi dari segi perkembangan moral bangsa kita jalan di tempat.

Saya berdoa agar anak-anak saya mencintai perdamaian dan kejujuran dalam meniti kariernya di masa depan. Semoga mereka diberi kesempatan berbakti tanpa menyogok untuk bekerja. Semoga mereka tidak ikut-ikutan korupsi seperti yang dilakukan oleh banyak elit negara ini.

Puji Tuhan atas segala berkat yang telah Engkau limpahkan kepada kami. Lindungi kami dari segala fitnah dan kekerasan dalam berbuat kebajikan. Berikan kami kebijakan dan kesehatan, agar kami bisa membimbing anak-anak kami hingga mereka tumbuh dan berkembang di negara yang kami cintai: Indonesia. Berikan kami kebijakan untuk membantu sesama kami melalui talenta yang kami miliki. Amin!




Jumat, 03 September 2010

Jangan Cepat Katakan ”Ya”!.

Oleh : Jannerson Girsang

Nasib malang menimpa Adrian Wojnarowski--penulis buku laris dan juga penulis olah raga pada Yahoo Sport. Baru-baru ini, Penguin Group-sebuah perusahaan penerbitan di Amerika menuntutnya  mengembalikan uang muka $ 140.000 untuk rencana penulisan buku  : "Jimmy V: The Life and Death of Jim Valvano". Buku ini adalah biografi Jimmy Valvano, yang dilukiskan New York Post sebagai seorang pelatih basket kontroversial di Amerika. Pasalnya, sang penulis tidak memenuhi penyerahan naskah buku setebal 130.000 kata itu tepat waktu. (New York Post, 1 September 2010). 

Apakah Anda seorang penulis yang membantu penulisan otobiografi atau biografi, atau seorang yang menggunakan jasa ini?. Kasus di atas adalah pelajaran berharga.

”Pak Girsang buat dulu bukuku, berapa biayanya”, demikianlah permohonan singkat yang sering kami terima dari seorang yang ingin menggunakan jasa kami menulis biografi.  Saya tidak begitu saja mengatakan "Ya". Diperlukan proses panjang sebelum saya sampai menyatakan setuju. .

Jangan lupa!. Dari segi teknis, pekerjaan membantu menulis biografi atau otobiografi mengandung resiko bagi kedua belah pihak, jika sejak awal tidak memiliki pemahaman bersama.

Langkah-langkah berikut yang kami susun berdasarkan pengalaman menulis sekitar 13 buku otobiografi dan biografi sejak 2002, mencoba menjembatani keduanya.

Langkah-langkah Utama

Pengalaman kami menunjukkan bahwa seorang yang menawarkan jasa penulisan biografi atau otobiografi tidak cukup sekedar memiliki kemampuan menulis. Ada hal lain yang sangat penting dan menentukan sukses, yakni pemahaman manajemen penulisan dan kemampuan meyakinkan klien memiliki pemahaman bersama sejak sejak awal penulisan.

1. Jelaskan makna penulisan sebuah biografi atau otobigrafi. Anda harus yakin bahwa klien Anda mengerti makna sebuah otobiografi atau biografi itu sendiri. ”Jadi, anda berfikir untuk menulis otobiografi anda. Itu adalah gagasan bagus. Itu berarti bahwa anda telah memberi perhatian besar pada kehidupan anda dan menjadikannya sebagai pelajaran dan nilai yang penting bagi anda, sesuatu yang anda bagikan kepada orang lain. Anda mencari suatu makna yang lebih tinggi dalam peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, anda menghargai saat saat-saat yang telah anda gunakan di sini, di bumi. Kehidupan anda memang terlalu berharga untuk diabaikan bersamaan dengan berlalunya waktu”. (Ray Mungo, 1999).

2. Buat kesepakatan cakupan (skope) pekerjaan. Awali dengan kesepakatan jumlah halaman dan ukuran kertas buku. Bisa 100 halaman, 200 halaman atau 300 halaman, bahkan lebih. Kemudian tentukan kualitas buku. Makin banyak halaman dan makin tinggi kualitasnya (apakah memerlukan fotografer, editor, indexing, desainer kualitas tinggi). Jangan lupa!. Pada tahap awal, anda perlu menjelaskan ISBN, penerbitan, pencetakan, peluncuran, termasuk soal cetak mencetak. Pastikan bahwa hal ini dipahami oleh pemohon jasa anda. Cara sederhana, anda bisa membawa beberapa contoh buku. (Catatan : Pengalaman kami, honor dihitung per halaman buku).

3. Pertimbangkan tingkat kesulitan untuk memproduksi jumlah halaman yang akan ditulis. Bahaslah secara detil sumber data : riset, foto dan lokasinya, wawancara (jumlah orang yang akan diwawancarai, lokasi, cara berkomunikasi—langsung, melalui telepon atau internet). Ini akan membantu anda mempertimbangkan biaya pengumpulan data. Makin banyak orang yang anda wawancarai dan makin jauh lokasi tempat tinggal mereka dari tempat tinggal anda, tingkat kesulitannya akan makin tinggi.

4. Pertimbangkan proses pekerjaan yang berurutan menurut waktu dan orang-orang yang terlibat. Mulai dari pengumpulan data (riset, pengamatan, wawancara), penulisan, koreksi, editing, reading proof, indexing, design cover dan isi). Susunlah jadwal menurut tahapan-tahapan yang paling logis. sesuai kesepakatan pada point 2.

5. Diskusikan semua proses pekerjaan dan orang-orang yang terlibat. Ingat!. Anda harus menegaskan tahap-tahap dimana anda melakukan koreksi secara bersama-sama. Karena anda akan pusing, kalau setiap orang dan setiap saat melakukan koreksi.

6. Tuliskan semuanya dalam dokumen perencanaan penulisan. Selain itu, di dalam kontraknya anda harus mencantumkan tahapan pembayaran jasa anda.

7. Serahkan satu dokumen untuk pihak tokoh dan satu dokumen untuk pihak anda sendiri dan lengkapi dengan kontrak, sebagai alat kontrol mengelola proses pekerjaan. Usahakan agar dari pihak tokoh ada seorang yang benar-benar memahami dan yang ditetapkan sebagai ”penghubung” anda. Kalau bisa, sang tokoh jauh lebih baik sebagai ”penghubung” langsung.

8. Sebelum memulai pekerjaan, luangkan waktu sekali lagi untuk memastikan dokumen ini dipahami semua pihak yang terlibat dalam sebuah pertemuan. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengetahui resiko jika seandainya terjadi pelanggaran atas tahapan-tahapan yang sudah disepakati. Budaya kita masih budaya ”oral”, jadi masih perlu proses untuk memahami komitmen secara tertulis, sehingga kalau ada masalah kita bisa selesaikan berdasarkan dokumen tertulis.

9. Setelah langkah satu sampai delapan selesai, anda siap mengatakan ”ya” dan siap memulai penulisan!.

Semoga bermanfaat!. Untuk Informasi lebih lanjut Anda bisa menghubungi kami di : jgirsang61@gmail.com.

Rabu, 01 September 2010

Gunung Sinabung "Babak Baru" dan" Bukan Peristiwa Biasa"

Oleh : Jannerson Girsang

Kaget dan awalnya tidak percaya. Menyaksikan televisi menyiarkan Gunung Sinabung meletus tengah malam  29 Agustus 2010 membuat kami terhenyak sejenak. Apa ya?. Saat itu kami sedang berkunjung ke tempat kos anak-anak kami di Depok, 1500 kilometer dari tempat kejadian.

Berita itu begitu menarik.Pasalnya, Gunung Sinabung tak jauh dari desa tempat saya dilahirkan. Muncul kekhawatiran. Bagaimana dengan orang tua saya di kampung?. Kami punya pengalaman saat letusan Galunggung pada 1982. Ketika itu, tempat kos kami di Bogor yang berjarak ratusan kilometer dari lokasi kejadian kena semburan abu. Pagi hari, kami sudah menemukan pakaian yang dijemur di teras rumah penuh debu. Syukurlah, memang letusannya tidak separah Galunggung.

Artikel ini ingin  berbagi dengan pembaca, kisah saya dan Gunung Sinabung. Kiranya pesan sederhana ini dapat menyadarkan kita betapa pentingnya memahami alam sekitar. Alam indah dan memberi kemakmuran, ternyata menyimpan risiko, sehingga selain penyaluran bantuan pihak berwenang perlu mempersiapkan mitigasi gunung berapi.

