My 500 Words

Kamis, 25 Agustus 2011

Menyambut e-Procurement 2012

Oleh : Jannerson Girsang
 
Hati kami tergelitik membaca beberapa media yang membahas soal e-procurement, tender elektronik. Kok e-procurement itu katanya menghemat, tapi kenapa pelaksanaannya lambat? Rakyat harus menyadari bahwa e-procurement bukan hanya kemudahan pelaksanaan anggaran bagi pemerintah, tetapi kesempatan bagi rakyat menikmati anggaran bagi pembangunan di wilayahnya.
E-procurement sangat penting dan mendesak untuk diterapkan. "Pelaksanaan e-procurement mendesak untuk segera dilakukan karena akan mendukung pelaksanaan APBN," demikian Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia P. Nasution saat meresmikan Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di Jakarta 2009 lalu.

Masyarakat hendaknya tidak alpa mengawal penerapan e-procurement. Penerapan e-procurement ternyata memberi sumbangan signifikan dalam menghemat anggaran, dan pemerintah sudah menetapkan batas waktu 2012 melaksanakannya di seluruh kabupaten kota di Indonesia.

Menjanjikan Bagi Rakyat dan Good Governance

Menarik menyimak pernyataan Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Rahardjo di harian Analisa, 22 Juli 2011. Menurut Agus, saat ini e-procurement sudah diperkenalkan, tetapi baru diwajibkan penggunaannya pada tahun 2012.

Menurut Agus, hingga saat ini, proyek secara nasional yang sudah ditenderkan melalui e-procurement baru Rp 24 triliun. Kabar gembiranya, penerapan proses tender melalui e-procurement memberi sumbangan yang sangat signifikan. Sebab, menurut Agus, proses tender melalui e-procurement menghemat sekitar 17 persen anggaran belanja. Agus menyatakan sebelumnya, kebanyakan 17 persen anggaran tersebut habis dibagi-bagikan kepada pihak-pihak yang terkait tender.

Bahkan pengalaman di Kalimantan Timur, penerapan e-procurement menunjukkan angka penghematan yang lebih baik. Menurut Gubernur Kalimantan Timur, HM Aswin, Implementasi Elektronik Procuremen atau E-procurement (E-Proc) dapat menghemat anggaran hingga 25 persen, sekaligus mewujudkan terciptanya pemerintahan yang baik atau good governance.

Uraian di atas benar-benar memberi kesempatan besar bagi rakyat menikmati anggaran yang selama ini bocor di tengah jalan. Selain itu, dengan e-procurement memang akan memberi peluang penghematan anggaran, serta membatasi keleluasaan makelar-makelar proyek seperti Nazaruddin cs.

Sunggguh sebuah berita gembira bagi rakyat. Dalam bahasa rakyat, penghematan ini bisa membantu dana pembangunan berbagai infrastruktur yang kini banyak menunggu. Jalan-jalan di desa yang rusak, gedung-gedung sekolah yang hampir ambruk, mengganti jembatan yang masih terbuat dari pohon kelapa dan lain-lain.

Penduduk beberapa desa tidak menunggu lama lagi menghirup abunya jalan di musim panas, atau kubangan kerbau di musim hujan, karena aspalnya dan batunya sudah lepas-lepas. Penduduk di desa Dolok Marawa, Negeri Dolok akan menikmati jalan mulus. Rumah orang tua Bupati Nias Barat, di desa yang kami kunjungi bulan lalu belum mendapat aliran listrik bisa dialiri listrik.

Penghematan anggaran dengan penerapan e-procurement tentu akan membantu mewujudkan tekad pemerintah yang diungkapkan SBY baru-baru ini. "Yang hendak kita tuju bukan sekedar growth (pertumbuhan). Tapi makin baiknya atau meningkatnya standar kehidupan masyarakat, kesejahteraan masyarakat, equality of human life. Itu harus kita capai," tegas SBY saat membuka acara Indonesia International Focus on Indonesian Economy di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (21/7) (Analisa, 22 Juli 2011.

Sumut Tertinggal dari Jawa Barat

Anehnya, meski penerapan e-procurement dinilai sangat mengemat anggaran, namun pelaksanaannya di daerah ini masih memerlukan pengawalan dari masyarakat. Jangan sampai sistem yang dianggap menghemat ini, tidak dilaksanakan secara serius. Masyarakat harus mengawal tekad pemerintah menerapkan e-procurement pada 2012.

Melihat performansi pelaksanaan e-procurement di daerah ini, masyarakat Sumatera Utara belum saatnya berpuas hati. Sebagaimana diberitakan beberapa media baru-baru ini, pelaksanaan e-procurement di daerah ini dinilai sementara lambat. Sejak dilaunching pada 16 April 2009 yang lalu, baru 17 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di daerah ini yang menggunakan e-procurement. Di tingkat kabupaten dari 33 kabupaten/kota di Sumut, baru 9 yang telah memiliki SK Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Penerapan e-procurement di Sumut meski terus mengalami peningkatan tetapi jumlah proyeknya masih sedikit. Perkembangannya, 29 paket tahun 2009, 42 paket (2010) dan 97 paket tahun 2011 sehingga total ada168 paket per tanggal 15 Juni 2011.

Kita tentu iri melihat Provinsi Jawa Barat. Sumut masih kalah jauh dibanding provinsi itu yang sudah 100 persen persen kabupaten/kotanya menerapkan e-procurement. Jawa Barat juga merajai jumlah proyek yang ditender melalui e-procurement, mencapai 3.417 paket, bandingkan Sumut yang masih ratusan.

Masalah Teknis, Mindset dan Culturalset

Berbagai keluhan penerapan e-procurement di daerah ini masih terdengar, seperti belum maksimalnya pelayanan pengadaan atau tender secara elektronik, ketika melakukan download dokumen penawaran, kerap tidak dapat dilakukan menyusul sibuknya sistem informasi teknologi pengadaan elektronik itu sendiri (Analisa 14 Juli 2011).

Mulia P. Nasution, Sekjen Departemen Keuangan pernah mengungkapkan adanya persoalan mendasar dalam implementasi e-procurement di lingkungan instansi pemerintah yakni mewujudkan persamaan persepsi dan filosofi dalam rangka transformasi mindset dan cultural set di bidang pengadaan barang/jasa di lingkungan instansi pemerintah untuk mewujudkan pengadaan barang/jasa yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Sebuah tugas berat tentunya. Tapi itu adalah janji dan tekad pemerintah yang sudah diungkapkan ke publik. Masyarakat harus turut aktif mengawal dan menyambut e-procurement 2012, agar harapan penghematan seperti yang dijanjikan di atas tidak hanya sekedar isapan jempol.

Mari kita kawal penerapannya sebagai sebuah upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi secara konsisten mulai dari pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. ***

Penulis adalah Pegiat Sosial dan Kemasyarakatan, tinggal di Medan, juga penulis Biografi.

Artikel ini dimuat di Edisi Cetak Harian Analisa, 9 Agustus 2011.

Di Era Internet: Say No, to Plagiat!

Oleh : Jannerson Girsang

Berkembangnya mesin pencari (search engine) akan mempersempit persembunyian para plagiator khususnya mereka yang memasuki surat kabar atau koran online. Sayangnya aksi ini tidak pernah padam. Perlu kampanye: Say No more Plagiat di era internet!. Selain melanggar hukum, pekerjaan itu sungguh-sungguh tidak merepotkan penulis asli dan media.

Defenisi plagiat bisa dilihat di Kamus Bahasa Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Purwadarminta (2006). Plagiat, adalah mengambil atau pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat sendiri). Pelakunya disebut plagiator.

Di tengah kemajuan teknologi sekarang ini,  plagiator tidak perlu menunggu lama akan ketahuan. Barangkali hanya usai seminggu menikmati honor, kegiatannya sudah ketahuan!. Bahkan sebenarnya, sebelum naik cetak, hal tersebut bisa terdeteksi, kalau pengelola medianya jeli.

Aksi plagiat kini dengan mudah terdeteksi di internet, karena peralatan makin canggih. Misalkan anda mengcopy paste tulisan saya Catatan Ringan dari Bedah Buku Karya Penulis Sumatera Utara dari Jurnal Medan terbitan 29 Juli 2011, dan mempublikasikannya di media cetak yang memiliki media online. Anda tidak menyebut sumbernya, seolah itu karya Anda, maka anda tidak akan luput. Dunia ini menyebut anda plagiator. Para akademisi menyebutnya, “kegiatan tercela”.

Mencerahkan/Menghibur versus Mengejar Uang/Popularitas


Menciptakan karya tulis, berupa artikel, buku dll, merupakan kegiatan yang membutuhkan pengorbanan (keahlian, waktu, kesabaran, dan lain-lain). Menghasilkan sebuah tulisan seberapapun tinggi atau rendah kualitasnya, pasti melalui sebuah proses yang tidak sesingkat rasanya makan cabe, yang ces plang. Langsung terasa pedasnya, langsung dihasilkan tulisannya.. Butuh proses dan waktu!
Seperti diungkapkan Gunawan Muhammad, seorang penulis kawakan di negeri ini, para penulis mengawali kegiatan tulis menulis dari sebuah rasa resah atas keadaan di sekitarnya. Penulis terdorong menjembatani keresahannya itu. Jadi sebuah tulisan merupakan buah renungan seseorang yang berkeinginan mulia untuk menjelaskan, menawarkan solusi, atau hanya sekadar memperingatkan atas sesuatu bagi pembacanya.

Para penulis terdorong menulis karena keinginan mencerahkan dan menghibur sehingga berubah ke arah yang lebih baik. “Menulis tanpa berfikir hasil dalam arti sebuah hasil, tetapi memikirkan menulis dalam bentuk penemuan (discovery)”, pengalaman yang diungkapkan Gertrude Stein seorang penulis Amerika yang mempelopori perkembangan seni modern dan sastra Modernis.

Saya belum bisa membayangkan, kalau seorang penulis di daerah ini, menulis sambil membayangkan duit dan popularitas. Pengalaman kami, menulis untuk uang, belumlah rasional untuk kondisi saat ini sebagai pendorong orang menulis, apalagi di media lokal.

Mengingat keadaan itu, tentu perasaan miris akan menghingapi setiap penulis yang dengan susah payah, tapi seseorang sampai hati menjiplak karya, hanya dengan cara melakukan copy paste. Di atas keringat orang lain, mereka memperoleh popularitas.

Filter Makin Berlapis

Para ahli yang menjunjung tinggi nilai sebuah karya, semakin giat menciptakant alat yang bisa menangkal kegiatan para plagiator. Bahkan, saking canggihnya, sesama perusahaan mesin pencari sudah saling mengawasi. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Google berhasil mencatat bukti-bukti bahwa Bing menjiplak data pencarian Google.

