My 500 Words

Kamis, 18 Juni 2015

Persatuan

Oleh: Jannerson Girsang

Ketika semangat bebersamaan dan persatuan mengisi hati manusia, kemampuan menghargai, bersyukur akan meningkat, pekerjaan, masalah, beban yang berat akan terasa ringan.

Saya sangat terkesan dengan seorang tokoh yang saya tulis beberapa tahun yang lalu yang senantiasa menasehatkan persatuan diantara anak-anaknya.

"Molo sada hamu, sude do boi ulaonmu," (Kalau kalian bersatu, maka semua akan bisa kalian lakukan".

Nasehat yang menginspirasi sebuah keluarga besar bersatu, hingga saat ini. Saya bisa rasakan ketika berkunjung ke rumah mereka, dan rumah keluarga besar mereka.

Namun, kalau suasana sebaliknya yang terjadi, maka akan meningkat orang yang "senang melihat orang susah", kemampuan menghargai, bersyukur makin melemah, pekerjaan yang ringan terasa berat.

Itulah sebabnya orang tua dituntut selalu menasehatkan anak-anaknya bersatu, dan anak-anaknya menasehatkan keturunan berikutnya bersatu, dan memberi spirit bersatu dengan lingkungannya.

Bukan sebaliknya: orang tua tidak boleh mendidik anak-anak memisah dengan keluarga besarnya, lingkungannya, karena merasa dirinya lebih hebat, mendidik mereka seolah tidak memerlukan orang lain.

Sikap orang tua seperti itu akan membuat anak-anak mengalami kesulitan hidup dan sulit bersyukur.

Keluarga yang hebat adalah menginspirasi keluarga lain merasa hebat, bukan membuat mereka "minder". Anak yang hebat adalah membuat anak orang lain merasa hebat, bukan membatasi orang lain bergaul dan mendapat insipirasi.

Tak salah para pendiri bangsa ini menjadikan sila ketiga Pancasila: Persatuan Indonesia. Bangsa yang mengagungkan persatuan dengan slogan: "Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh"

Bangsa yang bersatu, diawali dari semangat persatuan di dalam keluarga. Persatuan yang kuat di dalam keluarga akan menghasilkan lingkungan yang memiliki semangat persatuan dan menghasilkan bangsa yang kuat.

Medan, 10 Juni 2015

Hari Lahirnya Pancasila

Oleh: Jannerson Girsang

Belajar Pendidikan Moral Pancasia, Kuliah Mata Kuliah Pancasila, Penataran P4, Kewiraan.
Itulah mata kuliah-mata kuliah yang tidak boleh angka merah, ketika kami masih sekolah dan kuliah (era 60-an hingga pertengahan 80-an).

Setiap siswa paling tidak harus hafal Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Sewaktu SD, kami diwajibkan menggambar Pancasila dengan warna warni, dan tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang digenggam kaki burung Garuda.

Selamat memperingati Hari lahir Pancasila, 1 Juni 2015.

Kita bersyukur, Pancasila masih Sakti sebagai dasar filosofis dan way of life berbangsa dan bernegara kita.

Status Pancasila di negeri ini dijelaskan Presiden Pertama RI, Bung Karno. "Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka" kata Bung Karno .

Jayalah Indonesia, saktilah Pancasila!

Untuk renungan: Dimanakah Pancasila di Era Reformasi.

Baca teks pidato Habibie pada Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2011.

Mudah-mudahan tahun ini ada Pidato Jokowi tentang Pancasila.

Hari ini peringatan Hari Lahirnya Pancasila diadakan di Blitar. Diberitakan 20 ribu orang akan menghadiri acara itu. (Acara tersebut disiarkan secara langsung oleh TVRI. Terlihat Jokowi dan Megawati berdiri di depan)

Semoga ada pidato yang memacu semangat bangsa ini mencintai dan menjaga Pancasila yang sangat sakti itu.

Medan, 1 Juni 2015

Sepele, Tapi Peran Istri di Rumah Tak Tergantikan


Oleh: Jannerson Girsang

Baru saja seorang ibu mengantarkan ketiga anaknya ke mobil jemputan sekolah di depan rumahnya. Memberi senyum kepada buah hatinya itu.

Lantas dia masuk ke ruang cuci piring. Sedang mencuci piring tiba-tiba dia mendengar suara yang tidak hanya membuat telinganya bising, tetapi sangat menyaktkan hatinya. .

"Kamu tidak bisa diharapkan apapun. Udah tinggal di rumah aja, baju ke kantorpun tidak licin gosokannya," ujar sang Bapak bertolak pinggang.

