My 500 Words

Senin, 16 Mei 2016

Bangsa Tanpa Membaca


"Sebuah bangsa besar tanpa tradisi literasi (membaca) hanya akan menjadi bangsa kelas teri, perundung, pemaki, mudah diprovokasi, tanpa keluasan hati dan imaginasi," (Najwa Shihab. Pidatonya saat dikukuhkan menjadi Duta Baca Indonesia 2016-2020).

"Buku apa yang kau baca hari ini kawan?".

"Buku apa yang kau baca hari ini, Nak".

"Dari mana pengetahuan ini kau peroleh?".

"Bisa nggak aku pinjam bukunya"

Percakapan yang sangat jarang terjadi di dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari kita saat ini.
Diskusi yang tidak menarik!. Budaya membaca buku memang sudah lama kita tinggalkan!.

Kata Taufik Ismail, kita sudah meninggalkan budaya baca buku selama 63 tahun.

Bayangkan, saat ini, hanya 1 orang anak dari 1000 orang anak Indonesia yang gemar membaca buku (tentu di luar buku wajib sekolah). Anak-anak Eropa mampu membaca 25 buku, Singapura15-17 per tahun di luar buku wajib sekolah.

Bangsa ini menjadi pembaca buku terendah dari 52 negara Asia yang disurvey OECD.

"Apa dasarnya kau mengatakan demikian. Teori apa yang kau pakai, bukunya apa?".

"Yah menurutkulah, perasaanku, menurut kata nenekku, kata kelompokku. Pokoknya......kalau tidak.....".

Banyak diskusi hanya debat kusir, tanpa referensi, tanpa logika, tanpa keluasan imaginasi!. Adu otot, adu kuat, bukan adu otak. Orang kuat menjadi orang yang paling tau segalanya.

Kebenaran soal nomor dua, yang penting seolah tampak menang, bisa melumpuhkan lawan.

Diskusi panas, saling serang kelemahan pribadi, tanpa menghasilkan apa-apa. Berakhir tanpa pencerahan apa-apa, kecuali membesarnya kecurigaan, rasa kebencian dan permusuhan.

Itulah yang sering kita tonton dalam diskusi para elit kita di TV. Itulah yang banyak kita alami di gereja, di ruang-ruang diskusi.

Kita makin suka membulli orang, mencari kesalahan dan membesar-besarkan kesalahan, bukan mencari solusi yang berguna bagi semua..

Tanpa dibekali gemar membaca, jadilah bangsa kita memang bangsa yang mudah diprovokasi, pemaki, tanpa keluasan imaginasi!

Mari bangkit!

Buka satu buku yang sangat menarik Anda hari ini, menggiring Anda gemar membaca, menambah keluasan imaginasi, menghindarkan diri dari gemar menelan rumor bulat-bulat, ngerumpi ngalor ngidul, membully orang!.

Anda adalah apa yang Anda baca!

Medan, 14 Mei 2016

Suka Citaku!


Suka cita bisa datang dari hal-hal atau kegiatan yang sederhana!. Dari apa yang kita dengar. lihat, rasakan dan maknai!

Sore-sore begini, sehabis tidur siang, suka cita mendengar obrolan istri di telepon dengan putri-putri saya dari jauh.

"Ma, kami baru pulang dari martumpolnya Rikson (putra adik sitri saya) di HKBP Kramat Jati," ujar putri tertuaku.

"Ma kami mau antar bapatuanya Pier ke Bandara," ujar yang satu lagi. .
Semua memberi kabar suka cita. Istri saya senang. Senang melihat-lihat foto-foto mereka yang diposting di FB.

"Wah. senang melihat anak-anak bersatu, melihat cucu-cucu bertumbuh, saling mengunjungi dan bersilaturahmi," kata istri saya.

Kami juga tadi pagi hingga siang hari menghadiri acara mangadati keluarga Damanik/besan Binaria Naibaho. Empat putra mereka sudah besar-besar, dan akan menikah dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Orang Batak memiliki kewajiban mangadati (membayar hutang kepada Hula-hula/tondong).

Meski dilaksanakan pada saat anak-anak sudah besar, pasangan ini terlihat bahagia, seperti pengantin baru. Pakaian mereka seperti pengantin. Keduanya bangga dan senang menyambut kami semua teman-temannya se gereja.

"Kalau lambat ada yang ditunggu, kalau cepat ada yang dikejar," kata pendeta memaknai acara itu.

Suka cita itu tidak mahal!. Suka cita kami pasangan kakek dan nenek berusia 55 tahun, hari ini.

Terima kasih Tuhan Engkau memberi suka cita bagi kami hari ini. Semoga teman-teman semuanya suka cita juga.

Maknai hari-hari Anda dengan rasa syukur. Syukurilah semua apa yang Anda miliki, rasakan kekenyangan hati dari mereka.

Hal terindah di dunia ini bukanlah hal yang terlihat oleh mata, terasa oleh panca indera kita, tetapi yang terasa oleh hati, hal-hal yang memuaskan hati!

Sepanjang malam ini kami akan menikmati suka cita dari anak-anak sekolah Minggu di gereja kami.
Siap-siap ke gereja. Persiapkan pakaian nuansa merah. Demikian perintah Pengurus Sekolah Minggu tadi malam sewaktu latihan Koor Bapa..

Pukul 18.00 nanti ada acara Sekolah Minggu di gereja GKPS Simalingkar. Menyaksikan anak-anak kami menunjukkan talenta-talenta mereka memuji Tuhan.

Suka cita bisa datang ketika anak-anak kita mau mengikuti kebiasaan orang tuanya yang baik, menikmati suka cita orang yang bersuka cita..

Tapi suka cita penuh, hanya datang dari Tuhan. "Sbab hanya Tuhan yang membuat suka citaku penuh," demikian kata lagu Anak Sekolah Minggu!. .

Medan, 14 Mei 2016

Selasa, 10 Mei 2016

Facebook, Sebagai Catatan Harian: Belajar Memaknai Hidup

Oleh: Jannerson Girsang

Facebook telah menjadi alat pengingat peristiwa masa lalu, melatih saya memaknai hidup dengan rasa syukur, menatap masa depan dengan suka cita, apapun persoalannya!.
Program Memory FB telah memungkinkan saya mengingat peristiwa beberapa tahun lalu hari ini. Apa yang kulihat, kudengar, kurasakan, kumaknai dari peristiwa itu.