Caranya sangat sederhana sekali. Dengan memasukkan kata-kata kunci yang berhubungan dengan artikel di atas ke dalam mesin pencari Yahoo, Google, Bing dll, artikel itu akan muncul. Di era intenet ini, menggunakan mesin pencari (search engine)  Yahoo, Google atau search engine lainnya bisa mendeteksi seluruh tulisan yang masuk di media online.

Kini, para penanggungjawab media lokal seperti Analisa, Medan Bisnis, Waspada, Berita Sore, Jurnal Medan, Sumut Pos, dan lain-lain bisa melakukannya sendiri.

Seorang penanggungjawab media yang jeli dan mau meluangkan sedikit waktu memasukkan isi artikel atau kata-kata penting ke kolom search di mesin pencari Google atau mesin pencari lainnya, maka menunggu beberapa setik, dengan cepat mampu menemukan apakah seseorang hanya mengutip, atau justru menjiplak secara utuh dari artikel aslinya.

Seorang editor akan dengan mudah mendeteksi seorang penulis yang memasukkan tulisannya di media yang terbit di Banda Aceh, Padang atau Palembang, sejauh artikel tersebut masuk di media online. .
Saringan deteksi aksi plagiat sudah semakin berlapis. Kalaupun seorang penulis asli atau penanggungjawab media tidak mendeteksinya, maka dengan akses yang luar biasa luasnya sekarang ini, ada saja orang yang menemukannya dan melaporkan dengan kesadaran sendiri.

Jadi, meski plagiator lolos dari pantauan pengelola media, masyarakat melalui surat pembaca masih saja bisa menyeleksinya. Masyarakat semakin aktif memantau sebuah artikel. Dari hasil pantauan mereka, tidak jarang surat protes  meluncur baik dari pembaca atau penulis aslinya.

Selain itu, sudah pula diciptakan alat mendeteksi tulisan jiplakan di internet. Sebut saja beberapa contoh seperti: http://www.plagiarismchecker.com, http://www.articlechecker.com/, http://www.plagiarism.org/, http://blogoscoped.com.

Kalau seseorang berlagak pintar dan menjiplak artikel dari The New York Time, Yomiouri Shimbun, Hsin Hua atau media utama dunia lainnya tanpa menyebut sumbernya dari media itu, maka pasti bisa dilacak dengan cepat, sebelum tulisan itu naik cetak.

Tidak hanya tulisan yang bersumber dari media, tulisan yang bersumber dari bukupun sama. Kini buku-buku sudah banyak yang online atau dikenal dengan e-book. Jadi seseorang yang menjiplak sebuah buku, bisa dilacak dengan judul buku dan isinya.

Plagiator Menikmati: Penulis Kecele, Media Meminta Maaf.Meskipun secara otomatis seluruh artikel atau tulisan yang masuk dalam media online tersambung dan dapat dibaca secara transparan di seluruh dunia, kegiatan plagiat masih terus berlangsung.

Tahun lalu, sebuah artikel saya berupa hasil pengamatan pelaksanaan upacara adat dengan judul “Huda-Huda dan Toping-toping” yang saya publikasi di blog saya sendiri, http://www.harangan-sitora.blogspot.com, dijiplak habis oleh sebuah lembaga kesenian terhormat di negeri ini tanpa menyebut sumbernya.

Setelah saya menyurati lembaga itu, mereka kemudian meminta maaf dan mencantumkan sumbernya dari blog saya. Saya tidak menuntut, karena lembaga itu melalui humasnya meminta maaf, dan saya tidak merasa dirugikan karena artikel saya tersebar luas. Hanya itulah upah seorang penulis—karyanya,pesannya bisa dibaca dan dinikmati orang lain.

Dari pengamatan kami di media-media internasional, nasional, regional kegiatan plagiat masih banyak ditemukan. Tidak sedikit artikel diterbitkan hanya dengan melakukan  copy paste dan memindahkan begitu saja sebuah artikel yang dipersiapkan susah payah oleh seorang penulis.

Peristiwa paling menggemparkan tahun lalu adalah ketika seorang guru besar menjiplak karya seseorang dan memuatnya di harian The Jakarta Post, harian berbahasa Inggeris terkemuka di negeri ini. Harian The Jakarta Pos harus memasang pengumuman di Media itu yang terbit Kamis 4 Februari 2010. Menarik sebuah artikel yang ditulis seorang profesor dari Universitas Parahyangan, Bandung yang dinilai menjiplak tulisan dari sebuah jurnal ilmiah Australia. (The Jakarta Post, 4 Februari 2010).

The Jakarta Post harus meminta maaf, dan si guru besarnya menikmati popularitas dan honor. Walau hanya untuk sementara waktu, karena akhirnya dirinya harus merasakan malu yang tak terhingga dan mendapat hukuman dari universitas tempatnya bekerja.

Media-media lokal di daerah ini juga masih menghadapi masalah yang sama. Saya sering bertemu dengan para editor di daerah ini yang masih mengeluhkan soal artikel yang dijiplak asli dari media lain. Dari pengamatan saya sejauh ini, kalau ketahuan, maka plagiator akan mendapat sanksi berupa peringatan dan akhirnya bisa sampai hukuman black list—tidak lagi dibenarkan menulis di media bersangkutan. Media sumber tulisan awalnya juga melakukan hal yang sama.

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca keberatan seorang penulis asli sebuah artikel di salah satu media lokal. Bayangkan, media itu sendiri harus meminta maaf, padahal yang melakukannya adalah seorang pemalas, seorang plagiator.

Kita memang tidak perlu berkecil hati, karena hal seperti ini tidak hanya terjadi di negara kita. Media-media asing juga acapkali masih memberitakan soal yang satu ini. Tidak hanya negara-negara yang terbelakang, tetapi juga terjadi di negara maju, bahkan orang-orang yang tingkat pendidikannya di atas rata-rata.  Bukan bermaksud memberikan pembenaran. Kita harus mengkampanyekan anti plagiat. Say no to Plagiat!.

Penutup

Jujur pada diri sendiri, jujur pada kemampuan sendiri, itulah kunci utama menulis di era internet sekarang ini. Tidak usah meniru-niru penulis yang hebat. Jadilah diri sendiri.

Menjadi penulis yang sukses tidaklah mudah. Mereka menjalani proses jangka panjang, untuk mendapatkan materi dan popularitas. Lihat Andrea Hirata, para penulis hebat lainnya seperti Arswendo Atmowiloto dll.

Program-program yang mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan mahalnya kreativitas dan apresiasi kepada penulis asli, perlu terus digalakkan. Kompetisi menulis buku, artikel, serta karya-karya kreatif yang selama ini terlupakan mungkin solusi yang jitu.!

Media, sebagai filter bagi para plagiator hendaknya memanfaatkan kemajuan teknologi ini untuk menyaring setiap tulisan yang masuk ke meja redaksi. Say No More Plagiat in Internet Era!.

Artikel ini dimuat di edisi cetak Harian Jurnal Medan, 4 Agustus 2011

Catatan Ringan dari Bedah Buku Karya Penulis Sumut

E-mail
Oleh: Jannerson Girsang   

Meski buku merupakan pengusung peradaban, produksi buku kita masih cukup rendah. Usaha-usaha mendorong produksi buku selayaknya mendapat apreasiasi. Sebuah catatan ringan mengikuti Bedah Buku dan Peluncuran Hasil Karya Pengarang Sumatera Utara, di Hotel Antares, Medan, 26 Juli 2011, kami sajikan bagi anda, sebagai sebuah bentuk apreasiasi.

Sekitar 75 orang peserta bedah buku yang dibuka Kepala Baperasda,Pemprovsu Nurdin Pane, SE, MAP, selama lebih kurang lima jam mendengar paparan, pembahasan dan diskusi tentang lima buku baru. Kelima buku itu adalah Ekstrak Sambiloto sebagai Anti Malaria (Dr Umar Zen), Mutiara Kota Kerang Tanjung Balai Asahan (Watni Marpaung MA), Langkat Mendai Tuah Berseri (Datuk OK Abdul Hamid), Adat dan Budata Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah/Sibolga (Syawal Pasaribu), Ramadhan di Hatiku (Muhammad Syukri Albani, MA).

Para penulis mempresentasikan bukunya, para pembahas menyampaikan saran dan kritiknya atas buku itu, lantas diskusi yang melibatkan para peserta. Demikian dilakukan secara bergantian oleh lima penulis tersebut.
Menarik, karena para penulis seperti Ali Murthado dan lain-lain yang juga dikenal sebagai penulis yang produktif di daerah ini, dan pesertanya yang terdiri dari para dosen, mahasiswa, para tkoh adat, agama dan masyarakat di daerah ini.

Memasuki ruang peradaban Sumatera Utara. Itulah perasaan saya berada di antara sekitar 70-an peserta, saat menghadiri acara Bedah Buku 5 Buku yang diselenggarakan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda), Pemprovsu itu.

Selama bedah buku berlangsung, saya kerap mendengar kata-kata “Bongak” dari Tanjungbalai, “Bulek Kato” dari Sibolga dan idiom-idiom daerah yang sungguh-sungguh lucu terdengar dan disambut gelak tawa dan riang para pengunjung. Pantun-pantun Melayu nan bermakna serta enak didengar membuat suasana segar. Rasanya beberapa jam terlepas dari pembahasan hiruk pikuknya berita korupsi di negara ini.

Buku yang ditampilkan cukup menarik. Meski tidak membahas seluruh budaya yang ada di daerah ini (karena hanya lima buku), tetapi rasanya di sana kita serasa berkaitan satu dengan yang lain. Ketika Watni Marpaung mempresentasikan bukunya tentang Tanjungbalai, maka dia tidak terlepas membahas penduduk Simalungun, Tapanuli, Karo, Mandailing dan berbagai suku lain.

Berbagai suku di Sumatera Utara sudah kawin-mawin dengan suku-suku di hampir seluruh wilayah ini. Hal ini mampu membangkitkan perasaan saya sebagai warga Sumatera Utara. “Kami berasal dari Tapanuli, tetapi sudah beberapa turunan tinggal di Tanjungbalai,ujar Watni.

Bedah buku seperti ini memberikan pemahaman asal usul, budaya, agama, adat serta potensi daerahnya. Bahkan peserta juga disuguhi dengan potensi obat-obat herbal yang banyak tumbuh di daerah ini, yakni Sambiloto. Melalui bedah buku seperti ini, peserta sedikitnya akan mendengar dan memahami secara umum budaya suku-suku di luar sukunya sendiri.

Sebuah pembelajaran berinteraksi dengan sesama warga Sumatera Utara—memahami perbedaan dan merasakannya sebagai sebuah kekayaan. Saya berfikir lebih jauh, andaikata bedah buku dan diskusi seperti ini bisa dikembangkan melibatkan lebih banyak masyarakat dan meningkatkan frekuensinya, alangkah indahnya provinsi ini.

