My 500 Words

Minggu, 28 Desember 2014

FB Mengajarkan Kita Keterbukaan dan Kejujuran


Oleh: Jannerson GIrsang

Dulu, kita bisa banyak berbohong, karena teknologi tidak mampu menunjukkan kebohongan kita. Face Book (FB) mengurangi niat dan kesempatan kita berbohong, dan mendorong kita berlatih berfikir lebih logis, lebih kritis.

FB adalah catatan peristiwa di sekitar Kita, kegiatan Kita, pikiran-pikiran Kita, karakter Kita.
Masuk di FB berarti berhadapan dengan ribuan pembaca atau orang yang mengamati tulisan kita. Ada FB yang memiliki anggota lebih dari lima ribu orang dan dibaca ratusan ribu orang. Kita berbicara kepada semua orang dari berbagai latar belakang berbagai profesi, status, usia, suku dan agama.

Bohong identitas untuk menipu? Mudah sekali terlihat.

Coba Anda tidak mencantumkan istri kedua Anda di FB, dan sebaliknya justru mengaku lajang, orang yang mengenal Anda, atau istri Anda pasti akan langsung mencibir. Tidak menyertakan istri atau suami Anda dalam status, sehingga orang terpancing menggoda, karena dikira single. Anda secara sengaja mengundang orang tidak jujur.

Masuk FB, memasukkan gambar palsu, tidak menyertakan status yang jujur, berniat tidak jujur, cepat atau lambat Anda akan teridentifikasi.

Saya sering memblock permintaan pertemanan dari orang yang statusnya hanya menampilkan gambar wanita cantik. Gambarnya cuma satu dan tidak mencantumkan satu gambarpun teman atau sahabatnya. Dia berbohong tentang statusnya. Bicaranyapun tak sedap. Berbicara hanya soal seks, mengumbar nafsu, tak menarik sama sekali. Lebih banyak mudaratnya.

Jangan biarkan diri Anda terjebak dengan orang seperti ini! Pengalaman beberapa teman, orang seperti ini bukan hanya membuat Anda merasa tidak nyaman, Anda juga bisa jadi korban pemerasan. Karena memang niatnya tidak baik.

Mau berselingkuh, mencerca orang di FB melalui inbox? Hati-hati aja. FB Anda bisa kena hack dan kebohongan akan terbongkar. Seseorang yang tidak jujur akan menghabisi nama baik Anda.
Tidak logis kan? Gunakan ratio!. Seseorang yang baru meng-add FB Anda, mau menyatakan "mencintai" Anda, mengajak Anda kencan, padahal tidak kenal muka, tidak kenal keseharian kita. Kalau Anda mau, maka Anda juga tidak jujur. Orang-orang yang tidak jujur, menjadi sasaran orang yang tidak jujur. Benar nggak?

Sama saja kasusnya dengan penipuan online. Penipu melalui online di FB, tidak akan menjadikan sasarannya orang jujur dan cermat. Tidak logis dong, seseorang mau memberikan atau meminta Anda sesuatu, padahal sebelumnya tidak kenal sama sekali.

Ketika sistem komunikasi belum secanggih ini, kita bisa katakan sedang berada di Kabanjahe, padahal sedang berada di Medan. Sekarang Anda tidak bisa berbohong lagi sebebas dulu, apalagi Anda menggunakan black berry dan dilengkapi GPS. Posisi Anda saat mengirimkan status akan terlihat. Dengan sistem yang canggih, banyak lagi kebohongan yang bebas dilakukan dulu, kini terang benderang di FB.

Tuliskan kata-kata yang menginspirasi diri orang lain. Menuliskan kata-kata dengan niat tidak baik, tidak sopan, maka dengan cepat ratusan orang akan membully, mencibir Anda.

Kehadiran FB membuat kita semua belajar jujur, belajar menuliskan kata-kata yang menginspirasi, tidak menyinggung, apalagi sampai menyakiti orang lain, serta belajar kritis.

FB yang tidak jujur, lambat laun akan terlihat dan mendapat hukumannya secara otomatis. Kena block atau apa saja. Orang yang jujur tidak akan berteman di FB dengan teman yang tidak diketahui statusnya dengan jelas. Sebab dia sadar itu akan membahayakan dirinya dan temannya yang lain.
Berusahalah mengenal secara benar teman-teman FB Anda. Lakukan koreksi secara berkala. Orang yang tidak jujur berteman dengan Anda akan membahayakan teman Anda yang lain.

Mari ber-FB, mari bersikap lebih jujur, lebih terbuka dan lebih mampu menghargai satu sama lain.
Tidak mudah tentunya, butuh proses saling menasehati, saling menginspirasi satu dengan yang lain, proses pembelajaran bersama. Kita adalah manusia lemah, dan butuh dukungan dari sesama.
Mari berbuat sekecil apapun yang baik, kita turut menciptakan dunia kecil kita di FB ini lebih nyaman, damai dan saling menghargai.

Kalau Anda tidak ingin dibohongi orang, jangan berbohong kepada mereka!.

Semoga bermanfaat.

Medan, 27 Desember 2014

Masuk Depkeu: "Hanya Butuh Kemampuan, Tak Perlu Uang Pelicin"

Oleh: Jannerson Girsang


Siapa bilang kalau masuk Depkeu perlu sogok. Jangan percaya, kalau ada yang mau mengageni!. Kini kita berada di era revolusi mental.

Pemuda gereja kami membuktikannya. Dua pemuda Gereja GKPS Simalingkar masuk Depkeu tanpa membayar sepeserpun.

Orang tua mereka berkisah tentang perjuangan hingga kedua putri kesayangan mereka berhasil lolos sebagai pegawai Ditjen Pajak Dep Keuangan.

Mereka mempersiapkan anak-anak dengan motivasi dan karakter yang baik, daya juang yang tinggi, tidak mudah menyerah serta rendah hati.
.
"Semua aktivitas mereka kami apresiasi dan mereka bebas menggunakan kemampuannya memilih. Kami menasehatkan jangan bangga kalau hanya ranking di kelas. Di luar persaingan lebih keras. Sebelum keduanya lolos ke Depkeu, lamaran mereka beberapa kali gagal ke perusahaan dan instansi lain. Kuncinya berdoa dan bekerja keras," ujar sang ayah berkisah, di sela acaran Syukuran di Gedung Sekolah Minggu GKPS Simalingkar, usai Kebaktian hari ini, 25 Desember 2014.

Dua putri mereka diterima sebagai pegawai Ditjen Pajak. Tahun lalu Yun Mariance Purba , SE, lulusan Universitas HKBP Nommensen 2013, diterima menjadi pegawai Ditjen Pajak, dan kini bekerja di KPP Pratama Batam. Adiknya Lydia Purba SH, lulusan Fakultas Hukum USU 2014, lolos penyaringan Pegawai Ditjen Pajak Desember 2014.
.
Orang tua akan sangat berbahagia menyaksikan anak-anaknya mencintai kebenaran dan berjalan di jalan yang benar.

"Masuk di Departemen Keuangan, hanya menggunakan internet, ujian, dan tidak perlu sepeserpun uang pelicin. Tidak ada biayanya, hanya kemampuan,"ujar orang tua kedua gadis itu, St Daud Purba, SH, yang juga Wakil Ketua Pengurus GKPS Resort Medan Selatan.


Membanggakan dan menginspirasi. Dua-duanya adalah pemuda yang sangat rajin dan aktif sejak sekolah Minggu, hingga sekarang aktif dalam kegiatan Pemuda. Mereka tidak hanya pintar, tapi juga ramah, rendah hati dan berperangai baik.

Lidya adalah dirigen koor Pemuda di gereja kami, Iyun, kakaknya meski sekarang bekerja di Batam, setiap libur menyempatkan diri hadir di gereja kami dan menjadi inspirator Pemuda. Di masa SMA, Iyun tergabung dalam Paduan Suara Sola Gratia SMA Negeri I Medan.

Semoga kisah mereka menjadi teladan bagi orang tua dan para pemuda kami di gereja.
Mari kita bersama-sama mendoakan agar kelak dua-duanya menjadi pegawai pajak teladan di negeri ini.

Kamis, 25 Desember 2014

"Tuhan, Aku Tak Sanggup Lagi....."

Oleh: Jannerson Girsang

Masa-masa libur akhir tahun begini, mari gunakan waktu untuk kembali merenungkan dan belajar dari hari-hari yang sudah kita lewati. Jangan sampai semua berlalu tanpa makna, tanpa pelajaran. Apalagi sampai mengatakan: "Oh Tuhan aku tak sanggup lagi.."

Einstein berkata, "Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The important thing is not to stop questioning".

Penemu bom nuklir itu mengingatkan kita supaya jangan lupa bertanya dan menjawab tentang apa saja yang sudah terjadi, sedang terjadi untuk memasuki masa depan yang sudah terpampang di depan. Masalahnya, kita sering tidak menyadari itulah kelemahan kita. Kita tidak mampu melakukan sendiri tanpa pertolonganNya.

Apa saja yang sudah kita lakukan, bagaimana hasilnya, bagaimana kita memaknainya dari sudut pandang bersyukur, dari sudut pandang positif, sehingga kesalahan bisa menjadi pelajaran dan secara kreatif mencari jalan keluar dengan cara yang berbeda dan hasil yang lebih baik.

Bukan sebaliknya kesalahan tinggal menjadi kesalahan dan terus menerus berputar-putar dalam masalah yang sama. Bahkan hanya sibuk mencari siapa yang salah, membela kesalahan dengan mengungkap kesalahan yang ada pada orang lain. Pusing di setiap tempat dan setiap waktu!.

Jangankan menjawab persoalan hidup, mempertanyakannya saja seringkali kita lupa. Akibatnya, setelah melakukan sesuatu kita tidak mendapatkan makna, padahal, kegiatan itu sudah dilakukan berulang-ulang. Cara berfikir kita tidak tercerahkan.

Natal dirayakan setiap tahun. Sudah merayakan Natal, tetap tidak pernah bertanya apa makna Natal, sehingga berkali-kali merayakannya, hanya mampu mempengaruhi luarnya saja. Tidak mampu menjawabnya dengan kata-kata, belum lagi dalam tindakan, apalagi memaknainya.

Tak jarang Natal hanya bermakna baju baru, sepatu baru. mobil baru, asessoris gereja baru, makan-makan enak, tidak merubah pikiran atau "mindset" yang baru, menjadi lebih baik. Jadi persoalan Natal hanya menyediakan fisik yang baru.

Bahkan kepanitiaan tak jarang tidak siap, kadang seperti memulai yang baru, seolah baru merayakan Natal untuk pertama kali.

Usai merayakan Natal, dendam tetap terpelihara dengan baik, tetap memikirkan diri sendiri, tetap berbicara keburukan orang lain. Pulang Natal, panitia susah mempertanggungjawabkan biaya Natal. Saling tuduh, saling menonjolkan siapa yang terbesar, akhirnya makna Natal menjadi hilang.

Natal memberi makna kita mengakui kelemahan bertanya, apalagi menjawab semua persoalan hidup. Kita bersuka cita di Hari Natal, karena kekuatan dan kemapuan bertanya dan menjawab persoalan hidup sudah datang.

Yesus Kristus yang difirmankan itu telah ada di tengah-tengah kita, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kita.

Kita tidak hanya capek bekerja, capek hidup, yang ujung-ujungnya hanya bisa berkata: "Oh Tuhan, aku tak sanggup lagi. Mengapa Tuhan mengirim saya ke dunia ini. Mengapa sekitarku terasa mengganggu terus, bukan sebagai penolong. Panggil saja saya Tuhan, aku tidak tahan hidup lagi".

Kita menyesali hidup, meninggalkan dunia ini dengan banyak musuh, menyianyiakan berkat Tuhan yang sudah kita diterima. Semua sia-sia. Turunan kita mewarisi permusuhan, bukan perdamaian. 
Keturunan  tidak bisa hidup rukun dan damai.

