My 500 Words

Jumat, 12 September 2014

Berburu Hal Yang Tak Bisa Dibeli dengan Uang

Oleh: Jannerson Girsang

Pagi ini saya menyaksikan video yang begitu menyentuh. Seorang yang melakukan sesuatu bukan untuk dipuji, dihargai, tetapi karena memang dia senang melakukannya. https://www.facebook.com/video.php?v=357419561100541&set=vb.181408008701698&type=2&theater

Melayani orang dengan tulus, tanpa pamrih, seolah-olah tidak mendapat apa-apa.Karena mereka sedang berburu harta paling mahal di dunia, hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, dihargai dengan uang.

Bahkan tak jarang dunia menghinanya, mengejek, bahkan membunuhnya. .

Tapi taukah saudara apa yang diperoleh mereka yang melayani, dan melakukan sesuatu dengan tulus?

Mereka senantiasa memperoleh emosi positif, menyaksikan kebahagiaan, pemahaman yang lebih mendalam tentang hidup, merasakan kasih sayang, MENERIMA HAL YANG TIDAK BISA DIBELI DENGAN UANG, kata-kata dibuat lebih indah, lebih bermakna.

Adakah hal yang lebih indah, lebih baik dari hadiah di atas yang mau Anda kejar dalam hidup ini?

Berbuatlah, bekerjalah dengan tulus, tidak melihat cuaca atau apa kata orang.

Mungkin dalam melakukan pekerjaan pelayanan, Anda sering membuat Anda kecewa, ditertawakan dunia, dan Anda mundur?.

Renungkan kembali. Kita melakukan sesuatu bukan mencari pujian dari orang-orang yang tidak terpuji.

Karena orang-orang yang tidak terpuji, tidak tau memuji, tidak tau menghargai yang baik. Hanya Dia, hanya Dia yang tau memuji, dan Dialah yang pantas dipuji!. 


Hanya Dia, hanya Dia yang tau memuji, dan Dialah yang pantas dipuji!. 

Manusia hanya memuji berdasarkan cuaca, kepentingan. Hari ini Anda dipuji, besok, Anda dicaci. Hanya Tuhan yang setia mengasihi kita! Bekerjalah, jangan hanya ingin mendapat pujian
dari sekitarmu.

Banyak Perkara yang Tak Dapat Kumengerti (2)


Oleh: Jannerson Girsang


Tadi, di partonggoan kami mendengar berita duka cita. Romi Sipayung (34) meninggal dunia di RS Adam Malik, sekitar pukul 20.00. Kami, anggota sektor V dan beberapa teman dari Sektor IV melayatnya di ruang mayat sesudah partonggoan.

Romi adalah adik kandung Benny Sipayung anggota GKPS Simalingkar. Abangnya baru saja mendirikan perusahaan dan Romi sebagai direkturnya. "Saya baru saja mendirikan sebuah perusahaan dan Romi sebagai direkturnya" ujar Benny dalam tangisnya.


Romi meninggalkan seorang istri br Sinaga, baru setahun berkeluarga dan belum memiliki anak. Sedih melihatnya, karena selama ini Romi sehat-sehat saja. Di masa kampanye kemaren kami sering ketemu.

Perasaan tambah sedih melihat istrinya yang terus menerus menangis dan menumpahkan kesedihannya. Tak tega menyaksikan mertuanya perempuan yang kurang sehat, serta kedua orang tua Romi menangisi anak kesayangan mereka.

Kaya Sipayung, orang tua Benny Sipayung, memiliki tiga orang putra. Putra tertuanya meninggal setahun yang lalu. Benny, anak kedua kini tinggal sebatangkara dari sebelumnya tiga bersaudara.

Banyak perkara, yang tak dapat kumengerti, tapi aku yakin "Tiada sesuatupun terjadi, tanpa Allah peduli!". Demikian suara Agnes Monika yang merdu melantunkan pujian menyejukkan pagi ini.

Seraya saya merenungkan beberapa kejadian beberapa bulan terakhir ini. Dukacita karena ditinggal seorang yang kita kasihi, sungguh sulit dimengerti, khususnya seperti yang dialami beberapa keluarga, sahabat-sahabat saya yang mengalami dukacita.

Ada yang meninggal karena kecelakaan, sakit, atau apapun sebabnya. Terlebih-lebih mereka yang meninggal masih muda, atau meninggalkan anak yang masih kecil-kecil.

Pengalaman duka, ditinggal karena kematian, apalagi tiba-tiba, hanya dapat dimengerti, kalau kita percaya, bahwa ada sang Pencipta, campur tangan atas semua kehidupan kita.

Bagi saya sebagai orang Kristen, Jeremia 33:3 adalah sebuah ayat yang sangat menguatkan. Ayat itu yang berulang-ulang saya baca, ketika adik saya, meninggal 2010, meninggalkan 3 putri kami.

Berjuanglah membunuh waktu duka, karena "Berbahagialah orang yang berduka, karena mereka akan dihibur"

Manusia tidak bisa menjawab semua persoalan orang-orang yang mengalami dukacita.

Berkomunikasi dengan Sang Pencipta akan memberikan pemahaman atas sesuatu yang tidak sapat dipahami manusia. Pengetahuan membunuh waktu duka, hanya diketahui oleh Dia yang menciptakan dunia ini

"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui". (Jeremia 33:3)

"Call to me and I will answer you and tell you great and unsearchable things you do not know" (Jeremia 33:3).