Keindahan Panorama

Kehidupan sehari-hari di masa anak-anak sampai menjelang remaja kami adalah menikmati pemandangan Gunung Sinabung dari kejauhan. Dari desa tempat saya dilahirkan empat puluh sembilan tahun lalu, Nagasaribu, Kabupaten Simalungun—berjarak lurus 20-30 kilometer, memandang Sinabung ibarat menyaksikan lukisan alam nan indah, sumber inspirasi, serta pemberi rasa sejuk di hati saat lelah bekerja di ladang.

Di pagi hari, dari perladangan di sekitar kampung kami, saya bisa menyaksikan kawah yang mengepulkan asap berwarna putih. Cahaya kekuningan sebagai hasil terpaan matahari pagi ke dinding dan lubang di sekitar kawah, kontras dengan warna kebiruan dedaunan pohon di sekitarnya.

Hingga sekarang ini, keindahan Gunung Sinabung memang sedemikian mempesona dan tidak surut karena bertambahnya usia kami. Ketika bekerja di sebuah lembaga asing untuk Tsunami dan Gempa Aceh-Nias, kami beberapa kali menumpang pesawat Caravannya Susi Air. Terbang dengan ketinggiannya maksimal 10.000-- kaki (di lokasi ini lebih rendah dari ketinggian Gunung Sinabung), menuju Sibolga atau Nias, memberi kesan tersendiri. Beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Polonia Medan, saya tidak meloloskan kesempatan memandang ke arah Gunung Sinabung--beberapa kilometer ke sebelah kanan pesawat, dan  posisinya lebih tinggi dari pesawat. Sungguh-sungguh pemandangan yang indah luar biasa. Saya bisa melihat dengan rasa kagum pesona Gunung Sinabung. Sekali-sekali mata kuarahkan ke bawah dan menikmati pesona lembah, sungai yang berkelok-kelok. Lantas beberapa menit kemudian, saya menyaksikan hamparan pertanian nan hijau, berpetak-petak di wilayah semburan debu dari Gunung Sinabung selama ratusan tahun. Berbeda dengan perladangan di sekitar Nagasaribu yang belum tertata serapi pertanian di wilayah sekitar Gunung Sinabung.

Sumber Kemakmuran

Memori kami di awal delapan puluhan adalah memahami Gunung Sinabung dari sudut ilmu geologi yang berkaitan dengan kesuburan tanah. Sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor, Gunung Sinabung menjadi salah satu topik dalam mata kuliah Geologi Indonesia, dari sekian puluh gunung berapi di negeri ini. Pak Rahmat Harjosoesatro, dosen geologi—lulusan zaman Belanda itu mengajarkan bahwa Gunung Sinabung melepas abu vulkaniknya dan memberikan kesuburan tanah pertanian di sekitarnya.


Pelajaran Gunung Sinabung memberi pemahaman kepada kami mengapa Daerah Karo Simalem berbeda kesuburannya dibanding dengan ladang kami, di sekitar Gunung Singgalang dan Gunung Sipiso-piso. Pulau Jawa yang banyak gunung berapinya adalah pulau tersubur di Indonesia, bahkan di dunia.

Wilayah sebaran abu vulkaniknya menjadi contoh pertanian hortikultura modern tidak saja bagi Sumatera Utara, bahkan bagi Indonesia. Tak salah kalau saya menyebut Gunung Sinabung adalah lambang kemakmuran. Kawasan di sekitar Gunung Sinabung terkenal sebagai daerah pertanian subur dengan eksport sayur mayur dan buah-buahannya.

Bagi mahasiswa Fakultas Pertanian, wilayah ini menjadi sumber inspirasi pengelolaan pertanian modern. Ketika bekerja sebagai dosen si Universitas Simalungun, saya membawa seratusan mahasiswa melakukan study banding ke kebun vanili di Kecamatan Simpang Empat. Dari lokasi itu, saya seolah berhadapan langsung dengan kawah gunung Sinabung. Berkunjung ke wilayah sekitar Gunung Sinabung adalah menyaksikan petani maju, dengan sistem pertanian yang jauh lebih modern dari daerah lain. Banyak hal yang tidak kami ketahui tentang sistem yang sudah diterapkan dibanding dengan pengetahuan yang kami pelajari di Institut Pertanian Bogor. Hanya satu yang tidak mereka kuasai, yakni aktivitas gunung yang berada di sekitar mereka. 

Dua kisah kami di atas adalah gambaran orang di luar wilayah cakupan Gunung Sinabung merasakan gunung ini sebagai sebuah keindahan ciptaan Tuhan, sumber inspirasi dan pengetahuan. Tak pernah sekalipun kami  membayangkan adanya bahaya dari dalam gunung itu. Pendapat saya, penduduk di sekitar Gunung Sinabung memiliki pemahaman yang sama dengan saya. Mereka tidak pernah membayangkan kejadian Malam Minggu itu. .

Babak Baru

Gunung Sinabung mencatat babak baru. Setelah tidur selama 400 tahun, Sabtu, (28/8) sekitar pukul 23.00 WIB, gunung yang memiliki ketinggian 2.640 meter di atas permukaan laut dan terletak di Desa Merdinding, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, meletus dengan mengeluarkan asap putih tebal disertai lava pijar.

Seperti diberitakan media, sampai hari Selasa 31 Agustus, lebih dari 27 ribu (dari sekitar 330 ribu penduduk Tanah Karo) meninggalkan rumah dan lahan pertanian mereka, menembus malam yang dingin menuju tempat pengungsian, menghadapi masalah makan dan sandang, bermalam di tempat terbuka, diterpa angin dingin alam yang terletak di atas 1400 meter dari permukaan laut itu.

Kejadian yang tidak biasa ini memunculkan banyak pertanyaan baru di tengah-tengah masyarakat dan tentunya butuh jawaban yang akurat. Pertanyaan besarnya adalah, mengapa gunung yang selama ini menyuburkan tanah mereka, memberi keindahan dan rezeki berkelimpahan, tapi mereka harus mengungsi menjauhinya. Sampai kapan mereka tinggal di pengungsian dan bagaimana mereka mengembalikan trauma kejadian itu.

Mereka diliputi kekhawatiran atas sesuatu bahaya yang mereka tidak tahu secara persis. Wajar saja, karena selama ini mereka adalah petani teladan yang pintar bercocok tanam, bukan ahli aktivitas gunung berapi. Bahkan banyak yang memperoleh pengetahuan gunung api dari mitos-mitos nenek moyang mereka. Untuk itu diperlukan usaha-usaha mitigasi yang lebih intensif, menyusul kegiatan penyaluran bantuan yang sudah dilaksanakan.

Meskipun letusannya tidak sehebat letusan gunung Merapi, Galunggung atau Krakatau, tetapi sudah menyiratkan pentingnya kita menyadari bahwa ada aktivitas di dalam gunung yang perlu diteliti tingkat bahayanya.

Memaknai letusan Sabtu malam itu, seorang pejabat yang menangani vulkanologi dan mitigasi bencana mengatakan: "Ini seperti kertas putih yang akan kita tulis sejarahnya bahwa tanggal 29 Agustus lembaran baru Gunung Sinabung tercatat. Gunung Sinabung meletus kembali sejak tahun 1.600," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono, Minggu (29/8). (Analisa, Senin 30 Agustus 2010).

Sementara itu, peristiwa meletusnya Sinabung bukan sesuatu yang luar biasa, karena tidak ada ada rumah yang rusak, dan tidak ada yang meninggal dunia. Demikian kira-kira makna yang diberikan Bupati Karo DD Sinulingga. “Kejadian meletusnya Gunung Sinabung merupakan kejadian yang tidak biasa dialami bagi masyarakat Karo, jadi bukan kejadian yang luar biasa,” kata DD Sinulingga di hadapan Gubsu H Syamsul Arifin SE, Pangdam I/BB Mayjen TNI Leo Siegers, Ketua DPRD Sumut Drs Saleh Bangun, Wakapolda dan rombongan lainnya yang memadati Pendopo Rumah Bupati di Jalan Veteran Kabanjahe, Selasa (31/8). (Analisa 1 September 2010).

