My 500 Words

Minggu, 28 Desember 2014

FB Mengajarkan Kita Keterbukaan dan Kejujuran


Oleh: Jannerson GIrsang

Dulu, kita bisa banyak berbohong, karena teknologi tidak mampu menunjukkan kebohongan kita. Face Book (FB) mengurangi niat dan kesempatan kita berbohong, dan mendorong kita berlatih berfikir lebih logis, lebih kritis.

FB adalah catatan peristiwa di sekitar Kita, kegiatan Kita, pikiran-pikiran Kita, karakter Kita.
Masuk di FB berarti berhadapan dengan ribuan pembaca atau orang yang mengamati tulisan kita. Ada FB yang memiliki anggota lebih dari lima ribu orang dan dibaca ratusan ribu orang. Kita berbicara kepada semua orang dari berbagai latar belakang berbagai profesi, status, usia, suku dan agama.

Bohong identitas untuk menipu? Mudah sekali terlihat.

Coba Anda tidak mencantumkan istri kedua Anda di FB, dan sebaliknya justru mengaku lajang, orang yang mengenal Anda, atau istri Anda pasti akan langsung mencibir. Tidak menyertakan istri atau suami Anda dalam status, sehingga orang terpancing menggoda, karena dikira single. Anda secara sengaja mengundang orang tidak jujur.

Masuk FB, memasukkan gambar palsu, tidak menyertakan status yang jujur, berniat tidak jujur, cepat atau lambat Anda akan teridentifikasi.

Saya sering memblock permintaan pertemanan dari orang yang statusnya hanya menampilkan gambar wanita cantik. Gambarnya cuma satu dan tidak mencantumkan satu gambarpun teman atau sahabatnya. Dia berbohong tentang statusnya. Bicaranyapun tak sedap. Berbicara hanya soal seks, mengumbar nafsu, tak menarik sama sekali. Lebih banyak mudaratnya.

Jangan biarkan diri Anda terjebak dengan orang seperti ini! Pengalaman beberapa teman, orang seperti ini bukan hanya membuat Anda merasa tidak nyaman, Anda juga bisa jadi korban pemerasan. Karena memang niatnya tidak baik.

Mau berselingkuh, mencerca orang di FB melalui inbox? Hati-hati aja. FB Anda bisa kena hack dan kebohongan akan terbongkar. Seseorang yang tidak jujur akan menghabisi nama baik Anda.
Tidak logis kan? Gunakan ratio!. Seseorang yang baru meng-add FB Anda, mau menyatakan "mencintai" Anda, mengajak Anda kencan, padahal tidak kenal muka, tidak kenal keseharian kita. Kalau Anda mau, maka Anda juga tidak jujur. Orang-orang yang tidak jujur, menjadi sasaran orang yang tidak jujur. Benar nggak?

Sama saja kasusnya dengan penipuan online. Penipu melalui online di FB, tidak akan menjadikan sasarannya orang jujur dan cermat. Tidak logis dong, seseorang mau memberikan atau meminta Anda sesuatu, padahal sebelumnya tidak kenal sama sekali.

Ketika sistem komunikasi belum secanggih ini, kita bisa katakan sedang berada di Kabanjahe, padahal sedang berada di Medan. Sekarang Anda tidak bisa berbohong lagi sebebas dulu, apalagi Anda menggunakan black berry dan dilengkapi GPS. Posisi Anda saat mengirimkan status akan terlihat. Dengan sistem yang canggih, banyak lagi kebohongan yang bebas dilakukan dulu, kini terang benderang di FB.

Tuliskan kata-kata yang menginspirasi diri orang lain. Menuliskan kata-kata dengan niat tidak baik, tidak sopan, maka dengan cepat ratusan orang akan membully, mencibir Anda.

Kehadiran FB membuat kita semua belajar jujur, belajar menuliskan kata-kata yang menginspirasi, tidak menyinggung, apalagi sampai menyakiti orang lain, serta belajar kritis.

FB yang tidak jujur, lambat laun akan terlihat dan mendapat hukumannya secara otomatis. Kena block atau apa saja. Orang yang jujur tidak akan berteman di FB dengan teman yang tidak diketahui statusnya dengan jelas. Sebab dia sadar itu akan membahayakan dirinya dan temannya yang lain.
Berusahalah mengenal secara benar teman-teman FB Anda. Lakukan koreksi secara berkala. Orang yang tidak jujur berteman dengan Anda akan membahayakan teman Anda yang lain.