Medan, 12 September 2014

Sate Super

Oleh: Jannerson Girsang

Saya teringat sebuah peristiwa, atau disingkat "sate super". Saya kira penceramahnya mau menjelaskan "sate" Madura, ternyata sebuah teknik sosialiasi dalam dua menit.

Saya pertama kali mendengar istilah itu  ketika menikmati presentasi motivasi dari motivator Triyono Sigit di Tuktuk Samosir, 31 Agustus 2014 lalu.

Apa pula itu Sate Super?. Ternyata sebuah teknik bercerita untuk mensosialisasikan sesuatu. Awalnya seorang peserta disuruh bercerita untuk memperkenalkan sebuah produk dalam dua menit.

Peserta yang belum pernah mendengar istilah "sate super", langsung berbicara. "Kami dari lembaga .... akan memperkenalkan produk ini. Bla...bla...bla". Membosankan!. Karena tidak mengandung sedikitpun emosi di dalamnya.

Ketika Mas Sigit menggantikan peserta tadi, beliau memulai dengan sebuah cerita yang dimulai dengan "Saya teringat sebuah peristiwa".

Kita yang mendengarnya terpana seolah turut dalam kisah tersebut, serta mendapat penjelasan yang menarik tentang produk yang diperkenalkan.

Sebuah kisah atau peristiwa yang menyentuh emosi langsung menarik perhatian pendengar.

Sayapun langsung membuat sebuah kisah untuk memperkenalkan proyek penerjemahan Alkitab bahasa Nias (contoh lho, karena di sana sudah ada Alkitab bahasa Nias.

"Saya teringat sebuah peristiwa. Beberapa tahun yang lalu, saya masuk ke pedalaman sebuah desa terpencil, yang berjarak kira-kira 10 kilometer dari jalan besar. Untuk dapat berkomunikasi, saya membutuhkan seorang penerjemah, karena tidak ada dari mereka yang mampu berbahasa Indonesia.

Saat saya menjelaskan sesuatu kepada penduduk desa itu, sebelum diterjemahkan mereka ketawa-ketawa aja. Suatu ketika, karena ingin tau apakah mereka benar-benar tidak tau berbahasa Indonesia, maka saya mencoba menyapa mereka, secara diam-diam, tanpa membawa penerjemah.

"Dimana rumahnya, Pak?,". Si bapak yang berusia 30 tahun itu tertawa malu. Lalu pergi menanyakan penerjemah saya. Dalam bahasa daerahnya, mungkin dia bertanya, "apa yang dikatakannya?".

Apakah bapak-bapak tidak kasihan melihat saudara-saudara kita seperti itu. Sedih sekali ya, bapak-bapak dan ibu-ibu?.

Pesan yang menggugah emosi, penting mengawali sebuah sosialisasi.Hingga mereka tertarik mendengar, tergugah untuk mengatahui, lalu sadar dan mau bertindak, sesuai dengan harapan sosialisasi!

Dua menit saya bercerita di depan orang-orang kaya dan mendengar kisah sedih saudara-saudaranya, pasti dong mereka mau membantu.

Sate Super, sebuah teknik, dua menit memperkenalkan produk, sosialisasi.

Sayangnya Pak Sigit hanya mengajarkannya 10 menit. Kita belum tau banyak. Masih banyak pertanyaan sebenarnya, tapi waktu sudah habis. 

Jadi maklum aja, sayapun masih perlu belajar lagi Mas Sigit!. Bantu ya. Dimana saya bisa memperlajarinya lebih mendalam lagi!

Medan, Dinihari, 11 September 2014

Kamis, 11 September 2014

Papan Tulis Kenangan 2005-2006: Tuliskan Cita-citamu, Laksanakan Sepenuh Hati



Oleh: Jannerson Girsang

Menuliskan mimpi dan kegiatan di papan tulis menjadi kenangan yang sangat menginspirasi. Itulah yang dilakukan putri saya kedua, Patricia Girsang, sembilan tahun yang lalu (2005-2006), saat mempersipakan diri menuju UMPTN 2006. 


Karya kecilnnya itu setiap hari menjadi inspirasiku, karena kugantung di dinding ruang kerjaku di rumah.  Yesus is my Way, yang terpampang di sebelah kiri atas membuatku kagum. Putriku begitu yakin akan kuasaNya, sejak muda. Mungkin, sayapun belum seyakin dia!  Di dinding papantulis sebelah kanan: tertulis target yang harus dicapainya: HI: UI 65%, Pertambangan ITB 60%, Hukum UI: 55%.

Malam ini di tengah kesendirianku, aku terkesan dengan papan tulis yang kupajang di ruang kerjaku, sejak putriku berangkat ke Jakarta 2006. 


Seiring usianya, tulisannya sebagian sudah terhapus terhapus, dan kertas yang ditempel sebagai catatan sudah kumal.

Papantulis itu adalah saksi sejarah bagaimana dia menyusun rencana kerja dan kegiatannya, sejak Oktober 2005- April 2006. Jadwalnya dibuat di papan tulis dengan pencapaian yang ketat. Semua tanggal di coret, tanda sudah dilintasi.


Saya tak pernah menghapusnya, dan setiap hari kuperhatikan betapa putriku merencanakan semua kegiatan meraih cita-citanya dengan sempurna. Sebuah saksi sejarah keseriusan seorang anak belajar.  
Saya teringat,  bahwa selama dua setengah tahun di SMA, aktivistas sosialnya memang membanggakan. Dia mampu membawa teman-temannya Paduan Suara Sola Gratia menjuarai beberapa even baik di Bandung, maupun Medan.
 