Bertanya dan bertanyalah setiap hari, berlatih bahwa kita memang tidak mampu sendiri. Hingga setiap saat dan hingga di akhir hidup kita nantinya bisa mengucap syukur. Natal, kelahiran Yesus memampukan kita untuk terus bertanya dan mengakui kelemahan kita.

"Untunglah Tuhan mengirim saya ke dunia ini. Untunglah Yesus datang sebagai penolongku. Begitu indah dunia yang Tuhan ciptakan, begitu baik semua manusia yang Engkau kirimkan. Berikan waktu bagiku untuk melayani mereka. ".

Salam Natal. Medan, 25 Desember 2014

Rabu, 24 Desember 2014

Natal, Pesta dan Duka Cita

Oleh: Jannerson Girsang

Menjelang malam Natal ini dunia menghadapi suka dan duka. Tetapi semua harus mampu memaknainya sebagai sebuah berkat. Di dalam suka dan duka kita harus mampu bersyukur, setelah bertemu Tuhan.

Pagi ini saya kedatangan anggota keluarga yang akan mengadakan pesta hari Sabtu 27 Desember 2014. Sebelumnya ada keluarga yang mengundang pesta 26 Desember.

Tadi malam saya menjenguk keluarga yang sudah dirawat sebulan lebih. Malam-malam sebelumnya melayat sebuah keluarga-istri dan tiga orang anak yang belum berkeluarga, kehilangan ayah yang sangat mereka cintai. Ada beberapa keluarga yang saya kenal anggota keluarga mereka sakit menahun. Mereka tentu khawatir akan kesehatannya.

Beberapa menit yang lalu, saya mendapat sms dari teman saya Murni Sianipar memberitakan bahwa teman kami Alrida Lumbantoruan (Pegawai Sekretariat Kantor Rektor Universitas HKBP Nommensen) meninggal dunia dini hari tadi. Betapa sedih keluarga yang ditinggalkan, hanya beberapa jam menjelang acara Kebaktian Natal. 

Dimanapun Anda merayakan Natal malam ini, di rumah sakit, di rumah duka, di ruang-ruang ber-ac, semuanya akan mendapat lawatan Tuhan. Semua orang yang percaya kepadaNya dimampukan untuk memahami apapun yang kita alami saat ini adalah sebuah rencana yang indah.

Di tempat duka, di tempat suka, Natal akan berjalan. Tuhan melayat semua orang dan orang percaya kepadaNya akan merasakannya.

Selamat mempersiapkan diri merayakan Natal, menerima lawatan Tuhan atas semua persoalan hidup. Pergilah ke Perayaan Natal apa adanya. Jangan repotkan diri dengan hal-hal yang tak prinsip.

Gembala di padang menerima Yesus dalam kesederhanaannya. Tidak pakai baju baru, perhiasan-perhiasan baru, mobil baru. Tapi mereka mampu bersuka cita.

Orang majus yang kaya membawa mas dan mur untuk dipersembahkan kepada Tuhan, bukan untuk dipamerkan kepada umum.

Raja Herodes yang takut kekuasaannya hancur karena kedatangan Yesus, berpura-pura "kirim salam". Padahal dalam hatinya dia ingin membunuhnya. Orang yang gila kekuasaan, suka pamer adalah orang paling sedih di hari Natal.

"Lalu gembala-gembala itu pulang sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu jang dilihat dan didengarnya: semuanya tepat seperti sudah dikabarkan kepadanya". (Lukas 2:20).

Lewatkan malam Natal, rayakanlah Natal dengan suka cita, dan kembalilah dari perayaan itu dengan memuji dan memuliakan Tuhan karena kita bertemu Dia sumber penghiburan, damai sejahtera serta keadilan.

Hanya Dia yang memahami keberadaan dan kesulitan kita.
Medan, 24 Desember 2014

Jumat, 12 Desember 2014

Berbagi, Mengundang Kerendahan Hati


Oleh: Jannerson Girsang

Setiap orang memiliki persoalan masing-masing. Jangan merasa masalah kita yang paling pelik atau sebaliknya, jangan pula bersikap seolah kita paling tidak bermasalah.

Bagaimanapun hebatnya kita, tidak mungkin mampu menyelesaikan diri kita sendiri, apalagi persoalan orang lain. Kita hanya mampu berbagi. Tuhanlah yang menguatkan pekerjaan kita sehingga berbuah dan memberi kekuatan bagi yang lain.

Saling berbagi adalah sikap yang benar. Seberat apapun masalah hidup yang kita jalani, semiskin apapun kita, Tuhan tetap menyisakan kekuatan bagi kita membantu yang lain. Sebaliknya, sehebat apapun kita, kita masih perlu ditolong orang lain.

Hidup saling tergantung satu dengan yang lain adalah perintah tertinggi dari hukum taurat dan kitab para nabi. Orang tidak ingin dirinya terhina, sehina apapun dia, semiskin apapun kehidupannya.

Bahkan kehidupan orang-orang yang menjelang ajalpun bisa menjadi kekuatan bagi kita. Mereka memiliki pengalaman hidup yang mungkin menyadarkan kita bahwa Tuhanlah sumber segalanya.

Setiap orang butuh pengakuan bahwa mereka juga mahluk Tuhan yang masih memiliki kekuatan berbuat sekecil apapun kebaikan untuk orang lain.

Sehebat apapun kita, kita tidak diperkenankan menganggap yang lain lemah, apalagi kita merasa berhak berkuasa atas mereka.

Memandang kekuatan dari sudut pandang dunia dan melupakan sumber kekuatan itu, di sanalah kelemahan kita. Sebaliknya menyadari kelemahan disertai iman dan pengharapan kepada Dia yang Maha Kuasa, di sanalah kekuatan kita.

Marilah sama-sama berbagi, karena di sanalah kekuatan yang abadi. Kerendahan hati akan muncul ketika kita mau berbagi. Kita akan menyadari bahwa kita sama-sama memiliki kelemahan dan kekuatan sekaligus.

Semoga kita semua mendapat lawatan Tuhan di masa-masa Adven ini, dan menyadarkan kita bahwa Dialah sumber kekuatan kita dalam memelihara kedamaian, keadilan dan memberi rasa peduli sesama. Kita hanya mampu berbagi, memancarkan kekuatan itu ke sekeliling kita.


Selamat Pagi.Medan, 12 Desember 2014

4,5 Tahun Cuci Darah: Tetap Menjadi Berkat


Oleh: Jannerson Girsang

Sudah menjadi kegiatan rutin, setiap acara Ulang Tahun Gereja atau menjelang Natal, gereja GKPS Simalingkar melakukan aksi sosial dengan kunjungan ke rumah-rumah oleh tim yang terdiri dari Panitia, Pengurus Sektor serta Pimpinan Majelis.

Salah seorang anggota jemaat GKPS Simalingkar yang kami kunjungi tadi malam adalah seorang ayah dari dua anak--yang tertua SD, dan yang bungsu masih TK, sudah 4,5 tahun menjalani cuci darah dua kali seminggu di RS Adam Malik.

Sudah empat Natal berjalan, keluarga St Mangasi Girsang menjadi salah satu sasaran aksi sosial gereja kami.

Selain St Mangasi tim yang lain juga mengunjungi beberapa keluarga lain yang juga mengalami sakit menahun. (Saya menunggu kisah jemaat yang mengalami nasib yang sama).

Menoleh ke Belakang

Sang ayah, St Mangasi Girsang adalah seorang petani kecil di sebuah desa di Simalungun. Di masa mudanya, Mangasi pernah jadi dirigen Koor Pemuda GKPS Tangerang.

Kemudian dia kembali ke kampung halamannya di Situri-turi dan setelah berkeluarga dia diangkat menjadi seorang sintua di GKPS. Dia aktif menjadi dirigen di gerejanya, dan dirigen Tim Koor GKPS Resort Tugarunggu dalam Pesparawi Bapa GKPS di Balei Bolon, Pematangsiantar, 2007.

Empat setengah tahun yang lalu, keluarga ini menghadapi masalah berat. Dokter memvonisnya harus mengalami cuci darah. Sayang negeri ini belum menjangkau pelayanan cuci darah hingga ke desa-desa. Rumah sakit yang mampu menolongnya hanya ada di Medan.

Semua kalang kabut. Keluarga ini beruntung karena setelah berhasil mendapat "surat miskin" mendapat pelayanan gratis dari pemerintah. Sebelumnya sekali cuci darah, mereka harus membayar Rp 600.000.

Mereka harus pindah ke kota terbesar di Sumatera Itu dan mendaftar sebagai anggota Jemaat GKPS Simalingkar. Dua anaknya ketika itu masih kecil-kecil. Putri bungsunya baru berusia delapan bulan dan sempat dititip beberapa lama di kampung

Menjelang Natal 2014

Empat setengah tahun kemudian, istrinya yang dulu seorang petani, kini sudah memiliki sebuah kios di Pajak Jahe dan menjadi pedagang kecil sayur mayur.

Padahal, awalnya sang ayah sudah mulai frustrasi. "Ketika mulai cuci darah, saya hanya bisa berdoa. Tuhan, tolonglah saya, hingga putri bungsu saya bisa memanggil saya "ayah", baru Tuhan memanggil saya,"ujarnya mengenang peristiwa empat setengah tahun lalu itu.

Kami mendengarkan pengalaman sang ayah yang kini berusia 46 tahun itu selama setahun ini dan dengan lancar sang ayah bercerita.

"Setelah empat setengah tahun menjalani cuci darah tubuh saya terasa semakin melemah dan aktivitas yang bisa saya lakukan makin berkurang. Nafsu makan sudah menurun. Kalau sebelumnya saya masih bisa memasak, sekarang tidak lagi. Saya kadang terpikir, terserah Tuhan kapan saya akan dipanggil, saya sudah siap," ujarnya pasrah.

"Cuma, kadang muncul juga rasa khawatir tentang masa depan kedua anak saya," lanjutnya dengan wajah sedikit menunduk dan kemudian menerawang ke atas atap rumah kontrakannya yang terletak di pinggir sungai.

Semua anggota tim terharu mendengarnya!. Saya, istriku, St Weldy Saragih dan istrinya, Sy Asima br Lubis, Mama Vika br Siregar hanyut dalam pikiran kami masing-masing. Andai saya seperti dia!

Bersyukur dan Berharap,  Mengarungi Gelombang

Tahun ini, mereka sempat menghadapi masalah besar. Istri yang kini jadi penopang kehidupan mereka dengan berjualan di Pajak Jahe, Simalingkar, sempat berhenti berjualan selama dua minggu, karena "lumpuh". Konon sejenis nyamuk Cikungunya.

"Saya tidak mampu menggerakkan kaki saya, tidak bisa melakukan apa-apa. Wah, inilah akhir kehidupan keluarga kami. Bapak kami sakit, saya juga sakit," kata sang istri.

Kemudian dia melanjutkan "Kami sangat bersyukur, karena menjelang Hari Natal ini saya sudah sehat kembali dan bisa berjualan lagi,"

Dulu sang ibu br Saragih yang hebat ini adalah petani di kampung, tak memiliki sedikitpun pengalaman berdagang. Namun sejak suaminya sakit 4,5 tahun lalu harus berubah haluan menjual sayur mayur dan buah di Pajak Jahe Simalingkar.

Meski dalam penderitaan yang berat, keluarga ini tetap menunjukkan sikap bersyukur. Kami masih disuguhi teh manis serta kue-kue yang dipersiapkan.

"Maaflah saya baru pulang dan hanya bisa menyuguhkan ala kadarnya," ujar sang istri yang baru saja kembali dari berjualan di Pajak Jahe, yang berjarak satu kilometer dari rumah mereka.

Setiap hari, sang istri harus keluar rumah sekitar pukul 03.00 pagi, membeli bahan jualannya ke Pajak Sambu naik angkot, dan berjualan seharian penuh, sementara suami dan anak-anaknya ditinggal di rumah. Sang suami dua kali seminggu harus cuci darah ke rumah sakit yang berjarak 3 kilometer dari rumah mereka.