Mari ber-FB, mari bersikap lebih jujur, lebih terbuka dan lebih mampu menghargai satu sama lain.
Tidak mudah tentunya, butuh proses saling menasehati, saling menginspirasi satu dengan yang lain, proses pembelajaran bersama. Kita adalah manusia lemah, dan butuh dukungan dari sesama.
Mari berbuat sekecil apapun yang baik, kita turut menciptakan dunia kecil kita di FB ini lebih nyaman, damai dan saling menghargai.

Kalau Anda tidak ingin dibohongi orang, jangan berbohong kepada mereka!.

Semoga bermanfaat.

Medan, 27 Desember 2014

Masuk Depkeu: "Hanya Butuh Kemampuan, Tak Perlu Uang Pelicin"

Oleh: Jannerson Girsang


Siapa bilang kalau masuk Depkeu perlu sogok. Jangan percaya, kalau ada yang mau mengageni!. Kini kita berada di era revolusi mental.

Pemuda gereja kami membuktikannya. Dua pemuda Gereja GKPS Simalingkar masuk Depkeu tanpa membayar sepeserpun.

Orang tua mereka berkisah tentang perjuangan hingga kedua putri kesayangan mereka berhasil lolos sebagai pegawai Ditjen Pajak Dep Keuangan.

Mereka mempersiapkan anak-anak dengan motivasi dan karakter yang baik, daya juang yang tinggi, tidak mudah menyerah serta rendah hati.
.
"Semua aktivitas mereka kami apresiasi dan mereka bebas menggunakan kemampuannya memilih. Kami menasehatkan jangan bangga kalau hanya ranking di kelas. Di luar persaingan lebih keras. Sebelum keduanya lolos ke Depkeu, lamaran mereka beberapa kali gagal ke perusahaan dan instansi lain. Kuncinya berdoa dan bekerja keras," ujar sang ayah berkisah, di sela acaran Syukuran di Gedung Sekolah Minggu GKPS Simalingkar, usai Kebaktian hari ini, 25 Desember 2014.

Dua putri mereka diterima sebagai pegawai Ditjen Pajak. Tahun lalu Yun Mariance Purba , SE, lulusan Universitas HKBP Nommensen 2013, diterima menjadi pegawai Ditjen Pajak, dan kini bekerja di KPP Pratama Batam. Adiknya Lydia Purba SH, lulusan Fakultas Hukum USU 2014, lolos penyaringan Pegawai Ditjen Pajak Desember 2014.
.
Orang tua akan sangat berbahagia menyaksikan anak-anaknya mencintai kebenaran dan berjalan di jalan yang benar.

"Masuk di Departemen Keuangan, hanya menggunakan internet, ujian, dan tidak perlu sepeserpun uang pelicin. Tidak ada biayanya, hanya kemampuan,"ujar orang tua kedua gadis itu, St Daud Purba, SH, yang juga Wakil Ketua Pengurus GKPS Resort Medan Selatan.


Membanggakan dan menginspirasi. Dua-duanya adalah pemuda yang sangat rajin dan aktif sejak sekolah Minggu, hingga sekarang aktif dalam kegiatan Pemuda. Mereka tidak hanya pintar, tapi juga ramah, rendah hati dan berperangai baik.

Lidya adalah dirigen koor Pemuda di gereja kami, Iyun, kakaknya meski sekarang bekerja di Batam, setiap libur menyempatkan diri hadir di gereja kami dan menjadi inspirator Pemuda. Di masa SMA, Iyun tergabung dalam Paduan Suara Sola Gratia SMA Negeri I Medan.

Semoga kisah mereka menjadi teladan bagi orang tua dan para pemuda kami di gereja.
Mari kita bersama-sama mendoakan agar kelak dua-duanya menjadi pegawai pajak teladan di negeri ini.

Kamis, 25 Desember 2014

"Tuhan, Aku Tak Sanggup Lagi....."

Oleh: Jannerson Girsang

Masa-masa libur akhir tahun begini, mari gunakan waktu untuk kembali merenungkan dan belajar dari hari-hari yang sudah kita lewati. Jangan sampai semua berlalu tanpa makna, tanpa pelajaran. Apalagi sampai mengatakan: "Oh Tuhan aku tak sanggup lagi.."

Einstein berkata, "Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The important thing is not to stop questioning".

Penemu bom nuklir itu mengingatkan kita supaya jangan lupa bertanya dan menjawab tentang apa saja yang sudah terjadi, sedang terjadi untuk memasuki masa depan yang sudah terpampang di depan. Masalahnya, kita sering tidak menyadari itulah kelemahan kita. Kita tidak mampu melakukan sendiri tanpa pertolonganNya.

