My 500 Words

Sabtu, 16 April 2011

In Memoriam: Rosihan Anwar, Penulis Orbituari Handal

Oleh : Jannerson Girsang

Rosihan Anwar 

Oribituari! Itulah kesan pertama yang muncul di benak kami saat mendengar kepergian Rosihan Anwar menghadap khalikNya melalui televisi pada 14 April 2011, sekitar pukul 11.30 (beliau meninggal sekitar pukul 08.00 pagi).

Rosihan Anwar memiliki gaya penulisan orbituari—artikel untuk mengenang kepergian seorang tokoh yang meninggal yang digelutinya selama bertahun-tahun.

Merenung sejenak atas kepergiannya, kami melakukan penjelajahan (searching) di internet mencari informasi yang berkaitan dengan peristiwa kepergian tokoh pers lima zaman itu.

Dalam pencarian itu kami menemukan hasil wawancara seorang pemilik media besar, Dahlan Iskan. "Siapa nanti yang menulis Orbituari Rosihan Anwar?". Demikian pertanyaan dan judul wawancara bos Jawa Pos Grup itu seperti dikutip sebuah media online.

Pria kelahiran Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922 adalah penulis orbituari handal yang sudah digelutinya sejak 1960an. Kini, tokoh orbituari itu yang justru pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya!. Sebagaimana Dahlan yang berjanji akan menuliskan orbituari Rosihan, kami juga menuliskan catatan singkat tentang beliau untuk anda. Seorang yang banyak menginspirasi kami dalam menulis orbituari.

****

Bagi penulis sendiri, pria yang memulai kariernya sebagai reporter Asia Raya pada 1943 ini, adalah inspirasi menulis artikel orbituari, baik yang diterbitkan di media lain maupun Harian Analisa sendiri Terus terang, secara pribadi kami tidak mengenal beliau. Bahkan seumur hidup, kami hanya pernah melihatnya dari jauh ketika kampanye Presiden SBY 2004 di Medan.

Pengenalan kami tentang sosok yang istimewa ini hanya melalui televisi dan karya-karyanya. Secara lebih mendalam adalah melalui artikel-artikel orbituarinya yang khas. Artikel orbituari putra seorang Demang di Sumatera Barat ini bersumber dari ingatannya yang tajam yang memberi memberi kesan pribadi yang kuat—sesuatu yang belum banyak diungkap di media.

Dari berbagai sumber, penulis mengetahui bahwa pekerjaan ini sudah dimulainya sejak 1960-an, dan menerbitkan karya pertamanya di harian Pos Kota. Belakangan, beliau penulis banyak membaca orbituari tokoh-tokoh nasional yang ditulisnya di harian Kompas.

Alasannya memilih untuk menulis obituari itu sendiri memang cukup unik. Di era Orde Baru, pandangan politiknya sering beroposisi dengan Soeharto. "Daripada saya bingung cari bahan untuk menulis politik, ketika itu paling aman menulis obituari," kata Rosihan, sebagaimana dikutip dari Jawa Pos beberapa tahun lalu yang diposting di http://koyyak.blogspot.com/2008/06/rosihan-anwar-wartawan-senior-spesialis.html

Seunik alasannya menulis orbituari, membaca orbituari Rosihan memang memberi kesan cukup unik, baik dari isi tulisannya serta caranya menulis.

Dalam pengakuannya di berbagai media, Rosihan menulis dengan mesin tik tua kesayangannya yang sudah berusia lebih dari 40 tahun. Dan, laginya dia menulis hanya dengan ingatan, tanpa banyak referensi atau dokumen.

Pengalamannya yang menarik adalah kalau seorang tokoh meninggal sore hari dan besoknya sudah harus terbit. Dia hanya butuh dua jam untuk mempersiapkannya. Hanya seorang yang punya pengalaman dengan tokoh, daya ingat yang kuat, kemampuan menyusun outline yang baik, serta cara menulis secara cermat dan sistematis, yang mampu melakukannya. Apalagi, yang meninggal adalah seorang tokoh nasional.