Hanya persoalan sepele begini, sang suami yang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan swasta nasional itu sudah memarahi, membentak istrinya.

Tidak puas, sang suami mendekati istrinya yang sedang cuci piring di ruang cuci dekat kamar mandi. Istrinya diam saja, tak menjawab.

Suara yang lebih menusuk dan serasa menembus jantung sang istri keluar lagi dari mulut suaminya.
"Kalau minta uang kamu nomor satu. Kalau dulu aku milih si Waty jadi istriku, mungkin aku tidak sesusah ini!".

Sikap suaminya pagi itu tak mampu lagi dliawannya dengan kesabaran. Bukan sekali dua kali suaminya melecehkannya.

Dia sangat menyesali sikap suaminya yang selalu meremehkannya. Dia juga ingat kata-kata pelecehan dari mertua dan saudara-saudara suaminya.

Kadang hinaan itu tidak hanya untuk dirinya. Kadang sampai ke ibu bapak, bahkan kakek neneknya yang tak bersalah, ikut kena damprat dan makian suaminya.

Belum lagi semburan suaminya yang masih terngiang beberapa waktu sebelumnya.

"Dasar, kamu tidak beda dengan ibu dan ayahmu. Kakek nenekmu juga sama," kata suaminya dengan emosi yang meluap-luap, hanya karena istrinya membeli I-Pad..

Dia teringat lagi seminggu sebelumnya sang mertua berkunjung ke rumahnya. Masih terngiang di telinganya saat mertuanya menyindirnya.

"Cuma mengurus anak-anak dan rumah aja tidak bisa. Menantu macam apa ini?," kata mertuanya.
Pasalnya, hanya karena kamar mandi yang licin dan mertuanya terjatuh. Saat itu, sang istri belum sempat mencucinya, karena baru saja selesai menjemur pakaian. .

Semua membuatnya kalap. Tak kuasa menahan kesabarannya, karena ucapan suaminya benar-benar meruntuhkan harga dirinya pagi itu , sang istri ambil sikap yang tak biasa. .

Kali ini sang istri tidak sabar. Pemberontakan dalam hatinya tak bisa ditahan lagi. Sambil menunjuk hidung suaminya, dia bersuara keras, seperti berteriak.

"Kalau Bapak terus menerus memarahi mama, saya lebih baik keluar dari rumah ini. Aku sudah nggak tahan lagi," ujarnya nekat.

Sambil menangis dia berjalan tergopoh-gopoh menuju pintu, keluar dari rumah dengan hanya memakai pakaian tidurnya. .

Marah dan geram!. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain berfikir lari.

Setiap hari dari subuh dia sudah sibuk mempersiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya.
Siang, malam juga demikian,

Malam mempersiapkan makanan, mendampingi anak-anaknya makan malam dan belajar. Lantas memeriksa jam tidurnya supaya tidak terlambat ke sekolah besok paginya. Ketiga anaknya sudah duduk di SD dan SMP.

Bertahun-tahun dia mengurusi rumah tangganya, bahkan berkorban melepaskan pekerjaannya di kala kelahiran anak bontotnya, demi ketiga anak-anaknya dan keluarganya.

Namun, sebaliknya, sikap suaminya justru terlalu sering memarahinya, melecehkannya. Hanya kadang karena kurang pelayaanan sepele.

Mungkin karena dia tidak menghasilkan uang lagi!.

Pagi itu dia kalap dan sudah tidak peduli lagi. Perasaan menyesal, benci bercampur baur.

Di tengah jalan akhirnya dia memutuskan pergi ke tempat teman akrabnya semasa SD, beberapa kilometer dari rumahnya.

Sang suami hanya bisa tertegun setelah istrinya pergi, tanpa menghalanginya. Seolah dia bisa hidup, mengurusi rumah dan membesarkan anaknya sendiri.

Lalu dia memungut pakaian dinasnya, yang hanya sedikit kusut itu. Lalu berpakaian dan berangkat ke kantor.

Di kantorpun dia mulai merasa tidak nyaman dan mengkhawatirkan anak-anaknya.
Siapa yang jemput, siapa nanti yang kasi makan, siapa yang mengajari anak-anaknya

Sorenya, setiba di rumah. Anak-anaknya menangis. Karena tidak tau mamanya berada di mana. Tidak tau persoalan mengapa mamanya pergi.