Saya dan istri tetap mendukungnya meski  nilainya memang drop. Kita terus memotivasinya. Ibunya bilang, "Hebat kau ya Nak, punya dua ranking 3". Dia hanya senyum-senyum saja. "Tenang saja mama" katanya.
 
Saya sangat bersyukur dan cukup bangga, karena di semester 5-6, sejak Oktober 2005, dia benar-benar belajar. Setiap hari dia buat target sendiri, tanpa campur tangan orang tua. 


Setelah lulus SMA, dia berangkat ke Bandung dan testing UMPTN di sana.

Patricia dengan nilai pas-pasan di SMA, akhirnya masuk Fakultas Hukum UI. Selama kuliah dia harus bekerja di Perpustakaan UI, paruh waktu dan mendapat beberapa bea siswa, membantu orang tuanya yang sedang kesulitan.

Dengan segala keterbatasan, melakukan sesuatu dengan suka cita, Patricia akhirnya lulus S1 dari FH UI, Agustus 2010.

Begitu lulus, dia langsung bekerja. Terakhir, dia bekerja sebagai Asisten Manager, Divisi Hukum, PT Gajah Tunggal, kemudian menikah dengan Frederick Simanjuntak, Nopember 2013.

Namun, Juli 2014 lalu, dia meminta persetujuanku. Sesuatu yang mengagetkan. Saat dia berada pada posisi jabatan yang cukup baik di perusahaan, dia meminta mengundurkan diri. Alasannya, menunggu kelahiran bayinya. Dia ingin merawat bayi dan suaminya penuh waktu. Alasannya cukup rasional dan saya menerimanya dengan senang hati. 


Anak adalah prioritas pertama dan utama. Sebuah pilihan yang ditirunya dari ibunya. "Mama dulu merawat kami penuh weaktu, aku juga akan merawat bayiku penuh waktu. Suamiku juga menginginkan aku penuh waktu nantinya merawat anak" katanya.

Terima kasih untuk Patricia, terima kasih Tuhan. Begitu besar berkatMu kepada kami selama 30 Tahun Perkawinanku. Patricia adalah salah satunya.

Semoga papantulis ini tetap kau kenang dan menjadi warisan untuk anakmu nanti, betapa mimpi yang direncakan dan dilaksanakan sepenuh hati akan menjadi kenyataan!


Medan, 9 September 2014

Gambar. Papan tulis dimana putriku Patricia Girsang menuliskan seluruh impian dan melaksanakannya dengan disiplin dan semangat yang luar biasa. Tulisan ini dibuatnya antara Oktober 2005-April 2006. 


Photo: PAPAN TULIS KENANGAN 2005-2006

Anak-anak yang dibiarkan bebas berkreasi memang terkadang membuat kita khawatir. Tetapi pengawasan dan pembinaan yang terus menerus (tidak diserahkan kepada pembantu atau guru les), akan membuat mereka bertanggungjawab dan secara kreatif mampu menyelesaikan persoalannya. 

Malam ini di tengah kesendirianku, aku terkesan dengan papan tulis yang kupajang di ruang kerjaku, sejak putriku kedua berangkat ke Jakarta 2006.Usianya sudah delapan tahun lebih dan sudah ada yang terhapus, dan kertasnya sudah kumal. 

Papantulis itu berisi rencana kerja dan kegiatan putriku kedua, sejak Oktober 2005- April 2006. Aku tak pernah menghapusnya, dan setiap hari kuperhatikan betapa putriku merencanakan semua kegiatan meraih cita-citanya dengan sempurna. Sebuah saksi sejarah keseriusan seorang anak belajar.  

Kami sempat khawatir tentang peluangnya menembus PTN, karena selama tiga tahun di SMA Negeri 1 Medan, nilainya hanya pas-pasan. Bahkan Semester 4 hanya meraih ranking 33. 

Ibunya bilang, "Hebat kau ya Nak, punya dua ranking 3". Dia hanya senyum-senyum saja. "Tenang saja mama" katanya. 

Waktunya banyak tersita di organisasi sekolah. Dia aktif di organisasi Paduan Suara Sola Gratia, sebagai Sekretaris, dan bersama teman-temannya, membawa harum sekolahnya dengan meraih prestasi Nasional di Bandung, dan berbagai event perlombaan Paduan Suara di Sumatera Utara. 

Dalam melaksanakan aktivitasnya di kegiatan ekstra kurikuler, kami pernah suatu ketika sangat khawatir tentang dirinya, dan juga nilai-nilai mata pelajarannya yang drop. . 

5 September 2005, mereka berangkat ke Bandung, rombongan Sola Gratia yang dipimpinnya menumpang pesawat Adam Air, hanya duluan beberapa menit dengan Pesawat Mandala yang jatuh di Bandara Polonia yang menewaskan Gubernur Sumatera Utara, Rizal Nurdin, serta seratusan penumpang lainnya.  

Saya baru saja tiba di kantor, pulang mengantarnya ke Polonia, ketika saya mendengar pesawat jatuh. Saya begitu khawatir ketika itu putri saya ada di dalam pesawat.    

"Ketika itu, saya pikir dia ada di pesawat yang jatuh". Saya sangat khawatir menunggu kabar. Saya menelepon, tetapi tidak menyahut. 

Beberapa menit saya terdiam. Beberapa saat kemudian, saya mendapat kabar, dia  sudah tiba di Cengkareng. Yang jatuh ternyata Mandala, sedang putri saya, naik Adam Air. 