Rosihan memang punya ingatan kuat dan menyimpan banyak kisah dari para pelaku sejarah. Dia menggali hal-hal yang belum banyak diketahui orang tentang tokoh tersebut.

Keistimewaan orbituari mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) (1968-1972) ini juga terlihat dari gaya berceritanya. Bagi anda yang pernah membaca orbituarinya, maka kesan pertama adalah orbituari dengan gaya bercerita (story dengan tekanan pada kesan personalnya atas seseorang tokoh yang ditulisnya semasa hidup.
Konon, ilmu menulis orbitari itu banyak diperolehnya ketika belajar selama dua bulan di School of Journalism, Columbia University, New York, Amerika Serikat, pada 1954.

Berbeda dengan seorang penulis orbituary di The New York Times, koran yang terkenal dengan kolom orbituarinya itu—para penulisnya sudah memiliki peralatan serba canggih dan bank data terlengkap di dunia. Para penulisnya banyak mengandalkan arsip-arsip artkel yang tentunya jauh dari kesan pribadi.

Sebagai penulis tetap SKHU Kompas, Jakoeb mengakui keunggulan almarhum. "Selalu ada kerangka dengan dimensi lebih mendalam. Ditambah bakat sastranya yang bagus membuat tulisan semakin menarik," ujarnya kepada Metro TV.
Sebagai seorang wartawan, Rosihan hanya dibekali dengan pendidikan setara SMA (lulusan AMS Yogyakarta). Tapi, rekaman peristiwa yang melekat dalam memorinnya sungguh luar biasa. Tidak salah kalau Tasrif menjulukinya sebagai foot note history, salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang penulis orbituari.

Selain itu, Rosihan memiliki latar belakang sastra dan budaya yang kuat. Tidak heran, kalau karya orbituarinya memang khas dan mungkin sulit mencari tandingannya di bidang ini.

***

Di balik penulisan orbituari, tentu pengalaman Rosihan sebagai wartawan dan bidang-bidang lainnya menarik untuk disimak sebagai sebuah teladan bagi wartawan saat ini.

Setelah koran Pedomannya dibredidel Suharto pada 1974, pasa peristiwa Malari, Rosihan aktif sebagai penulis di media cetak. Selain menulis di media, Rosihan menulis artikel di berbagai media nasional maupun internasional serta memproduksi lebih dari 20 buku.

Kemampuan jurnalismenya tidak sebatas di harian nasional. Rosihan tercatat pernah menjadi koresponden harian The Age, Melbourne, harian Hindustan Times New Delhi, Kantor Berita World Forum Features, London, mingguan Asian, Hong Kong, The Straits, Singapura dan New Straits Times, Kuala Lumpur. Bahkan sejak tahun 1976. Sampai akhir khayatnya Rosihan Anwar adalah kolumnis di Asiaweek, yang berbasis Hong Kong. Juga kerap kami membaca tulisan-tulisannya di harian lokal yang berbasis di Medan.

Ayah dari tiga anak Dr. Aida Fathya Darwis, Omar Luthfi Anwar, MBA dan Dr. Naila Karima ini tidak hanya bersinar dalam karier jurnalistik. Sebagai jurnalis muda yang menikah dengan Siti Zuraida Binti Moh. Sanawi pada 1947 ini, sudah diperhitungkan kemampuan negosiasinya. Bersama tokoh-tokoh nasional lainnya, dia turut dalam delegasi Indonesia ke perundingan Meja Bundar yang menentukan nasib bangsanya pada Desember 1949.

Semasa menjadi wartawan dan mengelola Koran, kekaguman banyak orang atas Rosihan Anwar adalah keberaniannya menyatakan hal yang benar. Bahkan di zaman Orde Lama (1961) dan di zaman Orde Baru (1974) Koran Pedoman mendapat pembreidelan.

Pembereidelan pertama direhabilitasi pada 1968, setelah Soeharto berkuasa. Tetapi kemudian dibreidel lagi pada 1974, hanya satu tahun setelah Soeharto menganugerahkannya Bintang Mahaputra III. Tentu, hanya bilangan jari orang yang mau korannya diberangus demi kebenaran.