"Pak. Mana Mama?," ujar anaknya tertua. Mereka sejak siang mencari mamanya tetapi tidak ada.
Mereka yang terbiasa ditemani mamanya, bahkan untuk makan siang. Sejak siang mereka tidak makan. Tidak tidur siang. Pekerjaan rumah juga tidak disentuh. Tidak ada yang ikut les.

Sang suami menyaksikan rumah yang berantakan. Dia masuk ke ruang cuci Cucian piring yang terbengkalai tadi pagi, masih berserak tak karuan.Rumah seperti kapal pecah.

Si bapak tadi, sedih. "Dia merangkul ke tiga anaknya".

Dia berusaha menelepon istrinya tetapi HPnya tidak diangkat. Dia mencari ke rumah beberapa keluarga dekatnya, tak kunjung ketemu.

Temannya menasehatinya supaya kembali ke rumah. "Kasihan anak-anak" katanya.
Akhirnya, hati seorang ibu luluh juga. Tidak tega juga membiarkan anak-anaknya terlantar.

Sakit karena pelecehan suaminya, mengalahkan sayangnya kepada ketiga anaknya.

Hingga dua hari kemudian, barulah teman akrabnya mengantar ke rumah.

Ketika mereka memasuki gerbang rumah, semua anak-anak berteriak!
"Mama....mama. mama. Kami sayang mama......dari mana sih mama"
Mamanya merangkul dan menciumi ketiga anaknya satu persatu,

Hanya menangis, tanpa suara. Lalu dia memandang suaminya yang berdiri loyo di pintu rumahnya.
Sang suami hanya berharap istrinya mau kembali baikan,Muncul rasa penyesalan di hatinya, terus-terusan memarahi istrinya. Padahal istrinya sudah berkorban banyak, dan tidak sadar bahwa ketiga anaknya sehat, berprestasi di sekolah, karena istrinya mendidik mereka. .

Dia mengambil sapu tangan, menghapus air matanya mengalir menyaksikan peristiwa haru itu.
Lantas, mendekati istrinya dan meminta maaf.

"Maafkan aku ya Ma!" katanya, sambil mendekati istrinya. Mereka berpelukan
".
Pekerjaan istri di rumah memang sepele. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan. Pekerjaan mereka tak ternilai dengan apapun! Kalau sudah tidak ada baru terasa!

Medan, dini hari, 29 Mei 2015

Anggota Dewan Berijajah Palsu

Oleh: Jannerson Girsang

Negeri yang sedang berbenah pendidikannya agar jangan ketinggalan dari negeri lain menuju Pendidikan Abad 21, eh, ternyata masih ada anggota DPRnya, pembuat legislasi, masih "cinta": ijazah palsu.

Media-media di seluruh Indonesia memberitakan bahwa disinyalir, banyak anggota Dewan berijazah Palsu.

Nggak usah pakai-pakai gelar, kenapa sih?. Kan ketahuan jadinya ijazahnya!.

Jangan salah!.

Rakyat kecil aja dengan pandangan sepintas, tau kok mereka yang menggunakan Doktor atau Profesor "palsu", "asli tapi palsu", dan yang "asli".

Doktor atau profesor itu kan orang yang banyak melakukan penelitian, banyak opininya yang mencerahkan rakyat, banyak menulis di media ilmiah nasional dan internasional, ceramah di mana-mana. Kerjanya memperjuangkan kebenaran bagi umat manusia. Cuma rakyat nggak mau bilang-bilang!. Syukurlah polisi mau bilang!

Gelar, latar belakang pendidikan penting, tetapi di abad ke-21 ini, khususnya bagi para petinggi/pemimpin, pengetahuan dan karakternya jauh lebih penting!

Soal kejujuran penggunaan gelar, tirulah Gus Dur, Megawati!. Tuh si Susy, Menteri Perikanan dan Kelautan. Jujur, tak punya ijazah lulusan perguruan tinggi, tapi lebih keren tokh!. Susy, kemaren sampai di obok-obok, karena tak punya gelar. Akhirnya, pengetahuan, karakter merekalah yang membela mereka, bukan ijazah!.

Mari rekan-rekan yang punya gelar: kita bangga dengan gelar, tapi buktikan dengan pengetahuan dan karakter--kontribusi bagi masyarakat luas. Jangan menggunakan gelar hanya untuk kenaikan pangkat, menakut-nakuti, legitimasi jadi orang pintar!.

Bangga amat pakai gelar. Palsu lagi!

Medan, 28 Mei 2015

Pengetahuan dan Karakter

Oleh: Jannerson Girsang

Knowledge will give you power, but character respect.(Bruce Lee).