Patut menjadi catatan, bahwa bedah lima buku berlangsung kurang dari  5 jam. Waktu memang menjadi pembatas untuk mendiskusikan beberapa hal yang memerlukan pembahasan secara lebih mendalam. Bayangkan, sebuah buku dipresentasi oleh penulisnya dalam waktu 15 menit, kemudian dibahas dua puluh menit dan kemudian dilakukan diskusi.

Terlepas dari soal di atas, hal menggembirakan adalah antusias para undangan yang terdiri dari para penulis, peminat buku, peminat perpustakaan, tokoh agama, sejarawan dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Utara itu. Ternyata minat peserta atas pembahasan sejarah dan budayanya cukup tinggi.

Akibatnya, permintaan tambahan waktu dan dalam setiap sesi tak bisa dihindari. Bahkan peserta tidak kebagian waktu bertanya. “Waktunya habis dan kita masih membahas beberapa buku lagi,”demikian pembawa acara senantiasa mengingatkan.

Banyak kritik yang dilontarkan kepada para penulis. Diantaranya soal desain, isi dan judul, editing yang belum dilakukan secara benar.

Ada hal yang cukup lucu. Semua buku didesain sendiri oleh penulisnya. Penulisnya merangkap disainer baik sampul maupun isinya. Mungkin juga karena mahalnya biaya desain.

Padahal, menurut Ali Murthado, sampul sangat menentukan sebuah buku agar diminati pembaca. ”Meski isinya bagus, tetapi kalau desain sampulnya tidak menarik, maka pembaca tidak akan tertarik,”ujarnya saat tampil sebagai pembahas buku Ramadhan di Hatiku.

Para pembahas dan peserta banyak mengritik kaidah-kaidah penulisan buku. Mulai dari judul yang belum mencerminkan isi buku. ”Buku ini bukan buku sejarah, karena sejarahnya hanya satu halaman dari sekian halaman buku,”ujar salah seorang dosen sejarah dari sebuah perguruan tinggi, saat mendiskusikan buku Mutiara Kerang Tanjung Balai Asahan: Mengungkap Sejarah Asal Usul Nama, Kesultanan, Adat Istiadat, Tradisi, Makanan Daerah, Kesenian, Pendidikan dan Sosial Budaya.

Cuma banyak hal-hal yang masih terlupa oleh penulis. Ada buku yang dikritik karena alpa menuliskan sumber tulisan, padahal penggalan kisah yang ditulisnya besumber dari tulisan orang lain. ”Kita bisa bingung nantinya, apakah kisah itu sudah ditulis orang lain atau baru pertama kali ditulis,”ujar seorang ahli sejarah dari sebuah perguruan tinggi di Medan.

Mendengar kritikan itu para penulispun tidak mau kalah. ”Saya memang belum penulis profesional, tetapi kalau tidak sekarang dimulai, kapan lagi tulisan saya bisa dinikmati pembaca,”ujar Datuk OK. Abdul Hamid, penulis buku Langkat Mendai, Tuah berseri.

Tulis, cetak, terbitkan dulu, soal kekurangan bisa diperbaiki. Demikian kira-kira pendapat sebagian besar penulis yang tampil kali ini. ”Kritik itu akan mendorong kami untuk memperbaiki penerbitan selanjutnya,”ujar kelima penulis menghargai semua kritikan para peserta dan pembahas.

Terlepas dari semua kekurangannya, penerbitan buku dan bedah buku yang disponsori oleh Baperasda ini diharapkan memberi dorongan para penulis menerbitkan buku dengan konten lokal yang ditulis penulis daerah ini. . “Kita memberi insentif kepada penulis dan biaya cetaknya,”ujar Chandra Silalahi menjelaskan bentuk dukungan yang dilakukan lembaganya.

Syawal Pasaribu, penulis buku Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah/Sibolga, dalam kesempatan itu, mengaku tidak mungkin menerbitkan bukunya tanpa bantuan Baperasda. Bukunya sudah selesai dua tahun lalu, tetapi dia kesulitan mencai penerbit dan biaya mencetak bukunya.

Menurutnya belum banyak pihak yang mau mendukung penerbitan buku-buku konten lokal, apalagi budaya atau sejarah. Dia mengaku pergi kesana kemari meminta bantuan untuk menerbitkan dan mencetak bukunya. “Padahal, sebagai penulis, saya tidak memiliki cukup uang untuk biaya penerbitan dan cetaknya,” ujar Syawal.

Lima buku yang sudah dibedah itu sudah berada di tangan para peserta. Kisah tentang buku dan diskusi tersebut akan menyita sedikit waktu di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Ribuan buku akan dipajang di rak-rak buku perpustakaan yang terdapat di berbagai kota yang siap disantap para pengunjung perpustakaan atau sebagian dibagikan kepada masyarakat umum.

Bedah buku semacam ini akan memberikan dorongan kepada Pemda-pemda di seluruh provinsi ini untuk memperhatikan karya-karya penduduk yang selama ini terdokumentasi belum dalam bentuk buku. Usaha seperti ini akan mendongkrak jumlah buku yang siap saji bagi masyarakat yang saat ini masih sangat rendah. Memang, harus diakui bedah buku ini menambah jumlah buku yang belum signifikan, mengingat produksi buku secara nasional  yang cukup rendah. Meski jumlah penduduk kita 250 juta, setiap tahun buku yang diterbitkan baru mencapai 10.000 judul. Sekadar untuk perbandingan, Vietnam setiap tahun menerbitkan 15. 000 judul buku, Jepang 60.000 judul, China 140.000 judul buku pertahun.

Semoga usaha-usaha seperti ini bisa terus dilanjutkan di tahun mendatang dan mampu merangsang para penulis daerah ini menulis karya-karya dengan konten lokal yang akan memperkaya warisan budaya yang terdokumentasi dan memperkaya khasanah perbukuan di daerah ini.

Artikel ini dimuat di Edisi Cetak Harian Jurnal Medan, 30 Juli 2010.

Pemicu Ide Menulis

Oleh : Jannerson Girsang.  
 
Suatu ketika Anda pasti pernah kehilangan ide menulis artikel
dan membutuhkan alat-alat pemicu, layaknya jantung yang lemah butuh alat pacu.
Meski sudah menulis selama bertahun-tahun, tetapi saya masih tetap menghadapi kebuntuan memperoleh ide menulis, karena pemicu untuk menulis tidak kunjung muncul ke permukaan. Meski ide muncul, masalahnya tidak sampai memenuhi unsur-unsur yang layak dijadikan sebagai artikel—unsur kebaruan atau sedang hangat dibicarakan, mampu mencerdaskan dan menghibur, atau memberikan solusi memecahkan masalahnya sendiri serta lingkungan.

Apa yang harus dilakukan?. Banyak trik yang disodorkan para ahli. Berikut ini beberapa tips yang bisa memunculkan ide awal anda memulai menulis. Langkah-langkah ini kami sajikan berdasarkan pengalaman menulis selama delapan tahun terakhir. Semoga bisa memicu ide Anda menulis dan bila anda punya pengalaman lain tentu bisa saling melengkapi.

Membaca Buku

Membaca buku How To Run Writing Business, karya Herman Holtz memberi pengetahuan kepada saya tentang pengalaman seorang penulis terkenal. Bagaimana penulisnya seorang berlatar belakang teknik mampu menjadi penulis yang luar biasa. Saya terinspirasi idenya tentang peluang bisnis jasa penulisan cukup besar, namun baru sedikit penulis yang meraih sukses. Ada kontradiksi, dan pasti menarik!

Karena saya belum sukses, maka bersama pembaca ingin belajar dari penulis buku itu. Lantas saya mengembangkan ide di atas. Bagaimana menulis dan memasarkan tulisan. Saya berhasil menulis artikel: "Berguru dari Para Penulis Sukses (Harian Analisa, 11 Juni 2010)".

Anda bisa membaca buku dengan topik lain. Bisa saja anda membaca buku yang lain dengan topik yang lain. Masalah kesehatan misalnya. Kalau dalam sebuah buku anda mendapatkan data tentang kandungan pestisida yang berbahaya dalam kentang. Ide itu bisa dikembangkan menjadi "Awas, ternyata di dalam kentang ada pestisida yang mengandung banyak bahan kimia mematikan!".

Membaca Koran dan Majalah

Koran dan majalah merupakan ladang informasi. Anda bisa menemukan hal-hal baru yang up to date di sini. Misalnya, di koran ditulis berita terbaru mengenai Keong Racun. Dua orang mahasiswi yang mengunduh lypsinc di YouTube.

Ternyata dua orang itu menjadi sangat terkenal. Lalu muncul ide, ternyata di dunia internet sekarang ini orang yang tidak dikenal sebelumnya bisa dalam beberapa hari menjadi terkenal, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh jagad raya ini. Sesuatu yang baru dan menarik bagi pembaca. Kami akhirnya mengembangkannya menjadi sebuah artikel: "Keong Racun" dan Maknanya bagi Kita Analisa, 10 Agustus, 2010.

Jadilah sebuah artikel.

Mengunjungi Website

Di era gelombang baru (new wave era) ini, kita menemukan sumber informasi yang tidak terbatas. Bagi Anda yang ingin mencari berita dan penemuan-penemuan baru yang diterbitkan di suratkabar online, silakan mengunjungi website ini: http://www.onlinenewspapers.com/. Anda bisa mengunjungi The Wall Street Journal, Time, Asia Wall Street Journal, Bangkok Post, China Post dan puluhan ribu surat kabar online di seluruh dunia.

Secara rutin, saya mengakses website yang menyebut dirinya sebagai The No 1 Newspaper Directory itu. Melalui website ini, saya bisa menjelajah ribuan surat kabar di berbagai belahan dunia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia Pacifik, Asia Tenggara, Amerika Tengah, Afrika. Puluhan surat kabar dalam negeri bisa anda temukan melalui website ini. Anda bisa memperoleh informasi yang bisa menumbuhkan ide menulis di sana.

Mengunjungi website ini saya terinspirasi menulis artikel tentang surat kabar online, yang berjudul: Menyambut Hari Pers 9 Februari 2010: Media Online Dunia (Analisa, 9 Febrari 2010). Topiknya sendiri adalah tentang website itu. Bagaimana di era internet ini, kita bisa mengunjungi puluhan ribu surat kabar melalui satu website.

Banyak website lainnya yang bisa menggugah ide anda untuk menulis. Demikian juga Facebook, Twitter dan jejaring sosial lainnya merupakan sumber pemicu ide anda untuk menulis.

Menonton Televisi dan Mendengarkan Radio

Televisi dan radio merupakan sumber informasi yang melimpah, seperti berita, gosip artis, korupsi dan lain sebagainya. Anda bisa merangkumnya atau bahkan menggali informasi tersebut dari berbagai sumber lain di internet, lengkap dengan fotonya, lalu dirangkum jadi sebuah artikel yang wah…!

Menyaksikan televisi menyiarkan Gunung Sinabung meletus tengah malam 29 Agustus 2010 membuat kami terhenyak sejenak. Apa ya?. Saat itu kami sedang berkunjung ke tempat kos anak-anak kami di Depok, 1500 kilometer dari tempat kejadian.