Selain itu, pria yang di masa perjuangan pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukit Duri, Batavia (kini Jakarta) ini, tidak tertarik pada kekuasaan, tetapi lebih pada pengembangan budaya di Negara ini.

Pria yang ditinggal istrinya Siti Zuraida pada 5 September 2010 lalu itu bersama Usmar Ismail, pada 1950 mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Dalam Film pertamanya, Darah dan Doa, ia sekaligus menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film Terimalah Laguku. Sejak akhir 1981, aktivitasnya di film adalah mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film sampai akhir hayatnya.

***

Pada 2007, empat tahun sebelum kepergian pria yang selama ini menjadi tempat berguru Jakob Oetama (pendiri Kompas), serta para tokoh wartawan senior di negara ini, PWI Pusat menganugerahkan penghargaan ‘Life Time Achievement’ atau ‘Prestasi Sepanjang Hayat’ dari PWI Pusat kepada Rosihan Anwar dan Herawati Diah. Keduanya aldah orang yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946. Sejumlah penghargaan lain pernah diterimanya, baik sebagai tokoh pers dan tokoh di bidang pengembangan budaya dan film.
Haji Rosihan Anwar, adalah tokoh pers Indonesia, sejarawan, sastrawan, bahkan budayawan. Entah apapun kita menyebutnya, dia adalah tokoh besar yang mewarnai sejarah perjalanan bangsa ini.

Bagi kita yang ditinggalkan khususnya bagi para penulis dan wartawan, kemampuan dan kemauan menulisnya, karya-karya besar yang tinggalkannya hendaknya tidak lekang oleh waktu. Tugas kita adalah menjadikannya sebagai teladan dan semangat berkarya, keberanian mengutarakan hal-hal yang benar.

Selamat Jalan Bung Rosihan, semoga jiwa kewartawanan dan kecintaan anda berbagi selama ini mampu dilanjutkan penerusmu!***

Penulis adalah penulis Biografi, tinggal di Medan.

Artikel di atas dimuat Harian Analisa, 16 April 2011.

Bisa juga di akses ke: http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92490:in-memoriam-rosihan-anwar-penulis-orbituari-handal&catid=78:umum&Itemid=131

Selasa, 05 April 2011

Kisah di Balik Banjir di Simalingkar: Donny Purba: “Ingat Ulang Tahun Istri, Saya Terbangun!”

Oleh : Jannerson Girsang

Selain kisah sedih, setiap bencana menghasilkan  pelajaran bagi para korban dan mereka yang turut membantu dan membaca kisahnya. Kisah pasangan Donny dan Benna adalah salah satu diantaranya.

Rabu, 30 Maret 2011

Apolonius Lase dan Kisah di Balik Penerbitan Kamus Li Niha

by Jannerson Girsang on Tuesday, March 29, 2011 at 1:28am
NIAS-BANGKIT.com — Mendengar penyusun Kamus Li Niha: Nias-Indonesia, Apolonius Lase, berbicara ibarat menimba air dari sumur yang tak habis-habisnya. Ia punya kisah hidup  mengagumkan, pengetahuannya luas, pengalaman hidupnya  menghasilkan teladan bagi siapa saja yang ingin  tegar  menghadapi kegagalan.  Ia terbiasa bekerja keras  dan selalu kepasrahan kepada sang Pencipta.

Selasa, 15 Maret 2011

20 Tahun Kemudian, 20 Years Later!

Menemukan laporan jurnalistik yang saya  tulis hampir 20 tahun yang lalu, terbetik rasa kerinduan mengunjungi lokasi-lokasi kejadian dan orang-orang yang pernah kutemui.Suasana, kesulitan lapangan kembali muncul. Andai aku bisa berkunjung ke sana lagi!