Itulah Putri saya Patricia Girsang, yang selalu ceria, pintar, tapi kadang membuat cemas juga.    

Aktivistas sosialnya memang membanggakan selama SMA, tetapi nilainya memang drop. Namun, kita tidak pernah membuatnya patah semangat. 

Saya  sangat bersyukur dan cukup bangga, karena di semester 5-6, sejak Oktober 2005, dia benar-benar belajar. Setiap hari dia buat target sendiri, tanpa campur tangan orang tua. 

Jadwalnya dibuat di papan tulis dengan pencapaian yang ketat. Semua tanggal di coret, tanda sudah dilintasi. 

Di dinding papantulis sebelah kanan: tertulis target yang harus dicapainya: HI: UI  65%, Pertambangan ITB 60%, Hukum UI: 55%. Di sebelah kiri ditempel: Yesus is the Way. 

Setelah lulus SMA, dia berangkat ke Bandung dan testing  UMPTN di sana. 

Patricia dengan nilai pas-pasan di SMA, akhirnya masuk Fakultas Hukum UI. Selama kuliah dia harus bekerja di Perpustakaan UI, paruh waktu dan mendapat beberapa bea siswa, membantu orang tuanya yang sedang kesulitan.

Dengan segala keterbatasan, melakukan sesuatu dengan suka cita, Patricia akhirnya lulus  S1 dari FH UI, Agustus 2010.   

Begitu lulus, dia langsung bekerja. Terakhir, dia bekerja sebagai Asisten Manager, Divisi Hukum, PT  Gajah Tunggal, kemudian menikah dengan Frederick Simanjuntak,  Nopember 2013. 

Menunggu kelahiran bayinya, Patricia memutuskan berhenti bekerja. Alasannya cukup rasional dan saya menerimanya dengan senang hati. Anak adalah prioritas pertama dan utaman. 

"Mama dulu merawat kami penuh weaktu, aku juga akan merawat bayiku penuh waktu. Suamiku juga menginginkan aku penuh waktu nantinya merawat anak" katanya.

Terima kasih untuk Patricia, terima kasih Tuhan. Begitu besar berkatMu kepada kami selama 30 Tahun Perkawinanku. Patricia adalah salah satunya.

Semoga papantulis ini tetap kau kenang dan menjadi warisan untuk anakmu nanti, betapa mimpi yang direncakan dan dilaksanakan sepenuh hati akan menjadi kenyataan!

Kita Semua Salah, Semua Jahat, Jangan Membenarkan Diri

 Oleh; Jannerson Girsang

Dua sikap yang sama salahnya, sama jahatnya. Yang satu menyombongkan diri, yang satu seolah-olah merendah. Dua-duanya merasa benar, sama-sama membenarkan diri..

Sikap yang pertama, selalu merasa benar sama seperti orang Farisi-penatua-penatua agama Jahudi dalam kisah Perjanjian Lama, yang hanya melihat dirinya benar, kerjanya menghakimi, menyalahkan yang lain. "Terima kasih Tuhan, kami sudah berbuat baik, tidak sama dengan mereka yang lain".

Sikap yang kedua, merasa berdosa, mengaku dirinya berdosa, tapi hanya untuk membenarkan tindakannya yang terus menerus salah dan tidak mau berubah.. "Aku banyak dosa, tidak pantas jadi "orang baik". Biarlah mereka yang baik-baik itu melakukan yang benar. Biarlah aku korupsi terus, jangan munafiklah".

Sama sombongnya!

”We can't be as good as we'd want to, so the question then becomes, how do we cope with our own badness?. (Nick Hornby).

Kita tidak mampu sebaik yang kita inginkan (apalagi yang diinginkan Tuhan), lalu pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita mengatasi keburukan atau kejahatan kita sendiri?.

Kata para ahli, kita baru menggunakan otak kita 2-5% dari kapasitasnya, kita belum mau, dan tidak mampu terus menerus menyalakan lampu kita, tidak bersinar sebagaimana kemampuan kita.Tapi kita sudah merasa menggunakannya 100%, merasa sudah bersinar setiap saat.

Kita semua jahat, semua bersalah, karena setiap hari melakukan kesalahan, melakukan dosa.

Mari semua berubah ke arah yang lebih baik, mari semua memperbaiki diri, memaksimalkan otak yang banyak nganggur, menyalakan lampu kita lebih lama dari yang sekarang.

Tugas utama kita adalah saling mengasihi dan saling melayani. Saling mengampuni, menasehati dengan lembut dan saling mendukung, mendorong percaya diri, memotivasi, supaya setiap orang sadar kesalahannya, dan berubah memaksimalkan talentanya!

Supir "Gareta Horbo"

Oleh: Jannerson Girsang

Kemajauan, bisa dilihat, kalau peristiwa masa lalu terekam.

Beginilah saya  dulu ketika masih anak-anak hingga remaja di desa, di era 60-an hingga akhir 70-an. Supir "Gareta Horbo".

Sedikit rodanya sudah berubah. Kini memakai ban karet untuk ban mobil. Dulu terbuat dari kayu dan luarnya dilapisi besi, ukurannya lebih besar dan memakai jari-jari.

Subuh berangkat dari desa Nagasaribu ke Saribudolok, Kabupaten Simalungun, berjarak 7 kilometer. Kami menahan cuaca dingin daerah di ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut, selama satu jam perjalanan dengan membawa beban sekitar 400 kg.