Pagi ini FB mengingatkan saya sebuah peristiwa bahagia di dalam keluarga yang kubangun sejak 1984.

Menikahkan putri pertama!. Peristiwa pertama dalam hidupku, sebagai orang tua! Itulah tugas kita orang tua: membesarkan, mendidik di rumah, menyekolahkan mereka, sebagai bekal hidup, dengan harapan mampu hidup lebih baik dari kita.

Usiaku saat itu 51 tahun!

Saat yang dari sisi fisik yang sangat tepat menghadapi pekerjaan yang berat dan baru sama sekali! Saat masih energik, dan masih dinamis bergerak. Tentunya juga didukung oleh seorang istri yang setia, tabah dan mampu bersuka cita dalam segala situasi! .

Awalnya bingung, walaupun saya sudah pernah mengalami pernikahan. Beda posisinya sebagai objek dan subjek peristiwa. Tetapi peristiwa itu akhirnya memberi pengalaman yang membekaliku melakukan sesuatu yang penting bagi kelangsungan kehidupan keturunanku.

Sesudah itu, saya berturut-turut melaksanakan pekerjaan yang sama sebanyak tiga kali kurun waktu 4 tahun. Peran keluarga besar, teman-teman adalah modal utama yang memberikan saya semangat.

Pasalnya, semua peristiwa itu terjadi dalam keadaan diriku secara fisik sungguh ideal, tetapi serba terbatas, lemah secara ekonomi. Memang saya tidak sempurna, saya bersyukur dalam ketidaksempurnaan itu, supaya tetap mengandalkan Dia yang paling berkuasa dalam hidupku!

Nopember 2012, putriku Clara Mariana Girsang "manjalo parpadanan marhajabuan" dengan Anja Novalianto, sebuah acara persiapan pernikahan di GKPS, Depok.

Putri saya menetapkan pasangan yang menjadi pilihannya seumur hidup, Kami orang tua hanya sebatas merestui dan mendoakannya, Tuhan melaksanakan rencananya melalui muzizat-muzizatnya.
Mereka menikah di GKPS Depok!

Oktober 2013, peristiwa pertama itu, kemudian disusul dengan peristiwa kedua. Saat putri keduaku Patricia Marcelina Girsang menyusul kakaknya, kemudian melaksanakan acara "manjalo parpadanan marhajabuan", di gerejaku sendiri, GKPS Simalingkar, Medan.

Mereka menikah di gereja HKBP Pekanbaru

Pebruari 2016, putri adik saya almarhum Parker Girsang dan almarhum Risma Tiarni br Saragih, Yani Christin Girsang mengikuti kakak-kakaknya, menikah dengan Bintang Haruman Saragih.

Yang terakhir ini merupakan peristiwa baru dengan versi baru, masalah yang berbeda dengan sebelumnya.
Baik Martumpol maupun acara Pamasu-masuon (pernikahan) dilaksanakan di Gereja GKPS Simalingkar, Medan, pada bulan Pebruari 2016. Pesta diadakan di tempat pengantin perempuan.

Catatan pengalamanku melaksanakan aturan-aturan adat dan gereja, pengalaman teman, petunjuk Tuhan, membuat saya mampu melaksanakan peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga, memaknai lelah dengan rasa syukur.

"Pengalaman adalah guru paling berharga," demikian pepatah orang tua!

Dalam setiap peristiwa, banyak hal yang terjadi di luar dugaan, baik itu masalah hal yang membuat cemas, atau sesuatu yang menyenangkan.

Semua ada sebabnya, semua harus menjadi pelajaran. Romantika kehidupan yang makin memampukan saya menghadapinya dengan "cara yang terbaik" sesuai kemampuan ketika itu. Merenungkannya kembali, kemudian memberi makna baru menghadapi persoalan baru.

Untuk menghadapi satu persoalan saja, menikahkan putri-putri, saya selalu menghadapi persoalan baru-persoalan baru, dan harus menghadapinya dengan cara-cara baru.

Saya masih akan mengadapi masalah yang sama atas putraku Bernard Patralison Girsang dan putri bontotku Devee Girsang, serta putra putri keluarga yang lain yang tentunya baru dan masih belum jelas.

Kapan, dan dimana mereka akan melaksanakan acara yang sama dengan kakak-kakaknya, dengan siapa mereka akan mengikat janji sehidup semati. Saya tidak mampu menentukannya.

Hanya ada satu keyakinan, Tuhan tidak diam. Dia menuntun semua anak-anak memilih yang terbaik bagi mereka.

Kita hidup dalam lingkungan yang selalu baru setiap saat, dan selalu membutuhkan cara-cara baru menghadapi persoalan.

Tetapi harus diingat: ada sesuatu yang tetap!. Tugas manusia adalah melaksanakan perintah.
"Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri, Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu". Ketika ini tidak dikerjakan , maka orang pasti susah!.

Kita terus belajar memahami cara melaksanakan pernyataan-pernyataan ayat-ayat emas yang tertulis dalam Kitab Suci.

"Sebagaimana kamu menginginkan orang lain berbuat kepadamu, demikianlah perbuat kepada mereka, sebab inilah hukum tertinggi dari Taurat dan kitab para nabi".

Ketika orang tidak melaksanakan perintah itu dengan benar, maka pasti susah, meski kelihatannya aman-aman saja. Ketika saya tidak melaksanakannya, maka saya akan menghadapi kesusahan.

Melaksanakan pernikahan bukan pekerjaan mudah. Dengan segala persoalan yang dihadapi, kita harus tetap menjungjung tinggi hukum yang tetap: persatuan, keharmoniasan hubungan, saling menghormati.

Pelaksanaan pernikahan-pernikahan sebelumnya telah memberiku suka cita, maka pernikahan-pernikahan berikutnya juga saya yakin akan memberikan kebahagiaan juga. Asalkan saya mampu melaksanakan dengan kerendahan hati.

Pernikahan yang sederhana, mewah atau sangat mewah semua harus mengarah ke sana. Jika tidak, maka semuanya akan sia-sia.

Pernikahan bagi orang Batak adalah terpautnya hubungan keluarga, emosional dengan ratusan atau bahkan ribuan keluarga.

