My 500 Words

Sabtu, 07 Februari 2015

Orang (Merasa) Kaya dan Orang (Merasa) Pintar

Oleh: Jannerson Girsang
Di sekitar kita selalu ada orang yang dikelompokkan orang kaya atau orang pintar. Merekalah sering jadi penentu dan memimpin perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik, jadi trend setter.

Masalahnya, apakah semua melaksanakan kewajibannya sesuai statusnya. Karena ketika mereka alpa, maka dampak negatifnya terhadap lingkungan sangat besar. Bayangkan kalau orang kaya pelit mendermakan kekayaannya, orang pintar juga pelit menularkan kepintarannya.

"Kalau Anda (merasa) kaya--karena sebenarnya kaya itu relatif, janganlah kekayaan Anda membuat orang lain merasa miskin, tetapi turutlah mereka menikmati kebanggaan, kebahagiaan karena kekayaan Anda.

Demikian juga, kalau Anda (merasa) pintar, janganlah kepintaran Anda membuat orang lain merasa bodoh, tetapi makin pintarlah mereka karena Anda. Tidak hanya pintar, tapi bijaksana".

"Ulang pangahap kaya hape lang tarbahen pangunsandean, mangahap malo hape lang jadi pangguruan".

Janganlah (merasa) menjadi orang kaya tetapi tidak bisa menjadi tompangan, tumpuan pertolongan,atau (merasa) orang pintar tetapi tidak bisa mengajar.

Kekayaan, kepintaran bukanlah sekedar tontonan sandiwara yang wah, indikator lebih dari yang lain, apalagi menjadi sumber kesombongan, merasa lebih tinggi dari yang lain.

Makin seseorang berstatus kaya, makin seseorang berstatus pintar, makin berat bebannnya.

Orang berstatus kaya mempunyai beban menjadikan lebih banyak orang menjadi kaya, setidaknya merasa kaya, dan orang berstatus pintar menciptakan lebih banyak orang menjadi pintar, atau setidaknya tidak merasa bodoh.

Yang sering terjadi, justru sebaliknya. Karena seseorang kaya atau pintar, tidak mau melaksanakan tugasnya sesuai statusnya, dia menjadi sombong, bahkan mengisolasi diri, membentuk kelompok yang merasa statusnya sama.

Sering tidak disadari bahwa orang disebut kaya karena di sekitarnya ada orang yang belum kaya, disebut pintar karena di sekitarnya ada orang yang belum pintar. Ada orang yang jatuh miskin, ada Orang Kaya Baru (OKB). Berputar seperti roda. Ada orang yang dulu bodoh, sekarang makin pintar. Tentu tidak orang yang makin bodoh, hanya secara relatif, dia lebih bodoh dari yang lain, karena tidak mau belajar.

Harus diingat juga. Di atas langit masih ada langit. Kaya, pintar itu memang sangat relatif. Kaya di Medan, belum tentu kaya di Jakarta, pintar di Medan belum tentu pintar di Jakarta.
Tetapi orang kaya dan pintar di mana saja memiliki tugas yang sama: menjadikan kekayaannya, kepintarannya membuat yang lain lebih kaya, yang lain lebih pintar.

Mungkin kita masih hanya (merasa) kaya atau pintar. Belum menjadi orang kaya, atau orang pintar yang sesungguhnya. Mari kita periksa diri masing-masing!. (Podah ni namatua).

Medan, 3 Pebruari 2015

Hari ini Rasanya Rame

Hari ini rasanya rame.

Pagi hingga siang kebaktian Minggu. Siang hingga sore, Rapat Majelis untuk persiapan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) di Synode Jemaat Minggu depan, berlanjut dengan Pemilihan Pengurus Sekolah Minggu.

Baru pulang dari partonggoan STM Sauhur menjelang pukul 21.00.

Selamat buat Pengurus Sekolah Minggu yang terpilih hari ini:

Ketua: Sy Henri Purba, SE
Wakil Ketua: Sy Sudirman Purba
Sekretaris: Bennauli br Sinaga
Wakil Sekretaris: Hersanta br Purba
Bendahara: Resmi br Siregar

Selamat bekerja.

Seorang tamu dari Jerman baru-baru ini saat makan malam bersama bertanya:

"What about week end?"

"No Weekend".

"I can not imagine" katanya.

Hiburan malam ini: telepon anak-anak dan cucu, dengar lagu-lagu menjelang tidur. Itulah kegiatan seorang Vorhanger satu hari, pada hari-hari puncak menjelang Periode lima tahun berakhir. Butuh energi suka cita, sehingga semua kegiatan bisa menjadi berkat.

Medan, 1 Pebruari 2015

Takar dengan Seimbang


Oleh: Jannerson Girsang

Kebaikan dan Keburukan ibarat dua sisi mata uang. Semua orang memiliki keduanya. Karena mereka bukan malaikat.

Mulailah menilai orang, karya atau hasil kerja dari sisi positif. Tidak melulu mencari salah, apalagi tidak mampu dan tidak pernah mengungkap sisi kebaikannya.

Sebab manusia tidak ada yang sempurna. Ketika seseorang suka atau "candu menjadikan sisi negatif sebagai sorotan utama pembicaraannya, untuk memposisikan dirinya seolah hebat, benar, dia tidak sadar, sedang melakukan aksi ibarat "menepuk air di dulang, akan kepercik mata sendiri".
Sebab yang ngomong juga tidak mampu merasakan balasan kalau kepadanya diperlakukan hal yang sama.

Cuma, kadang dia luput, dan orang sering membiarkannya, karena di sekitarnya masih banyak orang baik, tidak sampai hati melukainya. Tapi sering tidak tau diri, seringkali "candu" melanjutkan aksi itu.
Pengalaman saya, orang yang suka mencari sisi negatif orang lain untuk menaikkan citra dirinya, ketika kepadanya diperlakukan hal yang sama, langsung "klenger", pipinya merah,suaranya keras, sakit hati, atau dendam, kalau dia pengurus, maka tidak akan mengerjakan pekerjaannya, karena visinya hanya untuk diri sendiri. Mana tahan.....!