Rabu, 09 Maret 2011

Menjelang 28 Maret 2011

Mungkin tidak semua ingat apa yang terjadi di Nias pada 28 Maret 2005. Saat itu sekitar pukul 23.00, penduduk di sekitar rumah saya di Simalingkar, Medan, dikejutkan goncangan hebat, lebih hebat ketika tsunami Aceh terjadi sebulan sebelumnya. Goncangan ini menyebabkan penduduk yang ketika itu sudah terlelap atau beranjak ke peraduan berhamburan ke luar rumah dan bergabung bersama tetangga di tengah jalan di depan rumah. "Gempa-gempa...". Demikian teriakan penduduk di sana-sini. Malam itu meski goncangan begitu hebat, tetapi tidak ada kerusakan. Telepon terputus dan tidak ada diantara kami malam itu yang megetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Minggu, 27 Februari 2011

Menggantung Lonceng di Leher Kucing


PDF Cetak Email
Oleh : Jannerson Girsang
Tak terasa kita sudah memasuki 13 tahun era reformasi di negeri ini.

Isu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), aturan yang lemah dan penegakan hukum yang mandul, tiadanya transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dalam pengambilan keputusan publik, juga buruknya corporate governance, adalah inti perubahan yang dijanjikan di era reformasi saat menggulingkan Orde Baru.

Kamis, 27 Januari 2011

Belajar Bahasa Indonesia

Oleh : Jannerson Girsang

Belajar Bahasa Indonesia, lucu?. Tidak kawan!.

Banyak orang memandang sepele kalau kita bilang belajar Bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia harus dipelajari seumur hidup, sama dengan pengetahuan yang lain. Dia berkembang dan mempunyai aturan-aturan yang baku.

Raumanen: Novel yang Sangat Mengesankan

Oleh : Jannerson Girsang


Pernahkah anda terhipnotis oleh novel dan melupakan semua persoalan Anda?.


Saya bersyukur karena novel Raumanen bisa menjadikan pikiran saya jernih kembali dan menumbuhkan semangat belajar, keluar dari pikiran yang gundah dan sulit belajar. Sebagaimana anda tau, di awal 1980-an saya kuliah di Institut Pertanian Bogor yang menerapkan sistem SKS yang ketat. Anda menghadapi masalah, maka risikonya nilai jatuh dan bisa drop out. Kisahnya yang tidak dapat saya lupakan seumur hidup.

Awalnya, saya jalan-jalan ke sebuah toko Buku di perempatan depan kampus IPB menyeberang Jalan Pajajaran, Bogor. Di sana saya menemukan Novel Raumanen. Karena harganya tidak begitu mahal, dan bukunya tidak begitu tebal, maka saya pikir cocok sebagai bacaan selingan untuk mengusir pikiran yang tidak bisa berkonsentrasi belajar. .

Kata seorang teman, membaca novel adalah latihan memusatkan perhatian kita belajar pengetahuan. Dengan membaca novel kita dilatih untuk berminat memahami sesuatu secara utuh. Ada benarnya!. Bahkan bagi saya pendapat itu seratus persen betul.  Membaca Raumanen meluputkan saya dari pikiran yang kacau ketika itu. .

Hari itu adalah hari Sabtu. Jadi tidak ada perkuliahan. Sesampai di rumah, aku rebah di atas tempat tidur besi. Saya membaca novel itu sejak pagi hingga sore hari. Hanya istrahat untuk menerima tamu yang tak terjadwal, makan atau membersihkan kamar.

Saya tidak menghiraukan apapun di sekitarku. Bahkan bau kandang kambing yang selama ini mengganggu, tak berbau lagi. Saya terhipnotis. Lupa membaca buku lain, lupa PR, lupa kerumitan hidup. Novel itu berkisah seolah-olah terjadi di dunia nyata. Saya ditarik ke dalam alur pikiran atau ”ilusinya” Marianne Katoppo.

Mataku hanya tertuju pada kronologis cerita. Menghipnotis saya mengikuti alur cerita dari bab ke bab, mengundang emosi dan ingin melanjutkan membaca terus. Bahkan saya lupa membalik pendahuluan dan kisah akhir novel itu.

Novel itu berkisah tentang percintaan antara seorang gadis Manado dan Batak. Dekat sekali dengan latar belakang suku saya dan suku Manado merupakan lingkungan pergaulan di Bogor. Saat itu teman satu kos adalah mahasiswa asal Makassar. Jadi kisah pulau Celebes itu dekat denganku.  .