Apa saja yang sudah kita lakukan, bagaimana hasilnya, bagaimana kita memaknainya dari sudut pandang bersyukur, dari sudut pandang positif, sehingga kesalahan bisa menjadi pelajaran dan secara kreatif mencari jalan keluar dengan cara yang berbeda dan hasil yang lebih baik.

Bukan sebaliknya kesalahan tinggal menjadi kesalahan dan terus menerus berputar-putar dalam masalah yang sama. Bahkan hanya sibuk mencari siapa yang salah, membela kesalahan dengan mengungkap kesalahan yang ada pada orang lain. Pusing di setiap tempat dan setiap waktu!.

Jangankan menjawab persoalan hidup, mempertanyakannya saja seringkali kita lupa. Akibatnya, setelah melakukan sesuatu kita tidak mendapatkan makna, padahal, kegiatan itu sudah dilakukan berulang-ulang. Cara berfikir kita tidak tercerahkan.

Natal dirayakan setiap tahun. Sudah merayakan Natal, tetap tidak pernah bertanya apa makna Natal, sehingga berkali-kali merayakannya, hanya mampu mempengaruhi luarnya saja. Tidak mampu menjawabnya dengan kata-kata, belum lagi dalam tindakan, apalagi memaknainya.

Tak jarang Natal hanya bermakna baju baru, sepatu baru. mobil baru, asessoris gereja baru, makan-makan enak, tidak merubah pikiran atau "mindset" yang baru, menjadi lebih baik. Jadi persoalan Natal hanya menyediakan fisik yang baru.

Bahkan kepanitiaan tak jarang tidak siap, kadang seperti memulai yang baru, seolah baru merayakan Natal untuk pertama kali.

Usai merayakan Natal, dendam tetap terpelihara dengan baik, tetap memikirkan diri sendiri, tetap berbicara keburukan orang lain. Pulang Natal, panitia susah mempertanggungjawabkan biaya Natal. Saling tuduh, saling menonjolkan siapa yang terbesar, akhirnya makna Natal menjadi hilang.

Natal memberi makna kita mengakui kelemahan bertanya, apalagi menjawab semua persoalan hidup. Kita bersuka cita di Hari Natal, karena kekuatan dan kemapuan bertanya dan menjawab persoalan hidup sudah datang.

Yesus Kristus yang difirmankan itu telah ada di tengah-tengah kita, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kita.

Kita tidak hanya capek bekerja, capek hidup, yang ujung-ujungnya hanya bisa berkata: "Oh Tuhan, aku tak sanggup lagi. Mengapa Tuhan mengirim saya ke dunia ini. Mengapa sekitarku terasa mengganggu terus, bukan sebagai penolong. Panggil saja saya Tuhan, aku tidak tahan hidup lagi".

Kita menyesali hidup, meninggalkan dunia ini dengan banyak musuh, menyianyiakan berkat Tuhan yang sudah kita diterima. Semua sia-sia. Turunan kita mewarisi permusuhan, bukan perdamaian. 
Keturunan  tidak bisa hidup rukun dan damai.

Bertanya dan bertanyalah setiap hari, berlatih bahwa kita memang tidak mampu sendiri. Hingga setiap saat dan hingga di akhir hidup kita nantinya bisa mengucap syukur. Natal, kelahiran Yesus memampukan kita untuk terus bertanya dan mengakui kelemahan kita.

"Untunglah Tuhan mengirim saya ke dunia ini. Untunglah Yesus datang sebagai penolongku. Begitu indah dunia yang Tuhan ciptakan, begitu baik semua manusia yang Engkau kirimkan. Berikan waktu bagiku untuk melayani mereka. ".

Salam Natal. Medan, 25 Desember 2014

Rabu, 24 Desember 2014

Natal, Pesta dan Duka Cita

Oleh: Jannerson Girsang

Menjelang malam Natal ini dunia menghadapi suka dan duka. Tetapi semua harus mampu memaknainya sebagai sebuah berkat. Di dalam suka dan duka kita harus mampu bersyukur, setelah bertemu Tuhan.

Pagi ini saya kedatangan anggota keluarga yang akan mengadakan pesta hari Sabtu 27 Desember 2014. Sebelumnya ada keluarga yang mengundang pesta 26 Desember.

Tadi malam saya menjenguk keluarga yang sudah dirawat sebulan lebih. Malam-malam sebelumnya melayat sebuah keluarga-istri dan tiga orang anak yang belum berkeluarga, kehilangan ayah yang sangat mereka cintai. Ada beberapa keluarga yang saya kenal anggota keluarga mereka sakit menahun. Mereka tentu khawatir akan kesehatannya.