Mari sama-sama memperbaiki diri. Mulailah saling menakar kebaikan, bukan melulu membeberkan keburukan.

Semua orang memiliki kebaikan dan keburukan. Tak seorangpun di dunia ini mampu menerima keburukannya diungkapkan, tanpa menakar kebaikannya.

Selamat hari Minggu!

Medan 1 Pebruari 2015

Ibuku 77, Aku 54, Putriku 30, Cucuku 17 Bulan

Oleh: Jannerson Girsang

Hari ini ibuku genap berusia 77 tahun. Beliau lahir 22 Januari 1938. Tanggal lahir kami berdekatan, dan baru saja merayakan Ulang Tahun ke 54, pada 14 Januari 2015 lalu.

Kasih ibu sepanjang masa, hingga menutup mata. Dia yang melahirkanku, terus menyayangiku, mendoakanku, mendoakan anak-anakku, cucuku, tanpa henti!

Bahkan hingga memiliki cucu, beliau selalu ada di belakangku. Beliau adalah wanita yang paling lama menyangiku dengan setulus hati, tanpa pamrih. Tidak ada wanita yang dapat menggantikan
ibuku, soal kasih sayang dan perhatian tanpa pamrih.

Melahirkan anak adalah satu pengorbanan ibu yang tak dapat dibayar dengan apapun. Taruhan nyawa! Tidak boleh dilupakan oleh siapapun yang masih hidup.

Sehari sebelum saya lahir, 13 Januari 1961, pagi hari, ibuku berangkat ke ladang sewaan mereka di Paya (ladang Jasiap Sipayung), tidak jauh dari desa kami, Nagasaribu, Kabupaten Simalungun.

Saat itu cabe hijau dan diantaranya terdapat juga daun sup sedang mekar-mekarnya. Ibuku masih menyiangi tanaman liar (gulma) dan seperti biasanya pulang ke rumah jam 5 sore.

Sesampainya di rumah, dalam keadaan hamil tua, ibu mandi dan mengambil air sendiri ke pancuran yang terletak di sebuah lembah berjarak sekitar 200 meter dari rumah.

Pulang dari pancuran, ibu yang sedang hamil tua itu tidak langsung beristirahat, tetapi harus memasak makan malam--dibantu adik-adik ayah, untuk makan malam keluarga besar.

Sesudah makan malam, adik-adik ayah saya yang sudah remaja atau gadis, meninggalkan rumah dan tidur di rumah orang lain atau tetangga. Hanya anak-anak yang masih kecil yang tidur di rumah.
Di desa itu, biasanya anak-anak remaja atau dewasa yang rumahnya kecil, menumpang tidur di rumah yang penghuninya sedikit (janda atau keluarga yang anak-anaknya sudah berkeluarga).

Pagi-pagi mereka kembali ke rumah masing-masing.

Saat semua penduduk desa sedang tidur nyenyak, ibuku merasakan sesuatu yang aneh dan sekitar pukul 02 dinihari, ibuku merasakan pengalamannya yang pertama seorang wanita hamil tua.
Beliau merasakan pegal di pinggangnya dan perutnya mulas-mulas. "Saya yakin akan segera melahirkan,sakit sekali"ujarnya suatu ketika. Saya terharu bercampur bangga mendengarnya.
Terbayang ibuku yang meringis kesakitan dan tentunya bingung karena baru pertama kali mengalaminya.

Menunggu proses kelahiranku, ibuku ditemani para ibu-ibu yang usianya lebih tua (Nan Saludin, Nan Salomo, Nan Lena, Nan Josep, ompung si Letnan), ayahku dan kakek (ompung) saya sendiri. (Kecuali ayah dan ibu saya semua nama-nama ini sudah meninggal).

Tiga jam kemudian, sejak ibu mulai merasakan ciri-ciri mau melahirkan (kontraksi), dengan pertolongan paraji nan Loyar boru Payung (juga sudah meninggal), menggunakan peralatan medis yang sangat sederhana, berhasil menolong proses kelahiranku.

Itulah satu peristiwa pengorbanan ibuku yang bertarung nyawa untuk melahirkanku di suatu malam. Tentu banyak lagi kisah kasih ibu yang kalau saya menuliskannya semua hari ini satu kalimat saja satu peristiwa, akan sangat panjang dan Anda tak sempat membacanya.

Puji Tuhan!. Lima puluh empat tahun sudah beliau tidak pernah lepas memberi kasih sayang, mendoakan, memberi biaya yang kuperlukan semasa sekolah, menikahkanku, memberi jajan anak-anak dan cucuku, terus...entah apa lagi yang akan saya terima.

Tidak pernah menuntut balas. Hanya berharap supaya anak-ananya lebih baik dari dirinya, tidak ketinggalan dari orang lain, dan tetap menghormatinya, menghargainya sebagai orang tua. Itu saja, harapan yang sangat sederhana!

"Terima kasih kalian sudah mengingatkan ulang tahunku. Akupun tidak ingat kalau hari ini ulang tahunku. Baru bangun, karena sedikit flu,"kata ibuku pagi ini, saat berkomunikasi lewat telepon.

Hari ini mereka berdua akan merayakan ulang tahunnya dengan sederhana. "Makan siang ma hanami akkin i Saribudolok,"katanya.

Mereka berdua selalu seperti pengantin baru, menikmati masa pensiunnya di rumah kesayangannya di kampung Nagasaribu. Karena bapak masih bisa nyetir mobil, mereka bisa dengan leluasa pergi kemana-mana.

 Salam dari ompung Nagasaribu buat cucunya, putri adikku Henri, Glenia Evelyn yang sedang sakit di RS Elizabeth, Medan. Semoga lekas sembuh!

Medan. 22 Januari 2015 

Bersihkan Akun FB Meragukan, Sebarkan Kesejukan


Oleh: Jannerson Girsang

Mari jadikan FB sebagai ruang tamu keluarga besar. Hindarkan pertemanan dengan akun yang berniat jahat!