Menghadapi tugas-tugas itulah kita dituntut setiap hari mengatasi masalah dengan cara-cara yang baru .
Sesuatu yang cukup berat kalau hanya dibayangkan. Tetapi melalui pengalaman, belajar hal-hal baru, menghadapinya dengan cara-cara yang baru, maka kita bisa memaknai itu sebagai sebuah berkat!
FB telah membantuku untuk menguraikan peristiwa, memaknai peristiwa, dan menjadikannnya alat bersyukur, dan sharing kepada teman-teman!.

Kita tidak akan pernah tamat menghadapu kehidupan, karena dunia sekitar kita selalu berubah. Belajarlah dari pengalaman, amati perubahan sekitar, renungkan sebelum membuat keputusan, laksanakan keputusan dengan segenap jiwa raga!

Semua peristiwa-peristiwa di atas memampukan saya melaksanakan pekerjaan yang mungkin tidak ringan bagi setiap orang. Itulah gunanya ada sharing, berbagi.

Hari ini saya berbagi dengan Anda!.

Saya melaksanakan pernikahan tiga putri dalam kurun waktu empat tahun. Berat, tetapi menyenangkan, menyediakan tantangan baru, memberi harapan baru dalam hidup.

Tidak semua masalah dapat selesai tepat waktu, ada waktu Tuhan yang tidak kita mengerti, ada cara Tuhan yang tidak kita mengerti!

Tindakan Tuhan dapat kita maknai, jika kita mampu memaknai peristiwa hidup yang tidak kita mengerti, sebagai sebuah Karya Tuhan.

Itulah sebabnya, kalau semua serba mudah, serba instan, kita tidak pernah bertemu denganNya. Kitab suci sudah memerintahkan: "..dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu". (Kejadian 3:19).

Kita harus berpeluh sampai mati, tidak ada istilah "santai", "tenang", sebab kita harus berarti, dan itu bisa terjadi kalau menjalankan perintahNya. Jangan pernah berharap, kalau satu masalah terselesaikan, maka masalah lain tidak muncul. Seumur hidup kita akan menghadapi masalah, tantangan.

Syukurilah kesulitan, tantangan, penderitaan, hadapilah mereka.maka kita pasti akan bertemu denganNya.
Terima kasih Tuhan, Engkau selalu hadir tepat waktu. Pertolonganmu tidak pernah terlambat.

Engkau memberiku pengalaman berharga, menganugerahkan dua cucu di usiaku yang masih relatif muda! Mereka adalah kebanggaanku, masa depanku!

"Anakhon hi do hamoraon di ahu". Mungkinkah saya sudah melaksanakannya dengan baik. Semua pasti ada kekurangan, tetapi dengan belajar, belajar, berserah kepadaNya, Dia akan menyempurnakannya.

Tidak mudah ternyata menjadi orang tua, yah! Tetapi saya bangga sebagai orang tua, bangga dengan keluargaku, anak dan cucuku. Semoga mereka mampu mengasihi kami dengan tulus,melakukan hal-hal yang benar.

Selamat beraktivitas dan jangan pernah merasa tamat melakukan sesuatu. Teruslah belajar dari pengalaman sendiri, belajar dari pengalaman orang lain dan tidak melupakan kekuatan, peran Tuhan dalam proses perjalanan hidup kita.

Medan, 10 Mei 2016

Jonathan Prawira: Pencipta 4600 Lagu Rohani

Oleh: Jannerson Girsang

Di tengah semaraknya Perayaan Pra-500 Reformasi di Gedung Pardede Hall, Medan, tadi malam, saya tertarik seorang laki-laki, berpenampilan stylist ala anak muda masa kini.

Saya tidak bisa menebak usianya. Raut wajahnya bersih, masih muda tampaknya!. Mengenakan stelan jas-celana panjang seragam abu-abu!.

Awalnya saya tidak begitu pedulikan, karena tidak kenal.

Laki-laki ini datang agak terlambat!.

"Ini artis dari Jakarta", kata M Sinurat, Sekretaris Panitia. Di sebelah saya Sudirman Halawa, mempersilakan saya bergeser satu kursi, untuk penyanyi ini.

Saya menyambutnya dengan salaman. Hanya itu!.

Berjam-jam kami duduk bersama selang antara satu bangku, hanya saling melirik, tersenyum, kalau saling memandang.

Saya juga tidak bertanya siapa dia! Asyik mengikuti acara Perayaaan Pra-500 Tahun Reformasi
.
Saya sekali-sekali melirik ke arahnya.

Dengan ditemani seorang asistennya, Jonathan hanya duduk saja di tempat itu, mengikuti semua acara.
Dengan tekun dia mengikuti kebaktian, live streaming dari Medan ke Jerman, serta penampilan artis-artis penyanyi seperti Herty Sitorus, Rani Simbolon, Joel Simorangkir, serta penyanyi ibu kota lainnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB.

Para pengunjung sudah banyak yang pulang. MC meliriknya, panitia memberi tanda, dengan menunjuk si lelaki tadi. Gilirannya sudah tiba untuk tampil di panggung!

Seandainya saya seorang pencipta lagu dan penyanyi tenar seperti dia, mungkin sudah sangat kecewa. Berjam-jam duduk, namun akhirnya tampil setelah banyak undangan pulang. Bahkan semua artis ibukota sudah meninggalkan ruangan.

Dia bukan seorang artis biasa lho!. Prestasinya luar biasa ternyata. Dan lagu-lagu ciptaanya banyak mengiringi kebaktian, dinikmati orang setiap hari di seluruh Indonesia.

Meski demikian, si lelaki ini tetap semangat. Naik ke pentas penuh antusias. Berlari-lari kecil, tanpa sedikitpun menunjukkan wajah kecewa!.

"Kalau di luar ada midnight show, maka, saya akan menamakan penampilan ini midnight romantika bersama Tuhan," katanya meyakinkan pengunjung bahwa dirinya tetap tegar!

Dia tetap berusaha membakar semangat para pengunjung Perayaan Pra-500 Tahun pembaharuan yang dilakukan Marthin Luther, 1517 lalu di Wittenberg Jerman yang melahirkan gereja Protestan itu.

Siapakah dia saudara-saudara?

Dia adalah Jonathan Prawira, yang sejak 1989 menciptakan 4600 lagu rohani Kristen!.
"Saya sudah mencipta 4600 lagu," katanya, disambut penonton dengan tepuk tangan riuh!
Jumlah yang luar biasa! Bandingkan dengan Titik Puspa dengan 700 lagu, Koes Plus dengan 1500 lagu.