”Babak baru” dan ”Bukan peristiwa biasa”, dua kata kunci yang mestina melekat bagi setiap orang baik sebagai anggota masyarakat, maupun sebagai pemerintah atau lembaga yang memberi perhatian pada peristiwa ini.

Saking nikmatnya keindahan dan kemakmuran yang disumbangkan gunung ini, kita sering alpa untuk memahami apa yang terjadi di dalam gunung itu, apalagi memprediksi bahaya yang terjadi kemudian. Memasuki babak baru ini, banyak pekerjaan rumah yang selama ini (mungkin) terabaikan, yakni kemampuan kita menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi dan bagaimana semua pihak menyikapinya.

Pengalaman pribadi kami sendiri sudah mengisyaratkan hal itu. Sebuah pertanyaan baru muncul di pagi hari 30 Agustus lalu, sebelum kami terbang dari Jakarta menuju Medan. Kami menulis kekhawatiran di Facebook apakah debu yang disemburkan Gunung Sinabung bisa mengganggu penerbangan. Melalui Facebook, salah seorang teman yang berasal dari Tanah Karo mengatakan tidak ada masalah dan penerbangan berjalan lancar. Kami lega, dan kenyataan yang kami alami memang memang demikian. Pertanyaan baru terjawab dengan baik dan benar. Sinabung tidak mengganggu penerbangan Medan-Jakarta.
.
Bagi masyarakat di sekitar gunung tersebut, ratusan bahkan ribuan pertanyaan baru muncul. Bagaimana keselamatan mereka yang tinggal di sekitar Gunung Sinabung?. Apakah letusan yang terjadi Malam Minggu 29 Agustus 2010 adalah letusan terbesar?. Apakah akan terjadi lagi letusan susulan?. Kapan mereka yang berada di batas radius 6 kilometer akan kembali ke rumahnya?.

Pertanyaan-pertanyaan sederhana di atas tidak bisa dijawab dengan jawaban ”asbun” (asal bunyi). Kebiasaan mengeluarkan statemen tidak bertanggungjawab, sudah perlu ditinggalkan. Media juga diharapkan memiliki kemampuan memahami seluk beluk penanganan gunung berapi, sehingga tidak menyiarkan berita yang menyesatkan.

Pemasangan alat detektor aktivitas gunung berapi dan hasil-hasilnya perlu dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di sekitar gunung tersebut. Keahlian bangsa Indonesia menjawab peristiwa alam yang kini menimpa masyarakat Tanah Karo, serta mengkomunikasikan kepada masyarakat sedang diuji.

Last but not least, penyaluran bantuan adalah tindakan yang perlu, tetapi tidak cukup. Pemahaman masyarakat tentang Gunung Sinabung dengan segala aspeknya jauh lebih penting. Memberi rasa nyaman bagi para pengungsi tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan fisik mereka. Mereka juga butuh pengetahuan membaca isyarat alam yang memampukan mereka memiliki harapan akan kehidupan yang nyaman.
Dimuat di Harian Sinar Indonesia Baru 4 September 2010

Selasa, 31 Agustus 2010

Bermain, Rekreasi dan Belajar Anak : ”Tidak Cukup Hanya ke Mall”

Oleh : Jannerson Girsang

Merebaknya tempat-tempat perbelanjaan yang digandrungi anak-anak, mengharuskan orang tua menawarkan mereka mengunjungi museum dan tempat-tempat bersejarah di dalam kota sebagai alternatif bermain, rekreasi dan belajar. Jangan sampai anak-anak menganggap museum dan tempat-tempat bersejarah itu kuno.

Memang, museum dan tempat-tempat bersejarah memang masih terkesan seram dan angker, tetapi jangan biarkan anak-anak anda hanya mengunjungi Mall. Mereka perlu memahami sejarah kotanya dan memperkuat jati dirinya.

***

Masa liburan yang lalu, saya menawarkan alternative jalan-jalan bagi keponakan-keponakan saya--yang duduk di SD sampai SMA. Alternatif itu adalah jalan-jalan ke Mall dan berkunjung ke Museum. Saya malu sendiri karena jalan-jalan ke Museum ternyata bukan pilihan populer bagi sebagian mereka.

Kelompok pertama sebanyak empat orang - semuanya remaja putri memilih ke Mall (Plaza Senayan, dan Semanggi) dan grup lainnya juga berjumlah empat orang mengunjungi beberapa Museum Kota Tua Jakarta dan Taman Monas. Di kelompok terakhir ini hanya seorang perempuan.

Di kelompok terakhir ini, dua orang tinggal di Jakarta dan satu orang di luar Jakarta, termasuk saya sendiri. Jangan heran, meski tinggal di Jakarta, salah seorang diantaranya sama sekali belum pernah sekalipun mengunjungi Kota Tua atau Taman Monas. Saya begitu prihatin melihat orang tua yang kurang memahami pentingnya anak-anak memahami tempat-tempat bersejarah di sekelilingnya.

Kelompok pertama didampingi keponakan perempuan saya yang tertua (baru lulus SMA) dan saya sendiri mendampingi kelompok kedua. Yang memilih ke Mall berpakaian lebih keren. Maklum, selain jalan-jalan mereka juga sekalian "mejeng" di Plaza. Tempat dimana kaum the have belanja.

Persiapan biaya yang diperlukanpun berbeda. Mereka yang berangkat ke Mall membutuhkan biaya yang lebih besar. Pasalnya, harga-harga makanan/minuman di Plaza Senayan relatif lebih mahal dibanding dengan harga makanan di Museum atau silang Monas.

***

Malam harinya, kedua grup itu kembali dan berkumpul di rumah salah seorang adik saya di Bekasi.

Kelompok pertama bercerita tentang pengalamannya di Mall. Mereka hanya minum es krim di Plaza Senayan, karena harga-harga makanan yang mahal. Ada yang hanya membeli sepatu murah, atau baju kaus yang murah, karena hal itu muncul sesaat karena awalnya tujuannya hanyalah jalan-jalan.

Malam itu, salah seorang di antaranya mendekati ibunya. Lalu dia setengah berbisik:

"Ma, tadi saya melihat baju yang cantik tetapi uangku tidak cukup, jadi tidak bisa kubeli. Ada sepatu yang bagus Ma, nanti kalau ada uang beli yah".

Bahkan dia ingin kembali ke Plaza Senayan kalau uangnya sudah cukup untuk membeli baju yang cantik itu. Selain itu mereka bercerita tentang AC Mall yang dingin, makanan yang enak-enak tapi tak terbeli, serta berbagai kemewahan lainnya yang tak terjangkau.

Kelompok kedua bercerita tentang hal-hal yang dilihat dan diamatinya selama dalam perjalanan. Dengan antusias mereka bercerita tentang gedung Museum Fatahillah - nama seorang pahlawan yang mereka kenal dalam pelajaran sejarah nasional. Di dalam museum itu tersimpan peninggalan-peninggalan kota Jakarta mulai dari masa pra-sejarah yang menarik perhatian mereka. Ada yang kemudian asyik membuka buku sejarah nasional dan mencocokkan apa yang baru disaksikannya.

Dengan kebanggaan tersendiri mereka bercerita tentang jejak-jejak kota tua, Jakarta kawasan Museum Sejarah Jakarta-Museum Bahari-Museum Wayang, serta Museum Mandiri. Mereka berimajinasi tentang masa lampau ibu kota negara Republik Indonesia itu, melengkapi pengetahuan sejarah nasional yang diperoleh di sekolah. Mereka bangga dengan Stadhius Plain (alun-alun Taman Fatahillah), serta keagungan masa lalu kota di mana mereka tinggal.

"Ternyata Sukarno itu hebat lho. Dia rupanya yang mendirikan Monas," ujar seorang keponakan saya yang baru saja naik kelas tiga Sekolah dasar, di akhir kisahnya mengunjungi Monas.

Grup ini berencana menuliskan hasil perjalanannya menjadi sebuah laporan kegiatan liburan mereka di sekolah. Pemahaman mereka tentang sejarah dan keagungan kota Jakarta di masa lalu lebih mendalam.