Tiba di Jalan Kartini, ibu kota kecamatan Silimakuta itu, pagi sebelum matahari terbit.
Satu hal yang saya tidak lupa: upahnya adalah minum teh susu dan pulut serikaya, di sebuah kedai di Jalan Kartini, tempat membongkar barang. Karena keretanya milik sendiri, dan yang bayar ayah saya...he..he.

Saat ini, angkutan seperti ini hanya digunakan ke ladang dekat desa kami. Mungkin beberapa tahun lagi, dengan membaiknya jalan ke ladang-ladang penduduk, alat seperti ini tidak diperlukan lagi. Pick up, truk akan menggantikannya.

Namun kisahku jadi Supir Gareta Horbo, tidak akan pernah hapus dari dunia ini. Salah satu pengukur kemajuan yang kita capai sekarang. Kalau sejarah masa lalu, yang kuno itu tidak terekam, maka dari mana pula kita bisa mengukur kalau kita sudah modern.

Selasa, 09 September 2014

Bercerminlah dari Penulis-penulis Hebat

Oleh: Jannerson Girsang

Para penulis perlu bercermin, melihat dan memaknai prestasi para penulis besar, supaya mampu merendahkan diri.

Para penulis berkewajiban menciptakan suasana saling menghargai, saling menyemangati, saling mendukung.

Di atas langit masih ada langit!.

Mari bercermin kepada lima penulis novel terlaris di Indonesia: Andrea Hirata (Lasykar Pelangi), Dee, Dewi Lestari (Perahu Kertas), Dhony Digantoro (5 cm), Gita Sesa Wanda Cantika, Keke (Surat Kecil Kepada Tuhan) dan Habiburrahman El Shirazy (Ayat-ayat Cinta).

Mereka berkarya dengan ciri khas masing-masing. Tidak ada waktu untuk menyindir atau meremehkan karya-karya temannya.

Setiap penulis memiliki ciri khas (mungkin juga sedang mencari identitas meniru yang lain) , memiliki kekurangan dan keterbatasan.

Mungkin karena jam terbangnya masih rendah, atau pengetahuannya yang belum mendalam tentang hal yang ditulisnya, mungkin juga sedang menciptakan gaya penulisan yang baru. Waktu, waktu akan melengkapinya dan membuktikan usahanya.

Ingat, semua penulis (kecuali copy paste, atau menjiplak karya orang lain) , sekecil apapun karyanya, adalah pencipta peradaban.

Memberi teladan, jauh lebih baik dari sekedar mengkritik. Mari terus berkarya, tanpa menganggap yang lain lebih rendah atau lebih tinggi.

Andrea Hirata juga dulu tidak ada apa-apanya. Dia besar karena ketekunan dan kegigihannya. Dia tidak pernah membuang waktu diskusi yang tidak produktif, bahkan meluangkan waktunya mengajar motivasi kepada para penulis-penulis baru, sehingga nanti tercipta Andrea Hirata yang baru.

Menjadi penulis hebat, adalah menulis kepeduliannya atas masalah sekitarnya dan menyentuh kebutuhan besar dunia ini sehingga cara berfikir, bertindak dan memaknai mereka atas sesuatu lebih baik, mengajar, memotivasi lebih banyak lagi orang menjadi penulis hebat.

Bukan sebaliknya, membuat orang lain jadi takut menulis, apalagi sampai membunuh karakter teman sesama penulis!.

Meskipun ada penulis yang merasa sudah hebat di daerah kita, tokh belum bisa menyaingi mereka!. Apalagi dibanding dengan nama-nama di bawah ini.

Coba simak perjuangan dan semangat menulis dari para penulis-penulis dunia lainnya seperti William Shakespeare, George Orwell, J.K. Rowling, Kurt Vonnegut, Virginia Woolf, Ernest Hemingway, William Faulkner, Ayn Rand, James Joyce dan J.D. Salinger.

Setiap saya membaca karya mereka, saya sangat merasa kecil, dan tidak ada alasan bermegah diri.

Kita di Indonesia belum ada apa-apanya dalam prestasi menulis. Gunakan waktu meneladani semangat para penulis besar, diskusikan karya-karya mereka, ciptakan karya yang baru, ketimbang asyik berdiskusi siapa yang terbesar!.

Ingat, kesombongan, keangkuhan akan menghancurkan diri sendiri dan menghambat munculnya karya-karya baru yang kreatif.

Roy Martin Simamora, Rinto Tampubolon, Anthony Limtan, Eka Azwin Lubis, Lea Willsen, Liven Riawaty



Medan 9 September 2014

Senin, 08 September 2014

Menulis, Mempengaruhi Dunia (Rubrik, Analisa Cetak, 8 September 2014)



Oleh: Jannerson Girsang.

Buah pikiran seorang penulis yang dipublikasi mampu mempengaruhi dunia, bahkan secara tidak langsung memimpin perubahan dunia.

Karya tulis, baik dalam bentuk artikel dan buku yang memberi makna atas peristiwa, mengangkat nilai-nilai yang sudah terkubur, menjadi sumber pengetahuan, dan inspirasi bagi masyarakat umum, para pengambil keputusan atau para pemimpin. 

Nilai sebuah artikel atau buku adalah sebuah pengalaman baru, hidup baru, pengetahuan baru. Christopher Morley (1890 – 1957), seorang wartawan dan penulis novel berkebangsaan Amerika, mengatakan: “Ketika anda menjual sebuah buku kepada seseorang Anda tidak hanya menjual 12 ons kertas, tinta dan lem. Anda menjual hidup baru. When you sell a man a book you don't just sell him 12 ounces of paper and ink and glue. You sell him a whole new life".