Tadi malam dia menyanyikan lagu-lagunya secara medley. Meski tampil belakangan dari semua penyanyi ngetop ibukota,

Jonathan Prawira mampu memukau penonton dengan lagu-lagunya yang memang sudah melekat di hati banyak pengunjung.

”Sperti yang Kau Ingini”, ”Mujizat itu Nyata”, ”Hati Sbagai Hamba”, ”Sejauh Timur dari Barat”, ”Kau Mengenal Hatiku”, ”Kasih yang Sejati”, ”Menanti Keajaiban” dan lain-lain.

Lagu-lagunya selama ini sudah saya nikmati melalui lantunan suara artis terkenal di berbagai video. Bahkan saya sudah menyanyikannya berkali-kali, tetapi tidak tau kalau penulisnya adalah yang menyanyi di depan kami!.

Kerendahan hati, rasa bersyukur, itulah kunci agar seseorang mampu terus semangat bekerja, semangat berkarya, semangat menghibur para pengunjung!

Akhir dari penampilannya disambut antusias oleh pengunjung.

"Ketika kuberdoa,muiziat itu nyata....................,", disambut tepuk tangan riuh pengunjung yang hanya tinggal beberapa ratus orang saja!

Ompui Ephorus HKBP, WTP Simarmata dari 17 pemimpin gereja Lutheran di Indonesia adalah satu-satunya pimpinan gereja yang masih turut menyaksikan penampilan Jonathan Prawira.

Begitu turun panggung, Jonathan langsung disambut antusias para penggemarnya. Mulai dari tangga dasar, tiga hingga lima orang pemuda dan anak-anak gadis antri meminta berfoto bersama.

Saya menyaksikan serombongan anak-anak gadis sejumlah lima orang, meminta berfoto. "Kami mau berfoto satu-satu, untuk koleksi di rumah", kata mereka.

Johannes dengan sabar melayaninya. "Silakan-silakan..."katanya.

Saya dan istri juga tidak ketinggalan!.

Dia juga berfoto bersama dengan Ompui Ephorus HKBP, WTP Simarmata, yang bertindak sebagai inisiatir perayaan tersebut.

Bagi Jonatan, mencipta lagu, menyanyi adalah pujian untuk Tuhan, bukan untuk memperoleh pujian dari manusia.
.
"Saya sudah ditawari penghargaan dari Murry, karena menjadi pencipta lagu terbanyak di Indonesia, tetapi saya menolaknya," katanya.

"Saya mencipta lagu dan menyanyi bukan untuk mendapat penghargaan dari manusia, tetapi dari Tuhan," ujarnya.

Dari websitenya, saya melihat catatan bahwa sederet artis yang pernah menyanyikan lagu-lagunya diantaranya: Ade Manuhutu, Adi ”AFI”, Alex & Jacob Kembar, Andre Hehanusa, Angel Karamoy, Bella Saphira, Carlo Saba, Chris Manusama, Cynthia Maramis, Cornelia Agatha, Damai ”AFI”, Danar ”Idol”, Dessy Fitri, Diana Nasution, Edo Kondologit, Eka Deli, Feby Febiola, Glen Fredly, Grace Simon, Heidy Diana, Irma June, Joe Richard, Joshua Suherman, Joy Tobing, Junaedi Salat, Karmila Warouw, Melky Goeslow, Meriam Bellina, Michael ”Idol”, Nindy Ellese, Nur Afni Octavia, Ricky Jo, Roger Danuarta, Ronny Sianturi, Ruth Sahanaya, Samuel ”AFI”, Sandro Tobing, Sizy Mirty, Suci ”Idol”, Umbu Prabawa, Victor Hutabarat, Vonny Sumlang, Wanda Pesulima, dan Wisnu ”Idol”

Saya ingat apa yang dtulis Khahlil Gibran, seorang penulis Katholik Maronit asal Lebanon malam sebelumnya.

"Kerja adalah perwujudan dari kasih," kata Lahlil Gibran..

Terima kasih Jonathan Prawira!.Kehadiranmu di Medan malam itu sungguh menggugahku tentang etos kerja.

Untuk apa, dan untuk siapa kita berkarya!

Pro deo et Patria!.Untuk Tuhan dan Ibu Pertiwi!

Medan, 9 Mei 2016

Kerja Wujud Tertinggi dari Kasih (Cinta)

Oleh: Jannerson Girsang

"Wujud tertinggi dari kasih (cinta) adalah terlibat atau melibatkan diri dalam dunia; dan bentuk keterlibatan itu dimaknai Khalil Gibran dengan kerja".(Taman Cinta, Khalil Gibran)
Kahlil Gibran adalah seorang multi profesi. Dia adalah penyair, pelukis, pemahat, penulis, filsuf, pakar teologi, dan seniman, seni.

Meski meninggal dalam usia 48 tahun, nama Khalil Gibran begitu melegenda. Di usia tersebut, tidak banyak manusia yang mencapai sebesar prestasinya.

Dia adalah manusia genius yang membuka mata manusia tentang kerja, tentang kasih (cinta)
Hingga hari ini, umat manusia, khususnya pencinta sastra di seluruh dunia masih mengabadikan namanya, membaca, mempelajari karya-karyanya dan menginspirasi kehidupan mereka sehari-hari.
85 tahun setelah Khalil Gibran meninggal, karya-karyanya, kisah tentang dirinya terus diproduksi ulang.

Malam ini saya masih membaca buku tentang Gibran (Taman Cinta Kahlil Gibran--terbitan 2015, ditulis dalam bahasa bahasa Indonesia. Saya masih menikmati puisi-puisi dan karyanya yang diunggah di youtube!.
"Kerja yang berorientasi pada kasih akan melegenda sepanjang masa".

Sepanjang usianya yang hanya 48 tahun (1883-1931), Gibran telah membuahkan hasil kerjanya yang menakjubkan.

Pria kelahiran Lebanon, 6 Januari 1883 dan berasal dari keluarga Katholik-Maronit ini menghasilkan karya-karya yang disejajarkan dengan penulis Romeo and Juliet, Willaiam Shakespeaare.