Hati-hati berteman dengan FB yang mencantumkan hanya satu atau dua foto dirinya, tetapi menghindar mencantumkan foto keluarga atau temannya, tidak ada foto kegiatan sehari-harinya. Statusnya, alamat, alumni, tak jelas.

Jelas niatnya di FB diragukan.

Kalau Anda pernah terjebak dengan akun seperti itu, wah geli deh. Umumnya, bahasa yang digunakan serta isi FBnya sungguh membuat kita tidak nyaman.

Bagi saya: FB adalah ruang tamu untuk menyapa anak-anak saya, teman-teman saya setiap hari. Saya juga mendapat pesanan pekerjaan dari FB.

Bukan untuk menipu orang!

"Darah" dari keakraban orang tua anak dan pertemanan adalah komunikasi. Tanpa komunikasi, sebenarnya kasih sayang, keakraban itu omong kosong.

Inilah komunikasi termurah, praktis, sehat, bermanfaat bagi banyak orang.
Jadi, saya tidak mau terganggu oleh orang-orang yang usil. Mungkin teman-teman yang lain juga begitu.

SUMBER GANGGUAN.

FB seperti ini bisa menjadi sumber gangguan bukan hanya bagi Anda, tetapi bagi teman-teman Anda yang lain.

Mungkin akun-akun seperti inilah yang meng-hack FB teman-teman dan melakukan penipuan, seperti yang terjadi kepada teman saya kemaren..

Tolaklah pertemanan dengan mereka. Dengan melakukan hal itu, Anda turut menolong banyak orang!.

Kecuali kalau Anda juga sama seperti mereka, berniat jahat kepada teman sendiri.
Sayapun akan memblock Anda!

FB KELUARGA.

Mari jadikan FB ini menjadi ruang tamu keluarga. Pastikan orang-orang yang terdaftar di akun Anda adalah teman-teman baik Anda, keluarga Anda, setidaknya berperangai baik dan tidak mengganggu kenyamanan teman-teman yang lain. .

Sebarkan Kasih, Suka cita, Damai sejahtera, Kesabaran, Kemurahan, Kebaikan, Kesetiaan, Kelemahlembutan, Penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu

WASPADALAH melakukan percakapan di inbox FB.

Kadang Anda tidak sadar, bahwa FB teman Anda sudah dihack. Anda masih merasa berhubungan dengan teman akrab Anda, ternyata Anda sedang menghadapi penjahat.

INGAT INI!.


MEMINTA UANG.

Siapapun meminta uang atau barang melalui FB jangan layani, sebelum konfirmasi melalui telepon!. Demikian sebaliknya!. Siapapun yang menawarkan barang atau uang untuk Anda, jangan berbesar hati sebelum melakukan konfirmasi! Semua itu bohong, apalagi Anda tidak mengenal mereka.
Seperti yang saya alami kemaren dari akun sahabat saya.

"boleh nggak minta tolong!"
"apa bos?"
"bos ada saldo gk di ATM ?
klo ada., bisa sy pinjam dlu bos, buat ngirim sodara"

Untung saya melakukan konfirmasi, jadi terhindar dari niat buruk penjahatnya

MENGAKU JATUH CINTA.

Yang aneh, kalau dia mengaku JATUH CINTA pada Anda!. Padahal tidak pernah bertemu muka!.
Anda orang yang waras tentunya. Orang yang waras tidak mau menyambut CINTA orang gila.
Kalau Anda sama dengan orang gilanya, yah bak gayung bersambutlah! Siaplah Anda mendapat malapetaka. Pengalaman banyak teman, mereka menjadikan Anda alat pemerasan.

LAKUKAN INI

Klick SETTING, kemudian Klick: BLOCKING: masukkan nama akun itu dan selesai. Anda sudah terhindar dari niat penjahat.

Dia tidak bisa lagi berhubungan dengan akun saya.. Hari ini saya memblock dua akun seperti itu.
Dengan berbuat begitu, saya tidak menyebar niat orang jahat kepada teman-teman saya di FB.
Kalau Anda melakukan hal yang sama, Anda menolong ribuan orang dari niat orang jahat.

19 Januari 2015

Bagi Tuhan Tiada Yang Tak Mungkin


Oleh: Jannerson Girsang

Singkirkan kekhawatiranmu. Tidak pernah apa yang dikhawatirkan terjadi. Tuhan selalu memberikan jauh dari apa yang kita pikirkan dan doakan!.

Sore ini, saya begitu senang, karena sudah melaksanakan dengan baik pemilihan pengurus Bapa dan Wanita GKPS Simalingkar periode 2015-2020.

Lima tahun yang lalu, saya sempat khawatir dengan keadaan saya, apakah mampu melaksanakan tugas sebagai vorhanger (memimpin 700-an orang jemaat). Sementara saya di awalnya memiliki beban berat.

Tinggal dua bulan lagi. Saya yakin akan mampu mengakhirnya dengan baik. Puji Tuhan. .
Sebenarnya saya flu, beberapa hari terakhir cukup sibuk dan butuh istirahat.

Tetapi rasa senang sepertinya mampu menghilangkan segala rasa penat dan tak nyaman. Tak perlu khawatir dengan kesehatan, karena kesembuhan, apalagi cuma virus flu datang dari "suka cita" dan minum air putih. .

Tiba di rumah saya minta diurut sama anakku Bernard dan tertidur sebentar. Cukup untuk menghilangkan kepenatan sehari.

Saya ingat tugas yang diberikan putri bungsu almarhum adikku Parker Girsang Trisha Melanie Girsang, siswa Kelas II, SMA Negeri 2 Bekasi.

Dua hari yang lalu dia minta saya membantu PRnya. "Bapatua, minta tolong dong buatkan biografi kakak untuk tugasku di sekolah," katanya melalui sms, saat saya masih di tempat acara pemakaman adik ayah saya di Pematangsiantar.