Kisah percintaan Raumanen si gadis Manado berusia 18 tahun dengan Monang, laki-laki (Batak) seorang insinyur muda begitu memukau. Raumanen patah hati dan akhirnya bunuh diri. Saya sangat sedih melihat nasib Raumanen yang cantik. Dia harus bunuh diri, setelah melalui pergulatan panjang. Kenapa harus bunuh diri? 

Hingga di akhir cerita, saya kaget!. Ternyata Raumanen—tokoh utama dalam novel itu, bercerita dari liang kubur, dan sudah lama meninggal.

Begitu melekatnya isi buku Raumanen, sama seperti mengingat khasnya bau kandang kambing di samping kamar kos. Mengingat Raumanen, saya teringat kepada kabaikan dan keramahan induk semang saya di Bogor, pak Maman. Pemilik rumah kos yang baik, keluarga tanpa anak yang rajin sembahyang, rukun dan suka memberi.

Novel Raumanen tidak terlalu tebal. Kalau tidak salah, paling 100 halaman lebih sedikit. Tapi novel itu benar-benar mengesankan sebagai sebuah pengalaman membaca yang mengasyikkan.

Sampai sekarang, kisah Novel Raumanen seperti baru saja saya baca seminggu yang lalu, padahal, itu sudah berlangsung lebih dari tigapuluh tahun.

Novel itu ditulis Mariane Katoppo, seorang penulis dan teolog, lulusan, STT, Jakarta (1977) dan Institut Oecumenique Bossey, Swiss (1979). Sebelumnya membaca novelnya, saya sudah membaca tulisan-tulisan Marianne Katoppo di Sinar Harapan. Walaupun saya sudah lupa isi artikel-artikelnya. Saya kagum atas wanita hebat itu, seperti saya juga mengagumi penulis Anne Bertha Simamora (Suara Pembaruan) dan Threes Nio (Wartawati Kompas).

Buat anda tau Novel Raumanen memenangkan sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta, 1975, lalu memperoleh hadiah Yayasan Buku Utama, 1977. Dan melalui novel itu pula, Marianne memenangkan SEA Write, hadiah sastra untuk sastrawan Asia Tenggara yang panitianya berpusat di Bangkok.

Mochtar Lubis, seperti dikutip Tempo, ''Penghargaan itu pantas dan tepat. Saya gembira, karena Marianne wanita Indonesia pertama, bahkan wanita ASEAN pertama, yang memenangkan hadiah tersebut.''

Membaca Novel memang sebuah pegalaman yang tak pernah terlupakan dan selalu mengundang inspirasi baru. Seperti kreatifnya penulis novel itu sendiri. .

Untuk lebih memudahkan anda memahami novel era 1970-an ini, bisa mendapatkan Sinopsisnya di : http://goesprih.blogspot.com/2008/02/sinopsis-raumanen-marianne-katoppo.html.


Jumat, 21 Januari 2011

Kampanye Minat Baca : Meneladani Pengalaman Membaca Para Tokoh

Oleh : Jannerson Girsang

 
Sumber foto: www.antaranews,com
 
Selama ini publikasi pengalaman membaca para pejabat dan tokoh kurang terpublikasi dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Padahal mereka adalah teladan atau panutan masyarakat, termasuk membaca. Kampanye meningkatkan minat baca tanpa menggali dan memasyarakatkan pengalaman mereka rasanya tidak lengkap.

Melirik sisi kecil pengalaman membaca Bung Hatta--Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, memberi kesan dalam pikiran kami betapa pentingnya pengalaman membaca seorang tokoh membantu meningkatkan motivasi minat baca masyarakat.. Beliau menjadikan membaca sebagai sebuah kegiatan penting dalam hidupnya, tidak sekedar menghimbau rakyatnya untuk membaca.

Membaca buku adalah segala-galanya, demikian pengalaman Bung Hatta!. Di dalam penjara yang sepi, buku menjadi pendamping setianya. Beliau memberi nilai yang tinggi terhadap buku. Buku hasil karyanya "Alam Pikiran Yunani" diberikan sebagai mahar ketika beliau meminang istrinya Ibu Rahmi..