Pada tahun 1911, keluarganya yang miskin pindah ke New York Amerika Serikat untuk menguji nasib, memperbaiki kehidupan keluarganya yang miskin di Lebanon.

Pada 1912, di saat berusia 29 tahun, Gibran menerbitkan novel berbahasa Arab, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris sebagai "Broken Wing" (di Indonesia diterjemahkan dengan Sayap-sayap Patah).
Sebelum tahun 1918, Gibran meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems".

Persahabatannya yang erat dengan seorang gadis bernama Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923.

Karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.


Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan.

Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi".

Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928.
Gibran juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931.

Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.

Definisi Kerja

Salah satu pelajaran yang kita peroleh dari kehidupan Gibran adalah definisi kerja. Kerja adalah wujud tertinggi dari kasih (cinta).

Bagi Gibran, wujud tertinggi dari kasih (cinta) adalah terlibat atau melibatkan diri dalam dunia; dan bentuk keterlibatan itu dimaknai Gibran dengan Kerja.

Kerja atau pekerjaan adalah satu-satunya wujud relasi manusia dengan Allah di dunia; sebagai bentuk pengorbanan diri yang konkret. Tanpa bekerja, manusia tidak mungkin mengasihi orang lain, tanpa kerja (menhasilkan karya), manusia mengingkari tujuannya diciptakan.

Sementara kerja yang dimaksud Gibran tidak hanya melibatkan daya fisik, tetapi juga pikiran dan perasaan mansia. Kerja bukan hanya mencangkul, heppot atau terlihat sibuk, tetapi juga kegiatan yang mampu menyumbangkan pikiran dan motivasi.

Melalui kerja, manusia dapat mewujudkan dirinya sebagai individu. Dengan bekerja, manusia dapat melebur dalam persatuan dengan sesama. Dengan bekerja pula manusia dapat menjumpai Allah dalam alam semesta.
Gibran meyakini bahwa kerja merupakan dimensi mendasar hidup manusia di dunia. Latar belakang pemikirannya karena manusia adalah citra Allah, juga karena perintah yang diterima dari penciptaannya untuk menaklukkan dan menguasai dunia.

Menurut Gibran, semua pekerjaan manusia berorientasi pada kasih (cinta). Sebab kerja harus berlandaskan pada kasih (cinta) maka melalui kerja atau pekerjaan tersebut manusia tidak hanya mengubah kodrat, tetapi juga mewujudkan dirinya sendiri serta membangun masyarakat, keluarga dan bangsanya.

(Artikel di atas dikutip dari Taman Cinta Khalil Gibran, Juni 2015, dan Wikipedia Indonesia).

Apapun yang kita lakukan harus berorientasi kasih. Seseorang harus terlibat di dunia melalui kerja.
Bekerja adalah Pro Deo et Patria: untuk Tuhan dan ibu pertiwi! Ternyata kerja, kerja, kerja yang didengungkan oleh Jokowi adalah perwujudan kasih.

Orang yang malas, apalagi tidak bekerja (menghasilkan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain) tidak akan pernah bisa mengaplikasikan kasih. Setiap orang diberi talenta untuk bekerja. Mereka diharapkan menghasilkan sesuatu dari talentanya dan merlipat gandakan manfaatnya bagi orang lain.

Jadi, koruptor, pemeras adalah tindakan bunuh diri dan membunuh orang lain. Bentuk kegiatan kerja yang tidak berorientasi pada kasih!

Kegiatan korupsi kalau dilipatgandakan akan menghancurkan dunia, menghancurkan manusia, membunuh banyak umat manusia.

Sebaliknya, kerja yang berorientasi kasih kalau dilipatgandakan akan mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran bersama, perdamaian dunia yang makin meningkat!

Medan, 8 Mei 2016 

Musibah Haranggaol: Pemerintah Jangan Bersikap "OR"

Oleh: Jannerson Girsang

Seminggu terakhir kita membaca media dengan berita-berita seputar musibah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba. Foto-foto ikan mati membuat hati trenyuh.

Pemerintah pusat ternyata langsung bereaksi. Tribun News memberitakan Prof Kismono dari Kementerian Perikanan dan Kelautan sedang meneliti penyebab musibah itu. Semoga tidak seperti selama ini, turun ke bawah tanpa solusi!

Hari ini Harian Sinar Indonesia Baru terbitan Medan memberitakan bahwa dalam dua minggu terakhir, 850 ton ikan mati di Haranggaol, Danau Toba.

Kalau angka itu benar, bayangkan, kalau harga sekilonya Rp 30.000, maka kerugian ditaksir sekitar 255.000.000.000 (dua ratus lima puluh lima miliar). Katakanlah angka itu hanya separuhnya benar, kerugiannya masih cukup besar!

Bahkan ada laporan yang menyebutkan lebih dari 1000 ton ikan mati dalam kurun waktu yang sama.
Laporan-laporan yang simpang siur seperti ini adalah bukti monitoring dan pendataan resmi pemerintah tidak bekerja dengan baik, tidak mampu menyajikan data yang akurat. Semua hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan saja, tanpa sumber yang resmi.

Yang jelas, dengan informasi seperti ini, tindakan yang akan diambil juga tidak akan menyelesaikan persoalan.

Kerugian yang begitu besar dan terjadi hanya dalam beberapa hari, akan menimbulkan dampak ekonomi dan dampak psikis bagi pengusaha karamba dan penduduk nagori Haranggaol sendiri.

Para pengusaha karamba membutuhkan dukungan moral kita semua!. Turut prihatin, betapa sedihnya para pengusaha karamba saat ini.

Seperti diberitakan media, untuk sementara diduga penyebab kematian ikan-ikan itu adalah kekurangan oksigen, karena padatnya karamba, sehingga lalu lintas udara ke dalam karamba tidak mencukup kebutuhan ikan.

Tetapi perlu penyelidikan lebih lanjut penyebab kematian itu.

Untuk mengungkap kematian ratusan ton ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) Haranggaol Kabupaten Simalungun, Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanter) Kabupaten Simalungun bersama Prof Krismono dari Kementerian Kelautan dan Perikanan turun ke lokasi, Selasa (3/5/2016).

“Prof Kriamono dari Kementeriam Kelautan dan Perikanan (KKP), sedang dalam perjalanan menuju Haranggaol untuk meneliti. Sementara ini dugàan kekurangan oksigen”, ucap Kadiskanter Simalungun, Jarinsen Saragih, seperti dikutip Tribun News, Medan.