***

Bagi anda orang tua yang tinggal di Medan, kota ini memiliki tempat-tempat bermain, rekreasi dan jalan-jalan yang sekaligus bisa dijadikan sebagai tempat belajar anak-anak anda. Ada Museum Sumatera Utara, Museum Perjuangan, Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mashun, Kuil Sri Mariamman, Kantor Pos Besar Medan, Meriam Puntung, Taman Makam Pahlawan, Kebun Binatang, Taman A. Yani, Taman Buaya, Merdeka Walk, rumah tua Tjong A Fie, serta bangunan-bangunan tua, seperti gedung London Sumatra, Perpustakaan dan Arsip Daerah lain-lain.

Bukan mengatakan berkunjung ke Museum dan tempat-tempat bersejarah adalah tempat yang terbaik bagi anak-anak, tetapi selain mengunjungi Mall para orang tua harus menawarkan mereka ke sana.

Mall memang menyediakan tempat bermain, hiburan dan belajar, tetapi tidak memiliki museum dan bangunan tua.

Artikel ini terbit di Analisa 24 Juli 2010.
Bisa juga diakses melalui :
http://www.analisadaily.com/index.php?searchword=jannerson+girsang&ordering=&searchphrase=all&option=com_search.


Selasa, 17 Agustus 2010

Dirgahayu Republik Indonesia (17 Agustus 1945-17 Agustus 2010)

Oleh: Jannerson Girsang

17 Agustus 2010. Pagi ini saya bangun pukul 07, karena tadi malam menonton Bukan Empat Mata acara ngetop yang dibawakan oleh Tukul Arwana dan Ola. Aku kagum kreativitas Sinta dan Jojo, dua gadis yang mengunduh video terkenal lypsinc Keong Racun, mengharumkan kreativitas bangsa ke dunia internasional melalui internet.

Bersama mereka juga hadir dua bintang baru Putri Penelope (Putri Lana dan Cinta Penelope) yang kemudian menjadi penyanyi lagu Keong Racun yang diaransemen oleh Charly T12—yang malam itu hadir bersama mereka. Suara mereka memberiku inspirasi baru, ketimbang suara-suara pemimpin yang penuh retorika dan pencitraan diri. Semoga para pemimpinku menyadari bahwa pidato-pidato retorika hanya akan menjerumuskan diri mereka sendiri. Para anak muda ini adalah orang-orang yang kreatif yang bersih dari korupsi--penyakit kronis bangsa yang tak kunjung pupus, malah makin merajalela di masa reformasi ini.

Berbeda dengan mereka yang polos, Presiden kami lupa menyebut-nyebut dalam pidatonya hasil suvey PERC, Maret 2010, yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia Pasifik, tetapi tidak lupa menyebut kalau lembaga survey memuji keberhasilannya. Pidato gubernur kami selalu berapi-api: rakyat tidak miskin, tidak sakit dan tidak bodoh. Tapi tidak merasakan kesedihan rakyatnya mendengar laporan ICW yang tahun ini menempatkan provinsi tercintaku Sumatera Utara di peringkat atas korupsi di negara ini.

Moga-moga para pemimpin mau mendengar suara-suara jernih yang menginspirasi dari anak-anak muda yang kreatif. Mereka mau sadar bahwa untuk mencapai sesuatu harus dengan kerja keras, ketekunan dan kejujuran. Ketidakjujuran akan memasung kreativitas, dan kalau itu berlanjut maka para pemimpin akan semakin tersesat. Setelah kuasanya selesai, maka selesailah dia. Tidak seperti Bung Karno, Bung Hatta—yang meskipun mereka tidak ada lagi, tetap dikenang sepanjang masa.

Di rumahku, Peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-65 ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di depan rumah, dan memberangkatkan anak bungsuku Devi ke sekolah untuk mengikuti Upacara di sekolahnya. Mengirim ucapan Selamat Ultah RI kepada anak-anakku Clara, Patricia dan Bernard, Christin, Hilda, Icha yang tinggal di Jakarta.

Pagi ini aku bangga dengan penampilan anakku Devi. Tuhan menganugerahinya tubuh yang tinggi, pintar dan tampak gagah dengan seragamnya. Dia menjadi anggota Paskibra di sekolahnya. Dialah satu-satunya utusan keluarga kami yang mengikuti Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Karena kami hanyalah orang kecil yang tidak mendapat undangan dari manapun untuk merayakan Hari Ulang Tahun RI. .

Devi tampak bangga memakai seragam Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) di sekolahnya SMA Methodist I Medan, di Jalan Hang Tuah. Semua perlengkapan dimasukkan dalam ransel dan diikatkan di punggungnya. Dia pamit dan pergi mengendarai sepeda motor Revo warna merah-hitam kebanggaannya. Dia begitu senang dan bersemangat sebagai anggota Pasrkibra di Sekolahnya. Senyumnya yang lepas tandanya dia begitu menikmati Hari Ulang Tahun Indonesia ke-65, hari ini.

Devi bangga dirinya menjadi bangsa Indonesia. Berprestasi di sekolah dan memiliki harapan dan cita-cita memajukan bangsanya. Semoga cintanya kepada bangsanya, cita-citanya yang tulus tercapai dalam beberapa peringatan Hari Ulang Tahun RI ke depan. Semoga anakku menjadi generasi muda yang mampu melenyapkan korupsi dari negara ini.

Hari ini, tidak ada hal yang istimewa di rumah kami, di sebuah sudut di bagian Selatan kota Medan, Sumut. Biasanya, setiap tahun ada permintaan sumbangan untuk biaya perayaan HUT RI di lingkungan. Namun sampai hari ini tidak ada permintaan sumbangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemaren Kepling hanya memeriksa apakah semua warga mengibarkan bendera merah putih di depan rumahnya. Itulah arti peringatan Hari Ulang Tahun baginya sebagai Kepling. Tidak salah juga. Masih ingat menyadarkan warga bahwa hari ini adalah 17 Agustus, Hari Kemerdekaan RI.

Tapi saya cukup berbahagia. Kami menerima undangan menghadiri acara memasuki rumah baru seorang anggota gereja. Mereka adalah keluarga yang selama ini tinggal di rumah kontrakan. Tepat di Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-65, mereka merasakan kemajuan ekonomi, mereka memiliki rumah sendiri.

Sebagai ucapan syukur, mereka mengundang kami, sebagai Pimpinan Jemaat (172 Kepala keluarga di jemaat gereja GKPS Simalingkar) dan beberapa keluarga secara terbatas. Sebuah rasa syukur di Ulang Tahun Kemerdekaan negaranya.

Andaikata semua warga Indonesia mampu mandiri seperti itu, alangkah bahagianya bangsa ini. Tidak ada lagi penduduk yang tinggal di bawah jembatan, mengemis di pinggir jalan.

Harapan kami kepada pemerintah agar terus memberikan suasana aman, dan kondusif, sehingga rakyat kecil dapat berkreasi mencari kehidupannya dengan jujur. Boleh anda sebutkan prestasi-prestasi, tetapi berbarengan dengan hal itu prestasi memberantas korupsi juga disebut, dan targetkan sampai kapan Indonesia bebas korupsi. Apapun ceritanya, kalau korupsi tidak dibasmi sampai tuntas, maka susah para pemimpin mendapat kepercayaan dari rakyat. 

Bebas korupsi akan memungkinkan seluruh  rakyat merasakan arti Kemerdekaan. Hak-hak mereka tidak "disunat". Fakir miskin dan anak-anak terlantar tidak dibiarkan keluyuran tengah malam di persimpangan, apalagi dirazia. Negara berkawajiban memelihara mereka, seperti diamanatkan UUD 45. Mereka harus dipeliharan negara. Inilah hal-hal yang dilupakan, dan dibiarkan sehingga semakin hari, jumlah orang miskin semakin banyak, gelandangan, pengamen, makin lama makin banyak jumlahnya. .

Uang korupsi dari ratusan atau (mungkin ribuan pemilik rekening gemuk) pegawai pemerintah seperti Gayus, sudah cukup untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Katanya banyak lagi orang seperti Gayus. Kalau aparat pemerintah bebas korupsi, maka kita tidak usah lagi menerima bantuan dari luar negeri hanya untuk memelihara anak jalanan dan fakir miskin.  