Berita itu begitu menarik.Pasalnya, Gunung Sinabung tak jauh dari desa tempat saya dilahirkan. Muncul kekhawatiran. Bagaimana dengan orang tua saya di kampung?. Rasa khawatir, bisa menimbulkan ide setelah menonton sesuatu di televisi.Akhirnya, saya menulis artikel : Gunung Sinabung "Babak Baru" dan" Bukan Peristiwa Biasa" (Harian Sinar Indonesia Baru 4 September 2010).

Dengan menonton televisi saya bisa mendapatkan ide menulis tentang Pemilu dan Asian Idol dengan judul: Asian Idol dan Pemilu "Budaya Mengakui Kekalahan" (Analisa, 6 April 2009

Mengamati Sekeliling Kita

Di sekeliling kita banyak sekali ide yang bisa dijadikan bahan tulisan. Misalnya, saat saya berjalan-jalan ke museum Jayakarta di Jakarta. Saya sangat terkesan dengan minat anak-anak di Jakarta yang lebih menyukai berkunjung ke Plaza dari pada ke museum. Nah, kesan saya terhadap anak-anak tersebut bisa menjadi ide untuk menulis. Saya akhirnya menulis artikel: Bermain, Rekreasi dan Belajar Anak :Tidak Cukup Hanya ke Mall (Analisa, 20 Juli 2011).

Bertemu Orang-orang

"Ketika api semangat anda padam, maka pertemuan dengan orang-orang akan menyalakan kembali api semangat Anda!". Tinggalkan rumah atau kantor anda, bertemulah dengan orang-orang atau hadirilah pertemuan-pertemuan penting berhubungan dengan topik yang anda tulis. Ide menulis bisa dipicu oleh orang-orang yang kita temui, atau pertemuan yang kita hadiri. Dengar apa yang dibicarakan di tempat anda bertemu.

Pertemuan saya dengan tiga orang penulis, Muhammad TWH dari Medan memasuki usia 78 tahun, St Japiten Saragih dari Desa Pematangraya, Simalungun, berusia 74 tahun dan Haji Arifin 69 tahun dari Kota Tanjung Balai, menghasilkan ide menulis artikel tentang-orang-orang yang tidak berhenti menulis.Pertemuan itu sendiri saya tulis dengan judul: Catatan Ringan Pertemuan Penulis Pembaca Sumut: Menulis Sampai Uzur (Analisa, Sabtu 6 Nopember 2010 Hal 13).

Membuka Kembali Artikel yang Pernah Ditulis dan Arsip/Kliping

Dengan membaca kembali artikel Anda bisa mengundang ide baru muncul. Oleh sebab itu simpanlah artikel yang pernah ditulis di tempat yang mudah ditemukan. Ketika saya hendak menulis artikel Menyambut Hari Kartini 2009: "Kartini Baru dan Keterwakilan Perempuan" (Analisa 21 April 2009), saya harus membuka kembali beberapa data dari artikel saya sebelumnya, Selamat Datang 2008: "Tahun Kebangkitan Politik Perempuan" (Analisa 11 Januari 2008). Selain itu, arsip dan kliping koran sangat berguna untuk memicu ide, sekaligus menyediakan data yang diperlukan.

Penutup

Langkah-langkah di atas menolong anda memicu ide sekaligus sebagai bahan dasar menemukan perumusan masalah, bahan awal penulisan, membimbing anda untuk langkah penulisan artikel selanjutnya.

Buatlah komitmen untuk menulis satu artikel secara teratur (walau tidak langsung dimuat, mungkin untuk sementara konsumsi sendiri). Lakukan kombinasi alat pemicu di atas, niscaya tidak ada jalan buntu bagi Anda menulis artikel secara reguler. Semoga!***

Penulis adalah Penulis Biografi dan artikel di berbagai media.

Artikel ini dimuat di Harian Analisa Cetak, Jumat 29 Juli 2011.

Selasa, 23 Agustus 2011

Cara Adikku Mengatasi Single Parent

Menjadi single parent ternyata tidak menyenangkan dan tidak mudah menghadapi masalahnya. Hampir empat tahun adikku Parker menjalani hidupnya dengan single parent, selama itu dia mempertimbangkan memiliki istri, tetapi bukannya memperoleh pengganti istrinya yang sudah meninggal, malah menyusul istrinya tinggal bersama di Taman Pekuburan Umum Perwira Bekasi.

Sekitar April 2009, di rumahnya di Kompleks Perumahan Permata, Bekasi, saya berbicara dengan almarhum adikku Parker Girsang yang ketika itu sudah ditinggal istrinya sejak  Februari 2006. Tiga tahun sudah, dirinya mengurus tiga putri kami yang masih kecil-kecil, Christin, Hilary Valeria dan Trisha Melani.

Pembicaraan kami begitu serius dan berlangsung lebih dari tiga jam. Topiknya adalah seputar masalah yang dihadapinya sebagai single parent. Ketika itu, keluarga berniat membujuk agar dirinya menikah kembali. Mengingat tiga putri kami saat itu masih membutuhkan perhatian dari seorang ibu, meskipun pengganti.

Dari pembicaraan itu, saya sedikit memahami masalah yang dihadapi seorang laki-laki menjadi single parent. "Semua harus diputuskan sendiri, tidak ada teman curhat dan diskusi. Susah mengusir kesepian" ujarnya ketika itu.

Dia sendiri merangkap sebagai tulang punggung ekonomi—saat itu dia memiliki perusahaan ekspedisi yang mengirim barang ke berbagai tempat di Jawa. Dia mengendalikan bisnisnya dari rumah dan hanya waktu-waktu tertentu saja ke luar rumah. Sehingga dia masih bisa mengurus anak-anak berangkat ke sekolah atau pulang sekolah. Mengantarnya ke less atau ke tempat latihan menyanyi. Kebetulan ketiga putri kami itu punya bakat menyanyi.

Usaha ekspedisi itu tak selamanya berjalan lancar. Kadang berbulan-bulan tidak memperoleh orderan. Ini yang membuatnya sering mengeluh. Sebaliknya suatu ketika banyak orderan sehingga menguras tenaga untuk memenuhinya. Kondisi seperti ini juga membuat tubuhnya capek dan lemah.

Masalah yang paling pelik dihadapinya adalah kalau ada urusan di luar rumah yang berhubungan dengan bisnisnya. Misalnya, godaan dari para gadis, apalagi mengetahui dirinya sudah duda. Menurutnya, ada yang bersedia menjadi istri, ada juga hanya sekedar sebagai teman curhat.

Selain itu, dia juga menghadapi masalah kalau bertamu ke rumah orang sendirian, apalagi yang di rumah hanya tinggal ibu rumah tangga. “Banyak gossip bisa berseliweran,”ujarnya.

Sementara bisnisnya memerlukannya melakukan lobby ke luar, di lain pihak anak-anaknya membutuhkannya berada di rumah, di saat anak-anaknya pulang sekolah. “Saya tidak bisa sebebas kalian yang memiliki istri,”katanya.

“Saya juga punya keinginan untuk menikah, tetapi pertimbangannya banyak. Tidak mudah mencari wanita yang saya dan anak-anak mencintainya,”ujarnya ketika itu. Terus terang, katanya, ada beberapa orang yang mau menjadi istrinya, bahkan rela membantu keuangan keluarga.

Masalahnya, ternyata tidak semudah itu. Uang atau materi dalam perkawinan bukan hal utama. Tetapi kasih sayang dan perhatian. “Saya takut menikah, karena takut anak-anak tidak mendapat kasih sayang seperti yang sekarang saya berikan,”ujarnya

Ketika itu saya mencoba agar dirinya tidak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya. Tetapi lebih berani menghadapi tantangan dan mengambil keputusan. Jawaban terakhirnya: “Ya saya akan menikah, tetapi bukan sekarang”.

Suatu ketika dia memberitahukan kepada kami keluarga bahwa dirinya sudah memiliki seorang pendamping, yang baik dan menurut anak-anaknya sudah cocok. Mereka sudah sering pergi bersama-sama dan tampaknya hanya soal waktu.

Akan tetapi, rencana manusia berbeda dengan rencanaNya. Sekitar Maret 2010, adik saya dinyatakan dokter terserang kanker nasofaring. Kata dokter penyakit itu merupakan tumor ganas berada di daerah belakang hidung dan esofagus. (http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/12/kanker-nasofaring-kenali-hindari-dan-obati).

Tiga bulan berikutnya, setelah dirawat di Rumah Sakit Cikini, dia tidak bisa bertahan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya 17 Juni 2010, beberapa bulan menjelang usianya genap 48 tahun. Dia lahir 16 Agustus 1962. Sedihnya luar biasa.  Gelap sekali rasanya.

Inilah cara adikku mengatasi masalahnya sebagai seorang single parent. Kesulitannya berakhir dengan sendirinya. Masalahnya, tiga putri kami yang cantik-cantik Christin (kini kuliah di Universitas Indonesia, Hilari Valeria (SMA), Trischia Melani (SMP). Adikku menyerahkan Tuhan mengatasi masalahnya. Anak-anaknya kini memiliki ayah dan ibu mereka yang baru, dan lebih lengkap. Saya dan istri saya. Adik-adik saya dan beberapa keluarga turut membantu mereka. Kini mereka tinggal bersama namborunya Masdalinda Girsang di Bekasi.

Mereka juga mendapat dukungan finansial dari keluarga Juniverts Girsang, Junimart Girsang SH dan Dr Waldensius Girsang. Keluarga yang penuh perhatian.

Semoga kisah ini menginspirasi rekan-rekan saya yang kini sedang memilih atau terpaksa menjadi  single parent, baik sebagai ibu dan ayah, berjuanglah untuk anak-anak. Anda  sangat penting bagi mereka. Mereka tidak hanya membutuhkan materi, tetapi lebih dari itu. Tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang anda bagi mereka anak-anak anda!.

Kiranya teman-teman tidak lupa mendoakan kami, seluruh keluarga berjuang bagi mereka. Kami yakin, Tuhan tidak akan memberikan beban di luar kemampuan kami.

Bagi rekan-rekan yang masih memiliki pasangan yang utuh, sayangilah pasangan anda segenap hati. "Hanya berfungsi sebagai patung sekalipun istri anda, itu sangat berarti,"ujar adikku ketika itu.

Ketika mereka tidak ada, maka anda akan mengalami kesulitan yang luar biasa. Tidak mudah menggantikan  pasangan yang anda miliki sekarang.

Kepada anak-anakku Christin, Hilda Valeria, Trisha Melani, tetap semangat dan belajar dengan tekun. Christin akan menjadi sekretaris, Hilda bercita-cita jadi psikolog dan Trisha akan menjadi seorang dokter. Pertemuan kita 16-17 Agustus lalu di Jakarta membuatku bertambah semangat melihat kalian semua tegar.