Meski selama ini banyak orang yang menangguk untung dari usaha ini, dan investor terus menyerbu dan berebut kapling untuk usaha karamba, risiko usaha ini juga bukan tanggung-tanggung besarnya, ,
Pasalnya, usaha karamba adalah investasi padat modal dan berisiko besar, dan rentan dengan serangan penyakit atau kekurangan oksigen yang saat ini terjadi. .

"Musibah" ini mengajak kita merenungkan kembali usaha Karamba Jaring Apung ini. Benarkah usaha karamba paling cocok memakmurkan rakyat di sana, benarkah rencana pemerintah mengembalikan fungsi Danau Toba menjadi daerah wisata akan mampu memberi kemakmuran bagi penduduk dalam jangka panjang?

Sikap pemerintah yang benar adalah "Yes" or "No",. Bukan "Or" yang selama ini diambil pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang akhirnya rumit ditangani!

Mereka yang mengusahakan karamba di Danau Toba di satu sisi menguntungkan, karena mampu menyerap tenaga kerja,memenuhi kebutuhan protein nabati provinsi ini, serta tentunya menambah penerimaan daerah dan negara (kalau semuanya setia membayar pajak).

Seperti dilaporkan harian Metro Siantar tahun lalu (20 April 2015) , perputaran uang akibat bisnis karamba di Haranggaol mencapai Rp 1.6 triliun per tahun.

Sayangnya, meski sirkulasi uang dari bisnis ini cukup tinggi, namun Pemkab Simalungun ternyata tidak memeroleh PAD dari sektor usaha ini. Paling tidak, hal ini sesuai pengakuan Kadis Peternakan dan Perikanan Kabupaten Simalungun Jarinsen Saragih.

Kata Jarinsen, hal ini merupakan imbas dari ketiadaan produk hukum Pemkab Simalungun yang mengatur regulasi perizinan usaha keramba jaring apung.

“Kita tidak tahu secara pasti berapa perputaran uang di sana. Sebab memang, tidak ada izin. Artinya, tanpa adanya izin sulit menghitung sirkulasi uangnya,” tegas dia.

Di sisi lain, pemerintah saat ini sedang merencanakan agar Danau Toba dikembalikan fungsinya sebagai daerah wisata. Bahkan Bupati JR Saragih dalam sebuah kunjungannya ke Haranggaol pada 2013 mengatakan Haranggaol sebagai salah satu DTW kawasan Danau Toba yang memiliki pemandangan alam yang indah, direncanakan akan dikembalikan fungsinya seperti pada puncaknya kejayaannya tahun 1990-an.
“Sekarang tergantung masyarakat, ke mana dibawa Haranggaol ini. Apakah menjadi DTW atau daerah Keramba Jaring Apung (KJA). Karena seperti kita ketahui di era tahun 1990-an, Haranggaol terkenal sebagai DTW di Simalungun. Turis mancanegara maupun lokal sering berkunjung ke tempat ini untuk berwisata,” kata Bupati Simalungun, seperti dikutip Harian Metro Siantar (23 September 2013). .
Kini, banyak penduduk memilih KJA, namun mereka harus sadar, bahwa di balik "menggiurkanya" bisnis karamba, risiko lingkungan yang ditimbulkannya juga cukup besar.

Boy Tonggor Siahaan dari YPDT dalam publikasinya menjelaskan, memang warga pemilik KJA dihadapkan pada pilihan sulit, yakni antara mempertahankan mata pencaharian yang menopang hidup keluarga mereka dan melestarikan lingkungan hidup di Danau Toba.

Bayangkan 850 ton ikan yang membusuk, akan menyebabkan bau yang tidak sedap, serta mengotori danau. Mengganggu penduduk sekitar dan pengunjung yang ingin menikmati Danau Toba.

Syukur kalau keuntungan yang diperoleh peternak ikan selama ini pernah disisihkan untuk mengatasi risiko lingkungan seperti ini. Kalau tidak, ujung-ujungnya, pemerintahlah yang disalahkan bertanggungjawab.

Dengan tidak menyalahkan siapa-siapa, semua harus berfikir ulang. Apakah usaha karamba masih terus dipertahankan di daerah yang dulunya dikenal sebagai wisata itu, berlanjut atau atau saatnya dihentikan.
Tidak mudah mencari jawabnya, dan juga jangan buru-buru memberi jawabnya. Semoga masyarakat Sumut makin pintar. Tidak asbun, tidak memberi komentar yang membuat masalah tambah keruh.

Perlu pemikiran dan diskusi yang mendalam dan komprehensif antara pengusaha karamba dengan pemerintah dan LSM yang peduli Danau Toba

Kesalahan ada di tangan kita semua. Saling menyalahkan adalah tindakan yang membawa petaka bagi kita semua.

Jadikanlah musibah ini momen untuk mengambil langkah-langkah yang terbaik. Menghentikan usaha karamba atau mengembalikan fungsi Danau Toba sebagai wilayah wisata.

Pemerintah harus segera turun tangan mengatasi masalah yang kini dihadapi petani peternak karamba, menunggu keputusan-keputusan selanjutnya. Jangan diam!

Masalahnya, "Kerugian masyarakat sangat besar, masyarakat terancam tidak bisa bayar kredit modal mereka ke bank," kata Ketua Koordinator Kelompok Perikanan Haranggaol, Hasudungan Siallagan, seperti dikutip Harian Analisa, 5 Mei 2016.

Turut prihatin dengan penderitaan petenak ikan karamba di Haranggaol, dan semoga penelitian yang dilakukan Prof Kimono memberi hasil dan rekomendasi yang bijaksana.

Medan, 7 Mei 2016

Sehat Itu Mahal!

Oleh: Jannerson Girsang

Hari ini saya hanya di rumah saja. Batuk dan flu berat. Banyak acara tidak bisa kuhadiri. Untungnya ada FB.
Saya masih bisa menyaksikan perkembangan dan keceriaan cucu-cucukuku melalui FB. Keduanya merupakan berkat Tuhan yang setiap hari memberiku semangat, inspirasi bekerja!

Penyebab sakit saya mungkin karena cuaca yang sangat ekstrim dua hari lalu.