Ingat, Bung Karno mengatakan: "Kita bernegara bukan sewindu, tetapi selama-lamanya". Kita akan bersama selama-lamanya. Para koruptor akan diadili oleh masyarakat, cepat atau lambat. Jadi, kalau mau jadi pahlawan, jangan bicara hanya prestasi ekonomi, tetapi bicaralah berapa uang dari "rekening gemuk" para koruptor, bisa disumbangkan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Semoga Tuhan memberkati dan memberi arah yang benar bagi para pemimpinku, sehingga seluruh rakyat selama-lamanya merasakan bahagia menjadi bagian dari sebuah bangsa, bukan sebaliknya selama-lamanya menjadi rakyat yang diperbudak oleh bangsa sendiri. Dirgahayu Republik Indonesia ke 65.

Minggu, 15 Agustus 2010

Menonton Ebit G. Ade di Metro TV

Terus terang, sulit menemukan pencipta lagu dan penyanyi sehebat Ebite G.Ade, ke depan. Banyak pencipta dan penyanyi hebat, tetapi mereka banyak tersandung masalah, sehingga berhenti berkarya. Menyaksikan Ebiet G. Ade, penyanyi yang saya kagumi sejak 1978, yang tampil di Metro TV 15 Agustus malam, sungguh-sungguh sebuah peristiwa yang mengesankan. Di balik prestasinya sebagai pencipta lagu dan penyanyi,  Ebiet G.Ade yang malam itu tampil dengan ciri khasnya memainkan gitar, adalah seorang yang spesial bagiku. Berbeda dengan semua penyanyi yang ada di dunia ini.

Dua tahun menjalani sekolah menengah di Jakarta, Ebiet menghiasi hidup remajaku. Filosofi-filsofi dalam lagunya benar-benar membimbing kehidupan yang saat itu dihiasi dengan glamournya ibukota Jakarta. Lagu-lagu Ebiet sangat menyentuh dan memotivasi saya hidup. Camelia, Berita Kepada Kawan, KepadaMu Aku Pasrah dan beberapa lagu yang lain sangat mengesankan dan memberi arti hidup yang mendalam.

Jujur saja, pada awalnya lagu-lagu Ebiet kuanggap “norak” dan sama sekali tidak bisa dinikmati karena gaya menyanyi dan suaranya yang aneh. Berbeda dengan Chrisye, Keenan Nasution, atau penyanyi lain seperti Eddy Silitonga, Bob Tutupoly, sebagian dari penyanyi kesayanganku.

TVRI-satu-satunya televisi di Indonesia ketika itu, Radio Kayu Manis Jakarta, serta radio-radio lainnya terus menyiarkan lagu ini, membuat telingaku menjadi akrab. Syair-syair lagunya disajikan di harian Sinar Harapan, Kompas, dan majalah-majalah. Hingga kemudian aku sadar bahwa lagu-lagu Ebiet menyuarakan pesan yang luar biasa. Ketika saya kuliah di IPB di awal 1980-an, lagu-lagu Ebiet G.Ade adalah idola para mahasiswa—seluruh mahasiswa.

Penampilan Ebiet di Metro TV malam ini--32 tahun sejak saya mengakrabi suaranya, menebus rasa rindu. Ebiet menjadi idolaku sepanjang masa. Kaset Camelia pertamanya, pernah saya beli sampai tiga kali. Hilang, beli, hilang dan beli lagi.

Makna syair lagunya tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Setiap peristiwa mampu dijelaskan oleh lagu-lagu Ebiet. Ketika saya bekerja di wilayah gempa dan Tsunami Aceh, lagu ”Berita Kepada Kawan” yang diciptakannya 30 tahun lebih itu menjadi bahan perenungan bagiku.

Ebiet bukan hanya idola oleh lagu-lagunya, tetapi juga kehidupannya yang bersahaja. Penampilannya malam itu didampingi istrinya Nani Sugianto—adiknya Iis Sugianto adalah seorang idola, meski tak setenar Ebiet atau kakaknya Iis.

Nani adalah seorang istri yang luar biasa. Bisa mempertahankan keluarga seniman seorang Ebiet. Mempertahankan kerukunan keluarga di kalangan artis bukan hal yang mudah. Ebiet adalah teladan yang pantas ditiru oleh para artis dan kita semua.

Di akhir acara, Ebiet dengan simpati meminta waktu kepada pembawa acara di Metro TV. Dia ingin berkomunikasi menurut caranya sendiri. ”Saya mohon kepada penonton acara ini untuk mendoakan saya. Saya akan mendoakan anda juga,”ujar pria yang mengaku banyak hidup di lingkungan religi itu.

Sikap dan perilaku seperti inilah yang membedakannya dari penyanyi idolaku sesudah Ebeit. Saya sempat mengagumi Ariel-Peterpen, yang menciptakan lagu-lagu dengan gaya yang khas dan membius saya dengan lagu-lagu remaja. Membuatku terasa lebih muda lagi. Sayangnya, kemudian dia terjebak dalam perilaku yang justru menjebloskannya ke penjara.

Saya sangat kagum  padamu Ebiet. Saya berdoa juga untukmu Ariel. Semoga kedua idolaku ini hidup lebih lama dan berkarya lebih banyak lagi.


Rabu, 11 Agustus 2010

"Keong Racun" dan Maknanya bagi Kita


Oleh : Jannerson Girsang

Di tengah-tengah beredarnya video porno Ariel-Luna-Cut Tari yang menghebohkan, muncul video spektakuler dalam versi yang berbeda. Meski videonya mengandung "racun"—"Keong Racun", tetapi mengundang inspirasi bagi banyak orang, dan beberapa minggu terakhir mendapat liputan yang meluas di televisi, di media cetak dalam makna yang positif. Kisah mereka menjadi topik utama media sebagai sebuah trend baru.

Video yang muncul di Youtube - media untuk mengunduh (upload) video secara gratis dari file anda dan bisa di share secara online, Juni lalu, dikunjungi lebih dari dua juta orang.

Video spektakuler itu melibatkan dua mahasiswi masih-masing Jovita Adityasari ( mahasiswi Universitas Pasundan Bandung, Jawa Barat) dan Sinta Nurian-syah (mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung), sama-sama semester lima.

Keduanya kini secara mendadak menjadi selebriti oleh video lip-sync Keong Racun yang berkisah tentang cinta itu. Mereka diburu para netter, pengusaha hiburan, media, bukan oleh polisi seperti yang dialami pelaku video yang pertama. Di luar kesibukan keduanya sebagai mahasiswi, keduanya kini keluar masuk ruangan studio televisi, undangan show dimana-mana, wawancara televisi dan media cetak.

Apa maknanya bagi kita semua?

Internet: Melambungkan Kreativitas

Kisah Jovita Adityasari dan Sinta Nuriansyah -kemudian lebih dikenal dengan Jojo dan Sinta sangat menarik dan memberi inspirasi bagi para pengguna internet.

Prestasi Video Keong Racun tentu tidak akan terjadi tanpa bantuan teknologi internet yang dipadu dengan kreativitas yang unik dan niat baik. Normalnya, seorang penyanyi akan terkenal setelah melewati seleksi, rekaman di studio yang terpilih, didukung produser, alat rekam canggih, finansial yang besar dan lain-lain.

Kreativitas yang unik, niat baik dipadu dengan bantuan teknologi internet telah melambungkan popularitas Sinta-Jojo, yang sebelumnya hanya dua orang mahasiswi semester 5, bukan pemilik suara yang sekualitas Kris Dayanti, atau Memes, bukan pula pemilik wajah yang wah!. Mereka biasa-biasa saja.

Syahdan, keduanya secara iseng menyanyikan dan merekam lagu Keong Racun ciptaan Subur Tahroni alias Buy Akur (49), dan sudah populer di Bandung melalui seorang penyanyi bernama Lisa sejak 2008. Tentu saja belum sepopuler sekarang ini.

Sebagai mahasiswi, Sinta dan Jojo tidak memiliki alat rekam canggih, pengaturan cahaya yang rumit, kameramen yang handal. Mereka hanya memiliki kamera laptop, seperti dituturkan di berbagai media.

Dengan alat itulah mereka merekam lagu dan aksi mereka. Menyanyi di depan kamera laptop dan menghasilkan sebuah video berdurasi 5 menit 14 detik, seperti tercantum dalam Youtube.