Beberapa menit yang lalu, saya mendapat sms dari teman saya Murni Sianipar memberitakan bahwa teman kami Alrida Lumbantoruan (Pegawai Sekretariat Kantor Rektor Universitas HKBP Nommensen) meninggal dunia dini hari tadi. Betapa sedih keluarga yang ditinggalkan, hanya beberapa jam menjelang acara Kebaktian Natal. 

Dimanapun Anda merayakan Natal malam ini, di rumah sakit, di rumah duka, di ruang-ruang ber-ac, semuanya akan mendapat lawatan Tuhan. Semua orang yang percaya kepadaNya dimampukan untuk memahami apapun yang kita alami saat ini adalah sebuah rencana yang indah.

Di tempat duka, di tempat suka, Natal akan berjalan. Tuhan melayat semua orang dan orang percaya kepadaNya akan merasakannya.

Selamat mempersiapkan diri merayakan Natal, menerima lawatan Tuhan atas semua persoalan hidup. Pergilah ke Perayaan Natal apa adanya. Jangan repotkan diri dengan hal-hal yang tak prinsip.

Gembala di padang menerima Yesus dalam kesederhanaannya. Tidak pakai baju baru, perhiasan-perhiasan baru, mobil baru. Tapi mereka mampu bersuka cita.

Orang majus yang kaya membawa mas dan mur untuk dipersembahkan kepada Tuhan, bukan untuk dipamerkan kepada umum.

Raja Herodes yang takut kekuasaannya hancur karena kedatangan Yesus, berpura-pura "kirim salam". Padahal dalam hatinya dia ingin membunuhnya. Orang yang gila kekuasaan, suka pamer adalah orang paling sedih di hari Natal.

"Lalu gembala-gembala itu pulang sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu jang dilihat dan didengarnya: semuanya tepat seperti sudah dikabarkan kepadanya". (Lukas 2:20).

Lewatkan malam Natal, rayakanlah Natal dengan suka cita, dan kembalilah dari perayaan itu dengan memuji dan memuliakan Tuhan karena kita bertemu Dia sumber penghiburan, damai sejahtera serta keadilan.

Hanya Dia yang memahami keberadaan dan kesulitan kita.
Medan, 24 Desember 2014

Jumat, 12 Desember 2014

Berbagi, Mengundang Kerendahan Hati


Oleh: Jannerson Girsang

Setiap orang memiliki persoalan masing-masing. Jangan merasa masalah kita yang paling pelik atau sebaliknya, jangan pula bersikap seolah kita paling tidak bermasalah.

Bagaimanapun hebatnya kita, tidak mungkin mampu menyelesaikan diri kita sendiri, apalagi persoalan orang lain. Kita hanya mampu berbagi. Tuhanlah yang menguatkan pekerjaan kita sehingga berbuah dan memberi kekuatan bagi yang lain.

Saling berbagi adalah sikap yang benar. Seberat apapun masalah hidup yang kita jalani, semiskin apapun kita, Tuhan tetap menyisakan kekuatan bagi kita membantu yang lain. Sebaliknya, sehebat apapun kita, kita masih perlu ditolong orang lain.

Hidup saling tergantung satu dengan yang lain adalah perintah tertinggi dari hukum taurat dan kitab para nabi. Orang tidak ingin dirinya terhina, sehina apapun dia, semiskin apapun kehidupannya.

Bahkan kehidupan orang-orang yang menjelang ajalpun bisa menjadi kekuatan bagi kita. Mereka memiliki pengalaman hidup yang mungkin menyadarkan kita bahwa Tuhanlah sumber segalanya.

Setiap orang butuh pengakuan bahwa mereka juga mahluk Tuhan yang masih memiliki kekuatan berbuat sekecil apapun kebaikan untuk orang lain.

Sehebat apapun kita, kita tidak diperkenankan menganggap yang lain lemah, apalagi kita merasa berhak berkuasa atas mereka.

Memandang kekuatan dari sudut pandang dunia dan melupakan sumber kekuatan itu, di sanalah kelemahan kita. Sebaliknya menyadari kelemahan disertai iman dan pengharapan kepada Dia yang Maha Kuasa, di sanalah kekuatan kita.

Marilah sama-sama berbagi, karena di sanalah kekuatan yang abadi. Kerendahan hati akan muncul ketika kita mau berbagi. Kita akan menyadari bahwa kita sama-sama memiliki kelemahan dan kekuatan sekaligus.