Tak semua orang berpengetahuan tinggi mendapat rasa hormat, tetapi orang yang berkarakter baik, pasti dihormati!

\Menurut Hamid Darmadi ada enam karakter utama (pilar karakter) pada diri manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya dalam hal-hal khusus.

Keenam karakter ini dapat dikatakan sebagai pilar-pilar karakter manusia, di antaranya:
"Respect (penghormatan); Responsibility (tanggung jawab); Citizenship-Civic Duty (kesadaran berwarga-negara);Fairness (keadilan dan kejujuran);Caring (kepedulian dan kemauan berbagi); Trustworthiness (kepercayaan)".

Satu hal lain tentang karakter, Einstein berkata: "Most people say that it is the intellect which makes a great scientist. They are wrong: it is character"

Medan, 27 Mei 2015

Hanya Orang Berbahagia Mampu Membahagiakan Orang Lain

Oleh: Jannerson Girsang

Orang yang berbahagia adalah mereka yang MAMPU membahagiakan orang lain. Orang yang bersuka cita adalah mereka yang MAMPU membuat orang lain bersuka cita. Orang yang merasa damai adalah yang MAMPU mendamaikan hati orang lain.

Hal-hal di atas bukan untuk dikhayalkan tetapi dilakukan secara aktif.

Siapa yang anda buat suka cita hari ini?

Pagi ini, saya pertama kali bercanda dengan istri.

"Mana susunya Ma?".

"Mana ada susuku lagi Pak!".

"Susunya di atas meja"

"Ha..ha..ha"

Telepon atau sms anak-anak yang terjangkau!.

"Met Pagi semua. Semangat yah".

Salah seorang anak saya membalas: "Good Morning too Sir. Keep spirit for you too"

Yang lain menawab: "Selamat Pagi bapatua.Tetap semangat juga yaa.Selamat beraktivitas"

Senang!

Berangkat ke tempat kerja, nyaman

Nanti bertemu teman-teman se kantor salami mereka. Tersenyum ke sekeliling. Diskusikan kerja.

Saya tidak tau apakah yang baca FBku juga suka cita membacanya. .

Meski tidak banyak yang bisa saya lakukan, tetapi sejak pagi, saya merasa senang dan plong melakukan pekerjaan.

Meraih hidup bahagia itu simple saja kok!.

Buktikan teman-teman!

Medan, 27 Mei 2015

Pengampunan

Dituturkan kembali oleh: Jannerson Girsang

Malam ini, dalam acara kebaktian memperingati turunnya Roh Kudus, Pdt Kamrol Simanjorang STh menyiram rohani puluhan jemaat GKPS Simalingkar dari nas Johannes 20: 19-23.

"Pekerjaan yang paling sulit bagi manusia adalah memaafkan. Sampai-sampai saya pernah mendengar kata "pajumpah i tano siger-ger" (ketemu di liang kubur). Artinya kesalahan orang tidak dimaafkan sampai mati," kata Pendeta berusia 67 tahun itu, yang rela menembus hujan untuk dapat melayani jemaat malam ini. ..

Kata pendeta Kamrol, turunnya Roh Kudus adalah peristiwa yang berkaitan dengan tindakan saling memaafkan, kita diberi kekuatan atau kemampuan mengampuni.

"Orang yang mengampuni akan merasakan damai di hati, Orang yang tidak mengampuni, tidak mampu bersuka cita" kata Pdt Kamrol.

Kamrol mengingatkan, dalam doa Bapa Kami, setiap jemaat selalu mengucapkan pengampunan, sebagai syarat diampuni: ".............Ampunilah kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami..............,".

Hal yang sama ditandaskannya melalui nas malam ini. "Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada" (Joh 20: 23).

Selanjutnya Pdt Kamrol mengatakan, turunnya Roh Kudus memberi kita kekuatan melawan ketakutan, kekhawatiran, sama dengan murid-murid Yesus ketika itu.

"Meski dalam ketakutan, tetapi mereka mampu bersuka cita," kata pensiunan pendeta GKPS itu. .

Medan, 25 Mei 2015

Gadis-gadis Cantik Bersahaja

Oleh: Jannerson Girsang

Apa pelajaran penggrebekan seorang pelacur kelas tinggi dan mucikari di Polres Jakarta Selatan beberapa waktu lalu?

Hindari profesi menjual diri Rp 80 juta per jam!.

Gadis cantik yang ingin kaya tanpa moral, ingin kaya dengan cara yang tidak elegan akan jadi sampah!.

Tercatat oleh sejarah memiliki masa lalu yang gelap!