Icha mengirimkan draftnya dan saya mengeditnya. Mudah-mudahan cukup untuk memenuhi tugasnya.

Selesai mengedit PR putriku ini, saya mengirimnya melalui inboxnya. Saya menyempatkan diri mengamati FBnya.

Lantas, masuk ke FB almarhum adik saya. Meski adik saya sudah meninggal hampir lima tahun yang lalu, saya sekali-sekali masih bisa mengunjungi FBnya. Melihat aktivitas terakhirnya.

Itulah hebatnya FB.

Salah satu kekhawatiranku lima tahun lalu adalah Icha. Putri bungsu almarhum Parker Girsang, yang ditinggal ayahnya saat dia masih SD kelas 6. Lebih sedih lagi, dia sudah ditinggal ibunya ketika dia masih kelas 2 SD.

Saya kembali membolak-balik kejadian lima tahun yang lalu. Saya menemukan foto di bawah ini. Almarhum adik saya berdua dengan putri kami Icha, panggilan akrabnya.

Foto mereka di suatu pesta, April 2009, saat dia masih kelas 5 SD.

Tentu Icha tak pernah terbayang, kalau 14 bulan kemudian, ayahnya jatuh sakit dan meninggalkannya untuk selama-lamanya Juni 2010.

Hati saya trenyuh juga melihat foto ayah bersama putrinya. Trisha Melani, putri bungsu tiga bersaudara, dari almarhum adik saya begitu dekat dan manja kepada bapaknya. Bukan hanya di foto, tetapi kesehariannya memang begitu.

Khawatir pada awalnya, kalau Icha mampu berpisah selama-lamanya dengan ayahnya.
Saat ayahya meninggal, Icha baru lulus SD, dan memasuki SMP kelas I. Tak terbayang putri yang sangat manja kepada bapaknya, mampu berjuang, meski berpisah dengan ayah yang sangat dicintainya. Hidupnya memang sungguh sangat prihatin. Dia kehilangan Mama tercintanya, empat tahun sebelumnya, ketika dia masih kelas II SD. .

Saya mengamati FB putriku. Beberapa video tentang inspirasi Kristiani ternyata menjadi makanan rohaninya. Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin.

Kini Icha tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pintar. Dua tahun lalu diterima sebagai siswa di SMA favorit, SMA Negeri I Bekasi.

Tak perlu banyak khawatir. Seperti ketika kita terbang di atas pesawat di ketinggian 11.600 meter. Kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menyerahkan nasib kita kepada pilot. Kita pasti akan sampai.
"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu" (1 Petrus 5:7).
.
Tak pernah terbayang kalau Icha di Tahun Baru kemaren bisa mengucapkan kata-kata ini.

"Nanti saya akan masuk UI seperti kakak. Bisa nggak ya bapatua," demikian janjinya kepadaku saat kami bertahun baru bersama di Ciater, Jawa Barat, 2-3 Januari lalu.

"Bagi Tuhan tidak ada yang tak mungkin sayang. Icha akan menjadi dokter!. Kau pasti bisa".
Oh, Tuhan. Betapa sayangMu kepada kami. Terima kasih Tuhan.

"Bapatua, nanti tulis kisah kami bertiga ya," katanya malam ini saat saya telepon memastikan kiriman PRnya udah diterima.

"Ya nang..pasti. Kalian adalah khotbah yang hidup bagi bapatua".
Cium sayang dari jauh!. Malam ini saya bersyukur bisa membantu PRmu. Semoga bermanfaat.


Medan, 18 Januari 2015

Bayi Kecil itu Sudah Berusia 54 Tahun


Oleh: Jannerson Girsang

Merayakan Ulang Tahun, tanpa mengisahkan bagaimana proses kelahiran diri, rasanya tidak afdol. Bagaimana penderitaan ibunya, siapa saja yang hadir mendampingi saat  ibu melahirkannya.

Mengapa kita bersyukur atas hari lahir kita?. Salah satunya adalah memperingati keberhasilan ibu kita melahirkan kita, menghirup udara bebas untuk pertama kalinya. Inilah yang menjadi topik artikel saya di ulang tahun kali ini.

Saya termasuk bernasib mujur. Pasalnya,  hingga  usia 54 tahun ini, ayah dan ibu saya masih sehat walafiat, sehingga bisa mengetahui sekilas kisah kelahiran saya dari saksi pertama.

Pengalaman saya menulis biografi beberapa tokoh, mereka kurang memberikan perhatian atas peristiwa proses kelahirannya sendiri. Padahal peristiwa seperti ini cukup menarik untuk diketahui orang lain.

Peristiwa kelahiran terlalu sayang untuk tidak dikisahkan. Bagi saya, setidaknya sebuah refleksi bagi diri sendiri, dan mungkin bisa jadi pelajaran bagi anak-anak saya.

Memang, kelahiran bukan sesuatu yang menentukan masa depan seseorang. Chanakya, seorang guru, ahli filsafat dan penasehat kerajaan di India, yang hidup tiga ratus tahun Sebelum Masehi mengatakan “A man is great by deeds, not by birth”. 

Bukan hanya yang sudah uzur, teman-teman seusia saya banyak yang tidak sempat bertanya kepada orang tua mereka soal kelahirannya. Bisa karena tidak tertarik, atau terlambat karena orang tuanya sudah meninggal.

“Kelahiran dan kematian adalah pintu lewat  dimana anda lulus dari satu mimpi ke mimpi lain,”  kata Paramhansa Yogandanda.

Dalam berbagai kesempatan, saya mendengar ayah dan ibu bercerita tentang peristiwa kelahiran saya. Merekapun senang menceritakannya, kembali mengingat masa-masa indah menanti seorang buah hati untuk pertama kali. Ada kisah menggembirakan, sekaligus membuat hati terharu.

Anak pertama seperti saya pada umumnya, lahir saat orang tuanya belum mapan. Orang tua baru memulai karier dan belum banyak duit atau mapan.