Hasil rekaman kamera laptop ternyata dapat diunduh ke dalam jejaring sosial. "Awalnya saya pernah lihat sekilas di salah satu posting kaskus.video tentang gaya lucu dan polos dua dara asal Bandung, menurut pengakuannya video itu tadinya buat koleksi pribadi Sinta -Jojo dan temen-temen Facebook dan Twitternya, juga buat pacarnya sinta yang posisinya lagi jauh dari Bandung, tetapi dikarenakan keterbatasan ukuran video diupload ke facebook, akhirnya video di upload ke YouTube dan berhasil," demikian sebuah kesaksian pemilik blog di internet (http://asrul.blogdetik.com/kenapa-lagu-keong-racun-shinta-jojo-jadi-begitu-terkenal/#comments).

Seperti kebanyakan mahasiswa saat ini, Sinta dan Jojo, adalah pengguna Twitter dan Facebook. Mereka ingin dilihat pacar dan teman-temannya. Video Keong Racun masuk ke jaringan global, walau tidak sebagus videoklip para penyanyi tenar seperti Kris Dayanti, atau Memes. Video Keong Racun ternyata mengundang decak kagum komunitas dunia maya di seluruh dunia.

Setelah diunduh ke Youtube pada 18 Juni 2010, hingga 5 Agustus 2010 (pukul 09.34 pagi), pengunjung Video Keong Racun mencapai 2,507,646. (Silakan kunjungi: http://www.youtube.com/watch?v=VKP1t3gQ_o0). Bukti bahwa video ini diterima dunia dan menduduki ranking teratas di Youtube. Video Keong Racun yang kemudian muncul dalam berbagai versi di internet mendorong penyebaran ketenaran Keong Racun berlipat ganda.

Karya gemilang bangsa Indonesia melambung di internet, melalui sebuah video yang bernilai tinggi.

Tenar, Incaran Media dan Pengusaha

Dua orang mahasiswi yang selama ini hanya menyanyi sebatas hobby, kini menjadi selebriti yang sejajar dengan bintang-bintang ngetop lainnya.

Seluruh dunia setiap saat menyaksikan penampilan mereka dalam berbagai versi, membicarakannya dan mengulasnya di kedai-kedai kopi, meja makan, media, serta di kalangan pengusaha bisnis hiburan dan Internet.

Kompas, media terkemuka di Indonesia menampilkan kisah Keong Racun dalam berbagai penerbitannya sejak Juli lalu. "Pada Rabu sore (4/08), ’Keong Racun’ sempat menduduki posisi kedua trending topics di Twitter, mengalahkan pembicaraan soal film Last Airbender dan Inception, yang dibintangi aktor Leonardo DiCaprio itu."

Kini, Keong Racun tidak hanya konsumsi pacar dan teman-teman Sinta dan Jojo. Video itu telah menjadi komoditi hiburan, memasuki pasar global. Jadwal keduanya menjadi padat oleh undangan beberapa stasion televisi. Mereka jadi incaran pengusaha bisnis hiburan dan media.

Beberapa kali Sinta dan Jojo muncul di televisi. Terakhir, tadi malam (4 Agustus 2010) penulis menyaksikan penampilan Keong Racun di Trans-7, salah satu dari sekian penampilan mereka di televisi.

Konon, Charly "ST 12" -manajemen show terkenal, mengatur jadwal show mereka yang kian padat. Mungkin saja mereka tidak ingin mengikuti jejak penyanyi yang gagal, karena tidak memanfaatkan manajemen untuk mengatur dirinya. Sebuah ketenaran harus dikelola dengan baik, agar dapat berkesinambungan dan memberikan makna yang lebih berarti.

Keberhasilan Sinta dan Jojo memang bukan yang pertama kali mengalami sukses seperti ini. Sebelumnya,pernah Hdialami para penyanyi lainnya di luar negeri. Pembaca mungkin ingat kisah Charice Pempego dari Filippina dan Justin Bieber dari Kanada.

Charice Pempengco, penyanyi remaja asal Filipina menanjak begitu cepat di tingkat internasional karena videonya ditemukan Ellen DeGeneres lewat Youtube. Gara-gara muncul di acara talkshow Ellen pada akhir Desember 2007, Charice diundang Oprah Winfrey lantas dipromotori David Foster, Charice melenggang sebagai penyanyi dunia. Usianya baru 18 tahun, dan Charice menjadi penyanyi Asia pertama yang masuk top 10 Billboard 200. Justin Bieber remaja 16 tahun yang membukukan platinum untuk album My World di AS dan Kanada.

Kisah dua mojang Priangan ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi para pembaca dan mereka yang tertarik untuk sukses menggunakan teknologi internet. Para remaja, pemuda Indonesia, para ilmuwan, politisi, teruslah berkreasi, masukilah dunia maya dengan kreasi yang positif. Semoga sukses Sinta dan Jojo menjadi inspirasi bagi kita semua. ***

Penulis adalah biographer, pengguna beberapa jejaring sosial, pemilik blog : http://www.harangan-sitora.blogspot.com. Tinggal di Medan. (Artikel ini dimuat di Harian Analisa, 10 Agustus 2010).

Selasa, 03 Agustus 2010

ADIKKU MENINGGAL MEMASUKI 48

Oleh : Jannerson Girsang

Empat tahun yang lalu, adikku kehilangan istrinya di usia 43 tahun. Kini adikku pergi di usia 48 tahun, meninggalkan 3 putrinya yang masih memerlukan perhatian. Kepergian mereka menorehkan garis kesedihan yang mendalam, sekaligus memberi pemahaman baru akan makna sebuah kematian.

Kamis, 17 Juni 2010 sekitar pukul 22.50. Saat itu saya selesai melakukan kegiatan hingga malam. Saatnya saya bersiap-siap memasuki peraduan mencari tenaga baru untuk bekerja esok harinya. Telepon di meja kerja di rumah saya di Medan berdering. Dengan berat, di saat kelelahan ingin beristrahat, saya mengangkat gagang telepon. Rasa was-was muncul, karena beberapa jam sebelumnya, saya sudah mendengar kondisi terakhir adik saya.

”Parker sudah meninggal dunia dan persiapkan keberangkatanmu ke Jakarta besok,” demikian pesan singkat ayah saya yang sudah dua minggu berada di Jakarta, sambil menangis. Aku menangis sekuat tenaga, dan kemudian duduk di kursi karena rasanya badan tidak kuat berdiri. Berita kematian seseorang yang disayangi bisa datang di saat anda sedang susah, atau badan anda sedang capek. Pagi, siang atau malam!

”Oh Tuhan, begitu cepat proses adikku pergi,” demikian ungkapan yang tak pernah terucap, dan selama ini hanya saya pendam dalam hati. Adik saya Parker Girsang yang dilahirkan 16 Agustus 1962 meninggal karena gagal berjuang melawan kanker yang dideritanya. Penyakit yang baru persis diketahuinya pada Februari 2010 yang lalu, dengan ganasnya merongrong ketahanan tubuh adik saya, hingga akhirnya, kami mendengar peristiwa yang memilukan itu.

Peristiwa ini membuat kami sangat sedih dan sempat mengundang rasa khawatir. Masih segar dalam ingatan saya peristiwa yang sangat menyedihkan empat tahun yang lalu di saat istri adikku meninggalkan kami untuk selama-lamanya, 5 Februari 2006. Waktunya hampir sama, malam hari sekitar jam 21.00. Ketika itu, kami khawatir kepada adikku, bagaimana dia sendirian mengurus tiga orang putri yang masih kecil-kecil. Saat itu, Icha (Trisha Melani) yang bungsu masih duduk di kelas 2 SD dan yang tertua Yani Christin baru duduk di kelas II SMP. Kini adikku menyusul, meninggalkan tiga putrinya!.

Parker pergi di saat putrinya masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah yang tulus. Dia pergi di saat salah seorang putrinya tidak berada di rumah sakit, tempatnya menghembuskan nafas terakhir. ”Manusia meninggal seperti datangnya pencuri malam hari”. Tidak ada yang bisa memprediksinya. 

Dalam suasana seperti ini, tidak banyak yang bisa dilakukan, kecuali menangis, kemudian berdoa meminta kekuatan dari Tuhan. Merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebiasaan adat Simalungun dan orang Kristen. Memang, berita kepergian Parker menggoreskan kesedihan yang luar biasa bagi saya, serta memberi makna baru atas sebuah kematian.