Mempengaruhi Pemikiran, Mendorong Tindakan

Karya tulis mempengaruhi pemikiran dan mendorong pembaca bertindak ke arah yang lebih baik.  Membaca tulisan akan membuat orang menikmati hidup baru, cara-cara baru yang lebih baik dari sebelumnya.

Buku terkenal Seven Habits yang terbit 1989, karya Stephen R.Covey sudah terjual lebih dari 20 juta dan dibaca lebih dari jumlah buku yang terjual.

Menjadi pedoman atau referensi para pemimpin atau manajer, dan banyak  mempengaruhi karakter para pemimpin dunia, termasuk Indonesia.

Penulisnya sendiri, Covey sangat berpengaruh di kalangan pemimpin dunia. Bahkan ditunggu kedatangannya di pertemuan-pertemuan para pemimpin dunia, termasuk dengan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, ketika buku lanjutan Seven Habits, yakni Eight Habit terbit pada 2005.

George Soros,seorang pengusaha yang menuliskan pengalamannya dalam bentuk buku dan publikasi, turut memberi warna pandangan manusia tentang keuangan dan filsafat. Pradigma Baru Pasar Financial, salah satu buku George Soros yang diterbitkan Oktober 2008, merupakan pikiran-pikirannya yang memberikan inspirasi kepada pengambil keputusan meski tidak pernah bertemu dengan George Soros.

Penulis lainnya, Robert Tyosaki penulis buku Rich Dad, Poor Dad  juga memberi motivasi banyak pengembil keputusan di seantero dunia ini.

Pembaca mungkin masih ingat Ramos Horta, ketika pada masa-masa perjuangan Timor Timur yang selain sebagai pelobi, dia juga rajin mempublikasikan opininya di media-media internasional.

Yang lebih luar biasa lagi, kekuatan seorang penulis handal lebih dari kekuatan seorang presiden. Dua wartawan muda Amerika, Bernstein dan Woodward. Laporan jurnalistik investigasi mereka yang dibukukan dalam buku All the President Men, mengungkap kasus Watergate.

Kasus yang mampu mengundang reaksi orang untuk menjatuhkan Presiden Amerika Serikat Richard  Nixon di era tujuh puluhan.

Mengangkat Kisah yang Dilupakan

Karya seorang penulis menghiasi dunia dengan kisah yang mungkin sudah dilupakan orang menjadi karya luar biasa. 

Misalnya sosok Shoe Hok Gie yang kurang dikenal oleh para anak muda era 2000-an, kemudian biografinya ditulis oleh Dr John Maxwell, ”Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani”. Buku itu mampu mengangkat kembali nilai-nilai kejuangan seorang mahasiswa enampuluhan bagi generasi muda abad 21. Para anak muda semakin mengenalnya setelah hasil karya tulis itu kemudian menjadi sebuah film dan digandrungi generasi muda bangsa ini.

Penulis lainnya banyak mengangkat hal-hal yang terlupakan menjadi inspirasi baru. Misalnya kisah tenggelamnya Titanic.

Kisah yang menjadi pembicaraan hangat, karena karya tulis itu kemudian dapat menghasilkan cerita yang dinikmati penduduk dunia melalui film My Heart will Go on.     

Sebuah artikel tentang kehidupan pengusaha kemenyan di era 1930-an di harian ini beberapa tahun lalu berjudul ”Melongok Pengusaha Kemenyan Era 30-an” mengisahkan kembali seorang pengusaha kemenyan di daerah Humbang. Saat itu dia sudah memiliki mobil. Rumahnya yang mewah masih dapat disaksikan di sebuah desa pedalaman di Kabupaten itu.

Artikel itu mencerahkan pembaca bagaimana kehidupan seorang pengusaha kemenyan, bagaimana kemenyan diproduksi dan bagaimana Humbang telah menjadi pusat produksi kemenyan sejak lama, dan kini masih terus berlanjut.

Mengangkat Martabat Bangsa

Para penulis mampu mengangkat harkat martabat bangsanya melalui tulisan. Mungkin Anda pernah mendengar kisah tentang novel : Cantik itu Luka, sebuah novel berkelas dunia, yang ditulis Eka Kurniawan, pengarang Indonesia kelahiran 1975 dan alumnus Filsafat UGM.

Para novelis luar negeri menempatkan Eka Kurniawan pada posisi yang setara novelis international. Novel ini ternyata sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang Bi wa Kizu oleh Ribeka Ota dan diterbitkan  Shinpusha di Jepang. 

Menyusul Novel Lasykar Pelangi yang memberikan kontribusi besar bagi dunia sastra Indonesia, serta memperkenalkan mindset Indonesia ke dunia luar. Puluhan juta buku Lasykar pelangi yang berkisah tentang mimpi seorang penduduk desa di Belitung menginspirasi jutaan penduduk dunia.  

Menurut harian Indonesia berbahasa Inggeris, The Jakarta Post (29 Oktober 2013), sudah diterbitkan di 100 negara dan diterjemahkan ke dalam 30 bahasa yang berbeda. Sebuah prestasi yang memunculkan kebanggaan bahwa penulis Indonesia juga mampu menghasilkan karya-karya novel  yang mendunia.  