"Saya kadang merasa kurang berbuat kepada Tuhan, karena sibuk bekerja memikirkan kebutuhkan keluarga. Saya kadang tidak ke pertonggoan, karena pulang bekerja sudah jam 19.00 dan harus menyiapkan semuanya bagi keluarga," ujar istrinya senyum tanpa kesan mengeluh.

"Dulu, ketika saya mulai cuci darah, putri saya masih berusia delapan bulan, dan saya berdoa kepada Tuhan agar diberi umur agar` putri saya bisa memanggil ayah kepada saya sebelum dipanggil Tuhan. Kini putri saya sudah TK, puji Tuhan" kata sang ayah.

Saat kondisi tubuh yang melemah, Mangasi masih menjadi berkat bagi para pasien yang menjalani cuci darah, khususnya mereka yang baru saja memulainya. "Satu hari, kami ada sekitar 20 orang yang cuci darah. Mereka yang baru memulainya banyak bertanya pengalaman kami, Saya menceritakan pengalaman saya dan mereka tambah semangat,"katanya.

Dia juga berdoa agar negeri ini aman dan pelayanan kesehatan tidak pernah terganggu. "Orang seperti kamilah yang paling menderita kalau negara tidak aman. Satu kali saja kami tidak mendapat pelayanan cuci darah, kami gamelah (tamat)," katanya.

Peneguh dan Perhatian

Kami hanya bisa mengatakan bahwa tim kami tidak mampu berkhotbah untuk mereka. Merekalah khotbah yang hidup. Dalam penderitaan yang beratpun mereka tetap rukun di rumah tangga, anak-anak sehat dan masih terus bersekolah.

Kami menitipkan ayat Alkitab dari Panitia sebagai bahan renungan bagi mereka. Yakobus 5:15-16.
"Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya"

Ketika tim kami memberikan bantuan ala kadarnya, sang ayah berujar:

"Saya sebenarnya berat sekali menerimanya, karena setiap tahun gereja tetap menjenguk kami, memperhatikan kami, dan memberi bantuan. Keluarga kami belum berbuat apa-apa. Saya banyak berhutang kepada gereja. Kami akan berusaha datang ke Natal Bapa/Inang," katanya terharu.

Semoga keluarga ini mendapat lawatan Tuhan di hari Natal ini. Mereka mendapat keluatan baru!.

Kami semua berdoa kiranya Tuhan tetap menguatkan mereka dan memberi kesehatan dan ketabahan kepada ibu yang kini menjadi tulang punggung keluarga.

Medan, 11 Desember 2014

Inflasi Tinggi, Jangan Mengeluh Terus!


"People concerned about inflation today tend to buy big houses and nice cars".(Robert Kiyosaki)

Ribut, mengeluh karena inflasi, tapi orang-orang pada beli mobil baru, rumah baru. Kontradiksi. Mengeluh beras naik, tapi tak mau peduli pengeluarannya ratusan ribu per malam di diskotik.

Inflasi akan terasa kalau kita banyak melakukan transaksi pembelian. Makin sedikit transaksi pembelian, maka inflasi makin tidak terasa.

Silakan identifikasi apakah transaksi pembelian yang dilakukan memang benar-benar penting, berguna.

Berapa persen pengeluaran Anda untuk sembako (paling banyak terkena dampak inflasi dan paling sering kita melakukan transaksi), kesanalah prioritas. Lantas, perhatikan transaksi pengeluaran lain yang sebenarnya tak berdampak banyak bagi perbaikan kehidupan.

Membeli kue, minuman yang berlebihan saat Natal, membeli baju baru, membeli mobil baru, pergi ke diskotik, pergi ke tempat hiburan yang tidak perlu, mencari hiburan dengan biaya mahal, rapat-rapat di hotel dll perlu dihindari.

Bensin naik?.

Kalau biasa Anda naik mobil, naik sepeda motor mungkin pilihan yang tepat. Tidak macet.
Bepergian jauh, dengan bus malam ke Pekanbaru cuma Rp 200 ribu, dan bisa tidur nyenyak satu malam. Dari pada Anda naik mobil pribadi yang menghabiskan jutaan dan badan lebih capek. Kadang hanya mempertahankan "gengsi"

Dari rumah saya ke Kuala Namu, bisa naik taksi Rp 150-200 ribu, naik ALS dari Simpang Pos Rp 20.000, naik kereta api dari Lapangan Merdeka Rp 80.000.

Dulu, ketika dollar naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 17.000, kita bisa atasi kok. Hidup ini hanya soal pilihan.

Ketika suasana sesulit apapun, kita hanya dihadapkan pada pilihan. Hadapi inflasi dengan kehidupan yang makin bijak.

Kadang mengeluh, meributkan harga beras Rp 100 ribu per karung yang naik menjadi Rp 120.000. Tapi tak pernah berfikir menghentikan pengeluaran Rp 300 ribu per malam di diskotik.

Medan, 10 Desember 2014

Pertemuan Langka Mantan Presiden RI


Oleh: Jannerson Girsang

"A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way. (John Maxwell)

Saya sangat salut menyaksikan di televisi, pertemuan mantan Presiden dengan Presiden RI yang sedang berkuasa dan baru memimpin kurang dari seratus hari, membahas persoalan bangsa di Istana Merdeka.

Ini tidak biasa di Indonesia. Peristiwa Pertemuan Presiden Jokowi dan mantan Presiden SBY kemaren, sungguh sebuah teladan pemimpin tidak boleh saling dendam, tetapi mengubur egoismenya untuk kepentingan bangsa yang lebih besar. Rakyat ingin para pemimpinnya akur dan bersama-sama memikirkan bangsa.

SBY dan Jokowi tau caranya dan mewujudkannya dalam tindakan.

Masa Jokowi jugalah ada pelepasan antara Presiden yang digantikan dan presiden yang memulai pemerintahannya. Jokowilah Presiden yang diantar langsung oleh Mantan Presiden ke istana dan keduanya berpisah dengan "senyum".

Selainnya peristiwa pergantian Presiden RI penuh misteri, tanpa "perpisahan" yang hangat. .
Media secara meluas meliput peristiwa Jokowi menerima SBY di Istana Negara, kemaren.
Keduanya diberitakan membahas tentang Perpu. SBY pada kesempatan itu menyerahkan undangan kepada Presiden Jokowi untuk menghadiri pertemuan internasional Global Green Growth Institute (GGGI).di Bali, tahun depan. SBY adalah Chairman GGGI.

Dalam pertemuan itu keduanya tampak akrab, meski sebelum-sebelumnya hubungan keduanya terdengar turun naik. Melalui twitter, minggu lalu keduanya sempat saling sindir soal kepemimpinan.

Namun, saya mencatat pertemuan mereka kemaren adalah peristiwa sangat langka di kalangan orang nomor satu di Indonesia. Sebuah terobosan baru kepemimpinan di Indonesia. Mantan dan incumbent perlu saling kunjung mengunjugi dan bertukar pikiran tentang masalah bangsa.

SBY selama sepuluh tahun pemerintahannya belum pernah bertemu Megawati sebagai mantan Presiden dalam sebuah acara pertemuan resmi seperti ini.

Apalagi Habibie dengan Soeharto, bahkan beliau tidak pernah bertemu hingga meninggalnya Soeharto. Konon, Habibie sudah berusaha ingin menjenguknya dari Jerman ketika Soeharto sakit, tetapi tidak berhasil menemui mantan bosnya itu hingga menutup mata untuk selama-lamanya.
Sungguh sebuah pemandangan yang membanggakan sekaligus teladan betapa pemimpin-pemimpin puncak harus lebih mengutamakan kepentingan yang lebih besar, ketimbang kepentingan pribadi.
Jokowi dan SBY telah mempertontonkan sebuah peristiwa langka di negeri ini--pertemuan mantan presiden dan presiden dalam suasana hangat.

Keteladanan ini perlu ditularkan kepada jenjang di bawahnya. Keduanya adalah leader. Mereka mengetahui cara melakukan hal-hal yang baik, melakukannya sendiri, tidak hanya dalam omongan.

Semoga pemimpin bangsa lainnya di tingkat yang lebih rendah hendaknya meniru keteladanan ini.

Medan, 9 Desember 2014

Natal: Bertemu Tuhan dalam Keluarga


Oleh: Jannerson Girsang

Menarik statusnya Mas Triyono Sigit, hari ini. "Bertemu Tuhan dalam Keluarga". Dilengkapi dengan foto dua putranya dan istri.

Ungkapan dan makna terdalam Perayaan Natal yang kadang terlupakan.
Banyak orang aktif dalam kepanitiaan, sibuk Natal kemana-mana. Senang mempersiapkan segala sesuatunya.

Merasa asyik kalau sudah bernyanyi bersama, jadi MC, Ketua Panitia dan lain-lain. Setiap penampilan wah. Baju baru, sepatu baru. Ingin bertemu Tuhan di keramaian.

Saking sibuk dan asyiknya, lupa membeli pakaian, menyiapkan keperluan anak-anak, lupa keluarga. Lupa berdoa untuk anak-anak dan anggota keluarga.

Saking banyaknya sumbangan Natal di sana sini, sampai lupa kebutuhan utama keluarga--baju baru anak-anak, sepatu baru anak-anak.

Kebersamaan dalam keluarga hilang: lupa makan bersama keluarga, bercengkerama tentang Natal, makna Natal yang terutama: kehadiran Tuhan di rumah.

Kembali ke rumah, tengah malam. Capek, lupa makan, kadang kantong kosong, saking asyiknya menyumbang di Pesta Natal. Gampang tersinggung.

Kalaupun cerita di rumah, tak jauh dari soal kekecewaan: kecewa karena ada panitia yang tidak bekerja, kecewa karena tidak mendapat sanjungan dll.

Ketika anak-anak menuntut sesuatu untuk dibeli, langsung emosi.

"Kalian tidak mengerti aku. Tau nggak saya dari awal bulan sudah sibuk. Sumbanganku juga banyak. Minta duit lagi. Dari mana saya ambil?. Ngerti dong"

Semua merengut, semua kecewa.

Ingat!. Natal untuk apa dan untuk siapa? .

Natal artinya: Kehadiran Tuhan di tengah-tengah keluarga. Damai sejahtera, Suka Cita, perngharapan hadir di rumah kita, di keluarga kita.

Terima kasih Mas Sigit. Sudah mengingatkan.

Medan, 10 Desember 2014

Rabu, 03 Desember 2014

DI Ruang Doa Ingin Menebar Kasih, Tapi di Luar...!


Oleh: Jannerson Girsang

"We live in a world where we have to hide to make love while violences is practiced in a broad day light". (Jhon Lennon).

Kita masuk ke ruang doa, bersembunyi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sang pencinta perdamaian. Kita memulai sebuah ibadah, bersama-sama bersembunyi bergabung dengan sang Pendamai.

Tuhan yang kita sembah tidak punya musuh, bahkan mengajarkan agar umatNya mengasihi mereka yang seolah digambarkan sebagai musuh sekalipun. Dia yang kepadaNya kita meminta pertolongan, mengasihi semua, memberi matahari dan bulan untuk semua orang.

Sayangnya, begitu di luar ruang doa, kita menyaksikan kekerasan, membaca berita kekerasan, kadang menempatkan diri pada sebuah pihak dan menjadi hakim yang memacu permusuhan, menebar kebencian kepada orang lain yang belum tentu sama seperti yang digambarkan.

Kita masuk ke dunia dengan keegoisan kita, memikirkan diri sendiri, kelompok sendiri, menciptakan musuh sendiri, mewujudkan keinginan sendiri.