"Kita sudah melewati masa-masa tersulit".  Mari terus saling menguatkan dan berkomunikasi dengan baik. It will be great when the time comes!. Salam manis dari bapatua di Medan.

Selasa, 02 Agustus 2011

Pelangkah



Pengantar dari Admin. 

Bagi masyarakat Batak, orang yang menikah mendahului kakak atau abangnya wajib membayar "uang pelangkah". Cerpen ini mengisahkan nasib seorang perempuan yang sudah tiga kali menerima "uang pelangkah". Artinya, sudah tiga kali adiknya menikah melangkahinya, sementara dirinya yang sudah berusia 33 tahun belum mau menikah. Dia tidak peduli dengan kondisi yang tidak membanggakan orang tuanya itu. Dengan sedikit imaginasi penulisnya, cerpen ini begitu menyentuh, ketika dirinya harus berbuat nekat. Kisahnya sangat menarik. Penulisnya Lucya Chriz berhasil meangkhiri cerita klimaksnya dengan imaginasi yang menyentuh. Silakan menikmatinya!

Oleh : Lucya Chriz


Entah sudah berapa menit waktu yang dibuang Martha hanya untuk mengamati ponsel di tangannya. Benda pintar itu telah terdiam sejak tadi, namun ucapan Mamaknya terasa masih berhamburan di sekelilingnya. Mamak memintanya untuk pulang lebih cepat hari ini. Hari ini saja.

Sudah tiga tahun belakangan Martha memang selalu pulang larut malam. Dokter berpostur tubuh mungil itu, lebih memilih untuk menunggui tempat praktek daripada harus menceburkan diri di tengah keluarganya. Tempat prakteknya hanya melayani pasien hingga pukul 21.00WIB, tapi Martha selalu punya alasan untuk pulang ke rumah ketika jarum jam telah beranjak dari angka tertinggi.

Telinga Martha sudah terlalu tebal untuk mendengarkan teriakan Mamaknya yang menohok, pun saat tetangga-tetangga mulai melihatnya dengan sorot mata penuh tuduhan. Mereka terang-terangan menyiratkan tanya "Dokter apa yang buka praktek hingga subuh?" Martha tak pernah perduli dengan penilaian orang lain. Dia lebih mengerti dengan dirinya sendiri.

Kebiasaan Martha yang selalu pulang larut malam sesungguhnya bukan tanpa alasan. Tidak ada yang gratis di muka bumi ini dan dia pun menyadarinya. Mau tidak mau dia harus berkorban. Membayar mahal demi sekelumit kebahagiaan, sekalipun kebahagiaan yang diperolehnya itu semu.

Malam ini, Mamak memintanya untuk pulang lebih awal. Menghindar selama tiga tahun, ternyata tak ada gunanya. Sekarang, dia harus berhadapan dengan kenyataan yang seolah menyongsongnya pulang untuk segera dipasung dan dikungkung dalam sebuah penjara bernama: adat-istiadat.

Martha melangkah gontai memasuki rumah. Seperti sudah diduganya sejak tadi, di ruang keluarga telah didapatinya Mamak, Ros adik perempuannya yang duduk berdempetan bersama suaminya, serta ito-nya, adik laki-lakinya yang bernama Ranto. Tanpa berucap sepatah kata pun Martha menghempaskan tubuh ringkihnya di atas sofa tepat di samping Mamak. Samar, diliriknya keempat wajah yang tengah mengamatinya.

"Martha, si Ranto mau kawin," tanpa basa-basi Mamak membuka pembicaraan. "Rencananya bulan depan," Martha tak menjawab. "Bagaimana denganmu?" tanya Mamak lagi karena Martha tak kunjung bersuara.

"Apa hubungannya denganku? Yang mau kawin itu, kan Ranto," suara Martha acuh.

"Apa hubungannya denganmu? Martha, si Ranto itu mau kawin bulan depan. Kau mau dilangkahi untuk kedua kalinya?" suara Mamak meninggi, marah. Tiga tahun yang lalu kejadian seperti ini telah pernah berlangsung. Ros menikah lebih dulu, melangkahi Martha kakaknya yang usianya lebih tua dua tahun.

"Enggak ada salahnya. Kalau Ranto memang mau kawin, ya kawin saja. Aku enggak ada masalah kok," Marta bersikukuh.

"Iya, kau enggak ada masalah. Tapi pernah kau pikirkan perasaan Mamakmu ini? Kau itu boru panggoaran, anak Mamak yang sulung. Apa kata orang melihat kau enggak kawin-kawin sampai umur 33 tahun, sampai-sampai dilangkahi dua orang adikmu?"

"Mamak jangan dengar semua apa kata inang-inang itu. Paling mengerti tentang diriku itu aku, bukan orang lain," Martha terus membantah.

"Kau itu boru panggoaran, Martha. Kau jangan egois cuma mikirin perasaanmu aja. Sesekali kau pikirkan jugalah rasa malu yang Mamak derita. Kalau bisa jangan sampai si Ranto melangkahimu. Kawinlah kau secepatnya."

"Mamak pikir kawin itu gampang? Ini menyangkut prinsip, Mak. Lagipula aku belum punya pacar."

"Jadi maksudmu harus berapa tahun lagi Mamak tunggu biar kau kawin?"

"Kalau mau, besok pun aku bisa kawin sama laki-laki yang pertama kutemui di jalan raya sana. Apa Mamak bisa kasih garansi kalau suamiku itu laki-laki yang baik? Banyak yang harus dipertimbangkan, Mak. Bukan cuma sekedar beranak-pinak saja," Suara Martha ikut meninggi. Dirasakannya darah mulai bermuara ke ubun-ubunnya.

"Aku enggak mau salah pilih suami kayak Mamak," Mendengar kalimat terakhir Martha, airmata mulai menetes dari pelupuk Mamak. Sebelum anak-anaknya sadar, wanita berusia 60 tahun itu berlari ke dalam kamar tidurnya.

"Apa-apaan kakak membuat Mamak menangis?" Ros mulai berang. "Kalau memang kakak enggak mau kawin, terserah. Jangan sakiti Mamak dengan mengungkit-ungkit perkawinannya." Ros beranjak dan menyelinap ke dalam kamar tidur Mamak.

"Martha ito-ku, lama-lama aku jadi curiga jangan-jangan ito enggak suka laki-laki ya?" kali ini Ranto bersuara. Martha terkesiap. Ditusuknya bola mata adik bungsunya itu dengan pandangan dingin. Tanpa berucap apa-apa lagi, Martha menghela langkah menuju kamar tidurnya.

Jarum jam menunjukkan pukul lima pagi, Martha belum bisa memicingkan mata sedetikpun. Kejadian malam tadi masih berputar jelas di benaknya, layaknya video disc yang tak memiliki tombol off.

Gadis manis berkulit putih bersih itu bolak-balik gelisah di atas kasurnya. Mungkin Ros memang benar, dia terlalu kasar pada Mamak dan tak sepantasnya mengungkit tentang perkawinan wanita itu. Mamak sudah cukup sakit dan terluka dengan sikap Bapak yang mudah meninggalkan Mamak dan ketiga anak-anaknya yang masih kecil-kecil, untuk pindah ke dalam kehidupan seorang janda kaya raya. Sejak itu Mamak harus banting tulang untuk bisa menghidupi anak-anaknya dan menyekolahkan mereka bertiga hingga ke jenjang yang paling tinggi.

Martha sebenarnya sama sekali tak berniat untuk membuat Mamak menangis. Sikapnya kemarin, wujud dari kekesalannya. Rasa marah yang telah membukit sejak tiga tahun, tepatnya ketika Ros memutuskan untuk menikah dan melangkahinya. Sebuah prosesi pelangkah diselenggarakan sebelum acara pemberkatan pernikahan. Martha diulosi sebelum kemudian sebuah cincin seberat 5 gram disematkan Ros di jarinya sebagai tanda melangkahi, permisi karena dirinya lebih dulu menikah dari sang kakak.

Menurut adat Batak, pelangkah itu merupakan usaha untuk manyonggoti tondi, yaitu membuang hangalan. Dimaksudkan dengan mangulosi seseorang yang dilangkahi, dirinya akan terbuang dari segala hangalan dan rintangan, sehingga ke depannya akan ringan dalam mendapatkan jodoh. Berhubung Martha perempuan, pada saat prosesi pelangkah, harus dihadiri dan disaksikan langsung oleh Tulang-saudara laki-laki Ibunya, Namboru-saudara perempuan Ayahnya, juga pariban-yaitu anak laki-laki dari Namboru. Kehadiran pariban ini bertujuan, apabila mereka saling suka, mereka bisa segera dinikahkan.

Bagi Martha, ini merupakan bara menyulut rasa malu. Bagaimana tidak? Ketika prosesi itu, Martha bisa merasakan dan mendengar kasak-kusuk tetangga dan kerabat yang berpendapat semaunya saja. Mulai dari orang memandangnya dengan penuh rasa iba karena mengganggapnya perawan tua tak laku-laku, hingga tatapan penuh tuduhan yang dilapisi dengan tawa cemooh.

Dalam hati Martha menghujat habis-habisan adat-istiadat. Kenapa harus ada prosesi pemberian pelangkah dalam etnik Batak? Tidak ada tujuan di baliknya selain untuk mempermalukan orang yang dilangkahi. Setelah mencoba menyembuhkan luka hati selama tiga tahun, bulan depan dirinya harus siap dipermalukan untuk kedua kalinya. Ini pasti akan jauh lebih menyakitkan dan memuakkan, karena Martha berusia 33 tahun. Hujatan orang-orang pasti lebih tak berperikemanusiaan. Ranto, ito-nya sendiri pun mencap dia sebagai seseorang yang tidak menyukai laki-laki.

Martha mengusap wajahnya yang kusut masai. Siapa yang harus disalahkan dalam situasi ini? Apakah sikap Bapaknya yang tak terpuji, menumbuhkan rasa sakit dan memberinya gambaran sosok tidak ideal dari seorang suami? Ataukah Martha harus menyalahkan Parlin, kekasih yang didampinginya merajut hari-hari indah selama tujuh tahun, tanpa aba-aba mengangsurkan ke depan hidung Martha sehelai kartu undangan pernikahannya dengan mantan kekasihnya yang tiba-tiba muncul? Dua lelaki yang sangat dicintai sekaligus sangat dibencinya itu, menabur benih kemarahan di dalam hatinya, membiarkan akar pahit tumbuh, hingga kemudian tersemai buah-buah traumatik yang ranum.

Rasa kecewa berhasil membekukan hati Martha yang lembut. Memaksa wanita itu harus pura-pura kuat dan bisa berdiri sendiri tanpa membutuhkan uluran lengan dan bahu kokoh untuk tempatnya menyandarkan lelah. Sosok baru Martha menjelma menjadi wanita berhati baja, ternyata hanya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Dia tak pernah lagi merasakan jatuh cinta. Pintu hatinya terkunci rapat dan anak kuncinya ditelan dan dibiarkan berkarat di dalam perutnya. Sudah terkikis segala angannya untuk memiliki pendamping hidup.