Semoga kita semua mendapat lawatan Tuhan di masa-masa Adven ini, dan menyadarkan kita bahwa Dialah sumber kekuatan kita dalam memelihara kedamaian, keadilan dan memberi rasa peduli sesama. Kita hanya mampu berbagi, memancarkan kekuatan itu ke sekeliling kita.


Selamat Pagi.Medan, 12 Desember 2014

4,5 Tahun Cuci Darah: Tetap Menjadi Berkat


Oleh: Jannerson Girsang

Sudah menjadi kegiatan rutin, setiap acara Ulang Tahun Gereja atau menjelang Natal, gereja GKPS Simalingkar melakukan aksi sosial dengan kunjungan ke rumah-rumah oleh tim yang terdiri dari Panitia, Pengurus Sektor serta Pimpinan Majelis.

Salah seorang anggota jemaat GKPS Simalingkar yang kami kunjungi tadi malam adalah seorang ayah dari dua anak--yang tertua SD, dan yang bungsu masih TK, sudah 4,5 tahun menjalani cuci darah dua kali seminggu di RS Adam Malik.

Sudah empat Natal berjalan, keluarga St Mangasi Girsang menjadi salah satu sasaran aksi sosial gereja kami.

Selain St Mangasi tim yang lain juga mengunjungi beberapa keluarga lain yang juga mengalami sakit menahun. (Saya menunggu kisah jemaat yang mengalami nasib yang sama).

Menoleh ke Belakang

Sang ayah, St Mangasi Girsang adalah seorang petani kecil di sebuah desa di Simalungun. Di masa mudanya, Mangasi pernah jadi dirigen Koor Pemuda GKPS Tangerang.

Kemudian dia kembali ke kampung halamannya di Situri-turi dan setelah berkeluarga dia diangkat menjadi seorang sintua di GKPS. Dia aktif menjadi dirigen di gerejanya, dan dirigen Tim Koor GKPS Resort Tugarunggu dalam Pesparawi Bapa GKPS di Balei Bolon, Pematangsiantar, 2007.

Empat setengah tahun yang lalu, keluarga ini menghadapi masalah berat. Dokter memvonisnya harus mengalami cuci darah. Sayang negeri ini belum menjangkau pelayanan cuci darah hingga ke desa-desa. Rumah sakit yang mampu menolongnya hanya ada di Medan.

Semua kalang kabut. Keluarga ini beruntung karena setelah berhasil mendapat "surat miskin" mendapat pelayanan gratis dari pemerintah. Sebelumnya sekali cuci darah, mereka harus membayar Rp 600.000.

Mereka harus pindah ke kota terbesar di Sumatera Itu dan mendaftar sebagai anggota Jemaat GKPS Simalingkar. Dua anaknya ketika itu masih kecil-kecil. Putri bungsunya baru berusia delapan bulan dan sempat dititip beberapa lama di kampung

Menjelang Natal 2014

Empat setengah tahun kemudian, istrinya yang dulu seorang petani, kini sudah memiliki sebuah kios di Pajak Jahe dan menjadi pedagang kecil sayur mayur.

Padahal, awalnya sang ayah sudah mulai frustrasi. "Ketika mulai cuci darah, saya hanya bisa berdoa. Tuhan, tolonglah saya, hingga putri bungsu saya bisa memanggil saya "ayah", baru Tuhan memanggil saya,"ujarnya mengenang peristiwa empat setengah tahun lalu itu.

Kami mendengarkan pengalaman sang ayah yang kini berusia 46 tahun itu selama setahun ini dan dengan lancar sang ayah bercerita.

"Setelah empat setengah tahun menjalani cuci darah tubuh saya terasa semakin melemah dan aktivitas yang bisa saya lakukan makin berkurang. Nafsu makan sudah menurun. Kalau sebelumnya saya masih bisa memasak, sekarang tidak lagi. Saya kadang terpikir, terserah Tuhan kapan saya akan dipanggil, saya sudah siap," ujarnya pasrah.

"Cuma, kadang muncul juga rasa khawatir tentang masa depan kedua anak saya," lanjutnya dengan wajah sedikit menunduk dan kemudian menerawang ke atas atap rumah kontrakannya yang terletak di pinggir sungai.

Semua anggota tim terharu mendengarnya!. Saya, istriku, St Weldy Saragih dan istrinya, Sy Asima br Lubis, Mama Vika br Siregar hanyut dalam pikiran kami masing-masing. Andai saya seperti dia!