Laki-laki manapun yang mau menikah dengan perempuan seperti itu harus berjuang berat, untuk tidak disebut laki-laki bodoh dan tak punya harga diri. .

Anak-anak pasti tidak nyaman memiliki ibu dengan bayaran Rp 80 juta per jam. Apalagi sudah masuk video, ditonton seluruh dunia.

Ke depan, keluarga seperti ini sangat sulit memulihkan citra mereka di masyarakat. Walau tidak sedikit yang kemudian bertobat. Kita sudah menyaksikan banyak keluarga yang dulunya hidup di dunia :hitam: di televisi. Betapa hancurnya keluarga yang hanya mendewakan uang, dan betapa sulitnya mereka kembali ke jalan yang benar. Anak-anak mereka mencari hiburan yang tidak sehat.

Gadis-gadis cantik Indonesia yang bersahaja!.

Anda memilki peluang besar meraih sukses dengan cara yang jitu, menuju masa depan yang gemilang!

Dua gadis berikut adalah contohnya. Keduanya tidak mencari jalan pintas mengatasi kemiskinan orang tuanya. Mereka bekerja dan pekerjaannya terhormat dan bersahaja.

Duma Simanjuntak, gadis cantik berusia 19 tahun memilih bekerja sebagai cleaning service di PT KAI Medan untuk membiayai kuliahnya. Kini Duma kuliah di semester II di salah satu perguruan tinggi di Medan.Duma bercita-cita menjadi manajer perusahaan. Dunia akan berdoa Duma sukses!

Darwati (23)--gadis cantik memilih bekerja sebagai pembantu di rumah seorang dokter gigi di Jawa Tengah. Dia memohon kepada majikannya agar diberi kesempatan kuliah, dan berhasil meraih S1 dengan predikat cum laude.

Kini Darwati masih pembantu rumah tangga dan bercita-cita mencari pekerjaan yang lebih baik. Dia ingin membahagiakan orang tuanya. Dunia akan berdoa, Darwati sukses!

Kedua gadis ini tidak mencari jalan pintas untuk mengangkat harkat dan martabat keluarganya. Keduanya berjuang, tahan diejek, berkeringat, kerja keras, disiplin, dan memiliki harga diri yang tinggi.

Harga diri mereka tidak ternilai, walau hanya seorang anak orang tua yang miskin. Mereka tidak membenarkan diri melakukan kesalahan, hanya karena alasan ekonomi!

Semoga mimpi-mimpi mereka terwujud. Mari semua bangsa Indonesia mendoakan mereka hingga suatu saat mereka lebih hebat dari Destry Damayanti, Ketua Tim Seleksi KPK.

Tim seleksi KPK dan Ketua-ketua KPK membutuhkan orang seperti Duma dan Darwati. Jujur, berdedikasi dan memiliki harga diri yang tidak bisa dibeli oleh apapun.

Destry Damayanti, seorang wanita cantik yang cerdas, tentu tidak meraih posisi itu dengan mudah.
Kuliah dulu, meraih S1 UI, Master dari Cornell University, bekerja beberapa tahun di berbagai kantor, kemudian terkenal. Sri Mulyani yang kini menjadi Managing Director World Bank juga melakukan hal yang sama!. .

Indonesia memimpikan perempuan-perempuan cantik dan cerdas. Jangan mau jadi budak lelaki hidung belang. Perempuan seperti Duma dan Darwati akan mampu!

Hal penting menurut saya adalah orang tua yang peduli, guru-guru sejati, serta lingkungan yang menghargai nilai baik.

Keluarga adalah nomor satu. "Keluarga harmonis dan Cinta Tuhan lebih menjamin menghasilkan anak2 yg mampu bertahan dalam keadaan apapun termasuk tdk menghalalkan segala cara utk mencapai tujuannya," komentar boto Afrina Rohliharni Purba Dasuha.

Guru-guru sejati, kata Rhenald Kasali. "Kita butuh guru-guru yang berkarakter, membimbing anak, membentuk karakter anak, mengajarkan anak menjadi pecinta ilmu dan pengetahuan, bukan pecinta angka-angka".

Lingkungan. Peran majikan seperti dr Lely yang menghargai "pembantu" tidak sekedar komoditi. Dia melihat Darwati, pembantunya sebagai mahluk manusia yang seutuhnya, memandang pembantu adalah manusia sama seperti dirinya. Berhak untuk maju, memperoleh pendidikan yang baik. Bahkan rela memberi kesempatan kepada pembantunya mengikuti kuliah!