Ketika saya lahir, ayah dan ibu saya sendiri masih menumpang di rumah kakek saya. Kedua orangtua saya adalah guru Sekolah Dasar. Mereka lulus Sekolah Guru Bawah (SGB) di era limapuluhan. Usai menyelesaikan sekolahnya, mereka menjadi guru. Ayah saya sudah menjadi guru Sekolah Dasar sejak 1954, dan ibu saya 1957.

Mereka bukan guru yang memiliki gaji besar. Tidak seperti sekarang, sebagian guru yang memiliki sertifikasi dan menerima insentif.  Mereka sungguh-sungguh guru yang hanya mengabdi, dengan gaji yang sangat kecil.

Selain mengajar di sekolah yang berjarak 1 kilometer dari desa kami, ibu dan ayah saya juga nyambi ke ladang setelah pulang sekolah. Karena gaji mereka berdua hanya bisa membeli 2 kaleng beras. Waktu itu gaji guru masih rendah. Menurut ibuku, mereka kadang bekerja di ladang yang disewa atau memburuh. Konon ekonomi terus memburuk  hingga meletus Pemberontakan G 30 S PKI 1965.  Ketika itu menurut ibu saya, banyak guru yang beralih profesi jadi pedagang atau petani.

“Kami sangat susah ketika itu,”ujar ibu suatu ketika mengenang kehidupan mereka menjelang hari kelahiran saya.

Sejak menikah, Maret 1960, mereka tinggal di rumah kakek saya di desa Nagasaribu, sekitar 100 kilometer ke arah Selatan Kota Medan atau sekitar 70 kilometer dari kota Pematangsiantar.

Desa Nagasaribu terletak di Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Desa ini memiliki geografi yang berbukit  dan sebuah jalan utama yang membelah kampung dari  uruk (bagian atas) ke toruan (bagian hilir).

Rumah kakek saya terletak di bagian hilir dan menghadap jalan yang membelah desa tadi. Beberapa puluh meter ke sebelah Timur rumah itu terletak makam Raja Kerajaan Silima Kuta.

Sebelah Timur diapit satu rumah (milik Nan Salomo Sipayung) dan di sebelah Barat diapit rumah (Nan Saludin Simaringga dan di sebelahnya rumah Jonni Purba).

Berbentuk rumah petak (dinding papan membatasi setiap rumah dan merupakan batas langsung dengan tetangga),  memiliki satu kamar tidur,ruang tamu dan dapur yang kecil, lebar 5 meter dan panjang 6 meter.

Uniknya, terdapat empat rumah dempet dengan tipe yang sama, berbeda dengan model rumah yang lainnya di desa itu.

Saat itu, semua rumah memiliki kolong dan belum ada rumah yang terbuat dari beton.

Saya belum pernah bertanya mengapa hanya empat rumah itu memiliki model seperti itu. (Pasti ada sejarahnya mengapa empat keluarga membangun satu tipe yang sama, berbeda dengan yang lain. Mudah-mudahan masih bisa ditanyakan ke orang tua saya).

Keunikan lain, rumah yang terbuat dari kayu dan beratap seng itu memiliki tangga dengan tinggi sekitar dua meter. Tangganya lebih tinggi dari hampir semua rumah di desa itu, kecuali jabu bolon (rumah adat besar) yang ketika itu masih ada beberapa buah.

(Sayangnya semua rumah itu sudah terbakar pada kebakaran desa Nagasaribu yang menghabiskan separuh desa yang berpenduduk sekitar 200 Kepala Keluarga itu pada 1972).

Di rumah seperti itulah ayah dan ibu  tinggal bersama kakek saya, dan lima orang adik ayah yang masih anak-anak atau menjelang remaja atau dewasa.

Adik ayah kedua Lortina baru lulus  Sekolah Dasar dari Perdagangan (28 kilomter dari Pematangsiantar kearah Kabupaten Asahan) dan Arlina  tammat SD dari Nagasaribu. Bismar anak keempat dan Jasman anak kelima masih duduk  di Sekolah Dasar dan Sarmelina anak paling bungsu masih belum sekolah.

(Saya sedih hari ini, bertepatan dengan hari Ulang Tahun saya,  karena dinihari tadi adik ayah saya Jasman Girsang meninggal dunia di Rumah Sakit Djasamen Saragih di Pematangsiantar,.Kebahagiaan dan kesedihan bisa datang bersamaan, itulah hidup)

Kakek saya sudah menduda sejak 1958, dan ayah dan ibulah yang turut bertanggungjawab dalam keluarga besar Meski hidup serba kekurangan, mereka turut memikul   tanggungjawab yang besar.

Seminggu sebelum ibuku melahirkan, beliau mengambil hak cuti hamil selama tiga bulan. Meski cuti mengajar, alih-alih istirahat, ibuku malah setiap hari ke ladang dari pagi hingga sore, sama seperti kebanyakan profesi penduduk desa itu.

Seperti biasa, sehari sebelum saya lahir, 13 Januari 1961, pagi hari,  ibuku berangkat ke ladang sewaan mereka di Paya (ladang Jasiap Sipayung). Saat itu mereka menanam cabe hijau dan diantara tanaman itu terdapat juga daun sup. Hari itu ibuku menyiangi tanaman liar (gulma) dan pulang ke rumah seperti biasanya jam 5 sore.

Sesampainya di rumah dari ladang, dalam keadaan hamil tua, ibu mandi dan mengambil air sendiri ke pancuran yang terletak di sebuah lembah berjarak sekitar 200 meter dari rumah. Pulang dari pancuran, tidak langsung beristirahat, tetapi harus  memasak makan malam--dibantu adik-adik ayah, untuk keluarga besar.

Sesudah makan malam, adik-adik ayah saya yang sudah remaja atau gadis, meninggalkan rumah dan tidur di rumah orang lain atau tetangga. Hanya anak-anak yang masih kecil yang tidur di rumah.

Di desa itu, biasanya anak-anak remaja atau dewasa yang rumahnya kecil, menumpang tidur di rumah yang penghuninya sedikit (janda atau keluarga yang anak-anaknya sudah berkeluarga). Pagi-pagi mereka kembali ke rumah masing-masing. 