Menulis Fakta Memberi Makna

Menulis fakta menjadi bermakna dan dibaca khalayak bukan proses yang mudah. Proses diawali dari sebuah ide, pengumpulan data (wawancara, observasi atau riset), menulis dan mempublikasikan kepada umum baik melalui media cetak, online atau buku sehingga bisa dibaca oleh lebih banyak manusia.

Penulis harus memiliki kemampuan kejelian memilih  issu, kesabaran, dan idealisme. Hal yang belakangan tidak banyak dimiliki para penulis generasi muda kita sekarang kita. Mereka membutuhkan pembelajaran baik secara formal dan informal. 

Kita saat ini berada dalam arus generasi internet, dimana media tulis akan semakin terbuka lebar.  Artinya, sebuah tulisan tidak lagi menunggu media cetak yang jumlahnya terbats dan harus antri. Penulis memiliki alternatif lain dengan hadirnya  media online, bahkan artikel-artikel atau buku bisa dipublikasikan melalui website atau blog pribadi. 

Generasi internet dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi dengan bahasa tulisan. Jika tidak, maka negeri ini akan diluberi informasi hasil tulisan orang asing dengan sudut pandang yang berbeda, namun belum tentu memberi manfaat sesuai dengan kebutuhan kita. 

Jangan Hanya Menyimpan di Laptop

Sebuah kisah yang disimpan di lemari atau di dalam komputer, tidak akan berarti apa-apa. Dia hanya pajangan atau kenangan yang bisa hilang seiring meninggalnya pemilik cerita.

Sebaliknya, tulisan hanya menjadi kenangan dan tak punya kekuatan apa-apa, kecuali bagi penulisnya sendiri dan kemungkinan akan hilang dengan berjalannya waktu!.

Novel Lasykar Pelangi jika hanya tersimpan di laptop penulisnya Andrea Hirata, tidak mungkin bisa dibaca jutaan penduduk dunia, tidak mungkin mempengaruhi dunia, tidak mungkin mengangkat martabat bangsa.

Marilah mendorong para penulis-penulis kita, berikan apresiasi bagi penulis sekecil apapun karyanya, karena itu akan membuat kekuatan besar mepengaruhi dunia!. Bacalah karya-karya anak bangsa. Belilah buku-buku mereka!

Para anak muda teruslah melanjutkan menulis dengan sungguh-sungguh. Perkembangan media yang pesat akan menjadikan kegiatan menulis menjadi alternatif pekerjaan baru bagi kita semua.

Harapan masih terbuka lebar. Dengan makin berkembangnya teknologi informasi, maka para penulis memiliki kesempatan luas mempublikasi tulisan-tulisan dari perenungan lokal menurut jalan pikiran bangsa ini menuju dunia yang lebih makin berkembang dan mempengaruhi dunia. ***

Penulis adalah penulis biografi berdomisili di Medan

Kamis, 04 September 2014

In Memoriam Mandino (1923-1996) Membaca Meraih Hidup Baru (Rubrik Wacana, Medan Bisnis, 4 September 2014)



Oleh: Jannerson Girsang

Mungkin banyak diantara pembaca yang membaca buku setiap hari. Pasti diantara semua bacaan itu Anda menemukan sesuatu, meraih  hidup baru, pemikiran baru ke arah yang lebih baik. Masalahnya, bangsa kita baru sekitar 23% memperoleh informasi dari membaca.

Keteladanan Mandino seorang veteran Vietnam dalam membaca buku. menjadi penting dijadikan renungan dan inspirasi.  Lingkungan pekerjaannya membuat pria ini  sempat menjadi pecandu alkohol, dan menyebabkan dirinya keluar dari pekerjaannya, ditinggal keluarganya.

Membaca, membuat Mandino mampu meluruskan kembali jalan hidupnya.  Bahkan sebuah buku bisa menemukan potensi dirinya, kembali bangkit dan sukses. Membaca, memampukan Mandino menata dirinya, sukses kembali dalam pekerjaannya, bahkan menulis buku best seller dari pengalaman barunya.  

Membaca Meraih Hidup Baru

Jadikan membaca menjadi budaya memperoleh hidup baru, kegairahan baru, bukan malah membuat makin galau.  Sehingga membaca menjadi sebuah kegiatan rutin. Sebaliknya, fakta menujukkan bahwa masih sedikit diantara bangsa ini yang melakukan kegiatan membaca sampai pada tingkat seseorang mengambil makna dari bacaannya, belum membuatnya berubah.

Membaca tak lebih dari sekedar membaca pendahuluan, membolak-balik kertas-kertas yang dijilid dan diberi sampul mewah, tanpa memperoleh kekuatan baru dari bacaannya.

Tidak demikian halnya Mandino, penulis The Greatest Salesman In The World, buku best seller di Amerika yang bukunya terjual lebih dari  50 juta eksemplar dan buku-bukunya sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 25 bahasa.

Di balik kisah suksesnya, Mandino yang hidup antara 1923-1996, memiliki pengalaman unik membaca, keluar dari penderitaan dan keputusasaan.  

Pria ini membuktikan, siapa saja yang melek huruf  bisa meraih sukses seperti yang dialaminya Mandino bukanlah seorang akademisi. Sebelum sukses menjadi seorang penulis terkenal, Mandino--nama lengkapnya Augustine “Og” Mandino II  mengalami penderitaan hebat.   

Sebelum jatuh dalam penderitaan, Mandino adalah veteran perang Vietnam. Setelah menyelesaikan tugas militernya, dia beralih profesi menjadi salesman asuransi. Pekerjaan baru ini menuntutnya bekerja siang hari dan dan duduk di bar di malam hari.