Kamis lalu, pulang dari kebaktian Peringatan Kenaikan Yesus Kristus, cuaca panas sekali, kemudian tiba-tiba datang hujan lebat. Kehujanan. Dari cuaca panas, tiba-tiba diguyur hujan. Cuaca sekeliling yang panas, tiba-tiba dingin!

Ditambah lagi kemaren seharian di mobil dengan AC ke Pematangsiantar. Pulangnya langsung ke sermon di ruang AC.

Pulang ke rumah mulai terasa. Batuk, tenggorokan gatal, ingusan, kepala sedikit pening.
Padahal, hari ini begitu banyak acara yang harus saya hadiri.

Salah satunya tidak bisa menghadiri jalan Santai Peringatan Pra 500 Tahun Reformasi di Lapangan Benteng,Medan pagi ini.

Kata orang, kalau keadaan sudah begini, harus istrahat total, dan berobat. Lupakan semuanya.
Baru sakit satu hari saja, terasa berat.

Tetapi, saya masih bersyukur!. Beberapa teman saya sudah sakit berbulan-bulan.
Ada yang hanya dapat bergerak dengan bantuan orang lain. betapa menderitanya mereka!
Mereka pasti kehilangan kesempatan menikmati pekerjaan yang dulu bisa dilakukan, menikmati alam ciptaan Tuhan yang begitu indah.

Sehat itu sangat mahal!.

Ketika sakit, saya tidak bisa melakukan tugas-tugas saya dengan sempurna, ditambah lagi kalau tugas itu berhubungan dengan kepentingan orang lain. Banyak kecewa!. Kecewa tentu tidak membawa suka cita.
Tragisnya, tidak banyak orang yang peduli kepada orang sakit. Manusia lebih suka melihat orang yang sehat.
Manusia lebih suka sibuk dan berteman dengan orang-orang sehat, dan cenderung mengabaikan bahkan melupakan orang sakit.

Tidak banyak orang yang mampu mendampingi orang sakit terus-menerus, mampu menghibur, membangkitkan semangat orang sakit.

Paling dia menjenguk satu, dua kali! Pulang dengan memalingkan mukanya, sesudah itu "forget it". Syukur-syukur kalau masih sempat mengingatnya dalam doa!

Itulah manusia kebanyakan, tentu ada satu dua yang peduli.

Karena itu, jangan mau membiarkan diri sakit, kalau sakit berusaha terus supaya sehat!

Satu-satunya usaha orang sakit yang dapat membangkitkan semangat adalah menciptakan suasana yang riang, berobat ke dokter, makan obat yang diresep dokter, makan makanan secukupnya, dan istirahat yang cukup.

Tuhan, berilah kesehatan yang prima untukku, agar aku dapat membahagiakan banyak orang.
Berikan juga kesembuhan juga bagi teman-temanku yang sudah berbulan-bulan sakit, supaya mereka dapat melakukan pekerjaan mereka, membebaskan keluarga mereka dari rasa khawatir! .

Medan, 7 Mei 2016

Mau yang Tetap atau yang Lenyap?

Oleh: Jannerson Girsang

Sudah setahun aku berjuang!. Pagi ini saya membaca prolognya buku yang sudah saya mulai setahun yang lalu.

Kadang tersenyum, kadang mengundang kekhawatiran menyempitnya waktu deadline. Berubah, berubah lagi. Tambah bahan lagi. Susun kata-kata lagi. Ganti diksi, entah apa lagi!

Semoga bulan ini akan mencapai kemenangan! Ini kali ke dua puluh saya berjuang mewujudkan sebuah keabadian.

"Menulislah, maka kamu akan abadi," demikian diingatkan Pramoedya Ananta Tur, penulis novel besar Indonesia.

Tapi itu tidak mudah. Perlu semangat yang terus membara. Berbagai hal diperlukan untuk terus bersemangat menulis.

Salah satunya adalah hari ini. Mengikuti kebaktian memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus akan menjadi penambah semangat. Untuk sebuah keabadian Yesus harus menderita, bahkan mati di kayu salib!

Masak untuk berjuang sebuah buku aja harus menyerah?.

Semangat itu akan menambah energi untuk bertahan sendirian di depan komputer, melengkapi gambar, bahan tulisan yang masih perlu, kata pengantar, editing, menghubungi designer, ISBN, percetakan, dengan segala persoalan non-teknis di dalamnya..

Judulnya sedikit berubah sejalan dengan perubahan atau penambahan isi. Begitulah menulis sebuah buku.

Sabar, kerja sama, penuh pengharapan

Menulis adalah mengabadikan peristiwa. Keabadian adalah harta yang paling berharga.
Hanya semangat seperti itulah yang mampu memberi energi bagi seseorang untuk terus menulis.
Materi, ketenaran bukan pendorong utama seseorang untuk menulis. Tetapi semangat keabadian itulah yang terutama.

Satu atau dua kata yang ditulis adalah tetap, satu atau dua kata yang terucap akan lenyap ditelan masa!
Berjuang untuk keabadian tidak mudah. Yesus harus menanggung sengsara, bahkan mati di kayu salib! Tidak dengan bersenang-senang!

Tetapi, lihat ujung ceritanya!. Dia menjadi cerita yang menjadi sumber inspirasi bagi miliaran manusia di dunia ini sepanjang masa.

Mau yang tetap, atau mau yang lenyap?

Tergantung! Tugas kita di dunia hanya dua: Mengasihi sesama seperti diri sendiri, mengasihi Tuhan dengan segenap hati.

Apakah cerita hidup kita menginspirasi orang lain, atau menyakiti orang lain, mengisap hak orang lain?.

Apakah cerita hidup kita benar atau penuh kebohongan?

Mari kita sama-sama merenungkannya!

Medan, 5 Mei 2016

Kita Adalah Satu Tubuh

Oleh: Jannerson  Girsang

Kita semua memiliki fungsi masing-masing, saling menghargai fungsinya, dan tidak boleh meremehkan, apalagi cemburu kepada fungsi atau talenta yang diberikan kepada seseorang.

Dalam khotbahnya malam ini, Pendeta GKPS Resort Medan Selatan, Pdt Jaminton Sipayung STh menyampaikan ilustrasi tentang kesatuan di kalangan orang-orang percaya.

Orang-orang percaya adalah satu tubuh, meski berbeda-beda. (1 Korintus 12:12). Ilustrasi ini merupakan bagian penjelasan dari nas khotbah malam ini dari kitab Johannes 17, yang disampaikan pada Kebaktian Partonggoan Gabungan di GKPS Simalingkar, Medan. . .