Bersyukur dan Berharap,  Mengarungi Gelombang

Tahun ini, mereka sempat menghadapi masalah besar. Istri yang kini jadi penopang kehidupan mereka dengan berjualan di Pajak Jahe, Simalingkar, sempat berhenti berjualan selama dua minggu, karena "lumpuh". Konon sejenis nyamuk Cikungunya.

"Saya tidak mampu menggerakkan kaki saya, tidak bisa melakukan apa-apa. Wah, inilah akhir kehidupan keluarga kami. Bapak kami sakit, saya juga sakit," kata sang istri.

Kemudian dia melanjutkan "Kami sangat bersyukur, karena menjelang Hari Natal ini saya sudah sehat kembali dan bisa berjualan lagi,"

Dulu sang ibu br Saragih yang hebat ini adalah petani di kampung, tak memiliki sedikitpun pengalaman berdagang. Namun sejak suaminya sakit 4,5 tahun lalu harus berubah haluan menjual sayur mayur dan buah di Pajak Jahe Simalingkar.

Meski dalam penderitaan yang berat, keluarga ini tetap menunjukkan sikap bersyukur. Kami masih disuguhi teh manis serta kue-kue yang dipersiapkan.

"Maaflah saya baru pulang dan hanya bisa menyuguhkan ala kadarnya," ujar sang istri yang baru saja kembali dari berjualan di Pajak Jahe, yang berjarak satu kilometer dari rumah mereka.

Setiap hari, sang istri harus keluar rumah sekitar pukul 03.00 pagi, membeli bahan jualannya ke Pajak Sambu naik angkot, dan berjualan seharian penuh, sementara suami dan anak-anaknya ditinggal di rumah. Sang suami dua kali seminggu harus cuci darah ke rumah sakit yang berjarak 3 kilometer dari rumah mereka.

"Saya kadang merasa kurang berbuat kepada Tuhan, karena sibuk bekerja memikirkan kebutuhkan keluarga. Saya kadang tidak ke pertonggoan, karena pulang bekerja sudah jam 19.00 dan harus menyiapkan semuanya bagi keluarga," ujar istrinya senyum tanpa kesan mengeluh.

"Dulu, ketika saya mulai cuci darah, putri saya masih berusia delapan bulan, dan saya berdoa kepada Tuhan agar diberi umur agar` putri saya bisa memanggil ayah kepada saya sebelum dipanggil Tuhan. Kini putri saya sudah TK, puji Tuhan" kata sang ayah.

Saat kondisi tubuh yang melemah, Mangasi masih menjadi berkat bagi para pasien yang menjalani cuci darah, khususnya mereka yang baru saja memulainya. "Satu hari, kami ada sekitar 20 orang yang cuci darah. Mereka yang baru memulainya banyak bertanya pengalaman kami, Saya menceritakan pengalaman saya dan mereka tambah semangat,"katanya.

Dia juga berdoa agar negeri ini aman dan pelayanan kesehatan tidak pernah terganggu. "Orang seperti kamilah yang paling menderita kalau negara tidak aman. Satu kali saja kami tidak mendapat pelayanan cuci darah, kami gamelah (tamat)," katanya.

Peneguh dan Perhatian

Kami hanya bisa mengatakan bahwa tim kami tidak mampu berkhotbah untuk mereka. Merekalah khotbah yang hidup. Dalam penderitaan yang beratpun mereka tetap rukun di rumah tangga, anak-anak sehat dan masih terus bersekolah.

Kami menitipkan ayat Alkitab dari Panitia sebagai bahan renungan bagi mereka. Yakobus 5:15-16.
"Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya"

Ketika tim kami memberikan bantuan ala kadarnya, sang ayah berujar:

"Saya sebenarnya berat sekali menerimanya, karena setiap tahun gereja tetap menjenguk kami, memperhatikan kami, dan memberi bantuan. Keluarga kami belum berbuat apa-apa. Saya banyak berhutang kepada gereja. Kami akan berusaha datang ke Natal Bapa/Inang," katanya terharu.

Semoga keluarga ini mendapat lawatan Tuhan di hari Natal ini. Mereka mendapat keluatan baru!.

Kami semua berdoa kiranya Tuhan tetap menguatkan mereka dan memberi kesehatan dan ketabahan kepada ibu yang kini menjadi tulang punggung keluarga.

Medan, 11 Desember 2014

Inflasi Tinggi, Jangan Mengeluh Terus!