Pola kerja seperti ini membuatnya menjadi seorang pecandu alkohol dan akhirnya tidak bisa mempertahankan pekerjaannya.

Bak kata pepatah, sudah jatuh ketimpa tangga. Gambaran keadaan yang dialaminya sesudah kehilangan pekerjaan. Dalam kesulitan seperti itu, Istrinya  Miriam "Mimi", bersama anak tunggal mereka,  meninggalkannya. Mandino kehilangan segalanya: pekerjaan, rumah dan keluarganya. Menghadapi suasana kehampaan hidup, mantan pilot pembom ini hampir saja bunuh diri.

Untung saja niatnya urung dan dia mencurahkan waktunya di perpustakaan yang menyediakan buku-buku yang kemudian menenangkan pikirannya yang sedang galau. Beda dengan banyak jalan yang ditempuh banyak remaja masa kini. Pikiran yang galau justru diatasi dengan obat-obat terlarang atau masuk ke tempat-temoat hiburan yang memberinya hiburan sesaat, tidak sampai merubah pola yang hidupnya lebih baik.   

Suatu ketika Mandino pergi ke perpustakaan. Saat memilah-milah buku di perpustakaan, Mandino tertarik kepada beberapa buku motivasi sukses. Dia memilih beberapa judul buku, membawanya ke  meja perpustakaan dan mulai membaca.

Hari-hari berikutnya, Mandino melanjutkan kunjungannya ke banyak perpustakaan lainnya di Amerika Serikat. Dia membaca ratusan judul buku yang berhubungan dengan sukses. Karena banyak waktu dicurahkan membaca, dia bisa mengurangi ketergantungan alkohol.

Hingga suatu ketika, dia tiba di  perpustakaan Concord, New Hampshire. Di sana Mandino menemukan buku klasik karya W. Clement Stone, Success Through a Positive Mental Attitude. Buku ini membuat kehidupan Mandino lebih baik.

Singkat cerita, Mandino tidak hanya lepas dari alkohol, bahkan dengan pengetahuan yang diperolehnya dari buku-buku itu, Mandino menemukan dirinya kembali, dan memiliki keberanian untuk memulai kembali hidupnya. Dia kemudian melamar pekerjaan di Combined Insurance.

Di kantor barunya, Mondino menerapkan prinsip-prinsip mencapai sukses dari buku-buku yang dibacanya. Mandino meraih kesuksesan demi kesuksesan.

Bahkan kemudian, dia menulis pengalamannya sendiri dalam  The Greatest Salesman In The World, buku yang pernah menjadi best seller dan klasik di bidangnya. Bukunya terjual lebih dari 50 juta eksemplar dan sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 25 bahasa.

Mandino memberi kita pelajaran bahwa seseorang bisa lepas dari penderitaannya dengan membaca, sekaligus meyakinkan bahwa membaca juga milik kaum awam, tidak hanya milik kaum intelektual dan tujuannya hanya untuk kepentingan ilmiah.


Penutup

Pengalaman Mandino, mengisyaratkan bahwa membaca wajib bagi siapa saja untuk meraih perubahan hidup. Sebuah renungan menarik. Masalahnya, menurut data BPS (2006), masyarakat Indonesia lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca (23,5%). Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh 23,5% dari total penduduk Indonesia, jauh di bawah Jepang dan Singapura, yang mencapai masing-masing 45% dan 55%.

Fakta itu menunjukkan bahwa kebanyakan bangsa kita masih memandang buku hanya merupakan kumpulan kertas, tinta dan lem. Christopher Morley, seorang wartawan dan penulis novel Amerika Serikat mengatakan: “Buku adalah hidup baru”.

Pengalaman Mandino mengungkapkan bahwa buku memiliki kekuatan, bahkan buku dapat membuatnya meraih hidup baru, melepaskannya dari penderitaan.  Dengan membaca Mandino menjadi seorang salesman sukses bahkan mampu menulis menjadi penulis buku terkenal.

Buku memiliki roh dan kekuatan membawa Anda meraih hidup baru. Membacalah, maka Anda akan keluar dari penderitaan, sekaligus meraih sukses yang lebih besar.

Di saat luberan informasi dalam era global semacam ini, membaca adalah salah satu cara membuat diri kita mampu menyaring informasi yang berguna bagi kita untuk memilih langkah terbaik dalam kehidupan ke depan.

Selasa, 02 September 2014

Kita Semua Salah


Oleh: Jannerson Girsang


Apa guna kau merasa orang benar
Kalau tidak tau apa yang benar

Apa guna kau merasa menang
Kalau  ada orang yang dendam

Menang jadi arang, kalah jadi abu
Dua-duanya sia-sia saja

Jangan buang waktu mencari kesalahan
Bahkan memfitnah supaya orang lain seolah salah
Hidup menderita dalam kecurigaan

Bisa menyeret orang ke pengadilan
Menambah orang yang tersangka kemudian terdakwa
Diadili namun dibela siapa yang bayar
Dihukum hakim nakal
Vonis kontroversi
Jutaan rakyat demo menekan
Menang tapi tidak nyaman, tertekan

Marilah mencari apa yang benar
Memahami kebenaran
Dan melakukan yang benar

Menabur kebaikan
Berbuah kebahagiaan

Hentikan mencari siapa yang salah
Kita semua salah
Kita semua  terdakwa

Puisi Pertama dalam Hidupku
Medan, 21 Januari  2013