Alkisah, saat semua penduduk desa sedang tidur nyenyak, ibuku merasakan sesuatu yang aneh dan  sekitar pukul 02 dinihari, ibuku merasakan pengalamannya yang pertama seorang  wanita hamil tua.

Beliau merasakan pegal di pinggangnya dan perutnya mulas-mulas. "Saya yakin akan segera melahirkan,sakit sekali"ujarnya suatu ketika. Saya terharu bercampur bangga mendengarnya. Terbayang ibuku yang meringis kesakitan dan tentunya bingung karena baru pertama kali mengalaminya.

Mungkin memiliki instink (atau sudah pernah belajar soal cirri-ciri melahirkan), merasakan sesuatu yang tidak biasa, ibuku memberitahu ayah. Ayah  kemudian memberitahu tetangga kami sebelah Barat (ompung Nan Saludin Simaringga). Beliau kemudian memanggil seorang paraji, Nan Loyar br Payung ke rumahnya di Ruma Parik, kira-kira 300 meter.

Menunggu proses kelahiranku, ibuku ditemani para ibu-ibu yang usianya lebih tua (Nan Saludin, Nan Salomo, Nan Lena, Nan Josep, ompung si Letnan), ayahku dan kakek (ompung) saya sendiri.

Kecuali ayah saya semua nama-nama ini sudah meninggal. Betapa besar jasa mereka untuk saya.

Tiga jam kemudian, sejak ibu mulai merasakan ciri-ciri mau melahirkan (kontraksi), dengan pertolongan paraji nan Loyar boru Payung, menggunakan peralatan medis yang sangat  sederhana,  berhasil menolong proses kelahiranku.

Bisa dibayangkan, andai kata ada kelainan, pasti saya tidak bisa tertolong. Rumah sakit jauh dan angkutan belum sebaik sekarang.

Membandingkan proses kelahiran saya dengan beberapa kisah yang pernah saya dengar,  ternyata sedikitnya selangkah lebih maju.

Pengalaman ibunya RE Nanggolan—calon gubernur Sumatera Utara 2013-2018), saat saya menulis biografinya: Haholongon, beliau mengaku pernah melahirkan sendiri beberapa anaknya, dan memotong-ari-ari sendiri. Ngeri ah!.


Yang lebih ngeri lagi, di abad modern sekarang ini, Ines Ramirez, seorang penduduk yang hidup di pedesaan Mexico, menjadi satu-satunya wanita yang diketahui melakukan operasi caesar sendiri pada proses melahirkan anaknya, tengah malam 5 Maret 2000. Saat itu, paraji (midwife)  terdekat berjarak 50 mil (80 km) dari rumahnya. Sementara, suaminya sedang berada di kantin dan tidak ada telepon untuk menghubunginya.

Karena waktunya sudah tiba, Inez Ramirez melakukan operasi sesar sendiri. Oh.....betapa beraninya!. (Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/In%C3%A9s_Ram%C3%ADrez).

Akh tak bisa bayangkan, kalau saya lahir seperti itu. Syukur kepada Tuhan, proses kelahiran saya berjalan normal. Saya menghirup udara luar untuk pertama kalinya, 14 Januari 1961, sekitar pukul lima pagi.

Kata ibuku saya lahir sehat dan gemuk. Ayah dan ibuku, termasuk kakekku bangga punya anak pertama atau cucu pertama yang sehat.

(Aku belum banyak bertanya tentang hal-hal menarik lainnya. Saya berdoa agar ayahku panjang umur dan masih ada waktu bertanya).

Penduduk desa kami dan desa-desa di Simalungun pada umumnya, memiliki pemahaman waktu kelahiran dengan makna yang berkaitan dengan masa depan anak itu. Saya lahir menjelang mata hari terbit, mereka menyebutnya "gok hudon” (periuk yang penuh, artinya rezeki melimpah).

Dalam Kalender Jawa kelahiran saya adalah  26 Rejeb 1892, Setu Kliwon dan Kalender Islam  26 Rajab 1380 H.

Saya memiliki bintang Capricorn. Dalam astrologi, Capricorn dianggap sebagai tanda introvert, tanda bumi, dan salah satu dari empat tanda kardinal. Capricorn kadang-kadang digambarkan sebagai kambing laut. Alasan untuk ini tidak diketahui, tetapi citra kambing laut kembali setidaknya ke masanya Babel. Kata sebuah lagu Capricorn adalah orang yang sederhana tapi pendendam. Entahlah!.

Di kemudian hari, saya mengetahui bahwa 14 Januari  1961 adalah hari kelahiran Pramuka di Indonesia, kelahiran Robert Edwin Hall, seorang pengusaha dan pendaki gunung (meninggal pada 1996 di Mount Everest) dan seorang penyanyi  Denmark, Mike Tramp.

(Ibu dan ayah saya masih hidup berbahagia menikmati masa-masa pensiun mereka berdua di desa. yang berada di ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut itu. Keduanya  sudah berusia 77 tahun dan kemanapun mereka pergi selalu berdua, ke ladang  atau berkunjung ke rumah saya di Medan, ayah saya masih mampu menyetir mobil kijangnya.

Kisah perjuangan dan tantangan yang mereka hadapi menjelang kelahiran saya senantiasa membuat saya tegar menghadapi berbagai masalah. Ayah dan ibu saya menjadi inspirasi.

"Your birth is a mistake you'll spend your whole life trying to correct," demikian kata Chuck Palahniuk, seorang penulis novel dan penuls bebas berkebangsaan Amerika.

Medan, 14 Januari 2015 

Aku akan terus menulis hingga akhir khayatku

Ketika Kanker Ganas Menggeogoti Anggota Keluarga

Oleh: Jannerson Girsang

Menantu meninggal tiga bulan yang lalu, kini menyaksikan putranya--ayah dari dua cucunya, berjuang melawan kanker ganas. Sebuah perenungan makna hidup diperlukan menghadapi situasi semacam ini.