"People concerned about inflation today tend to buy big houses and nice cars".(Robert Kiyosaki)

Ribut, mengeluh karena inflasi, tapi orang-orang pada beli mobil baru, rumah baru. Kontradiksi. Mengeluh beras naik, tapi tak mau peduli pengeluarannya ratusan ribu per malam di diskotik.

Inflasi akan terasa kalau kita banyak melakukan transaksi pembelian. Makin sedikit transaksi pembelian, maka inflasi makin tidak terasa.

Silakan identifikasi apakah transaksi pembelian yang dilakukan memang benar-benar penting, berguna.

Berapa persen pengeluaran Anda untuk sembako (paling banyak terkena dampak inflasi dan paling sering kita melakukan transaksi), kesanalah prioritas. Lantas, perhatikan transaksi pengeluaran lain yang sebenarnya tak berdampak banyak bagi perbaikan kehidupan.

Membeli kue, minuman yang berlebihan saat Natal, membeli baju baru, membeli mobil baru, pergi ke diskotik, pergi ke tempat hiburan yang tidak perlu, mencari hiburan dengan biaya mahal, rapat-rapat di hotel dll perlu dihindari.

Bensin naik?.

Kalau biasa Anda naik mobil, naik sepeda motor mungkin pilihan yang tepat. Tidak macet.
Bepergian jauh, dengan bus malam ke Pekanbaru cuma Rp 200 ribu, dan bisa tidur nyenyak satu malam. Dari pada Anda naik mobil pribadi yang menghabiskan jutaan dan badan lebih capek. Kadang hanya mempertahankan "gengsi"

Dari rumah saya ke Kuala Namu, bisa naik taksi Rp 150-200 ribu, naik ALS dari Simpang Pos Rp 20.000, naik kereta api dari Lapangan Merdeka Rp 80.000.

Dulu, ketika dollar naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 17.000, kita bisa atasi kok. Hidup ini hanya soal pilihan.

Ketika suasana sesulit apapun, kita hanya dihadapkan pada pilihan. Hadapi inflasi dengan kehidupan yang makin bijak.

Kadang mengeluh, meributkan harga beras Rp 100 ribu per karung yang naik menjadi Rp 120.000. Tapi tak pernah berfikir menghentikan pengeluaran Rp 300 ribu per malam di diskotik.

Medan, 10 Desember 2014

Pertemuan Langka Mantan Presiden RI


Oleh: Jannerson Girsang

"A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way. (John Maxwell)

Saya sangat salut menyaksikan di televisi, pertemuan mantan Presiden dengan Presiden RI yang sedang berkuasa dan baru memimpin kurang dari seratus hari, membahas persoalan bangsa di Istana Merdeka.

Ini tidak biasa di Indonesia. Peristiwa Pertemuan Presiden Jokowi dan mantan Presiden SBY kemaren, sungguh sebuah teladan pemimpin tidak boleh saling dendam, tetapi mengubur egoismenya untuk kepentingan bangsa yang lebih besar. Rakyat ingin para pemimpinnya akur dan bersama-sama memikirkan bangsa.

SBY dan Jokowi tau caranya dan mewujudkannya dalam tindakan.

Masa Jokowi jugalah ada pelepasan antara Presiden yang digantikan dan presiden yang memulai pemerintahannya. Jokowilah Presiden yang diantar langsung oleh Mantan Presiden ke istana dan keduanya berpisah dengan "senyum".

Selainnya peristiwa pergantian Presiden RI penuh misteri, tanpa "perpisahan" yang hangat. .
Media secara meluas meliput peristiwa Jokowi menerima SBY di Istana Negara, kemaren.
Keduanya diberitakan membahas tentang Perpu. SBY pada kesempatan itu menyerahkan undangan kepada Presiden Jokowi untuk menghadiri pertemuan internasional Global Green Growth Institute (GGGI).di Bali, tahun depan. SBY adalah Chairman GGGI.

Dalam pertemuan itu keduanya tampak akrab, meski sebelum-sebelumnya hubungan keduanya terdengar turun naik. Melalui twitter, minggu lalu keduanya sempat saling sindir soal kepemimpinan.

Namun, saya mencatat pertemuan mereka kemaren adalah peristiwa sangat langka di kalangan orang nomor satu di Indonesia. Sebuah terobosan baru kepemimpinan di Indonesia. Mantan dan incumbent perlu saling kunjung mengunjugi dan bertukar pikiran tentang masalah bangsa.

SBY selama sepuluh tahun pemerintahannya belum pernah bertemu Megawati sebagai mantan Presiden dalam sebuah acara pertemuan resmi seperti ini.