Negeri ini membutuhkan kasih, membutuhkan kepedulian sesama. Bangsa ini tidak ingin sekelompok orang yang maju, sekelompok orang yang menentukan segalanya. Cita-cita bangsa ditetapkan oleh seluruh bangsa. Bangsa ini ingin bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa yang dikehendaki Tuhan.

Sayangnya, kita kadang melupakan bahwa tugas kita sama dengan Dia yang kita sembah. Bahkan kita bisa memusuhi teman yang sama dengan kita sewaktu bersujud kepadaNya, memusuhi sesama bangsa.

Dunia dan kita lebih suka "kekerasan", lebih suka "melukai" untuk mewujudkan keegoisan kita.

Padahal, di dunia nyata, Tuhan sudah menyediakan hal-hal yang penuh dengan keindahan. sama seperti keindahan yang ada dalam diri kita. Kita lupa bersyukur, sehingga kita seringkali melihat hal-hal yang jeleknya, suka kepada cerita yang tidak benar, rumor.

Begitu banyak berkat, pemandangan, gambar, kata-kata yang mampu menguatkan kita dan orang lain. Namun kita lebih suka memilih gambar yang jelek, kata-kata kasar. Bukannya membuat kita terinspirasi melakukan hal yang lebih baik, tetapi justru sebaliknya.

Tuhan mengingatkan: "Janganlah kamu sama seperti dunia ini. Orang mengenal kamu adalah murid-muridKu, jika kamu saling mengasihi".

Mari bersama-sama berlatihlah untuk melakukan hal-hal yang sama ketika kita di ruangdoa, saat kita bersekutu bersama menghadap Tuhan, ke dunia nyata.

Begitu indah jika hati kita, jiwa kita dari ruang doa, ruang persekutuan direfleksikan dalam kehidupan nyata.
Tentu tidak mudah. Mintalah pertolongan kepadaNya setiap saat untuk melakukan hal yang baik. Tidak berhenti hanya ketika di ruang doa, di ruang ibadah!

Jangan tunggu besok, hal baik yang dapat Anda lakukan sesudah keluar dari ruang doa yang indah. "Agama tidak mengajarkan manusia berdoa meminta kekuatan untuk menghancurkan orang lain"


Anne Frank, gadis yang tewas dalam usia 15 tahun, akibat perlakukan keji Nazi Jerman dalam ruang gas di masa Perang Dunia Kedua, dalam catatan hariannya mengatakan:

"How wonderful it is that nobody need wait a single moment before starting to improve the world.”

Kekerasan, sekecil apapun merupakan benih mala petaka.Jangan ulangi pengalaman Perang Dunia I, Perang Dunia II, pengalaman keji negeri ini pada Peristiwa Mei 1998.

Mari bersama-sama!

Selamat Pagi. Medan 3 Desember 2014

Kreativitas: Ngarapken Ginting

Oleh: Jannerson Girsang

Ngarapken Ginting (pernah bekerja di Yayasan Tanggul Bencana Indonesia, YTBI) mengembangkan keahlian ibunya membuat minyak nilam ramuan Karo. Saya sudah coba dan enak diolesin di badan, kalau lagi pulang olah raga atau capek bekerja seharian.

Minyak Karo yang satu ini sudah diproduksi menuju profesional, dan dipasarkan di berbagai tempat di Indonesia.
Semoga sukses ya Ting!. Hai teman-teman alumni YTBI: Linda Keliat, Joyce Manarisip , Sherly Nouke Pitoy, Nelson Sinaga, Budi Aman Gea, Srimelianti Lase, Debora Assa,. Hebat yah teman kita. Silakan dipesan...he..he.

Kalau melalui saya, agen Fee 10% hua..hua..hua.







Kebenaran dan Pembenaran Diri

Oleh: Jannerson Girsang

Dalam penerbangan Medan-Jakarta Minggu lalu dengan Lion Air, saya menemukan sebuah artikel yang cukup menarik di majalah udara perusahaan penerbangan itu.

Artikel berjudul "Kebenaran dan Pembenaran" yang ditulis oleh Jemy V Confido, seolah membelah dada saya, karena memang sering melakukan PEMBENARAN DIRI. Artikel ini merumuskan dengan jelas tindakan pembenaran yang sering saya lakukan.

Dalam menjalani hidup ini ternyata kita penuh pembenaran diri seolah pegidap penyakit kanker dengan tahapan-tahapan: stadium  tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir.

Kita selalu mencari kebenaran. Anehnya, ketika kita mendapatkan kebenaran yang kita cari, tidak jarang pula kita mengubahnya menjadi  pembenaran.

Bahayanya lagi, perbedaan diantara keduanya sangatlah tipis. Perbedaan yang tipis ini karena keduanya berasal dari satu sumber fakta yang sama.

Masalahnya terletak pada sikap kita apakah menerima fakta sebagai sebuah kebenaran, dan yang satu lagi, apakah kita hanya menerima fakta sebagai kebenaran kalau sesuai dengan keinginan kita, menguntungkan kita.

Penyakitnya adalah: KEBENARAN ITU HARUS SESUAI KEINGINAN KITA.  Kalau tidak sesuai dengan keinginan kita, maka dengan segala upaya kita melakukan pembenaran diri, seolah tindakan kita benar.

Padahal, tindakan pembenaran diri hanya memuaskan diri kita, tidak memberi dampak kebahagiaan bagi orang lain. Justru sebaliknya: memunculkan rasa gondok, benci, tidak menghasilkan apapun, selain situasi yang makin kacau. Bagi diri sendiri, tindakan pembenaran diri akan memasung kreativitas, mengganggap diri sempurna dan tidak mau berubah.

Mari sama-sama menyimak penjelasan penulisnya yang saya rangkumkan di bawah ini:

1. Stadium Awal: Blaming.

Pada stadium awal pembenaran yang kita lakukan adalah melakukan blaming atau menyalahkan orang lain atau hal lain.

"Saya sudah berusaha melakukan yang terbaik tetapi tidak ada yang mendukung saya".

Seolah orang yang mengucapkannya sudah benar-benar berusaha melakukan yang terbaik, pada kenyataannya dia belum melakukannya. Sebaliknya dia menutupi dengan menyalahkan orang lain yang tidak mendukungnya.

Pembenaran dalam bentuk blaming bisa diperbaiki dengan bertanya pada diri sendiri:

"Benarkah saya sudah melakukan yang terbaik dan benarkah tidak ada satupun yang mendukung saya?".

2. Stadium Menengah. Excuse.

Dalam hal ini sipelaku seolah-olah menerima bahwa dirinya belum berusaha, namun memaklumi hal tersebut. karena dia tidak memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan usaha tersebut.

"Tentu saja saya belum bisa melakukan usaha yang terbaik, karena saya tidak memiliki biaya, orang dan waktu yang cukup untuk itu"

Pembenaran diri dalam bentuk excuse bisa dikoreksi dengan pertanyaan:

"Bila saya memiliki biaya, waktu dan uang apakah saya akan melakukan usaha yang lebih baik dari pada yang saya lakukan sekarang?".

3. Stadium Akhir. Justify

Pembenaran dalam bentuk Justify, pelaku membenarkan sikap atau tindakan yang dilakukannya, karena belum jelas hasilnya untuk dirinya.

"Saya tidak perlu melakukan usaha terbaik karena belum jelas hasil yang akan dicapai"

Pembenaran dalam bentuk justify lebih sulit dilakukan karena pelaku berlindung di balik argumen yang sepertinya cukup kuat.

Upaya perbaikan bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan:

"Bila hasilnya jelas, apakah saya akan melakukan usaha terbaik?".

Semakin parah pembenaran diri yang dilakukan seseorang, semakin halus bentuknya. Seolah-olah dia melakukan hal yang benar.

Dengan memberikan dalih-dalih yang sepertinya benar, si pelaku berusaha mendapatkan pemakluman dari orang-orang di sekitarnya. Semakin tinggi stadium pembenaran yang dilakukan seseorang, semakin kuat dalih-dalih yang digunakannya.

Akh, ternyata semua kita pernah melakukan pembenaran diri bukan?. Apakah masih terus melanjutkannya?

Mari renungkan sendiri, sikap pembenaran diri tahap apa yang kita lakukan hari ini. Apakah kita mau merubahnya setiap hari?. Selamat beraktivitas. 

(Disadur dari Lionmag. The inflight Magazine of Lion Air)

Medan, 15 Oktober 2014

Selasa, 02 Desember 2014

Kerendahan Hati dan Tanggungjawab

Oleh: Jannerson Girsang

"The person who render loyal service in humble capacity will be chosen for higher responsibilities just as a biblical servant who multiplied the one pound given him by his master was made ruler over ten cities.." (B.C. Forbes)

Ketika Anda mendapat satu tugas oleh atasan Anda, sekecil apapun itu maka itu merupakan tanggungjawab dan harus dilaksanakan dengan kapasitas penuh, tulus dan dengan kerendahan hati.

"Orang yang setia kepada perkara kecil, akan setia kepada perkara besar"
Anda harus bertanggungjawab dan memberikan kepuasan bagi pemberi tugas itu.

Dalam mengerjakannya, Anda akan mendapat pengalaman, pembelajaran dan Anda akan memiliki teman-teman kerja yang baru.

Bila satu tugas dilaksanakan dengan tanggungjawab yang penuh, maka Anda akan mendapatkan tugas-tugas yang lebih berat lagi, tapi mungkin lebih mudah Anda kerjakan. .

Bila sebaliknya, Anda tidak melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan, maka siapapun tidak akan pernah menugaskan Anda lagi. Kredibilitas Anda hilang, dan tidak berarti apa-apa lagi.

Meski terlihat seolah Anda sibuk atau capek, itu hanya sia-sia. Anda hanya mengerjakan tugas orang lain yang menambah kredibilitas orang lain, dan Anda makin tersingkir.

Jangan biasakan mengkritik pekerjaan orang lain, sementara Anda melupakan tanggungjawab sendiri.
Mereka yang Anda kritik akan makin mendapat kredibilitas, sedangkan Anda hanya jadi penonton dan penggerutu.

Mari mengerjakan tanggungjawab Anda dengan kerendahan hati.

Renungan pagi, 2 Desember 2014

Cerdas Mengutip Lagu dan Metafora untuk Pidato

Oleh: Jannerson Girsang

"Sakitnya tuh di sini....," kata pria bertubuh tinggi semampai itu sambil melakukan gerak tangan di dada, meniru video klip dalam lagu yang dinyanyikan Cita Citata yang sedang naik daun.

Gelak tawa undangan meledak!. Perasaan kembali segar, setelah mendengar beberapa sambutan sebelumnya.

Demikian Prof Dr Dian Armanto, Koordinator Kopertis Wilayah I, mengutip potongan lagu dangdut
yang digandrungi di tanah air dalam sambutaannya pada acara Pelantikan Rektor Baru Universitas HKBP Nommensen, Dr Ir Sabam Malau, tadi siang.

Dia mampu menarik perhatian undangan yang sudah lelah mengikuti kebaktian dan mendengar pidato-pidato sebelumnya.

Guru besar yang kocak dan pintar bercerita ini menyampaikan pidato penuh dengan kisah-kisah menginspirasi dan penuh arti.

"Hendaknya Nommensen menjadi Universitas yang berkarakter dan sehat. Yah namanya manusia berkarakter dan sehat, ada rambutnya, ada kupingnya, ada matanya, ada kakinya dan seterusnya. Itu mudah Pak. Ikuti saja prosedur yang sudah ditetapkan, pasti jadi universitas yang sehat," katanya.
Saya tertawa lagi. Segar lagi, Beliau menyampaikan pesan yang lain dan semua undangan tertegun mengikutinya.

Pidato yang cerdas mengutip mengutip lagu, membuat metafora memang mampu menarik perhatian pengunjung. Tidak pidato yang datar-datar saja, apalagi memusingkan kepala.

Contohnya yang dilakukan Professor yang memiliki tiga gelar Master itu.