Merasa belum cukup, Martha harus membayar lebih mahal lagi. Demi menghindari tanya Mamak yang tak kunjung ada habisnya mengenai status lajangnya, Martha rela menghabiskan hari-harinya di tempat praktek. Acap kali Martha merasa sedih dan kesepian karena tak lagi mendengar canda tawa maupun gosip-gosip terhangat tentang tetangga yang mengalir dari bibir tipis Mamak. Martha menguatkan hati, demi memperoleh sekelumit ketenangan bathin. Dia tak ingin membiarkan daun telinganya semakin menebal mendengar tanya orang-orang kapan dirinya akan menikah. Kalau saja dirinya tidak dilahirkan dalam keluarga Batak yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat, mungkin semua akan jauh lebih mudah.

"Kau mau dikasih pelangkah apa?" suara Mamak lirih, bertanya pada Martha tanpa memandang wajahnya.

"Terserah," jawab Martha cepat. "Kalau enggak dikasih, justru lebih bagus."

"Enggak mungkinlah enggak dikasih. Nanti apa kata natua-tua ni huta?" sela Mamak. Martha menghela nafas. Lagi-lagi harus memikirkan apa kata natua-tua ni huta, para tetua adat. Apa urusannya masalah ini dengan mereka? Mereka hanya sekumpulan orang yang bersekongkol untuk menertawakannya yang berat jodoh.

"Kau kasih cincin sajalah, Ranto. Sama seperti Ros dulu," kata Mamak.

"Wah, harga emas lagi mahal, Mak. Aku kasih tiga gram saja ya?" Ranto memandang Mamak, meminta pendapat. Martha pura-pura sibuk dengan ponselnya. Ekor matanya sempat menangkap Mamak yang melotot pada Ranto.

"Lima gram," Mamak bertitah.

"Pengeluaran untuk pesta perkawinan banyak, Mak. Nanti uangnya enggak cukup. Tiga gram saja ya? Atau gimana kalau bukan cincin? Hmm, mungkin sesuatu yang lebih murah?" Ranto menatap Martha, mencoba melakukan penawaran. Melihat Martha yang terus diam, Ranto tiba-tiba menghela nafas. "Coba kalau ito sudah kawin, enggak perlu aku mengeluarkan uang untuk beli pelangkah lagi."

"Siapa yang butuh pelangkah darimu? Kalau mau kawin, kawin saja sana," Martha meradang mendengar ucapan Ranto. Dengan penuh kemarahan Martha beranjak ke dalam kamar tidur dan membanting pintu hingga bergetar.

* * *

Ada sebaris senyum samar tergantung di bibir Martha yang ranum. Senyuman entah ditujukannya buat siapa. Pastinya, dia tengah merasakan kebahagiaan dan kelegaan. Bertahun-tahun tak pernah lagi hinggap di hatinya. Seusai prosesi hari ini, dirinya akan aman dari teror ‘pelangkah.’

Gaunnya yang hitam berkibar tertiup angin sepoi yang berhembus dari jendela. Dengan langkah anggun dan tenang, dihampirinya Ranto. Ito-nya yang terlihat tampan dalam balutan jas berwarna hitam, lengkap dengan dasi beraksen garis. Martha mengamati tiap inchi wajah Ranto. Tampak bersih, terlihat matang dan dewasa dengan segaris kumis tipis yang baru tumbuh dan semakin tampan dengan sebuah senyum yang tak lupa dihadiahkannya. Di sampingnya, Mamak dan Ros menitikkan airmata.

Martha terjaga dari lamunan ketika telinganya diterpa suara pendeta yang lembut dan berwibawa. Setelah dengan khusuk menyanyikan sebuah lagu yang dipimpin seorang penatua, Martha melihat beberapa pemuda berjalan ke arah Ranto membawa sesuatu yang sejak tadi disandarkan di dinding. Sekali lagi, Martha menyentuh bibir Ranto yang dingin sebelum dia beringsut dan memberikan ruang kepada sekelompok pemuda itu untuk menutup peti jenazah Ranto.

Martha memeluk Mamak dan Ros yang masih menangis histeris. Peti tempat peristirahatan Ranto aman di bawah tanah. Martha masih berdiri di ujung pusara Ranto ketika Mamak dan Ros dituntun para kerabat menuju mobil. Perlahan, Martha merogoh tas tangannya dan jemarinya mengelus lembut sebuah botol kecil yang telah kosong. Botol itu dibawanya dari tempat prakteknya beberapa hari lalu. Semua cairan arsenik di dalamnya telah habis dituangkan Martha ke dalam mangkuk soto yang dilahap Ranto hingga tandas kemarin sore.

"Selamat beristirahat, ito-ku. Mulai sekarang kau tak perlu pusing lagi memikirkan pelangkah untukku," Martha tersenyum, sembari melangkah ringan menyusul Mamak dan Ros yang berada di dalam mobil. Tak lupa, Martha melemparkan botol kosong itu ke dalam sebuah tong sampah yang menganga.

Medan, 03 Mei 2011
Sumber: Harian Analisa, 31 Juli 2011

Senin, 18 Juli 2011

PM Perempuan Pertama di Thailand Yingluck Shinawatra

Oleh : Jannerson Girsang

 
 Sumber foto: www.analisadaily.com


Sejak memenangkan pemilu 3 Juli 2011 lalu, sosok Yingluck Shinawatra—perempuan Thailand berusia 44 tahun itu sontak menjadi pusat perhatian dunia. Kemenangannya dalam pemilu tersebut menghantarnya menjadi perdana menteri perempuan pertama di negeri Gajah Putih itu.

Yingluck Shinawatra sebelumnya hanya dikenal dalam dunia bisnis. Kini dia berhasil menambah panjang daftar perempuan ASEAN menjabat kepala negara, dan mengisi kekosongan setelah masa jabatan presiden Arroyo, presiden pilipina berakhir 2010 lalu.

Dari Bisnis ke Politik

Hingga awal tahun ini, nama Yingluck Shinawatra tidak begitu dikenal bahkan di dunia politik Thailand sendiri. Namanya merebak ketika Partai Pheu Thailand (Pheu Thai Party) mencalonkannya menjadi Perdana Menteri Mei 2011 lalu.

Perempuan berwajah menarik ini memperoleh pendidikan di bidang Administrasi Publik yang diperolehnya di dua univeritas: gelar sarjana muda dari Chiang Mai University pada 1988 dan master dari Kentucky State University, Amerika Serikat pada 1991. Dia mengawali kariernya sebagai seorang sales dan marketing di Shinawatra Directories Co., Ltd., sebuah perusahaan direktori telepon yang didirikan AT&T International. Catatan lengkap kariernya bisnisnya bisa dilihat di http://investing.businessweek.com.

Pada 1994, Yingluck menjabat general manager Rainbow Media, anak perusahaan International Broadcasting Corporation (yang di kemudian hari menjadi TrueVisions).

Tangungjawab Yingluck lebih besar lagi dalam perusahaan keluarga setelah abangnya Thaksin terjun ke politik, setelah terpilih menjadi anggota parlemen pada 1994. Pada 2001, Thaksin terpilih menjadi perdana menteri Thailand. Yingluck meninggalkan jabatannya sebagai Deputy CEO IBC pada 2002, dan menjabat CEO Advanced Info Service (AIS), operator telepon genggam terbesar di Thailand. Sesudah penjualan Shin Corporation (induk perusahaan AIS) ke Temasek Holdings, Yingluck mengundurkan diri dari AIS, tetapi masih menjabat Managing Director SC Asset Co Ltd, perusahaan pengembangan property keluarga Shinawatra.

Pada 2006, krisis politik melanda negaranya. Abangnya Taksin Shinawatra diadili secara in absentia dengan tuduhan korupsi. Thaksin melarikan diri ke luar negeri (Kini berdiam di Abu Dhabi). Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party)—partai pendukung Taksin, dibubarkan dan dewan eksekutif dilarang dari kegiatan politik oleh Mahkamah Konstitusi, pada 2 Desember 2008.

Lantas, mantan mayoritas anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat bergabung dengan Pheu Thai Party yang didirikan pada 20 September 2008, beberapa bulan sebelum pelarangan itu dikeluarkan pemerintah yang berkuasa.
Sebelumnya, Yingluck tidak berminat terjun di politik, terutama karena kasus abangnya Thaksin. Tak heran, ketika Pheu Thai Party memintanya memimpin partai dia menolak, menyatakan bahwa ia tidak ingin menjadi Perdana Menteri dan ingin fokus pada bisnis Akhirnya Yongyuth Wichaidit, mantan anggota parlemen Thailand, memimpin partai baru itu.

Menurut situs http://www.cbc.ca/new, pada 2009, Yingluck sudah disebut-sebut sebagai pewaris politik Thaksin abangnya kandungnya itu. Namun, situs itu mencatat: "Dia menunggu sampai Mei tahun ini untuk membuat lompatan ke dalam politik, dengan sasaran jabatan perdana menteri". Gayung bersambut!. Pada bulan Mei 2011, Pheu Thai Party, partai yang dekat dengan Thaksin, mencalonkan Yingluck sebagai calon Perdana Menteri dalam pemilu 2011.

Yingluck maju bertarung dalam Pemilu negeri itu pada 3 Juli 2011 dan memenangkan 265 kursi dari 500 kursi parlemen. Sementara, Partai Demokrat yang berkuasa hanya mampu merebut 160 suara. Dengan tingkat partisipasi 65,99% (hampir 31 juta pemilih), partainya memenangkan lebih dari setengah. kursi di parlemen.

Prestasi seperti ini adalah kejadian kedua, setelah pada tahun 2005 kemenangan lebih dari separuh kursi di parlemen oleh Partai Thaksin Thai Rak Thai. Berbagai komentar muncul ke permukaan.Mulai dari kedekatannya dengan abangnya Thaksin dan juga kemampuan dirinya. "There is no doubt that Yingluck Shinawatra won this election because she is Thaksin’s sister," kata Andrew Walker, pengamat politik Thailand dari Australian National University Canberra kepada ABC News.

Faktor kedekatannya dengan abang kandungnya tanpa didukung kemampuannya sendiri kemenangan mustahil diperoleh. Yingluck menawarkan rekonsiliasi dan tema-tema kerakyatan dengan cara yang sederhana saja dan tidak muluk-muluk. Targetnya realistis dan terukur, mudah ditangkap masyarakat banyak.

Yingluck menggambarkan visi 2020 untuk pengentasan kemiskinan di negeri berpenduduk 60 juta lebih dengan GDP lebih 122 milIar dolar AS itu. Di antaranya, dia berjanji mengurangi pajak pendapatan perusahaan dari 30% menjadi 23% dan kemudian 20% pada tahun 2013 dan menaikkan upah minimum 300 baht per hari dan upah minimum untuk lulusan universitas menjadi 15.000 baht per bulan.