Beberapa menit yang lalu, saya mendapat berita (melalui inbox) dari temanku Idris Pasaribu-redaktur harian Analisa, Medan.

Isi beritanya sangat menyentuh dan membuatku teringat sebuah peristiwa sedih menimpa keluargaku empat tahun lalu.

"Kanker Ganas menggerogoti tubuh anakku. Dua cucuku akan jadi Yatim Piatu, karena mamanya, (menantuku) sudah berpulang 3 bulan lalu. Anakku harus dioperasi. Namun risiko operasi sangat besar. Bisa gagal operasi, bisa pendarahan dan bisa koma seumur hidup, jika operasi berhasil. Dia harus kemo terus menerus. Kegagalan operasi meliputi 68 Persen. Sisa hidup anakku tinggal 28 Persen. Sesuai sumpah, kondisi ini harus diberitahunakn kepada patien. Jangankan anakku, aku sendiri sangat down mendengar keterangan itu. Harapan satu-satunya, hanya Mukzijat dari Allah.
Mohon doa teman2 sekalian". (Idris Pasaribu di dalam inbox)

Saya minta izin dari lae Idris untuk menuliskannya di satusku dan beliau setuju.
Mengapa saya menuliskannya?

Manusia setinggi apapun imannya, akan shock dan terguncang menghadapi situasi semacam ini. Baru tiga bulan lalu laeku Idris Pasaribu kehilangan menantunya, kehilangan ibu dari dua cucunya yang masih kecil itu, kini harus menyaksikan laki-laki kesayangan mereka berjuang melawan kanker.

Di dalam hidup ini, kita menemukan persoalan yang tidak mampu dijawab dengan pikiran, tetapi dengan iman percaya kita kepada Tuhan.

Bagi pembaca setiaku, mari bersama-sama memberi dukungan kepada beliau, seluruh keluarganya. Saya pernah mengalami hal yang hal seperti itu, jiwa saya kosong, perlu diisi makanan rohani. Bagi teman-teman memiliki persoalan yang sama saat ini, semoga memberi inspirasi baru. Meski Anda menderita sekarang, Anda tidak sendirian.

Pak Idris Pasaribu (63 tahun) adalah penulis novel Acek Botak, Pincalang dan beberapa novel lainnya, serta mengasuh rubrik budaya di Harian Analisa, Medan. Sepanjang hidupnya beliau mengabdikan diri menulis dan menginspirasi kami terus menulis. Beliau dikenal sebagai budayawan, seniman, wartawan, sutradara film, penulis novel. (http://harangan-sitora.blogspot.com/…/bincang-bincang-denga…).

Mungkin pengalaman keluarga kami bisa menjadi inspirasi baginya.

Kebetulan saya memiliki pengalaman yang sama pada Maret 2010, saat adik saya (persis) di bawah saya, diserang kanker nasopharing dan divonis dokter hanya punya masa hidup 15 bulan.
Saat itu semua berdoa agar adikku mendapat muzizat: dia sehat dan dapat membimbing dan membesarkan ketiga putri kami. Yang terjadi justru sebaliknya. Tiga bulan kemudian, 17 Juni 2010, adikku meninggalkan kami untuk selama-lamanya di usia 49 tahun. "

Terbayang dalam pikiran saya nasib ketiga putri kami yang saat itu tertua Yani Christin baru duduk di kelas III SMA, dan si bungsu, Tri Melani baru duduk di kelas I SMP. Istrinya sudah empat tahun mendahuluinya.

"Bagaimana nanti ketiga putri kami, tanpa ayah dan mama?". Sedih sekali. dan kadang gelap rasanya.
Buat laeku Idris Pasaribu, muzizat Tuhan kumaknai bukan supaya adikku hidup terus, tetapi hanya berserah kepadaNya agar seandainya keadaan terburuk akan terjadi, keluarga kami, teman-teman kami diberi kebijakan untuk selalu memaknainya secara positif.

Firman Tuhan memiliki kekuatan memberi pemahaman bila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran kita, keinginan dan cita-cita kita.

Saya teringat suatu hari ketika mendampingi adik saya dirawat di RS Cikini, Jakarta, karena kanker. Pagi hari kami berdua membaca ayat harian dari kitab Perjanjian Lama. Saat itu almarhum adikku usai mengalami kemo yang kedua dan kondisinya sedang prima.

(Buat info teman-teman. Orang penderita kanker, beberapa hari setelah kemo, fisiknya sehat, tetapi beberapa hari kemudian lemas, tak bertenaga).

Yeremia 33:3. "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui".

Kami berdua dengan almarhum adik saya membacanya dan saya menjelaskannya menurut pemahaman saya. Sesudah itu kami berdoa meminta Tuhan menguatkan kami dan memberi pemahaman atas situasi yang kami hadapi.

Saya tidak tau apa artinya ayat itu bagi almarhum adik saya. Sepintas saya melihat dia bersemangat. Bagi saya, ayat itu memberi kekuatan.

Saya memahami hidup ini penuh rahasia yang tak bisa dijawab dengan pikiran manusia, dan hanya Dia yang bisa menjawabnya. Awalnya saya tidak mampu memahami rencana besarNya, tetapi kemudian diberi pemahaman melalui Firman itu. "Peristiwa terburuk di mata manusia, bisa menjadi terbaik dibuat Tuhan"

Hidup dan kehidupan kita ada di tanganNya. Tuhan tidak pernah salah, Tuhan tidak pernah memberikan yang buruk untuk umatNya. Dia selalu memelihara umatNya, dan tidak akan membiarkannya menderita.

Empat tahun berlalu!. Kekhawatiran itu tidak pernah terjadi.

Si sulung--lulus UMPTN saat ayahnya sakit, sudah menyelesaikan D3 Sekretaris dari UI, pada 2013, dan kini bekerja di sebuah perusahaan sebagai sekretaris, dan akan wisuda S1 dari Extension UI Agustus mendatang. Yang kedua sudah memasuki semester 5 di Unibraw Malang, dan si bungsu kelas II SMA Negeri I Bekasi.