Jadi, tidak ada salahnya, kalau menyampaikan pesan menyelipkan kutipan lagu, apalagi yang sedang ngetop dan menyelipkan metafora.

Pesannya sampai dan undangan terhibur dan terinspirasi.Tak terasa, pidatonya lebih dari 10 menit. Tapi rasanya masih terlalu pendek.

" Pidato yg cerdas hanya bisa dipahami orang-orang cerdas. Demikian sapaan eforus HKBP Pdt WTP Simarmata menanggapi pidato Prof Dian. Sungguh sebuah dialektika yang sepadan...dan semoga bisa dipahami secara cerdas pula oleh para undangan yang hadir" demikian Prof Dr Posman Sibuea mengomentari artikel di atas ketika saya posting di FB.

Beliau melanjutkan: " Sebuah pidato yg cerdas dan menginspirasi. Mengkritisi institusi pendidikan tinggi secara elegan tanpa menyinggung perasaan orang lain.."

Mengkritik dengan cerdas menggunakan lagu dan metafora. 


Medan 1 Desember 2014

Gajah Berkelahi, Pelanduk Mati Di Tengah-tengah

Oleh: Jannerson Girsang

Gajah sama gajah berkelahi pelanduk mati di tengah-tengah. Ketika para elit "marsiboan uhurni" rakyatlah yang menderita.

Sedih melihat persaingan terselubung dan bahkan sudah terang-terangan di kalangan para elit, baik di partai-partai politik di pusat, maupun tokoh-tokoh di daerah.

Rakyat kecil, orang-orang yang tidak mengerti apa-apa bingung, dan bahkan bisa jadi korban. Mereka terombang-ambing memilih siapa yang mau diikuti. Bisa-bisa sikap mereka menjadi buah simalakama. .

Berdamailah!

Hanya kegiatan yang dirancang melahirkan perdamaian--bukan untuk penokohan seseorang akan membawa semua orang berbahagia, membawa pembelajaran baru..

Melakukan kegiatan beralaskan pelampiasan dendam, mencari perhatian, menunjukkan kehebatan, melalui persaingan tidak sehat, apalagi hanya untuk kampanye sesaat, kepentingan sekelompok orang, melecehkan yang lain, pasti akan melahirkan penderitaan-penderitaan baru bagi semua.

Suasana keruh, tidak damai, seringkali membuat orang "marsiagong-agongan" (saling menaruh arah di pipi). Suasana seperti ini akan memberi peluang pihak ketiga dan para opportunis beraksi. Semua mencari benarnya sendiri. Akhirnya semua menjadi hitam!.

"If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each others" (Mother Theresia). 

Para elit, berdamailah, jangan membuat rakyat bingung!.

Medan, 30 Nopember 2014

Kebenaran dan Sikap Jujur

Oleh: Jannerson Girsang

Semua orang menginginkan kebenaran tetapi tidak ada orang yang mau jujur. Semua sudah berbohong, semua sudah berdosa.

"Everyone wants the truth, but no one wants to be honest"

Parahnya, semua manusia memilii sifat munafik, hanya mampu berpura-pura jujur, cenderung pura-pura benar dengan menyalahkan orang lain.

Tidak heran kalau suatu ketika seorang yang digambarkan jujur, tiba-tiba masuk penjara, tiba-tiba selingkuh, tiba-tiba menipu. Setiap manusia selalu ada bohongnya, munafiknya, tak terkecuali siapapun.


"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah". (Roma 3:23)

"Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.". (Mazmur 14:3) -

Merasa jujur di atas kesalahan orang lain. Kebenaran yang dianut sering hanyalah merupakan pembenaran diri. Suka mencari kesalahan orang lain supaya dirinya benar.

Kita perlu terus menerus melakukan revolusi mental, merubah sikap munafik dengan mengaku jujur bahwa kita adalah orang-orang yang berdosa, tidak jujur.

Manusia hanya mampu munafik, melakukan dosa setiap hari. Semuanya sama di hadapanNya. Soal kemunafikan, dosa, tidak ada kelebihan seorang dari yang lain.

Hanya Dialah orang yang benar-benar jujur dan menjalankan kebenaran hingga maut menjemputNya. Berani berkorban, demi kebenaran dan keadilan, bahkan mengorbankan nyawaNya untuk keselamatan orang lain.

Dari sudut kedagingan, manusia hanya mampu dan rela berkorban untuk mendapatkan sesuatu, mendapatkan sesuatu, mendapatkan sesuatu. Munafik, ya memang munafik!

Oleh sebab itu marilah kita merendahkan diri di hadapanNya. Meminta pengampunan setiap saat. Berusaha terus menerus keluar dari sikap munafik dan berbohong dengan bersujud di hadapanNya.

Pagi yang berat!.

 Medan, 29 Nopember 2014

Selamat Pagi


Oleh: Jannerson Girsang

"Selamat pagi kawan-kawan!," demikian seorang senior manager perusahaan multilevel dalam sebuah pertemuan dengan para stafnya. Padahal, waktunya sudah siang, bahkan malam hari.

Mengapa Selamat Pagi?

Peluang itu ibarat peristiwa terbitnya matahari. Kalau ditunggu terlalu lama, maka dia akan hilang.
Seperti dikatakan William Arthur Ward, seorang penulis inspirasi Amerika, "Opportunities are like sunrises. if you wait too long, you loose them".

Peluang itu datang setiap saat dan harus disambut dengan perasaan seperti menyambut pagi hari, menyambut sang Surya mulai memancarkan sinarnya di ufuk Timur.

Setiap orang harus menyambutnya dengan penuh antusias dan melakukannya dengan suka cita.
Bersyukurlah pagi ini kepada Tuhan, karena kita masih diberi kesempatan melakukan sesuatu sepanjang hari. Apakah itu nantinya menyenangkan kita atau tidak tergantung kita menyambut dan meraihnya.

Supaya hari ini menyenangkan, Miles Davis, seorang musisi, pencipta lagu jazz, memberi tips. Dia menggambarkan pagi hari sebagai awal dari sebuah masa depan. Pagi hari berfikir sesuatu tentang kreasi.

"I'm always thinking about creating. My future starts when I wake up every morning... Every day I find something creative to do with my life".

Mulailah pagi Anda dengan perasaan antusias, penuh kreasi. Senyum kepada istri, anak-anak dan teman-teman.

Selamat beraktivitas dan selamat pagi teman-teman.

Medan 28 Nopember 2014

Hadapi Kekecewaan Tanpa Menyalahkan

Oleh: Jannerson Girsang

Sia-sia Anda bercerita kemana-mana tentang kekecewaan Anda. Tidak ada yang bisa menyembuhkannya, kecuali Anda sendiri.

Jangan menyalahkan keadaan, apalagi orang lain. Anda makin kecewa dan menambah musuh.
Saat saya kecewa tentang kejadian beberapa hari lalu, pagi ini saya belajar dari membaca pengalaman orang yang kecewa.

"I am sad, hurt, angry, mad, disappointed. But you know what? I'll put it on a happy face and move on. It will hurt, but I survive"  (Miss-Swagnificent).

Setiap saat kita akan menghadapi kekecewaan. Tidak semua orang mengerti diri kita, tidak semua rencana kita berjalan dengan sempurna. Sesuatu bisa terjadi di luar harapan, atau tidak sesuai dengan harapan Anda!.

Peristiwa yang membuat Anda kecewa sudah berlalu dan tidak mungkin di ubah lagi. Mau Anda jungkir balik, mau bumi dibolik-balik, kejadian itu tak mungkin berubah.

Hanya satu yang bisa dilakukan: berjuanglah membuat hati tidak sakit, terpancar dari muka yang selalu happy, terpancar dari kata-kata Anda yang menginspirasi orang lain memaknai kekecewaan itu.

Hadapi kenyataan dan bangkitlah. lihat ke depan. Buatlah harapan baru yang terbuka di sekeliling Anda. Menyalahkan keadaan, akan membuat kekecewaan baru, apalagi menyalahkan orang lain, Anda menambah musuh baru.

Mata dibuat untuk lebih banyak melihat ke depan. Leher bisa sakit kalau terlalu banyak melihat peristiwa mengecewakan yang terjadi di belakang Anda.

Memang hati bisa luka, tetapi itu akan sembuh dengan selalu berusaha memaknai kekecewaan dari sudut pandang positif.

Kasih datang kepada orang yang selalu berharap meski kecewa, yakin meski dikhianati, mengasihi meski sebelumnya dilukai.

"Love comes to those who still hope even though they've been disapointed to those who still believe even though they've been betrayed, to those who still love even though they've been hurt before". 

Anda harus mengambil keputusan!.

“You must make a decision that you are going to move on. It wont happen automatically. You will have to rise up and say, ‘I don’t care how hard this is, I don’t care how disappointed I am, I’m not going to let this get the best of me. I’m moving on with my life.” (Joel Osten)

Simak dan berusahalah sembuh dari kekecewaan Anda yang sudah terjadi, satu atau beberapa hari yang sudah lewat!

Medan, 27 Nopember 2014

Biarlah Orang Lain Yang Mengatakan Anda Baik


Oleh: Jannerson Girsang

“Do you wish people to think well of you? Don't speak well of yourself.” (Blaise Pascal).

Anda ingin orang lain berpendapat baik tentang Anda?. Jangan ngomong bahwa Anda baik! Biarlah orang lain yang mengatakan Anda baik.

Tanpa sadar, kita sering mengatakan, "saya sudah melakukan ini, sudah berbuat itu, sudah membantu ini, membantu itu". Apalagi ditambah: "Mereka, apalah yang mereka lakukan".

Sebenarnya orang lain yang tidak pernah merasakannya geli mendengarnya. Walau menunjukkan seolah dia kagum.

Memang, ada juga yang benar-benar kagum, kalau sifatnya sama, suka membicarakan dirinya.
Tapi sering kali kita tidak sadar!. Orang yang tidak pernah merasakan kisah kita pasti mengatakan: "eh kapan yah, saya rasakan. Bisa aja Lu cerita. Kagak pernah Gue dengar, orang lain cerita tentang Anda".

Ada yang kagum sementara!. Tetapi ketika dia tidak merasakan seperti cerita itu, dia juga lambat laun kecewa. "Oh gininya rupanya, lain dengan cerita aslinya. Saya salah menilai dong selama ini!"

Orang lain akan lebih objektif menilai, dan kita lebih senang mendengar kebaikan seseorang dari orang lain yang merasakan kebaikan itu. Jadi biarlah orang-orang yang mengenal, merasakan kebaikan kita yang bercerita tentang hal-hal baik yang kita lakukan.

Tapi sekali lagi, sering kali kita tidak sadar! Geli juga melihat diri kita yah!

Terima kasih Blaise Pascal, sudah mengingatkan saya pagi ini.

Medan, 26 Nopember 2014

Memelihara Rasa Syukur


Oleh: Jannerson Girsang

Jika gagal bersyukur maka prestasi setinggi apapun tidak akan membuat orang bahagia.
Bersyukur adalah karakter positif yang bisa memacu prestasi yang lebih tinggi lagi. Hanya orang yang bersyukur bisa membuat dirinya bahagia dan memberikan kebahagiaan bagi sekelilingnya, membuat mereka merasa memiliki.

Tim Bapa GKPS Resort Medan Selatan pantas bersyukur karena mendapat Medali Emas untuk Katekisasi dan Vokal Group dan Perak untuk Koor dalam Pesparawi Bapa se- GKPS di Balei Bolon, Pematangsiantar, 22-23 Nopember 2014.

Kepuasan terbesar adalah kalau dalam semua proses dan hasil dimaknai para peserta dan jemaat yang mengutusnya sebagai ucapan syukur dan merasakan semua itu sebagai berkat, dan mereka menjadi manusia yang diberkati dan menjadi berkat bagi jemaat dan orang di sekelilingnya.

Bukan sebaliknya, menjadi batu sandungan atau memunculkan kesombongan. Di atas langit, masih ada langit. Dengan prestasi itu, tim terus meningkatkan kekompakan, persatuan dan kesatuan tindak untuk memuji Tuhan.