Kebijakan pertaniannya diantaranya meningkatkan arus kas operasi dan menyediakan pinjaman kepada petani sampai 70% dari pendapatan yang diharapkan, berdasarkan jaminan harga beras 15.000 baht/ton. Rencananya juga akan menyediakan gratis Wi-Fi dan sebuah PC tablet untuk setiap anak sekolah. (Thai Rak Thai Partai pernah merencanakan menyediakan satu laptop per anak, tetapi dibatalkan setelah kudeta militer tahun 2006).

Tema kampanye yang sederhana dan penampilan Yingluck yang menarik (good feeling), sikapnya yang santai, panggung tempat kampanye yang ditata dengan baik menjadi perpaduan yang mendekatkan pesannya dekat dengan rakyat.
"Tidak diragukan lagi dia mendapatkan sambutan kegembiraan atas gagasan Thailand memiliki seorang perdana menteri perempuan, calon dengan hal-hal yang baru, cukup muda dan menarik, dan karena Demokrat menjalankan kampanye yang loyo," kata pengamat Thailand, Michael Montesano yang dimuat dalam The Bangkok Post, 4 Juli 2011.

Sementara, Perdana Menteri sebelumnya Abhisit Vejjajiva, menurut Pattnapong Chantranontwong, Editor the Bangkok Post, seperti dikutip Harian Sidney Morning Herald, tidak berhasil mengesankan para pemilih karena kegagalan mereka menangani masalah kekurangan bahan-bahan pokok dan kesulitan yang dihadapi rakyat di tingkat grass roots. Sebuah pelajaran bagi pemerintahan yang fokus pada pencitraan!.

Good Feeling, Orientasi Visi, Kerja Keras

Ibu satu anak laki-laki bernama Supasek ini lahir Chiang Mai, Thailand, 21 Juni 1967. Dia merupakan anak bungsu dari sembilan bersaudara dalam sebuah keluarga turunan China di Chiang Mai bagian Utara. Kakeknya Seng Sae Khu berasal dari Guangdong yang tiba di Thailand pada 1860 dan kemudian bertempat tinggal di Chiang Mai sejak 1908. Salah seorang di antara saudaranya, adalah Thaksin Shinawatra, Perdana Menteri Thailand yang digulingkan lewat sebuah kudeta militer lima tahun silam.

Yingluck menggambarkan hubungannya dengan abang kandungnya itu dalam hubungan pengalaman bersama dalam mengelola perusahaan. "Kami sama dalam arti bahwa saya telah belajar dari dia dalam bisnis dan saya memahami visi, bagaimana dia memecahkan masalah dan caranya membangun semuanya dari awal," ujar Yingluck kepada AFP pada kampanye, seperti dikutip China Post.

Pengalaman politiknya yang masih seumur jagung memang masih perlu diuji. Yingluck harus mampu menepis anggapan bahwa kemenangan Yingluck karena kedekatannya dengan abang kandungnya Thaksin Shinawatra dan dia hanya sebagai boneka.

"Ms Yingluck is a new face in politics and this is her first time running in an election, but because it looks as if she will become prime minister, she will have to prove herself as a capable leader of the new government and not just a puppet with her elder brother Thaksin pulling the strings," komentar sebuah artikel berjudul Yingluck Must Keep Promises di Harian The Bangkok Post yang dipublikasikan sehari setelah pemilu digelar

Yingluck menggambarkan hubungannya dengan abang kandungnya itu dalam hubungan abang adik secara professional. "Kami sama dalam arti bahwa saya telah belajar dari dia dalam bisnis dan saya memahami visi, bagaimana dia memecahkan masalah dan caranya membangun semuanya dari awal," ujar ibu dari satu anak laki-laki ini, kepada AFP pada kampanye, seperti dikutip China Post.

Di mata Yinglick, keraguan orang atas pengalaman politiknya yang masih seumur jagung, bukan hal yang mengganggu. "Baik, kami sudah memerankan banyak politik sejak lama, sehingga saya tidak berfikir orang Thai memerlukan saya hanya bergabung dengan politik dan memainkan politik dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memerlukan saya melaksanakan dan memecahkan persoalan negara, mencari solusi masalah,"ujarnya kepada Australian Broadcasting Coorporation, semasa kampanye.

Memiliki pengalaman manajemen dan sedikit pengalaman politik, Yingluck memiliki kecantikan dan karisma. Menurut beberapa pengamat hal ini sanggup menampilkan good feeling, memunculkan perasaan positif dalam hati rakyat Thailand. Dan ini jauh lebih penting ketimbang kepintaran intelektual atau kepandaian berdebat sang kandidat.

Selain itu, Yingluck, didampingi suaminya Anusorn Amornchat. Dia adalah adik kandung dari Yaowapa Wongsawat, istri Somchai Wongsawat, mantan Perdana Menteri Thailand. Anusorn adalah mantan President and Executive Director M-Link Asia Corp. Public Co. Ltd. M-Link Asia Corporation Public Company Limited adalah perusahaan yang berbasis di Thailand yang melakukan distribusi peralatan telekomunikasi dan telepon mobile. Yingluck dan Anusorn adalah pasangan berbahagia yang dikarunia seorang anak bernama Supasek Amornchat berusia 9 tahun. Sebuah modal besar bagi Yingluck menjalankan tugasnya sebagai Perdana Menteri.

Terpilihnya Yingluck mengisi kekosongan perempuan dalam tampuk kekuasaan tertinggi di Negara anggota ASEAN, setelah Arroyo mengakhiri masa jabatan presidennya 2010 lalu. Dia menjadi perempuan yang menjadi kepala pemerintahan ke empat di wilayah ini, setelah Presiden Filippina Corazon Aquino pada (1986), Gloria Arroyo Macapagal 20 Januari 2001, dan Megawati Soekarno dari Indonesia (20 Juli 2001). Meski fakta menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin di atas berasal dari keluarga pemimpin terkenal, bukan berarti, para perempuan dari rakyat biasa tidak punya peluang.

Semoga kemenangan Yingluck kiranya menjadi inspirasi bagi kaum perempuan di Indonesia.

Penulis Biografi, Tinggal di Medan.

Dimuat di Harian Analisa, 18 Juli 2011

Rabu, 13 Juli 2011

Dua Tahun Meraup Jutaan Dolar ; Amanda Hocking, Sukses Penulis Self Publishing


Cetak Email


Jannerson Girsang


Karya-karya Anda masih menghadapi masalah untuk dipublikasikan karena ditolak penerbit-penerbit besar?. Jangan putus asa! Pengalaman yang sama juga dialami para penulis sukses.

Salah seorang di antaranya adalah Amanda Hocking, seorang penulis fiksi paranormal best seller Amerika yang meraup jutaan dolar dari penjualan buku-bukunya. Padahal, sampai Februari 2010, Amanda masih menerima surat penolakan dari penerbit.

Bosan menghadapi reaksi para penerbit-penerbit itu, penulis kelahiran Minnesota, Amerika Serikat 12 Juli 1984 ini memilih menerbitkan sendiri (self-publishing) buku-bukunya. Self-publishing adalah kegiatan penerbitan karya-karya sendiri.

Kaya Hanya dalam Dua Tahun

Memasuki usianya 26 tahun, Amanda melejit menjadi seorang penulis Amerika yang kaya. Status penulis buku best seller itu dicapainya hanya dalam kurun dua tahun. Seperti ditulis Wikipedia, pada 24 Maret 2011 Amanda menerima US$2 juta, dari 4 buku yang diterbitkan oleh St. Martin's Press untuk sebuah seri paranormal muda-dewasa yang dikenal dengan Watersong.

Hingga Maret 2011, sebelum memperoleh "durian runtuh" dari St Martin’s Press itu, Amanda Hocking telah menjual sekitar satu juta kopi dari sembilan bukunya, novel bertema fiksi dewasa-muda paranormal. Novelnya yang diterbitkan sendiri diantaranya: My Blood Approves series (My Blood Approves, 2010, Flutter, 2010, Wisdom, 2010, Letters to Elise (novella, 2010), Trylle Trilogy (Switched (2010), Torn (2010), Ascend (2011), Hollowland (2010). Pada bulan Pebruari 2011, Trylle Trilogy ditawarkan untuk dijadikan film, yang dikerjakan Terri Tatchell sebagai penulis screenplaynya.

The New York Times edisi 17 Juni 2011 mencatat bahwa prestasi Amanda ini adalah sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dialami penulis yang menerbitkan sendiri tulisannya. Anda bisa bayangkan penghasilan seorang penulis yang professional seperti Amanda dan masa depannya sebagai penulis. Bisa menyamai pendapatan para atlet atau artis film tenar.

Jangan Bangga Hanya Pintar Menulis

Sebelum mencapai puncak ketenarannya, Amanda mengalami pahitnya seorang penulis. Menapaki tangga menuju sukses sebagai penulis, Amanda mengawali reputasinya sebagai penulis dengan novel pertamanya Dreams I Can’t Remember, yang ditulisnya pada saat dia masih berusia 17 tahun.

Sesudah itu dia terus menulis dan karya-karyanya terus bergulir. Sayangnya tidak sebuah penerbitpun mampu melihat potensi karyanya itu, alias tidak mau menerbitkan atau mencetaknya.

Kepada The New York Times Amanda mengatakan dia pernah mengirimkan karya-karyanya ke sekitar 50 agen penerbitan melalui Google dan "Writer’s Market". Tetapi semua menolaknya.

Menulis tanpa mendapat penghasilan yang memadai, tentu tidak akan mampu melanggengkan keinginannya menjadi penulis besar. Untuk berjuang mempertahankan hidupnya, anak dari keluarga broken home ini, sempat bekerja di sebuah perusahaan. Di tempat pekerjaannya dia berkenalan dengan seorang pria, yang kemudian meninggalkannya. Lalu, Amanda berhenti bekerja.

Lantas, Amanda belajar topik-topik yang dibutuhkan pembaca dengan mengunjungi rak-rak buku di toko-toko buku. Menulis buku kembali menjadi fokus kegiatannya, bahkan kalau sebelumnya kegiatan menulis hanya sebagai hobby, kemudian dia menjadikan menulis sebagai kegiatan utama dan menghasilkan karya-karya yang siap menjadi best seller di pasaran.

Hingga di kemudian hari sebuah inspirasi muncul. Peristiwa itu terjadi pada bulan Januari 2009. Saat itu Amanda mengamati klip di YouTube Blink-182 Mark Hoppus yang bercerita tentang Fall Out Boy Pete Wentz. Meski klipnya cukup pendek dan sederhana, Hoppus yang kisahnya mampu mendorong semua anak-anak di luar sana untuk membuat impian mereka menjadi kenyataan. Itu jugalah yang merubah kehidupan Amanda.