Saya dan teman-teman, mari kita doakan semoga keluarga ini kuat menghadapi situasi yang berat ini. Semoga laeku Idris Pasaribu dan keluarga tetap yakin, bahwa semua kejadian ini ada dalam RencanaNya.

Dia peduli, Dia mengerti segala persoalan kita. Berserulah kepadaNya.

Medan 13 Januari 2015

Berbahagia: Melakukan yang Terbaik Bagi Orang Lain


Oleh: Jannerson Girsang

Ketika menyaksikan proses penemuan dan evakuasi korban pesawat AirAsia, saya terkesima akan heroiknya para pilot yang berani terbang rendah hingga menemukan lokasi jatuhnya pesawat.

Saya terpana akan keberanian para penyelam hingga di kedalaman 30 meter lebih mengevakuasi para korban tanpa peduli dengan segala risiko yang ditanggungnya. Mereka tentu bukan orang-orang yang memiliki segalanya. Tetapi dari apa yang mereka miliki, mereka membuat yang terbaik. Mereka bekerja untuk orang lain, seperti bekerja untuk Tuhan, bekerja sebagai ucapan syukur, karena mereka merasa sudah mendapatkan upahnya terlebih dahulu.

Ketika menghadapi kesulitan, mereka senang karena mampu menambah bab baru ke dalam kisah kehidupannya bahwa mereka mampu menyelesaikan persoalan dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.

Mereka adalah "terang" bagi sekelilingnya, memberi inspirasi bahkan solusi bagi sebuah kesulitan yang dialaminya dan orang-orang di sekitarnya, bekerja dengan rasa syukur. Mereka puas, kalau yang lain senang, bahagia.

 Mereka bagaikan "berlian" di lumpur yang dalam dan ketika kita menemukannya, dan masuk dalam tim, maka segala yang terbaik akan muncul.

Orang-orang seperti mereka ada di tengah-tengah kita. Temukan mereka, motivasi mereka, buatlah mereka menjadi pemimpin tim Anda, komunikasikan kepada staf yang lain.

Ketika hal ini dilakukan, maka tim Anda tidak akan kehilangan kesempatan apapun. Anda akan memperoleh segalanya, membuat sesuatu yang baru dan terbaik.

Sebaliknya, di tengah-tengah kita juga penuh dengan orang yang terus menerus mengeluh, menyesali hidupnya, menyalahkan keadaan, mengkhawatirkan segala sesuatu, sebagai pembelaan dirinya untuk tidak bekerja, tidak melakukan apapun.

Mereka suka melempar batu di tempat orang memancing. Senang kalau melihat ikannya lari, orang lain kecewa. Senang melihat orang lain susah.

Bekerja hanya kalau dapat keuntungan, pujian, meski pekerjaannya hanya mendatangkan keresahan bagi yang lain. Mereka senang kalau masalah menjadi semakin rumit, karena hanya mampu mendapatkan keuntungan di air keruh.

Susah, meski sudah memiliki segalanya, karena semua miliknya bukan anugerah Tuhan, hanya untuk dinikmati sendiri--membedakan statusnya dari orang lain, bukan berkat untuk orang lain. Merasa benar sendiri, menyalahkan yang lain dan merupakan bagian dari masalah, bukan menyelesaikan masalah.

Tugas pemimpin adalah mengubah sikap sekelilingnya dari pesimis menjadi optimis, mengubah perilaku "menjilat"--bekerja hanya untuk dirinya sendiri, menjadi perilaku bekerja untuk orang lain, untuk Tuhan, membuat mereka berbahagia, mampu melakukan yang terbaik bagi sekelilingnya dari apa yang dimilikinya.

Selamat Pagi rekan-rekan. Medan 12 Januari 2015

Ciater: Memaknai Hidup

Ciater, sekitar 48 kilometer dari Bandung tempat keluarga kami merayakan Tahun Baru 2015. Sebuah penginapan di daerah Jawa Barat yang nyaman dan bersih. Memiliki kolam air panas serta hawa pegunungan yang sejuk.   Berbagai pemandangan alam, perjalanan, dan ciptaan Tuhan merupakan sumber inspirasi untuk memaknai hidup 



Terbang di atas 11.600 km

Ada dua ikap memaknai situasi ketika kita terbang dengan pesawat di ketinggian 11.600 meter.

Pertama, berfikir hal-hal negatif, yang kita sendiri tidak tau cara mengatasinya dan membuat kita ketakutan sepanjang perjalanan hingga pesawat mendarat.

Kedua, menikmati alam ciptaan Tuhan sepanjang perjalanan, mempercayakan semua kepada pilot dan crew atas keselamatan kita.

Sama dengan memasuki 2015, kita tidak perlu memikirkan hal hal yang membuat diri khawatir dan ketakutan, percayalah pada sang Pencipta.


Hidup Ibarat Mematuhi Aturan di Pesawat

Hidup ibarat kita menaiki pesawat yang terbang di udara, hidup di bawah aturan.

Ketika kita melanggar aturan, maka kita akan menerima hukuman. Kita tidak bisa keluar dari pesawat. 

Tetaplah hidup di dalam Dia yang menciptakan kita, turuti aturannya, sehingga kita beroleh kedamauan hidup.
Landed at Husein Sastranegara Airport, Bandung
 (Landed at Hussein Sastranegara Airport, Bandung, 1 January 20015


Jalan jalan sore di kawasan perkebunan teh Subang-Ciater sungguh nyaman dan menyejukkan.

Suka cita memasuki 2015.

Naik kuda dengan cucu Andra. Keliling-keliling di perbukitan di sekitar kebun teh Lembang, Jaw Barat. Cuaca dingin pagi buat semangat.

Ompung dan Cucu 2015 di Ciater SPA, Jawa Barat.
Bercerita cara berfikir positif dari Ompung.

Saling merindukan, menimbulkan suka cita ketika bertemu. Tuhan dipermuliakan. Selamat Tahun Baru. Bandung 1Januari 2015,