Muhammad Hatta adalah mantan pejabat tinggi di negara ini. Kalau Muhammad Hatta adalah teladan dalam membaca, maka para pejabat, tokoh masyarakat di daerah juga seharusnya menjadi panutan dalam membaca buku, memiliki pengalaman yang memberi inspirasi mengundang masyarakat untuk membaca.

Artikel ini mencoba menggugah para pejabat dan tokoh, serta menghimbau lembaga berwenang memfasilitasi mereka dalam rangka mendukung kampanye meningkatkan minat baca melalui penggalian pengalaman membaca para pejabat, tokoh masyarakat yang menginspirasi.

***

Kalau kita melongok sekilas kebiasaan pemimpin dunia, maka dengan mudah kita mengetahui buku-buku yang dibacanya, kesaksian secara terbuka tentang buku-buku favorit mereka. Sebagai tokoh, mereka tidak terlepas dari kegiatan membaca buku. Mereka dikenal tidak hanya sebagai seorang pejabat, tetapi juga seorang yang gemar membaca buku dan memiliki kesaksian atas buku-buku yang mereka baca.

Bill Clinton dikenal sebagai seorang presiden yang mencantumkan buku favoritnya: One Hundred Years of Solitude, karya Gabriel Garcia Marquez, Bill Gates dengan buku The Catcher in the Rye, karya JD Salinger, Laura Bush: The Brothers Karamazov, karya Fydodor Dostoyevsky, Oprah Winfrey: To Kill a Mockingbird, karya Harper Lee.

Sayangnya, dalam pengamatan kami para pejabat dan tokoh-tokoh di daerah ini belum banyak mengungkap pengalaman membaca mereka baik di media maupun dalam pidato-pidatonya. Seolah semua prestasinya diperoleh dengan mendengar atau praktek di lapangan. Tanpa membaca!.

Kenyataan ini kami temukan saat melakukan searching di mesin pencari Google atau Yahoo. Dengan menggunakan kata kunci "pengalaman membaca para pejabat dan tokoh di Sumatera Utara" dan "minat baca para pejabat atau tokoh di Sumatera Utara". Di dunia maya, belum pernah seorangpun pejabat atau tokohpun di daerah ini yang mengungkapkan pengalaman membaca dan manfaat membaca dalam karier dan hidupnya.

Sementara artikel-artikel yang membahas minat baca para siswa dan masyarakat cukup banyak diungkap. Dengan menggunakan kata kunci: "Minat baca siswa Sumatera Utara yang rendah", "Minat baca pelajar Sumatera Utara yang rendah". "Minat baca masyarakat Sumatera Utara", kami menemukan puluhan bahkan ratusan artikel. Artinya, selama ini sisi para siswa dan masyarakatlah yang banyak disorot soal minat baca.

Artinya, kampanye minat baca masyarakat tidaklah lengkap tanpa disertai pengalaman, sebagai teladan atau model membaca. Bukan berati para pejabat kita tidak punya pengalaman atau tidak memiliki minat baca. Kami yakin, seorang pejabat atau tokoh seyogianya adalah seorang pembaca yang baik. Bisa jadi inilah wujud kealpaan kita pentingnya keteladanan, termasuk dalam hal membaca. Peran pata pejabat dan tokoh meningkatkan minat baca adalah melalui pengisahan pengalaman membaca. Karena mereka adalah panutan siswa, pelajar maupun masyarakat pada umumnya. Dua sisi yang perlu mendapat perhatian yang seimbang dalam mendukung kampanye meningkatkan minat baca. Masyarakat bukan objek penderita, mereka memerlukan keteladanan dari para pejabat dan tokoh-tokoh di sekitarnya.

***

Bisa dibayangkan betapa gencarnya kampanye minat baca, kalau disertai dengan pengalaman membaca para pejabat dan tokoh-tokoh yang berkisah tentang pengaruh membaca dan kisah sukses yang mereka capai. Pidato-pidato mereka akan terdengar merdu dan mengasyikkan. Media menyebarkannya hingga dibaca penduduk desa yang terpencil sekalipun. Masyarakat luas akan mendengar dan melihat secara nyata manfaat membaca.