Kita makin mampu mempergunakan talenta dan potensi masing-masing untuk kemuliaan Tuhan. Great! Menuju garis finish, kita senantiasa berlatih untuk mampu bersyukur dan memacu yang lain memiliki kemampuan yang sama. Itulah tugas besar kita.


Mereka yang bersyukur, tidak menyalahkah satu dengan yang lain, melainkan mencari nilai positif dari segala keadaan, menggugah semangat, bukan melemahkan semangat.

Hidup penuh dinamika, penuh gelombang. Prestasi yang dicapai hari ini, bukan akhir, tetapi adalah awal. Jangan cepat berpuas diri dan membusungkan dada, karena itu pertanda perjuangan kita sudah selesai, dan kita akan hancur, sebelum mencapai finish yang sebenarnya.


Perjalanan masih panjang. Kita perlu energi positif yang membakar semangat setiap langkah melintasi gelombang itu.

Kita belum mencapai garis finish, seperti Paulus yang sudah mampu mengatakan: .
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman"

Bersyukurlah senantiasa, berjuang memelihara iman percaya kita.

Medan, 24 Nopember 2014

Jumat, 21 November 2014

Makna Sebuah Pertemanan

Pria ini adalah temanku sejak SMP di Saribudolok (1974-1976). Pria yang selalu memberi inspirasi, menyenangkan dan menambah kekuatan. Great lae Japorman Saragih Simarmata.

Foto ini dibuat saat kami sudah berusia 53 tahun di Lapangan Merdeka Saribudolok, Sabtu 15 Nopember 2014, saat Acara Syukuran Dr Junimart Girsang SH, anggota DPR-RI utusan Dapil III Sumatera Utara. .

Kami sudah bersama-sama duduk dalam Pimpinan Majelis GKPS Simalingkar selama 10 tahun belakangan ini. Kini saya menjadi Pimpinan Majelis dan beliau menjadi Wakil saya, yang mengawasi dan membina tugas-tugas Sekretaris (St JE  Purba) dan Bendahara (St Sudiaman Sinaga), serta Ketua-ketua Sektor dan seksi-seksi.

Tugas-tugas kami laksanakan bersama, tanpa menunggu satu sama lain. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, saling mengisi, saling mendoakan  satu sama lain.

Tidak mudah menjalin pertemanan sedemikian lama, apalagi duduk dalam kepengurusan yang saling mendukung dan satu langkah..

Binalah Long Life Friendship, yang tidak lapuk karena politik, ekonomi, atau kepentingan dunia lainnya. Itulah inti dari sebuah kepemimpinan kolektif. Bukan berteman atau ramah "musiman", kalau lagi suka, kalau lagi butuh!.

Terima kasih untuk jemaat GKPS Simalingkar yang terus mendoakan kami setiap saat, sehingga kami mampu melaksanakan tugas-tugas kami yang cukup berat. Terima kasih kepada semua majelis dan seksi-seksi, khususnya para ketua sektor.

Mari lanjutkan yang baik, hindari hal-hal yang tidak menyenangkan antara satu dengan yang lain. "Jangan biarkan iblis menang dalam setiap gerakmu. Biarlah Dia pemilik bumi ini yang selalu menang, sehingga semua merasa bahagia. Saling mendoakanlah setiap saat",


Wanita Pemimpin Desa

Oleh: Jannerson Girsang
 Siapa bilang perempuan di desa terus dibawah kungkungan laki-laki?. Wanita ini membuktikan wanita juga bisa memimpin. Mengalahkan lawannya saat Pilkades dengan skor: 700:300!

St Hilderia Damanik (59 tahun), pegiat gender menjadi Kepala Desa Saranpadang, Kec Dolok Silau Kab Simalungun sejak 2008 dan memimpin sekitar 9000 jiwa rakyatnya.

Selain menjadi Kades Dia juga Wakil Pengantar Jemaat GKPS Saranpadang. "Kalau laki laki bisa kenapa perempuan tidak bisa?," katanya. ,

"Saya adalah binaan Pelpem GKPS. Kalau saya tidak bertemu Pelpem, saya tidak seberani sekarang ini." ujarnya.

Sebelumnya mantan guru SMP GKPS Saranpadang ini pernah menjadi Ketua Wanita GKPS Resort Saranpadang selama dua periode dan menjadi dirigen koor wanita dan gemende koor selama bertahun-tahun.

Putrinya kini menjadi seorang pendeta GKPS dan melayani di Medan, putranya lulusan salah satu perguruan tinggi di Medan, kini sudah bekerja dan anak bungsunya kini menjadi petani jeruk di desanya.

Bahagia...bahagia benar!. Senang bertemu dan berbincang dengan orang yang berbahagia. Waktunya kurang......he..he.


Jumat, 14 November 2014

Panggilan Rohaniwan untuk Menggarami (Harian Analisa 14 November 2014)


Oleh: Yusrin.

Tulisan S. Sahala Tua Saragih yang berjudul: “Rohaniwan Mesti Menulis di Media? di Harian ini (6/11/2014) sangat menggelitik penulis untuk mengapresiasi opini tersebut. Sebagaimana yang sering dikatakan salah seorang penatua GKPS, Jannerson Girsang, seorang penulis biografi tokoh-tokoh gereja  dan biografi tokoh-tokoh terkenal di Sumatera Utara bahwa betapa minimnya rohaniwan-rohaniwan yang menulis di media massa. Yang dimaksud dengan media disini, demikian Sahala Tua Saragih, adalah surat kabar Harian atau koran Harian misalnya Harian Analisa, Medan Bisnis, atau SIB dan lain-lan. Sedangkan tulisan yang dimaksud lebih berfokus pada tulisan opini, bukan tulisan berupa renungan atau khotbah pada kolom “Mimbar Agama”.

Apa  hendak dibidik oleh Sahala Tua Saragih dalam tulisannya sangat sesuai dengan pergumulan yang selalu digumuli oleh penatua tersebut, Bapak Girsang. Dalam beberapa kesempatan baik bertatap muka, melalui handphone atau melalui jejaring sosial, biografer tersebut sering “mengeluhkan permasalahan tersebut kepada penulis”.

Namun, penulis tidak menafikan atau menyederhanakan sebuah persoalan seakan-akan yang dimaksud dengan menulis adalah menulis “opini” di koran-koran Harian. Banyak pendeta-pendeta, hamba-hamba Tuhan baik yang melayani di gereja atau di Sekolah Tinggi Teologi (STT) termasuk mahasiswa STT yang rajin menulis di majalah-majalah gereja dan jurnal-jurnal Teologi baik jurnal kampus maupun jurnal yang diterbitkan oleh LAI atau lembaga-lembaga lainnya. Diantaranya yang penulis ketahui adalah Bapak Jontor Situmorang, Jan Jahaman Damanik, Jonhriaman Sipayung, Agusjetron Saragih, Jon Renis Saragih untuk sekadar menyebutkan beberapa dosen teologi dari GKPS yang rajin menulis di jurnal. Demikian pula Ephorus GKPS Bapak Jaharianson Saragih yang telah membuahkan sebuah buku di tengah kesibukan melayani sebagai Ephorus dan dosen di berbagai STT di Sumatera Utara.

Mengapa Menulis di Koran Harian?

Sahala Tua Saragih  dalam judul tulisan mempertanyakan: Rohaniwan Mesti Menulis di Media? Atau kalau pun tidak mempertanyakan, penulis menafsir judul tersebut seperti kalimat retoris yang tidak membutuhkan jawaban. Kalimat tersebut adalah sebuah refleksi, “otokritik” atau “gugatan” terhadap aktivitas atau kegiatan para rohaniwan yang sangat minim menulis di harian-harian di Sumatera Utara.

Menulis adalah sebuah kegiatan yang tidak jauh dari seorang rohaniwan. Sebagai mana kita ketahui bahwa kata “rohaniwan” dibentuk dari kata dasar  “rohani” ditambah dengan  “wan” yang bermakna orang yang berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan yang mengurus masalah-masalah kerohanian. Keseharian seorang rohaniwan, sekadar menyebutkan beberapa hal, adalah berkhotbah, berceramah, melakukan konseling terhadap jemaatnya yang bermasalah. Di dalam segala aktivitas itu, para rohaniwan merenung, berefleksi dan membaca serta menuangkan konsep-konsep, misalnya khotbah, dalam bentuk tulisan kemudian baru disampaikan dalam bentuk lisan di atas mimbar. Maka kegiatan menulis sesungguhnya adalah sesuatu hal yang lumrah dan biasa dilakukan oleh para rohaniwan. Persoalannya adalah mengapa para rohaniwan tidak menggunakan koran harian untuk menggarami? Apa esensi dasar dan kebutuhan untuk menulis di harian?

Dalam beberapa kesempatan penulis sering berdiskusi dengan beberapa rohaniwan seperti Estomihi Hutagalung, seorang rohaniwan yang produktif menggarami melalui Harian-harian di Sumatera Utara. Sebelumnya, Bapak Hutagalung adalah seorang penulis yang menggunakan media “Majalah gereja” untuk mempublikasi gagasan, ide dan buah pikirannya. Dan boleh dikatakan tidak pernah atau jarang mempublikasikan tulisan di koran-koran Harian. Setelah penulis mengemukkan pandangan dan alasan tentang pentingnya menulis di Harian, beliau mengamini pandangan penulis.

Ada beberapa alasan mengapa seorang rohaniwan perlu menulis atau mempublikasikan tulisannya di media. Pertama, jumlah pembaca di Harian  jauh lebih besar dari kalau tulisan itu dipublikasikan di majalah. Misalnya, kalau tulisan kita dipublikasikan di Majalah gereja milik denominasi tertentu, contohnya Suara Methodist Indonesia (SMI) tentu yang membaca hanya kalangan Methodist saja. Seandainya, tulisan kita dipublikasikan di Majalah “Nasional” Oikumene, pembacanya akan lebih luas tetapi terbatas hanya dikalangan agama tertentu saja. Tetapi kalau tulisan kita dipublikasikan di Koran Kompas, berapa banyak jumlah pembaca yang akan membaca tulisan kita. Yang pasti adalah jangkauan pembaca lebih luas, meskipun tidak semua pembaca Kompas akan membaca rubrik “Opini”, umpamanya. Kedua, tulisan-tulisan di koran Harian yang bersifat umum dan bukan milik kalangan agama tertentu, tentu merupakan kegiatan “Oikumene” dalam rangka dialog-dialog dengan agama-agama lain. Ketiga, peluang buah pikiran kita untuk membentuk opini di masyarakat atau menggarami  lebih luas dibandingkan melalui buku atau majalah. Keempat,  menulis di Harian yang memiliki daya jelajah dan jangkau yang lebih luas serta oplah yang lebih banyak akan membuat penulisnya lebih cepat terkenal. Meskipun alasan keempat ini bukan merupakan tujuan dari seseorang menulis atau mempublikasikan tulisannya. Tetapi mau tidak mau, diakui atau tidak, hal ini akan terjadi apabila seorang rohaniwan sering mempublikasikan buah pikiran melalui  Harian maka kesempatan dia untuk dikenal dan tidak dilupakan akan jauh lebih besar.

Beberapa rohaniwan atau tokoh yang acapkali menulis tulisan yang religius-kontemplatif,  yang sangat terkenal atau setidaknya kita merasa ‘familiar” dengan nama-nama mereka karena - salah satu faktor yang membuat mereka terkenal – menulis, misalnya Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Franz Magnis-Suseno, F. Budi  Hardiman, YB. Mangun Wijaya, K. Bertens, Yongky Karman dan Martin L. Sinaga.  Untuk daerah Sumatera Utara, kita dapat menyebutkan beberapa nama misalnya Estomihi Hutagalung, Robert Sihombing, Roy Naldi Simare-simare yang terakhir merupakan calon rohaniwan dan sejarawan gereja yang produktif menulis di  Harian,  Jurnal dan majalah.