Lingkungan kantor seperti PT KAI Medan yang menghormati gadis cantik Duma sebagai cleaning service.


Medan, 24 Mei 2015

Ayub: Saat Menderita, Tetap Bersyukur dan Merasa Dibela Tuhan

Oleh: Jannerson Girsang

Secara umum, orang yang sakit dan dirawat bertahun-tahun adakalanya muncul keluhan dan semangat semakin menurun, dan ragu-ragu, sehingga bisa kehilangan keyakinan, mencari pertolongan yang menyesatkan.

Beda dengan Ayub. Itulah sebabnya, Ayub menjadi satu teladan bagi kita menghadapi penderitaan. Setelah kehilangan semua harta dan anak-anak, dan menderita sakit parah, Ayub masihmampu mengatakan:

"Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah,yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu".

Orang sakit adalah orang yang sedang lemah fisiknya dan perlu dukungan dari teman-teman dan keluarga.

Baru kembali menjenguk namboru, Morianna br Girsang yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Adam Malik, Medan. Morianna adalah istri alm Pendeta BNKP, Pdt Harefa, adiknya PW (pens) Lermianna Girsang . Beliau seorang pensiunan guru di Gunungsitoli, Nias.

Senang karena melihat semangat namboru tidak luntur. Pada 2011 beliau menjalani kemo, dan kembali menjalani kemo sejak 3 hari yang lalu.

Kisah Ayub adalah referensiku ketika mencari kekuatan saat berada dalam penderitaan, dan juga kusampaikan bagi mereka yang sakit. (Ayub 19:1-29). Ayub adalah orang yang setia kepada Tuhan.

Tetapi suatu ketika, seluruh hartanya habis, anak-anaknya tewas karena reruntuhan bangunan akibat badai.

Setelah kehilangan harta benda dan ke sepuluh putra putrinya, dia menderita sakit kulit parah dan mengharuskannya tidur di atas debu. Istri dan teman-temannya mencibirnya. Tetapi Ayub tetap tegar dan merasa dibela Tuhan. ,

Saya membacakan ayat ini ditelinga nambori Morianna. Kubaca pelan-pelan!:
Ketika kita lemah, kadang nasehat teman-teman menyesatkan!

Tetapi Ayub menjawab (nasehat dan cibiran teman-temannya) :"Berapa lama lagi kamu menyakitkan hatiku, dan meremukkan aku dengan perkataan?

Sekarang telah sepuluh kali kamu menghina aku, kamu tidak malu menyiksa aku. Jika aku sungguh tersesat, maka aku sendiri yang menanggung kesesatanku itu.

Jika kamu sungguh hendak membesarkan diri terhadap aku, dan membuat celaku sebagai bukti terhadap diriku, insafilah, bahwa Allah telah berlaku tidak adil terhadap aku, dan menebarkan jala-Nya atasku.

Sesungguhnya, aku berteriak: Kelaliman!, tetapi tidak ada yang menjawab. Aku berseru minta tolong, tetapi tidak ada keadilan.

Dalam keadaan menderita dan lemah, kita kadang mengeluh!

Jalanku ditutup-Nya dengan tembok, sehingga aku tidak dapat melewatinya, dan jalan-jalanku itu dibuat-Nya gelap. Ia telah menanggalkan kemuliaanku dan merampas mahkota di kepalaku. Ia membongkar aku di semua tempat, sehingga aku lenyap, dan seperti pohon harapanku dicabut-Nya.
Murka-Nya menyala terhadap aku, dan menganggap aku sebagai lawan-Nya.Pasukan-Nya maju serentak, mereka merintangi jalan melawan aku, lalu mengepung kemahku.

Saudara-saudaraku dijauhkan-Nya dari padaku, dan kenalan-kenalanku tidak lagi mengenal aku. Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku. Anak semang dan budak perempuanku menganggap aku orang yang tidak dikenal, aku dipandang mereka orang asing.
Kalau aku memanggil budakku, ia tidak menyahut; aku harus membujuknya dengan kata-kata manis.

Nafasku menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara sekandungku. Bahkan kanak-kanakpun menghina aku, kalau aku mau berdiri, mereka mengejek aku.
Semua teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik melawan aku. Tulangku melekat pada kulit dan dagingku, dan hanya gusiku yang tinggal padaku.
Tetapi, sadarlah dan yakinlah dan berharaplah kepada Tuhan!

Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku, karena tangan Allah telah menimpa aku. Mengapa kamu mengejar aku, seakan-akan Allah, dan tidak menjadi kenyang makan dagingku?
Ah, kiranya perkataanku ditulis, dicatat dalam kitab,terpahat dengan besi pengukir dan timah pada gunung batu untuk selama-lamanya!

Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.
Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah,yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.

"Tetap semangat ya namboru. Dalam keadaan lemah tak berdaya, secara alami, kita memang bisa merasa seperti ditinggalkan, kadang dilupakan, atau dilecehkan orang, sama seperti Ayub. Tetapi, Tuhan tidak pernah meninggalkan namboru. Dia merawatmu 24 jam, Namboru bersyukur karena masih bisa dirawat di rumah sakit, bukan di atas abu seperti Ayub. Tidak dijauhi keluarga, karena masih ditemani kakakmu PW Lermianna dan edamu Ny almarhum Pdt Josep Girsang"

"Terima kasih. Terima kasih," katanya, sesudah kami berdoa, sambil mengusap kepalaku

Medan, 23 mei 2015

Kasihilah Sesamamu Seperti Dirimu Sendiri

Oleh: Jannerson Girsang
 
Masalah hubungan sosial banyak bersumber dari ketika manusia berfikir picik, menginginkan bahkan memaksakan manusia lain sama dengan dirinya yang belum tentu cocok dengan orang lain..
Mengagungkan profesinya dan mengabaikan profesi orang lain, mengagungkan harta dan melecehkan mereka yang menderita dan miskin, mengagungkan agama, sukunya, serta melecehkan agama dan suku orang lain, di hadapan orang yang berbeda agama dan sukunya, masih kita jumpai dimana-mana dan dilakukan tanpa rasa bersalah.

Padahal golden verses mengatakan : "Sebagaimana kamu menginginkan orang lain berbuat kepadamu, perbuatlah demikian kepada mereka".

Bukan tidak banyak pemikiran, ucapan dan tindakan yang saling mengadu domba penganut agama yang satu ke penganut agama yang lain, bahkan ada yang berbuntut kekerasan.

Anehnya, tanpa ada perasaan bersalah. Tanpa memikirkan kalau seandainya yang bersangkutan menerima perlakuan yang sama, seperti yang dilakukannya!

Sikap yang membuat manusia kehilangan kemanusiaannya. Merasa selalu benar, mencuri kemuliaan Tuhan!

Bayangkan!. Kalau seorang penulis mengharapkan orang lain berfikir seperti penulis, seorang pengusaha menginginkan orang lain berfikir seperti dia, dan berlaku seperti dia, seorang politikus berfikir orang lain sama cara berfikir dan bertindaknya seperti dia, orang kaya berfikir yang lain seperti yang dipikirkannya.

Kalau kebanyakan orang kaya merasa dirinyalah yang paling hebat, para politikus merasa dirinyalah yang paling hebat, penguasa juga demikian, aktivis merasa dirinya benar dan harus mengikuti jalan pikiran dan tindakannya, dan seterusnya dan seterusnya..

Sementara di lapangan, pikiran dan tindakan mereka tidak mampu menurunkan kemiskinan dan kesenjangan yang terus merangkak naik bagai deret ukur, sepeda motor hilang dan nyawa melayang, karena prampok ada di mana-mana.

Lantas, rakyat hanya mendengar mereka taunya menunjuk salah orang lain, hanya mampu mengoreksi tanpa solusi.

Apapun profesi kita, bagaimananpun kehebatan kita, hendaknya bersyukur--Tuhanlah melalui bangsa Indoensia memberi kesempatan kita hebat, Jika tidak, maka cepat atau lambat, kehebatan itu juga akan sirna. Paling satu keturunan, kemudian habislah kita.

Bersyukurlah, liriklah kiri kanan, mereka yang terabaikan, mereka yang masih di bawah garis kemiskinan, dan kebodohan, supaya tidak berada di atas menara yang tinggi, takut bergabung dengan masyarakat kebanyakan.

Saya dan Anda hebat, kalau menjadi berkat bagi orang lain, bukan mala petaka, atau sumber ancaman!

Belum lagi agama yang berbeda-beda. Bayangkan kalau masing-masing agama terus menerus mengumumkan kepada dunia merekalah yang paling hebat, hanya merekalah pemilik bangsa atau dunia ini?. Bagaimana dengan agama yang lain.

Bukankah agama hadir sebagai pencipta suasana damai? Anehnya, umat beragama justru cenderung membiarkan dan menambah terus orang-orang yang merasa terabaikan, terlecehkan.