Pengalaman membaca seorang pejabat (apakah Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala-kepala Perpustakaan, Dinas Pendidikan dan pejabat lainnya), termasuk tokoh-tokoh terkenal di tengah masyarakat merupakan teladan yang sungguh-sungguh dan nyata. Mereka adalah teladan yang dengan mudah akan ditiru masyarakat. Saya ingat, ketika gerakan mengolah ragakan masyarakat di zaman Orde Baru juga disertai dengan gerakan yang juga dilakukan oleh kantor-kantor pemerintah, termasuk tokoh-tokohnya.

Sekali lagi, kita yakin, para pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat di daerah ini adalah mereka yang gemar membaca, memiliki pengalaman membaca yang mampu menginspirasi pembaca. Hanya saja belum di publikasikan secara meluas. Kisah-kisah atau pengalaman membaca para pejabat dan tokoh mampu memberi warna lain bacaan masyaakat. Untuk mewujudkan kisah pengalaman para pejabat dan tokoh dalam rangka turut mendukung dan menginspirasi minat baca masyarakat, maka pelaksanaannya bisa ditempuh secara bertahap.

Pertama, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah melakukan inventarisasi para pejabat dan tokoh yang menonjol pengalamannya dalam hal membaca dan memiliki kisah yang menginspirasi para pembaca. (Silakan dibuat sendiri. Misalnya pejabat atau tokoh yang paling banyak membeli buku, mengunjungi perpustakaan, membaca buku serta aplikasinya dalam pekerjaannya dan mencapai sukses seperti sekarang ini). Paling tidak dalam tahun pertama bisa menampilkan dua atau tiga kisah di setiap Kabupaten/Kota. Kisah ini akan dikomunikasikan dalam peristiwa-peristiwa penting, serta diliput secara luas oleh media.

Kedua, mendorong media dan para penulis menggali kisah sukses seorang pejabat atau tokoh dengan menyertakan pengalaman membaca buku, serta pengaruh buku tersebut dalam kariernya, menghadapi permasalahan hidupnya. Lembaga pemerintah, media, penerbit buku sudah saatnya mempubilkasi atau menerbitkan citra seorang pejabat atau tokoh sebagai pembaca buku. Profil seorang perjabat atau tokoh hendaknya tidak hanya memandangnya dari sisi pencapaian fisik, seperti seperti mobil yang dipakainya atau dimilikinya, olah raga yang diminatinya, jenis dan kualitas pakaian, rumahnya atau merk jam tangannya. Mereka juga adalah pembaca buku dan belajar dari buku. Tanpa membaca buku, mereka tidak seperti sekarang ini!

Pengalaman mereka merupakan khotbah jitu untuk mengalihkan perhatian 66 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang masih lebih menyukai menonton televisi dari pada membaca untuk mengisi waktu luangnya Pepatah lama mengatakan, "Kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Kalau pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat tidak memiliki pengalaman membaca yang lebih menginspirasi dari masyarakat yang dibinanya, maka siapakah yang menjadi panutan?.

Para pejabat dan tokoh sudah saatnya bertanya sesama mereka, "Buku apa yang anda baca hari ini, mari kita beritahukan kepada masyarakat manfaat buku itu?". Mudah-mudahan ide ini semakin memperkuat strategi kampanye meningkatkan minat baca masyarakat kita. Hayo, siapa yang mau jadi modelnya?

Penulis adalah penulis Biografi, tinggal di Medan.

Dimuat di Harian Analisa 21 Januari 2011.

Bisa juga diakses ke http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=83220%3Akampanye-minat-baca--meneladani-pengalaman-membaca-para-tokoh-&catid=78%3Aumum&Itemid=131.

Rabu, 19 Januari 2011

Biografi: Menulis Fakta Mencari Makna: 10 Artikel Paling Diminati

Oleh; Jannerson Girsang

Sejak statistik counter dipasang pada Mei 2010, maka sampai hari ini (19 Januari 2011), artikel paling diminati (pageview tertinggi) adalah seperti urutan di bawah ini.