Dalam kisahnya, Amanda pernah mengalami rasa putus asa, karena tak menerima apa-apa selain penolakan dari penerbit. "Ada beberapa hari dimana saya sudah seperti: menyerah. Ini mengerikan. Aku tidak akan pernah mampu melakukannya. Saya mengirim surat terakhir saya kepada mereka pada akhir tahun itu (2009)" ujarnya kepada Strawberry Saroyan yang menulis kisah Amanda dalam artikel berjudul Story Seller (Penjual Cerita) yang dimuat di The New York Times edisi 17 Juni 2011. Terakhir karyanya ditolak penerbit pada bulan Februari 2010.

Jangan hanya pintar menulis, terbitkan tulisan Anda!. Jangan menyerah hanya karena ditolak penerbit. Bukan hanya satu jalan ke Roma. Begitulah kira-kira nasehat dari Amanda.

Dua bulan kemudian, Amanda mulai menerbitkan sendiri (self-publishing) novel-novelnya sebagai e-books, persisnya April 2010. Saat itu Hocking mengunggah (upload) novelnya berjudul "My Blood Approves" ke Amazon—toko online terbesar di dunia. Bulan berikutnya, Amanda mengunggahnya ke Smashwords, yakni layanan yang membuat buku-bukunya tidak hanya cocok (kompatibel) dengan Nook tetapi juga dengan perangkat yang kurang populer seperti BeBook dan Kobo.

Hari pertama, Amanda berhasil menjual lima buku dan hari-hari berikutnya jumlahnya sama. "Saya membuang waktu terlalu lama," katanya.

Untuk meningkatkan penjualannya, kemudian dia mengunggah novelnya yang lain dan berhasil menjual sebanyak 36 buku setiap hari pada bulan Mei. "Ini mengejutkan. Aku mengambil alih dunia." ujarnya
Hari-hari berikutnya penjualannya terus meningkat menjadi seratusan buku sehari. Pada bulan Juni tahun 2010, Amanda menjual sebanyak 6.000 buku; Juli 10,000. Penjualan mulai meledak Januari 2011, saat penjualannya melebihi 100,000 eksemplar. Saat ini dia menjual 9,000 buku sehari.

Kisah sukses Amanda mengingatkan bahwa penulis tidak cukup hanya memiliki kelihaian mengolah kata-kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, menyusun paragraf menjadi artikel atau buku yang utuh.

Lebih dari itu, penulis harus mampu menulis topik yang diminati serta melakukan pemasaran sendiri tulisannya. Tentunya, penulis harus memiliki kreativitas serta semangat baja. Kalau Amanda Hocking bisa, kenapa kita juga bisa!. Para penulis sudah di daerah sudah saatnya memulainya dan saling bertukar pengalaman.

Untuk lebih memahami penerbitan sendiri, anda bisa mengakses Amanda Hocking melalui:http://amandahock ing.blogspot.com/, langkah-langkah self-publishing: : http://iwananashaya. multiply.com/journal/item/842 dan kisah sukses penerbit mandiri di Indonesia, Jed Revolutia dapat dilihat dalam: http://www.revolutia. info/. Di Indonesia, para penulis self publishing sudah mulai muncul: di antaranya: Jed Revolutia memanfaatkan jasa perusahaan online http://www.nulisbuku.com untuk memasarkan bukunya You Are LikeAble.***

Penulis adalah penulis Biografi, Tinggal di Medan.

Dimuat di Harian Analisa Cetak, 13 Juli 2011. 

Selasa, 05 Juli 2011

Christine Lagarde, Perempuan Pertama Direktur IMF

Cetak Email
Oleh : Jannerson Girsang *)

Makin terbukti bahwa batas prestasi perempuan adalah ruang antara langit dan bumi. Dalam mencapai jabatan puncak, perempuan memang butuh kerja keras, waktu dan tentunya dukungan system.

28 Juni lalu, Christine Lagarde—perempuan Prancis terpilih menjadi Direktur—jabatan puncak di organisasi internasional itu, setelah 66 tahun posisi puncak lembaga yang beranggotakan lebih dari 180 negara itu dipegang kaum laki-laki.

IMF adalah lembaga dunia yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara

Menarik menyimak kesan Christine Lagarde saat diwawancarai untuk menetapkan dirinya terpilih sebagai Direktur IMF. Dia diwawancarai 24 orang laki-laki anggota Board lembaga itu, melawan saingannya seorang bankir laki-laki dari Meksiko.

"Saat saya diwawancara selama tiga jam oleh 24 orang laki-laki, saya pikir baik dimana sesuatu sedang berubah sedikit," ujarnya kepada para wartawan yang mengerubutinya, usai dirinya terpilih sebagai Direktur IMF.

Di tengah-tengah pewawancara—yang semuanya laki-laki, Christine berhasil menyisikan saingan tunggalnya Agustin Carstens, Gubernur Bank of Mexico, dengan dukungan negara-negara ekonomi yang baru bangkit. Ibu dua anak itu menggantikan Direktur IMF sebelumnya, Dominique Strauss-Kahn, yang mengundurkan diri. Dominique Strauss-Kahn ditahan di Amerika karena terkait kasus seksual. Walau kemudian dia menyanggah semua tuduhan atas dirinya.

Kombinasi Hati dan Profesionalisme

Schwab, pendiri dan eksekutif Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) dalam mediaonline www. time.com: April 29, 2010, mengungkapkan bahwa Christine Lagarde memiliki pengalaman internasional yang luar biasa dan keberhasilan tertinggi di bidang profesi hukum, ditambah dengan masuknya dirinya ke panggung politik, membekalinya sebagai seorang menteri keuangan perempuan yang paling berbakat-reputasi diperkuat oleh nilai-nilai dan keyakinan personal yang kuat. "Kombinasi hati dan profesionalisme membuat dia seorang pemimpin yang luar biasa," ujar Schwab.

Perjalanan karier Christine memang cukup menarik. Christine Lagarde yang memiliki nama lengkap Christinee Madeleine Odette Lagarde, dilahirkan di Paris pada 1 Januari 1956. Lulus dari Le Havre and Bethesda (Md USA) di Holton Arms School. Kemudian dia memperoleh gelar Master of Arts dan sarjana di bidang Hukum dan Sosial.

Jauh dari keahlian sebagai ekonom yang biasa bagi para pejabat IMF, Christine Lagarde di awal kariernya pernah menekuni pekerjaan sebaga pengajar, kemudian bergabung dengan biro hukum internasional Baker & McKenzie yang berbasis di Chicago. Pada 1995, dia diangkat menjadi anggota Komite Eksekutif biro hukum tersebut. Lantas, pada 1999 menjadi Komite Eksekutif.

Pada 2004 dia menjadi Ketua Global Strategy (Chairman of the Global Strategic Committee). Karier gemilangnya tercipta saat dia memimpin Baker & McKenzie. Pada 2004 dia berhasil meningkatkan pendapatan kotor sebesar 50%, membukukan pendapatan US$ 1.3 miliar.

Pada 2005, Perdana Menteri Prancis Dominique de VILLEPIN mengundangnya bergabung dengan pemerintahannya pada Juni 2005. Christine Lagarde menyumbangkan keahliannya untuk mengabdi pada negaranya, sebagai Menteri Perdagangan.

Lantas, di masa pemerintahan Nicolas Sarkozy, dia diangkat sebagai Menteri Pertanian, dan kemudian menjadi Menteri Keuangan pada reshuffle kabinet Prancis pada Juni 2007dan menjadi Menteri Keuangan Perempuan Pertama di Prancis, dan dikenal sebagai perempuan pertama yang pernah menjabat menteri Urusan Ekonomi dalam kelompok ekonomi G8—Prancis, Jerman, Italia, Inggeris, Jepang, Amerika Serikat, Kanada dan Russia.

Menarik Perhatian Media

Kemampuannya sebagai negosiator ulung dan kelihaiannya sebagai tokoh perempuan yang menonjol, menarik perhatian media. Itulah salah satu keunggulan orang yang dianggap mewakili elit Eropa ini, sehingga Christine dikenal secara luas.

Terpilihnya Christin menarik perhatian media di dalam dan di luar negeri. Harian yang terbit di Medan, seperti Harian Analisa (30 Juni 2011) dan media lainnya menempatkan berita terpilihnya Christine Lagarde dalam ruang yang cukup strategis.

Harian The New York Times menggambarkan Christine Lagarde sebagai orang terdepan dalam penyelesaian krisis di Junani, Irlandia dan Portugal. "As the finance minister of one of Europe’s most powerful economies, Ms. Lagarde has been at the forefront of efforts to contain the European debt crisis, which has led Greece, then Ireland and Portugal, to seek bailouts to help them pay their huge sovereign debts,"demikian dikutip dari harian yang berbasis di New York itu dalam edisi online 28 Juni 2011.

Beberapa penghargaan media diperolehnya dari hasil jerih payahnya. Pada 16 November 2009, The Financial Times memilihnya sebagai menteri keuangan terbaik di kalangan negara-negara yang menggunakan mata uang Euro Pada 2009, majalah Forbes menempatkan Lagarde di tempat ke-17 sebagai perempuan yang paling berkuasa di dunia.

Renungan

Bagi perempuan Indonesia, prestasi Christine Lagarde setidaknya menjadi sebuah pelajaran betapa sebuah kedudukan memerlukan profesionalisme, kerja keras dan kemampuan mendulang dukungan semua pihak. Tidak saja untuk jabatan tingkat dunia, juga di tingkat nasional maupun daerah.

Christine menapaki kariernya dari bawah. Mulai dari seorang pengacara, pemimpin perusahaan yang sukses, kemudian memasuki birokrasi dan prestasinya dikenal dunia internasional.

Sekedar informasi, dalam bursa pencalonan Direktur IMF, berbagai media sempat menyebut nama seorang tokoh perempuan Indonesia, mantan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani sebagai salah seorang calon kuat Direktur IMF dari Asia.

"Dua kandidat yang potensial adalah Menteri Keuangan Singapura Tharman Shanmugaratnam dan Sri Mulyani Indrawati," katan Korn Chatikavanij, Menteri Keuangan Thailand, seperti dikutip Asia Wall Street Journal 19 Mei 2011.

Semoga dalam pertaruang jabatan inernasional ke depan—tidak saja dalam IMF tentunya, para wanita Indonesia tidak tinggal diam. Mereka harus bersuara tentang rekan-rekannya yang menonjol. Nama Sri Mulyani, meski hanya turut meramaikan bursa calon, tetapi setidaknya sudah diperhitungkan dalam kancah perebutan kepemimpinan skala dunia. Ini hanya sebuah contoh di IMF. Banyak lagi bidang lain yang perlu mendapat perhatian kaum perempuan Indonesia.***

Penulis Biografi, tinggal di Medan

Sumber: www.analisadaily.com, Analisa Cetak: 5 Juli 2011 hal 25.