Serius, tetapi menginspirasi. Demikian pendeta yang berpenampilan sederhana ini mengisahkan cerita tentang anggota badan yang saling cemburu.

Suatu ketika kaki, tangan, mata, telinga, merencanakan sebuah demo. Pasalnya mereka cemburu melihat mulut yang kerjanya hanya makan aja. Dia merasakan yang enak-enak, sementara yang lain hanya kerja keras. .
.
Kaki: "Gila itu si mulut. Kemana-mana, saya yang membawa dia jalan. Tapi kalau ada makanan tidak pernah saya dibagi"

Tangan: "Ya. Dia pelit. Masak seumur-umur, saya cuma menyulangi dia tapi dia tak pernah memberikan sebutir nasipun kepadaku"

Mata: "Ya tuh si mulut nggak pernah peduli.sama temannya. Saya yang menunjukkan jalan, kemana saja dia pergi. Kadang saya kesakitan, masuk abulah, tertusuk semaklah. Yang makan hanya dia saja"

Telinga: "Kalau ada suara bahaya, saya yang mendengarnya. Coba kalau saya tidak mendengar, udah ditabrak mobil kali dia waktu ada yang begal yang ugal-galan dari belakang".

Mulut:diam saja, tidak bereaksi apa-apa!

Kaki, tangan, mata, telinga mogok kerja. Kaki tidak mau berjalan, tangan tidak mau menyuapi makanan ke mulut, mata juga menutup diri, telinga tidak mau mendengar lagi.

Mulut diam saja. Dia tidak mau bicara.

Banggalah keempat anggota tubuh itu melihat mulut tidak makan.. "Rasain, kau tidak makan. Selama ini kau enak-enak saja. Coba kalau kami tidak mau bekerja!", kata mereka serempak.

Hari kedua, keempatnya mulai merasakan sesuatu. Semua merasa lemas.

Kaki tidak bisa menggerakkan dirinya lagi. Tangan tidak mampu bergerak, mata mulai kabur penghilatannya, telinga juga sudah mulai pekak, tak jelas mendengar lagi, bahkan mulai tak berfungsi.

Pasalnya, makanan tidak masuk!. Darah penyalur nutrisi ke seluruh tubuh, yang membuat mereka bisa berfungsi tidak mengalir lagi. Air yang mereka butuhkan juga tidak ada lagi.

Mulut diam saja!

Akhirnya, keempatnya sadar!.

Kalau mereka mogok, tidak melayani mulut, maka semuanya tidak akan berfungsi dengan baik. Mulutlah tempat makanan masuk ke dalam perut, dan diolah di sana, kemudian hasil olahan tubuh, melalui darah disebar ke seluruh tubuh.

Itulah sebuah gambaran pentingnya kesatuan dalam satu tubuh!. Kesatuan dalam organisasi, kumpulan. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda, tetapi memiliki peran yang saling tergantung.

Demikianlah jemaat di dalam satu gereja, orang-orang percaya. Mereka adalah satu tubuh. Tidak boleh mengandalkan dirinya saja, apalagi sampai menganggap dirinya paling penting.

Mereka harus saling tergantung dan saling peduli. Dan, tidak ada yang terpenting, semua penting!

Dalam sebuah organisasi, kumpulan, setiap orang harus bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing dan tidak boleh meremehkan satu dengan yang lain. "Kita ada, kalau yang lain ada"

Jadi, sebagai penulis, pencerita (story teller) saya tidak boleh diremehkan, lho!

Kadang terdengar suara!. "Cuma nulis ajanya dia itu. Entah apa. Kalau cuma cerita, nggak usahlah. Banyak omong ajanya dia itu".

Kalau saya tidak menuliskan artikel ini, Anda tidak bisa menikmati khotbah yang disampaikan pendeta tadi. Apalagi belum pernah mendengarnya.

Saya ada gunanya juga kan? ...He..he!

Duka Di Hari Pendidikan Nasional

Oleh: Jannerson Girsang

"Pola pendidikan di Indonesia bersifat menekan, sehingga menimbulkan stress. Relasi kuasa yang tidak seimbang juga mengikis budaya apresiatif" (PM Laksono, antropolog Universitas Gajah Mada, Kompas 4 Mei 2016).

Di tengah suasana Hari Pendidikan Nasional, warga Medan dikejutkan sebuah peristiwa yang sangat menyedihkan.

Mahasiswa membunuh dosennya sendiri.

RS (21) mahasiswa semester VI Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah, Medan diduga membunuh dosennya sendiri Nur Ain Lubis.

Sesak rasanya membaca berita sedih itu sejak kemaren. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang sulit dicari jawabnya.

Kok bisa, mahasiswa calon pendidik, calon guru membunuh dosennya. Bukankah seharusnya mereka menghormati dosennya?

Kok bisa, dosen yang mendidik calon guru tewas terbunuh di tangan mahasiswanya sendiri. Ah, ini yang lebih sulit dijawab!

Kompas hari ini mengungkapkan bahwa interaksi kurang harmonis antara pengajar dan mahasiswa di ruang kelas diduga menjadi pemicu pembunuhan.

Tentu kesimpulan itu hanya sementara, karena kasus ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.
Peristiwa memilukan ini kembali mengajak kita merenungkan, apa yang salah dalam pendidikan kita.

Seseorang mahasiswa--jurusan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, orang yang terdidik, sampai berniat dan melakukan pembunuhan! Prosesnya tentu bukan "instan", terjadi begitu saja.

Mungkin ini hanya secuil di atas gunung es besar persoalan pendidikan kita!.

Kompas hari ini menekankan pentingnya pendidikan karakter, dosen dan mahasiswa membangun relasi yang baik, melakukan pelayanan yang baik, bahkan mampu memahami mahasiswa yang berbeda-beda.

Kita tunggu saja hasil penyelidikan kepolisian, seraya mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya untuk keluarga almparhum Nur Ain Lubis.

Kami semua turut prihatin dan mendukung dalam doa. Semoga kasus ini menjadikan pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk kesekian kalinya diuji sejauh mana pendidikan karakter kita berhasil diterapkan!.

Semoga keluarga Nur Ain Lubis tabah dan kuat menghadapi musibah ini.