"...semua agama, ajaran kebajikan dan etika moral bersumber dari pada Tuhan yang Maha Esa. Tidak ada satu agamapun yang mengatasinya dan tidak ada satu agamapun dapat dikatakan mempunyai arti jika tidak bisa menolong manusia dan membangkitkan kesadarannya dalam konflik batinnya jika Tuhan Yang Maha Esa tidak menyinari jiwanya". (Nyoman S Pendit, Bagavadgita, Gramedia, 2002).

Bagaimana dengan suku yang lain?. Suku-suku kita memiliki kearifan lokal yang luar bisa mengatur kehidupan masyarakat lokal kita sekian ratus atau ribu tahun. Sayangnya, kita cenderung melupakannya. Suku, kadang hanya digunakan sebagai alat politik, justru melupakan kearifan-kearifan lokalnya. . .

Inilah sumber gangguan komunikasi, yang menghambat mengalirnya darah kebersamaan berbangsa, bernegara dan juga akhirnya muncul baik di gereja atau tempat-tempat ibadah, di perkumpulan-perkumpulan sosial dan tempat-tempat lain.

Inilah krisis yang sedang kita hadapi di negeri ini, sedikitnya orang yang mampu melakukan keteladanan berbangsa dan bernegara yang merindukan terwujudnya cita-cita pendiri negeri ini. .
Kehebatan agama-agama dan torleransi berkumandang, pembakaran dan perusakan rumah ibadah, kekerasan mengatasnamakan agama terus berlangsung, hak azasi manusia terabaikan. Dimana hebatnya?

Manusia memerlukan bukti masa kini, bukan pernyataan-pernyataan dengan terus menerus memunculkan kehebatan di masa lalu, memunculkan kebanggaan semu, bahkan kadang bohong!.
Semua penganut agama di negeri ini salah, kalau kita tidak berhasil menciptakan perdamaian, masih ada pembakaran-pembakaran rumah ibadah. Ketika kita cuma menyalahkan sepihak, maka perdamaian, toleransi itu hanya utopia.

Mengikuti alam pikiran-pikiran picik--menganggap profesinya paling hebat, pengetahuannya paling hebat, kekayaannya paling hebat, agamanya paling hebat, sukunya paling hebat, jangan heran kalau suku-suku akan terpecah-pecah, bangsa akan terpecah, dunia akan terpecah-pecah.

Kita tidak akan memperoleh suka cita, tidak akan pernah tenteram, semuanya akan "remuk". Jangan berharap ada yang menang. Semua akan kalah, cepat atau lambat.

Untuk itulah kita harus setia pada pikiran dan tindakan yang mempersatukan. Ada organisasi, ada pijakan hidup, dan berbagai aturan sehingga semua dapat hidup berdampingan dengan damai.
Indonesia misalnya, ada empat pilar: Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Jangan pula kearifan lokal, pemikiran founding father kita punah, gara-gara kita terlalu mengagungkan pikiran-pikiran yang bertentangan dengan pendiri bangsa ini.

Kita bangga dengan bangsa Indonesia. Bukan bangga meniru-niru Arab, Israel, Jahudi, Amerika atau orang-orang dan aliran hebat dari luar sana.

Kita masing-masing memiliki buku suci yang mengajarkan cara menghormati manusia, pelajari dan jalankanlah itu. Kita memiliki kearifan lokal dari masing-masing suku, pelajari dan praktekkanlah itu dalam kehidupan.

Jangan terus mempertentangkannya, hanya supaya kelihatan paling benar, yang selalu berbuntut pada saling melecehkan, tetapi hendaknya saling memperkaya satu dengan yang lain.

Tuhan memperlakukan manusia sama. Dia memberi mata hari yang sama, bulan yang sama, bumi yang sama, bintang yang sama. Semua manusia bisa menikmatinya, tidak ada diskriminasi.

Tuhan hanya meminta manusia ciptaannya "mengasihi sesamanya seperti mengasihi dirinya". Begitu mudahnya, tetapi "otak" yang sudah kotor membuat kita sangat sulit melaksanakannya.

Mari kita hormati mereka yang selalu memikirkan ide-ide, konsep-konsep dan keteladanan mempersatukan umat manusia. Mari kita belajar dari mereka menghormati sesama.

Tuhan sudah menciptakan semuanya lengkap untuk kita. Founding Father Bangsa kita sudah meletakkan dasar berbangsa dan bernegara sungguh lengkap dalam Pancasila yang berakar dari masyarakat bangsa kita agar bangsa ini saling mengasihi satu dengan yang lain.

Masalahnya terletak pada kebodohan kita semua. Mari kita tidak bodoh!

Medan, 23 Mei 2015