***

Saya mendapat berita dari adik-adik saya yang berada di Jakarta bahwa Parker mengidap kanker Februari 2010. Sebulan kemudian, dia berkunjung ke rumah saya di Medan awal Maret, untuk sebuah rencana pengobatan alternatif. Tetapi tidak membuahkan hasil. Hingga keluarga kemudian mengikuti nasehat dokter. Dia harus menjalani kemo.

Saya mendampinginya selama tiga minggu menjalani kemo di Rumah Sakit Cikini. Sebulan kami berpisah tanpa pesan dan tanda-tanda akan berpisah selamanya. Malam itu, dia pergi untuk selama-lamanya.

Kepergiannya begitu cepat dan tak terduga. Parker pergi di luar rencana semua orang. ”Ketika saya hendak ke luar membuang sampah, dia masih melarang saya pergi. Tetapi ketika saya berada di luar, saya mendengar orang ribut-ribut. Pasti sesuatu terjadi sama abang. Aku menyaksikan beberapa orang suster berlari menuju kamarnya. Ternyata abang sudah pergi,”kata Dasma br Saragih beberapa hari setelah acara pemakaman, salah seorang kerabat kami yang menjaganya beberapa hari terakhir di rumah sakit.

Bahkan, saya baru berencana menjenguknya ke rumah sakit, besoknya, 18 Juli 2010. Bahkan Dokter yang sudah memprediksi berdasarkan ilmu yang dipelajarinya, ternyata juga meleset, lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Tidak sampai satu setengah tahun, bahkan hanya empat bulan, setelah prediksi itu.

Para pembaca sekalian, hidup adalah kuasa Allah—sang Pencipta dan Maha Kuasa. Hanya dia yang tahu persis, tahun, bulan, hari, jam dan detik, seseorang akan kembali kepadaNya.

Kehidupan berasal dari Tuhan dan setiap saat akan kembali kepadaNya. Masa hidup di dunia adalah sebuah implementasi missi Tuhan untuk dunia ini. Tuhan tidak pernah secara jelas mengatakan kkapan perjalanan seseorang akan berakhir.

Soal kematian, manusia hanya bisa berserah kepadaNya, manusia hanya bisa memaknai masa lalunya. Tidak ada orang yang bisa memperkirakan apa yang akan dialaminya besok, bahkan satu menit yang akan datang.

Bahkan, Parker sendiri tidak pernah merasa dia akan pergi secepat itu. Dia tidak berpesan apa-apa bakan kepada 3 putrinya, kecuali ”Jangan Takut,” yang diucapkannya kepada salah seorang putrinya saat dirawat di rumah sakit.

Parker tidak sempat memberitahukan dimana surat-surat rumahnya, bagimana status rumahnya, berapa tagihan yang masih ada di perusahaan-perusahaan partnernya, berapa utangnya. Dia tidak menerbitkan sebuah surat wasiatpun, sebagai pedoman bagi anak-anak dan putri yang ditinggalkannya. Dia tidak memiliki asuransi kecuali asuransi rumahnya, serta sebuah polis asuransi Bumi Putra yang sudah berhenti dibayar sejak 1998.

Andaikata Parker tau akan meninggal pada 17 Juni 2010, maka satu tahun sebelumnya dia sudah membayar beberapa polis asuransi, dan meninggalkan sekian miliar bagi ketiga putrinya. Dia sudah meninjam puluhan atau ratusan juta dari bank, dan utangnya lunas saat dia meninggal.

***

Di saat orang yang anda kasihi menderita, lakukan yang terbaik. Jangan sampai anda menyesal, karena kehidupan seseorang tidak bisa diduga.

Di bulan April, saya mendengar Adik saya Parker akan menjalani kemo. Setelah dokter mengumumkan hasil pemeriksaan atas kesehatannya dia divonnis kanker nasoparing—saya tidak begitu mengerti penyakit itu. Yang jelas, dia harus menjalani kemoterapi beberapa tahap, kemudian disinar dan bebeapa rencana tindakan yang akan dilaksanakan mengatasi penyakitnya.

Saya kadang diliputi rasa sedih, khawatir dan kadang mengutuk!. Saat vonis dokter berdasarkan analisa dari fakta/observasi mereka sampai ke telingaku. ”Seandainyapun kemo berjalan baik, secara medis usia adik saya bisa bertahan sekitar 1,5 tahun lagi,”.

Mungkin hal seperti ini bisa menimpa anda. Anda bisa membayangkan, kita mengeluarkan uang, tenaga, capek, hanya mengejar usia demikian singkat. Saya hanya berserah pada kekuatanNya dan menyerahkan pengobatannya melalui keahlian dokter.

Saya memutuskan mendampinginya. Meninggalkan anak dan istri saya di Medan dan menjaganya selama tiga minggu di Rumah Sakit Cikini. Sebuah keputusan yang menurut saya bukan secara kebetulan. Orang yang sedang dalam kehidupan seperti adik saya, perlu pendampingan tidak hanya sekedar pelayanan medis dari rumah sakit.

Setiap hari saya membacakan ayat-ayat dari kitab suci yang sudah disusun dalam Susukkara GKPS—sebuah agenda yang membimbing seseorang membaca renungan setiap hari.

Selain itu, dengan dibantu seorang perempuan penjual juice di depan Rumah Sakit Cikini, saya menyiapkan juice sirsak dan air daun sirsak untuk diminumnya dua kali sehari. Konon juice dan minuman daun sirsak bagus untuk mencegah penyakit kanker. Mencatat jumlah air yang masuk dan keluar dari tubuhnya. Menurut dokter air masuk dan keluar harus seimbang. Kelebihan atau kekurangan pemasukan bisa berdampak pada paru-paru atau ginjal, demikian nasehat dokter.

Saya kira Parkerpun sudah mengetahui keadaan penyakit kanker yang dideritanya dan resiko yang akan dihadapinya. Tetapi dia tetap tegar. “Saya tidak takut, saya tidak merasa sakit,” katanya.

Namun, sebuah pelajaran penting bagi saya atas ketabahan adik saya menghadapi masalah. Dalam suasana seperti itu, Parker masih menunjukkan perilaku mengagumkan. Daya juang hidupnya, kemampuannya mengerjakan sesuatu dengan fokus sungguh luar biasa. Selama saya dampingi, dia setiap hari layaknya bekerja seperti biasa. Dia mengendalikan bisnis ekspedisinya melalui telepon genggamnya.

”Nanti ada dua truk yang harus dikirimkan ke Surabaya, tolong diurus semua yang diperlukan ya,” demikian perintahnya kepada salah seorang karyawan yang sudah bekerja selama beberapa tahun. Suatu ketika, dia merenung tanpa mengucap sepatah katapun. Kalau ada tamu, dia bercerita bahwa dia sudah mengalami perubahan yang besar. ”Saya sehat dan tidak merasakan apa-apa,”katanya.

Tanpa didampingi seorang istri, dia tidak hanya mengurusi bisnisnya, tetapi juga memberi kasih sayang pada ketiga putrinya. Dari rumah sakit setiap hari dia menyapa ketiga putrinya. ”Kalian sudah makan sayang. Bagaimana sekolahnya, apa sudah bayar uang sekolah belum?”. Sapaan kasih sayang di akhir-akhir hidupnya yang begitu mengharukan. Sapaan yang sulit tergantikan oleh siapapun. .

Menyaksikan hal-hal seperti ini, hati saya terhibur, sekaligus terharu dan khawatir. Berharap agar tangan-tangan Tuhan memberinya kesembuhan dan dapat membimbng ketiga putrinya yang masih belum dewasa.

Sebagai manusia biasa, kadang timbul rasa capek, kecewa, serta mengutuk. ”Mengapa ini terjadi Tuhan?”. Doa,penyerahan total kepada Tuhan adalah kunci utama.

***

Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama!.

Semasa hidupnya dan hidup istrinya, pasangan keluarga ini adalah teman utama saya membicarakan sesuatu yang penting di dalam keluarga. Rumah mereka di Permata, Bekasi menjadi tempat singgah saya yang utama kalau saya ke Jakarta. Di rumah itu, berbagai keputusan penting keluarga diambil. Berbagai peristiwa mengesankan berlangsung. Saat wisuda anak saya yang tertua Agustus 2008 lalu, rumahnya menjadi tempat kami berkumpul.