Rohaniwan Dan Sastrawan

Lebih jauh lagi, media bagi seorang rohaniwan untuk menuangkan gagasan, pikiran dan ide dapat diperluas dari sekadar tulisan teologis ilmiah di jurnal-jurnal, setengah ilmiah populer berupa tulisan opini di Harian atau tulisan refleksi/renungan di rubrik “Mimbar Agama” atau majalah keagamaan tertentu. Rohaniwan juga dan boleh menulis genre sastra baik berupa puisi, cerpen dan esai.
Beberapa contoh sastrawan-rohaniwan yang terkenal di Indonesia, misalnya Romo YB. Mangun Wijaya  yang terkenal dengan Novelnya “Burung-burung Manyar” yang memenangkan salah satu satu sayembara. Mudji Soetrisno yang telah mempublikasikan beberapa kumpulan puisinya. A. Mustofa Bisri, seorang kiai dan pengasuh pondok pesantren yang cukup getol dan rajin menyarankan agar para kiai bukan hanya berceramah tetapi dapat pula menulis cerpen, puisi dan novel.

Pemilihan media dan jenis media apakah yang akan digunakan untuk mempublikasikan ide dan buah pikiran dari rohaniwan dalam menyampaikan pesan adalah merupakan hak prerogatif dari seorang penulis, dalam hal ini rohaniwan. Tetapi, tidak ada salahnya untuk mencoba mempublikasi tulisan kita melalui Harian. Karena tugas rohaniwan baik dari agama apa pun adalah untuk menggarami, mengajak umat merenung, berefleksi dan berkontemplasi dan tentu saja untuk mempraktekkan firman Tuhan yang diajarkan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Dan tentu saja, tulisan melalui Harian pasti bersifat universal dan tidak sektarian, meskipun masing-masing rohaniwan dalam menyampaikan pesan pasti menggunakan simbol, lambang atau bahkan menggunakan ayat-ayat dalam Kitab Suci sebagaimana yang mereka imani. Namun, pesan universal dari setiap rohaniwan dapat dilaksanakan dalam kehidupan setiap umat beragama. ***

Penulis sedang studi lanjut di Program Pasca Sarjana STT Abdi Sabda Medan

Masalah Pelik, Latihan Mengucapkan , "Terima Kasih Tuhan"


Oleh: Jannerson Girsang

Waktu  melahirkan anak, menurut pengalaman beberapa orang ibu yang kudengar usai kebaktian rumah-rumah minggu lalu, merupakan keadaan paling sulit dalam kehidupan mereka.

Saat-saat genting dan menyakitkan itu adalah suasana pasrah, berjuang sendirian dan hanya bisa mengucap: "Aduh......sakit...Tuhan tolonglah saya". Perjuangan antara hidup dan mati.

Seorang ibu akan fokus proses berhasilnya persalinan, dan melupakan masalah hidup yang lain.  Karena itulah penderitaan terberat mereka.

Belum ada manusia yang bisa menghilangkan rasa sakit seorang wanita yang sedang menjalani proses persalinan normal.

Sebaliknya, setelah melewati masa-masa sulit itu, sang ibu akan berbahagia menyaksikan bayi yang baru dilahirkannya, dan melupakan semua rasa sakit itu.

"Terima kasih Tuhan..." itulah yang biasa terucap dari mulut seorang wanita yang baru melahirkan.

Sama seperti seorang ibu yang melahirkan. orang yang berani menghadapi masalah, maka setelah melewati kesulitan dengan meminta pertolongan kepada Dia Yang Maha Kuasa, maka dia akan meraih kebahagiaan.

Hidup yang bermakna adalah sikap atau tindakan ketika kita menjalani masalah-masalah pelik. Ada saatnya Anda dihadapkan kepada masalah pelik, otak dan semua sumberdaya yang Anda miliki, rasanya tidak bisa menyelesaikannya.

Ada yang menghadapinya dengan penuh pengharapan, tetapi ada juga yang lari menghindari masalah dengan mengambil jalan pintas, menghindari berkat.

Hadapilah masalah atau tantangan sepelik apapun dengan pengharapan kepada Dia yang Maha Kuasa, karena itu adalah berkat, sumber kekuatan baru. Latihan meminta pertolongan dari yang paling berkuasa, dan meraih kebahagiaan demi kebahagiaan!

Menjalani masalah yang pelik adalah latihan mengucapkan "Terima kasih Tuhan", latihan mememaknai arti kebahagiaan. Jadi, jangan takut menghadapinya. Bersyukurlah Anda pernah dan akan menghadapi masalah pelik dalam kehidupan ini.

Renungan Pagi, 14 Nopember 2014

Senin, 10 November 2014

KEJARLAH KUALITAS, BUKAN JATAH-JATAHAN.


Oleh: Jannerson Girsang

Warga Simalungun di Indonesia pantas berbangga dan bersyukur di alam era demokrasi saat ini. 54 orang tokohnya berhasil memperoleh kursi di DPD-RI,DPR-RI, DPRD Provinis, DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Sekitar tigapuluhan dari mereka berkumpul di Lapangan Adam Malik Pematangsiantar, Sabtu, 8 Nopember lalu, dalam sebuah acara yang disponsori oleh seorang tokoh Simalungun, Yan Santoso Purba, SH.

Dari 132 anggota DPD-RI, tiga diantaranya adalah suku Simalungun, yakni Parlindungan Purba, SH, MM utusan Sumut, Jasarmen Purba, utusan Riau Kepulauan dan Rosti Uli Purba, utusan Riau Daratan.

Khusus buat Rosti Uli Purba, anggota DPR-RI uturan Riau dan Frida Damanik, anggota DPRD Kota Pematangsiantar, terima kasih sudah memberi inspirasi bagi para wanita Simalungun bangkit menjadi petarung yang tangguh!

Prestasi lain dari Suku yang penduduknya tergolong kecil (jumlahnya di seluruh dunia kurang dari 1 juta orang) ini memiliki dua anggota DPR-RI yakni Dr Junimart Girsang, SH (Sumut) dan Marsiaman Saragih, SH (Riau).

Di seluruh Indonesia, sekitar 54 orang putra putri Simalungun berhasil memenangkan kursi legislatif mulai dari DPD-RI, DPR-RI, DPRD Provinsi dan Kota. Mereka tidak hanya memperjuangan Simalungun, tetapi terutama daerah pemilihan dimana dia terpilih.

Indonesia kini berada di era demokrasi. Jiwa petarung diperlukan menjadi anggota legislatif. "Kita adalah petarung-petarung yang tangguh,"ujar Junimart Girsang, dalam sambutannya pada acara Mambere Hiou Pamonting Hubani Anggota Legislatif DPR-RI, DPR-RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Lapangan Adam Malik, Pematangsiantar, Sabtu 8 Nopember 2014.

Junimart menambahkan agar generasi muda Simalungun meneladani kemampuan dan keberanian mereka bertarung di tengah-tengah persaingan di manapun mereka berkarya.

Jangan lagi percaya jatah-jatahan. "Kita mengejar kualitas, bukan jatah-jatahan" kata Jasarmen Purba, anggota DPR-RI utusan Riau Kepulauan ketika berbicara dalam sambutannya.

Jadilah petarung yang hebat melayani masyarakat pemilihnya dengan kualitas tinggi, serta memiliki filosofi: Habonaron do Bona, memberi warna demokrasi di Indonesia. Berbakti, melayani rakyat bukan hanya di daerah sendiri, bukan hanya untuk orang Simalungun, tetapi juga di daerah lain untuk seluruh bangsa Indonesia.

















































































































































BAHAYA KEDUNIAWIAN

Oleh: Jannerson Girsang

"There is a danger that threatens everyone in the church, all of us. The danger of worldliness. It leads us to vanity, arrogance and pride". (Pope Francis).

Terjemahannya kira-kira demikian: "Ada bahaya yang mengancam semua orang di gereja, kita semua. Bahaya keduniawian (harta, jabatan/kekuasaan, pengetahuan). Ini membawa kita pada kesombongan, arogansi dan kebanggaan".

Peringatan Pope Francis ini menggugah saya menuliskan renungan ini untuk kita renungkan bersama.
Memang, seharusnyalah semua hal-hal duniawi yang melekat pada diri kita, serta kegiatan yang dilakukan diarahkan menghasilkan buah-buah roh: Kasih, Suka cita, Damai Sejahtera, Kesabaran, Kemurahan, Kebaikan, Kesetiaan, Kelemahlembutan, Penguasaan diri.

Bukan sebaliknya mencari siapa yang terbesar, seperti sikap Petrus. Siapa yang paling berjasa, siapa yang sumbangannya terbesar. Sementara kita sudah diingatkan "kalau tangan kiri memberi, jangan dilihat tangan kanan", karena apa yang ada pada kita bukanlah hasil karya kita sendiri, dan bukan untuk diri kita sendiri, dan bukan untuk menjadi kesombongan yang memisahkan kita istimewa dari yang lainnya...

Semua pujian, Sanjungan, Kerajaan, Kekuasaan dan Kemuliaan hanya kepada Tuhan di tempatNya yang Maha tinggi sekarang dan sampai selama lamanya.

Tidak sedikit pencapaian atau kegagalan keduniawian yang dimaknai secara salah menimbulkan perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.

Mari sama-sama merendah, sama-sama merasa berkekurangan, saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling mengasihi. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu, supaya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:34-35).

Jangan abaikan, apalagi meremehkan sekecil apapun status yang dimiliki orang lain, usaha atau kemampuan yang lain.

Kalau mereka tidak ada, kita tidak berarti apa-apa. Kalau jemaat miskin. bodoh tidak ada, padahal merekalah yang terbesar diantara jemaat, maka siapakah kita? Kalau jemaat kaya, pintar tidak ada, kita juga tidak maju-maju.

Kita tidak bermartabat, tidak memiliki status apa-apa di antara binatang. Binatang tidak bisa membedakan manusia pintar atau bodoh, kaya atau pintar. Kita bermartabat jika ada manusia di sekitar kita, kaya atau miskin, pintar atau bodoh.

Sikap yang paling berbahaya terjadi, kalau sampai seseorang merasa : "Kalau saya tidak ada semua tidak berjalan". Atau karena kegagalan kita menata kehidupan, dengan frustrasi mengatakan, "Biarlah mereka yang kaya-kaya itu, yang punya jabatan itu di situ, kalau awak ini apalah, manalah mungkin awak mampu".

Inilah tantangan berat gereja sepanjang masa. Sikap buruk itu ada pada kita semua.
Semua harus menyadari, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi dalam ketidaksempurnaan itu, kita semua memiliki kewajiban: melakukan pelayanan dan mengasihi sesama, memupuk kebersamaan.

Sekecil, semiskin apapun kita. Sekaya dan sehebat apapun kita, inilah tugas terbesar kita hadir di dunia ini. Tidak melayani, tidak mengasihi sesama: hidup kita tak berarti apa-apa.

Mari memupuk persamaan, tidak mencari-cari perbedaan untuk membuat pengkotak-kotakan karena status keduniaan. Mari terus menerus meminta kekuatan agar kita mampu dan terus berusaha menuju ut omnes un um sint, supaya semua menjadi satu, tidak terkotak-kotak karena perbedaan harta/jabatan, karena perbedaan berkat yang dianugerahkan Tuhan.

Gunakanlah itu menjadi berkat bagi kita dan sekitar, bukan mendatangkan bencana bagi diri sendiri dan orang lain! Kehadiran kita bukan membuat orang merasa lebih kecil, minder, tetapi membuat mereka apapaun statusnya lebih bersemangat, merasa hidupnya lebih hidup.

Renungan malam, 6 Nopember 2014

Rabu, 29 Oktober 2014

Penyuara Listrik Setajam “Ayam Kinantan” (Harian Analisa, 29 Oktober 2014)

Oleh: Jannerson Girsang.

Pagi hari, 18 Oktober 2014, saya sedang menulis dan artikelnya ingin dikirim, tiba-tiba listrik mati. Wah…..batal deh. Teman yang menunggu di seberang pulau terpaksa ngedumel. “Kenapa sih listrik di Sumut mati, seperti jadwal makan obat?”. Saya keluar rumah, riuh suara genset khususnya rumah usaha terdengar dimana-mana.

Saya maklum dan tidak akan pernah protes dengan kekerasan, tapi hati saya sungguh tersiksa. Berbeda dengan masyarakat lainnya dan sangat berbahaya kedepan adalah masyarakat yang sudah bereaksi sampai merusak kantor PLN di berbagai tempat. Krisis listrik di provinsi Sumatera Utara sudah berlangsung sejak 2005.

Dalam hati saya berfikir, untuk apa kami memiliki 100 orang anggota DPRD tingkat I dan ratusan lainnya di Kabupaten/Kota?. Bukankan mereka wakil rakyat, wakil kami, penyuara jeritan kami, sahabat kami?. Mereka harus memiliki lidah setajam taji “ayam kinantan”. Mereka yang baru saja dilantik seharusnya merasakan dan mampu menjembatani jeritan rakyat soal listrik.

Dua Pemilu Hidup Padam, Masih Ku Maafkan!

Kelangkaan listrik yang dialami masyarakat Sumatera Utara di era teknologi informasi ini sudah dan akan menimbulkan dampak negatif besar, karena dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan ekonomi yang terus meningkat akan meningkatkan kebutuhan listrik.

Pemadaman listrik bergilir di wilayah ini sudah sangat meresahkan masyarakat, pengusaha, dengan perlakuan pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memadamkan listrik bukan sekali sehari, bahkan sudah seperti memakan obat 3x1 hari.

Listrik bukan lagi sekedar alat penerangan, tetapi telah menjadi darah bagi berbagai kegiatan vital masyarakat dan dunia bisnis. Mulai dari memasak, setrika, mengoperasikan komputer dan peralatan elektronik lainnya, semua butuh listrik.

Pemadaman listrik menimbulkan aktivitas warga terganggu, ibu rumah tangga mengeluh kegiatan di rumah sering terbengkalai karena listrik padam sembarangan. Begitu juga dunia usaha industri rumah tangga menjadi terhenti. Kota menjadi gelap gulita dan lalu lintas menjadi semrawut.

Konsumen adalah raja, tidak berlaku di daerah ini. Dengan sistem penyediaan listrik sekarang, rakyat sebagai konsumen, seharusnya diperlakukan sebagai raja. Ini sudah terbalik. Jadi, perlu wakil-wakil rakyat yang mampu mengembalikan hak mereka sebagai pelanggan.

Sejak 2005, masyarakat Sumatera Utara sudah mengalami krisis listrik, tetapi hingga saat ini pemenuhan kebutuhannya tetap tersendat-sendat.

Saya masih ingat saat itu sedang bekerja di Tsunami dan Gempa Nias dan berkantor di daerah Medan Baru. Di tengah-tengah pekerja asing kita sedikit malu karena negeri ini tidak mampu menyediakan listrik yang cukup bagi warganya. Kantor kami terpaksa membeli genset, karena pemadaman listrik bergilir.

Hampir sepuluh tahun kemudian, ketika Dahlan Iskan menjabat sebagai Dirut PLN, saya dan jutaan penduduk provinsi ini berharap listrik akan beres. Harapan itu ternyata masih mimpi. Hingga beliau diangkat menjadi Menteri BUMN, krisis tak kunjung berhenti. Malah semakin sering mati.

Beliau rajin memang datang ke Sumut, tetapi kunjungan-kunjungan beliau belum memberikan hasil yang signifikan.

Rumah saya masih mengalami pemadaman listrik, hampir setiap hari. Kita selalu berkata, hayo-hayo cepat ngetiknya, nanti listrik mati. Kalau ada kebaktian malam, hayo siapkan lilin, bentar lagi listrik mati!

Kita juga terbelalak, ketika suatu kali beliau berkunjung, membaca berita di media di harian-harian lokal bahwa PLN harus membayar Rp 700 miliar per bulan menyewa genset untuk menghindari pemadaman. Logika saya berfikir, dalam satu tahun PLN di provinsi ini sebenarnya mampu membangun 2 proyek listrik berkapasitas 2 x 200 MW.

Pertanyaan saya, mengapa tidak membangun pembangkit listrik yang baru saja. Kebijakan penyewaan genset senilai Rp 700 miliar per bulan untuk memenuhi defisit listrik di Sumatera Utara (Sumut) dikritik oleh Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, karena dinilai bukan merupakan solusi yang tepat.

Saya membaca komentar Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Chaidir Harahap SH, kepada para wartawan Hari Senin, (3 Pebruari 2014) mengatakan, kebijakan tersebut malah makin menambah beban anggaran negara dan LBH Medan beranggapan penggunaan dana negara untuk penyewaan genset itu adalah sia-sia.

“Menurut kita, penyewaan genset dengan biaya yang cukup signifikan dan sangat besar tentu dapat berdampak kepada pemborosan biaya anggaran belanja negara yang memakai dana negara sebesar Rp700 miliar perbulan hanya untuk penyewaan genset saja. Seharusnya Pemprov Sumatera Utara dalam mengambil kebijakan dilandasi dengan pertimbangan ekonomis dan efisiensi, jangan terlalu dipaksakan,” ucap Chaidir, seperti dikutip sebuah harian lokal terbitan Medan.

Baiklah kalau itu memang memecahkan masalah. Namun, kenyataannya, meski sudah menerapkan kebijakan yang terkesan pemborosan itu, kenyataan di lapangan, hingga Jumat dan Sabtu 17 dan 18 Oktober 2014, listrik masih mengalami pemadaman tanpa pemberitahuan di rumah saya dan tentunya ribuan pelanggan PLN di Perumnas Simalingkar. Mungkin juga di berbagai wilayah kota Medan dan daerah lain di Sumut.

Rakyat sudah terlalu lama bersabar dan harus mengambil langkah sendiri mengatasi kesulitannya berupa penyediaan genset yang cukup mahal, khususnya rumah-rumah atau pertokoan untuk menjaga kelangsungan usahanya atau rasa nyaman di rumah-rumah karena pemadaman listrik terjadi tanpa pemberitahuan.

Tak heran kalau beberapa tahun ini pelanggan unjuk gigi. Protes masyarakat yang merusak kantor PLN muncul di berbagai tempat, seperti yang dilakukan Pancurbatu, Binjai, atau Nias Utara, dan tempat tempat lain di provinsi ini adalah bentuk keresahan yang sudah terjadi, dan bukan diharapkan oleh siapapun, termasuk PLN.

Selain kebijakan yang terkesan boros, saya dan jutaan rakyat di daerah ini juga membaca di media soal isu korupsi di kalangan pejabat PLN di provinsi ini, hingga beberapa pejabatnya ditahan. Sungguh sebuah ironi. Oknum-oknum pegawai PLN yang melakukan korupsi jelas tidak memiliki sense of crisis.

Selain itu pelayanan di tingkat pelanggan seperti rekening listrik yang sering naik mendadak, seperti dianggap anjing menggonggong kafilah berlalu.
Pelayanan distribusi listrik, sistem pendataan pemakaian listrik, pencatatan jumlah pembayaran listrik yang sering tidak sesuai dengan pemakaian sudah banyak dikeluhkan masyarakat, harus secara bertahap di atasi.

Alangkah eloknya, kalau kerusakan tidak terjadi lebih parah. Rakyat merindukan wakil-wakilnya yang mampu menyuarakan jeritan mereka. Taji wakil-wakil rakyat di DPR RI, DPRD Tingkat I , DPRD Tingkat II selama ini belum setajam taji ayam kinantan.

Untuk mengawasi dan menyadarkan PLN, rakyat di daerah ini butuh wakil-wakil yang berani dan bertaji tajam, mampu memahami, memonitor, mengevaluasi dan menyuarakan listrik ke publik dan mendesak pengambil keputusan mengatasi krisis listrik.

Mereka harus memahami jumlah kebutuhan, persediaan listrik dan kebutuhan pengembangan untuk memenuhi pelayanan listrik ke masyarakat dengan standar kualitas yang dijanjikan PLN..

Okelah. Pemadaman, korupsi di PLN dan pelayanan yang belum memadai dalam dua pemilu terakhir kita maafkan deh!.

Jangan Sampai Tiga Kali

Barangkali analogi lagu Ciptaan Tagor Pangaribuan berjudul “Jangan Sampai Tiga Kali” perlu disimak dan dinyanyikan untuk PLN. “Satu kali pemilu kau sakiti, masih kumaafkan, dua pemilu kau sakiti hati ini juga kumaafkan, tapi jangan kau Coba sampai tiga pemilu…..jangan oh jangan…………….”

Kondisi perlistrikan di provinsi ini dalam dua periode Pemilu terakhir rasanya masih kurang disuarakan dengan keras. Kita butuh anggota legislatif yang menjadi pahlawan kelistrikan dan memiliki taji setajam taji ayam kinantan. Provinsi ini membutuhkan tokoh yang menjadi icon pengaduan listrik rakyat. Parlemen listrik!.

Mereka adalah penyuara-penyuara yang dengan sigap memaparkan data yang benar dan mampu memberi masukan, mempengaruhi bahkan menekan para pengambil keputusan di perusahaan-perusahaan penyedia listrik, dan para regulator kelistrikan yang pro rakyat. Program-program yang sudah dicanangkan dikawal dan harus berjalan dengan baik.

Seorang pahlawan kelistrikan harus mampu menyuarakan bagaimana kelangkaan kebutuhan listrik bisa dipenuhi. Dia rajin dan mampu mengikuti dan mengawal tahapan-tahapan pelaksanaannya, serta hingga sampai diujung, yakni pemenuhan kebutuhan listrik, tidak lagi byar pet.

Mereka harus paham proyek yang sedang berjalan seperti PLTU di Pangkalan Susu misalnya. Pembangunannya sudah dimulai sejak 2008, tetapi hingga sekarang belum dapat berjalan karena berbagai masalah. Anggota legislatif hendaknya menyuarakan persoalan untuk menyelesaikan persoalan, bukan justru menimbulkan masalah baru. Kalau kedua pembangkit ini bisa beroperasi, sedikit banyak dapat mengatasi kelangkaan listrik di Sumatera Utara.
Dalam lima tahun ke depan, Pembangkit Listrik Tenaga Air Lau Renun yang tidak mampu beroperasi dengan kapasitas maksimumnya 2 x 42 MW tentu masih bisa diatasi dengan penghijauan di hulunya.

Anggota DPRD juga perlu mengawal pelaksanaan proyek-proyek PLT Panas Bumi di Sarulla, PLTA Asahan III dan lain-lain. Kalau ini bisa berjalan baik, tentu masyarakat akan menilai DPRD periode ini sebagai pahlawan.

Proyek-proyek itu sudah berjalan bertahun-tahun. Harus ada orang yang terus menerus mendesak proyek-proyek ini bisa selesai lima tahun ke depan.

Rakyat sangat berharap anggota-anggota DPRD yang baru dilantik ini memiliki sense of crisis dan terus menerus menyuarakannya. Rakyat sudah bosan dengan anggota parlemen yang meributkan listrik hanya untuk popularitas, kemudian hilang tanpa ujung yang jelas.

Janganlah kiranya suara anggota parlemen layaknya iklan mobil Panther, “Hampir tak terdengar”, dilakukan pula secara sporadik dan tidak substansial.

Selamat buat anggota parlemen yang baru dilantik. Hayo… muncullah jadi pahlawan, berani bersuara untuk memenuhi kebutuhan vital rakyat: LISTRIK! Jadilah penyuara listrik dengan lidah setajam ayam kinantan. ***