Jarak memang membatasi kami, saya tinggal di Medan dan adikku Parker di Jakarta. Saya tidak mengalami kontak fisik seintensif ketiga adik saya yang lain, yang tinggal di Bekasi, Tambun dan Pesona Anggrek. Secara fisik, ketiga adik saya lebih dekat dengan dia. Kami kebanyakan berkomunikasi lewat telepon.

Saya terkenang pertemuan kami di rumahnya, April 2009. Saat itu kami berbicara selama satu hari di rumahnya ketika saya berkunjung ke Jakarta. Kami berdiskusi soal pengalamannya menjadi single parent dan pentingnya seorang pendamping untuk menjalani hidup ke depan, yang sampai akhir hidupnya tidak terlaksana.

Pertemuan bersejarah itu meninggalkan kesan yang luar biasa bagiku, ketika dia menjelaskan fungsi seorang istri bagi suami seperti dia.

”Keberadaan istri di rumah memberi keleluasaan bagi suami untuk melakukan kreasinya. Setelah kepergian istri saya, maka kebebasan itu sudah hilang. Saya tidak bisa berada di luar rumah sama seperti dulu. Anak-anak saya membutuhkan saya di rumah. Kau bisa bebas datang ke Jakarta karena kakak ada di rumah. Meskipun istri hanya mampu berbaring di rumah, fungsi mereka sangat penting. Sayangilah istrimu, karena mereka tidak bisa tergantikan oleh siapapun,” katanya.

Kata-kata ini selalu saya ingat dan merupakan kenangan berharga dari adik saya Parker.

Parker meninggal sama seperti orang-orang yang lain. Dia telah beristirahat di Taman Pemakaman Umum Perwira, Bekasi, terletak hanya beberapa ratus meter dari makam istrinya yang meninggal empat tahun lalu.

Tetapi rencana Tuhan baginya adalah sesuatu yang membedakannya dari yang lain.

Sepanjang hidupnya Parker tidaklah memiliki prestasi yang menonjol dan berbagai bidang yang digelutinya. Lulus paspasan dari Akademi Pimpinan Perusahaan di tahun 1987, bekerja di Bank Pacific, selama beberapa tahun, dan terakhir di Jhon Hancook, sebuah perusahaan asuransi, dan kemudian terjun ke dalam bisnis transportasi/ekspedisi.

Dia bukan Nehemia—yang diutus Tuhan menyelamatkan bangsa Israel, bukan pula sebesar Gandhi yang menelorkan prinsip-prinsip hidup bagi dunia ini. Tetapi, bagi keluarga, Parker adalah seorang pemimpin yang mempersatukan kami, memberi prinsip-prinsip kasih melalui keluarganya (para putrinya). .

”Parker adalah seorang yang ramah, suka menghibur sesama, peduli kepada sesama dan memiliki rasa tanggungjawab kepada anak-anak dan keluarga, pekerja keras, konsisten dan keyakinan tinggi atas cita-cita dan target-targetnya bisa dicapai,” demikian orang-orang menggambarkannya dalam kata-kata pengiburan. Sesuatu yang membanggakan dan menambah semangat kami.

Empat tahun terakhir, bahkan kehidupannya begitu keras. Memperjuangkan ketiga putrinya, setelah ditinggal istrinya pada 2006. Kepergian Parker terjadi justru di saat perjuangannya selama empat tahun baru saja memperlihatkan hasil. Usahanya mulai bangkit dan anak-anaknya mulai menunjukkan prestasi. Christin berhasil masuk ke FISIP UI Jurusan Sekretatis Perkantoan. Yang bungsu memasuki SMP dan yang nomor dua masuk naik kelas II SMA.

Sepeninggalnya, tiga putri kami menyandang status yatim piatu, sebuah status yang tidak menyenangkan bagi siapapun!. Sesuatu yang berat dan tidak bisa dipahami dengan cara-cara yang normal. Anak-anak akan mampu memahaminya dengan berserah kepada Tuhan.

Di awal peristiwa, umumnya perpisahan oleh kematian senantiasa mengundang pertanyaan yang sulit dicari jawabnya.

Ibu saya menangis sedih. ”Kenapa bukan saya lebih dahulu dipanggil Tuhan. Kamu masih muda, anak-anakmu masih membutuhkan kasih sayang,”ujar ibu saya yang sudah berusia 73 tahun dalam tangisnya. Lantas, suatu ketika, beberapa lama sesudah peristiwa itu, dia berkata : ”itulah jalan terbaik bagi anak dan cucu-cucu saya”.

Anak tertua Parker, dengan pengalaman sebelumnya atas kepergian ibunya, begitu tegar dan memahami apa yang terjadi atas dirinya dan dua adiknya. Dalam sebuah kesempatan dia mengungkapkan pernyataan yang begitu membanggakan dan membesarkan hati.

”Tuhan telah memberikan rancangan yang terbaik bagi kita. Kita harus siap menjalaninya dengan kehidupan baru dan tidak terus menerus menangisinya,”ujar Yani Christin, putri tertua adikku. Saat ayahnya sakit Christin membesarkan hati ayahnya yang sempat membaca pengumuman dirinya diterima sebagai mahasiswa FISIP UI, program D3 Sektretaris dan Perkantoran.

Christin akan menjalani kehidupannya sebagai anak kost di Depok, berjuang beberapa tahun ke depan hingga cita-citanya tercapai menjadi seorang sekretaris. Hilda Valeria yang saat ini sedang sekolah di kelas II SMA memiliki cita-cita menjadi seorang psikolog, serta si bungsu Trisha Melani yang kini duduk di kelas I SMA, bercita-cita menjadi seorang dokter. Keduanya tinggak di rumah adik saya perempuan.

Kalau setiap  hari mereka berdoa, berseru kepada Tuhan, serta menekuni sekolahnya, saya yakin, mereka akan melihat keajaiban-keajaban yang tak terpikirkan sebelumnya.

Tiga putri adik saya, oleh keputusan keluarga menjadi tanggungjawab saya, disamping empat putra dan putri enugerah Tuhan. ”Tuhan, kenapa ini harus terjadi di saaat saya dalam kesulitan?,” keluh saya ketika hal itu terjadi. Kami keluarga besar--orang-orang yang mencintainya merasakan kesedihan, kekhawatiran, dan kemudian berseru kepada Tuhan untuk memaknainya.Menangis, membantu hal-hal yang diperlukan, melakukan acara penghormatan kepada almarhum, serta memuji Tuhan dan Berdoa.

Saya bisa memahami sekarang ini bahwa kepergian adikku adalah rancangan yang terbaik. Saya dikuatkan oleh sebuah ayat yang pernah saya bacakan kepada Parker ketika masih dirawat di Rumah Sakit Cikini. Yeremia 33: 3. ”Berserulah kepadaKu, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kau ketahui”.






Kamis, 29 Juli 2010

In Memoriam: Setahun Meninggalnya Pdt Dr Armencius Munthe MTh

Oleh : Jannerson Girsang

Hari ini, 25 Juli 2010, persis setahun Pdt Dr Armensius Munthe MTh meninggalkan kita.

Setahun lalu, diterpa panas terik di siang hari dan diguyur hujan di sore hari, lebih dari 1500 pelayat dengan setia memenuhi pekarangan dari rumah sempit ayah empat orang anak itu di Perumahan Pemda II Tanjung Sari, Medan. Di tengah guyuran hujan pula beliau disemayamkan di Gereja GKPS Maranatha Medan, sebelum diberangkatkan ke Pekuburan  Pemda Simalingkar B. Itulah suasana upacara pemberangkatan Pendeta Dr Armencius Munthe,MTh, mantan Ephorus GKPS tiga periode ke peristirahatan terakhir, setelah tiga hari disemayamkan di rumahnya.  


Selasa, 01 Juni 2010

Belajar dari Sukses Penulis Bebas

Oleh : Jannerson Girsang

Menjadi penulis bebas yang sukses bukanlah sebuah hal mustahil, tetapi bukan pula sesuatu yang mudah. Anda perlu belajar dari mereka yang sukses, dan memahami pengalaman mereka dengan baik.

Artikel ini menawarkan anda menggabungkan pengalaman penulis bebas sukses Herman Holtz melalui bukunya How to Run Writing and Editing Busines serta pengalaman beberapa penulis bebas yang sukses baik di dalam maupun di luar negeri.