Apalagi Habibie dengan Soeharto, bahkan beliau tidak pernah bertemu hingga meninggalnya Soeharto. Konon, Habibie sudah berusaha ingin menjenguknya dari Jerman ketika Soeharto sakit, tetapi tidak berhasil menemui mantan bosnya itu hingga menutup mata untuk selama-lamanya.
Sungguh sebuah pemandangan yang membanggakan sekaligus teladan betapa pemimpin-pemimpin puncak harus lebih mengutamakan kepentingan yang lebih besar, ketimbang kepentingan pribadi.
Jokowi dan SBY telah mempertontonkan sebuah peristiwa langka di negeri ini--pertemuan mantan presiden dan presiden dalam suasana hangat.

Keteladanan ini perlu ditularkan kepada jenjang di bawahnya. Keduanya adalah leader. Mereka mengetahui cara melakukan hal-hal yang baik, melakukannya sendiri, tidak hanya dalam omongan.

Semoga pemimpin bangsa lainnya di tingkat yang lebih rendah hendaknya meniru keteladanan ini.

Medan, 9 Desember 2014

Natal: Bertemu Tuhan dalam Keluarga


Oleh: Jannerson Girsang

Menarik statusnya Mas Triyono Sigit, hari ini. "Bertemu Tuhan dalam Keluarga". Dilengkapi dengan foto dua putranya dan istri.

Ungkapan dan makna terdalam Perayaan Natal yang kadang terlupakan.
Banyak orang aktif dalam kepanitiaan, sibuk Natal kemana-mana. Senang mempersiapkan segala sesuatunya.

Merasa asyik kalau sudah bernyanyi bersama, jadi MC, Ketua Panitia dan lain-lain. Setiap penampilan wah. Baju baru, sepatu baru. Ingin bertemu Tuhan di keramaian.

Saking sibuk dan asyiknya, lupa membeli pakaian, menyiapkan keperluan anak-anak, lupa keluarga. Lupa berdoa untuk anak-anak dan anggota keluarga.

Saking banyaknya sumbangan Natal di sana sini, sampai lupa kebutuhan utama keluarga--baju baru anak-anak, sepatu baru anak-anak.

Kebersamaan dalam keluarga hilang: lupa makan bersama keluarga, bercengkerama tentang Natal, makna Natal yang terutama: kehadiran Tuhan di rumah.

Kembali ke rumah, tengah malam. Capek, lupa makan, kadang kantong kosong, saking asyiknya menyumbang di Pesta Natal. Gampang tersinggung.

Kalaupun cerita di rumah, tak jauh dari soal kekecewaan: kecewa karena ada panitia yang tidak bekerja, kecewa karena tidak mendapat sanjungan dll.

Ketika anak-anak menuntut sesuatu untuk dibeli, langsung emosi.

"Kalian tidak mengerti aku. Tau nggak saya dari awal bulan sudah sibuk. Sumbanganku juga banyak. Minta duit lagi. Dari mana saya ambil?. Ngerti dong"

Semua merengut, semua kecewa.

Ingat!. Natal untuk apa dan untuk siapa? .

Natal artinya: Kehadiran Tuhan di tengah-tengah keluarga. Damai sejahtera, Suka Cita, perngharapan hadir di rumah kita, di keluarga kita.

Terima kasih Mas Sigit. Sudah mengingatkan.

Medan, 10 Desember 2014

Rabu, 03 Desember 2014

DI Ruang Doa Ingin Menebar Kasih, Tapi di Luar...!


Oleh: Jannerson Girsang

"We live in a world where we have to hide to make love while violences is practiced in a broad day light". (Jhon Lennon).

Kita masuk ke ruang doa, bersembunyi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sang pencinta perdamaian. Kita memulai sebuah ibadah, bersama-sama bersembunyi bergabung dengan sang Pendamai.

Tuhan yang kita sembah tidak punya musuh, bahkan mengajarkan agar umatNya mengasihi mereka yang seolah digambarkan sebagai musuh sekalipun. Dia yang kepadaNya kita meminta pertolongan, mengasihi semua, memberi matahari dan bulan untuk semua orang.

Sayangnya, begitu di luar ruang doa, kita menyaksikan kekerasan, membaca berita kekerasan, kadang menempatkan diri pada sebuah pihak dan menjadi hakim yang memacu permusuhan, menebar kebencian kepada orang lain yang belum tentu sama seperti yang digambarkan.

Kita masuk ke dunia dengan keegoisan kita, memikirkan diri sendiri, kelompok sendiri, menciptakan musuh sendiri, mewujudkan keinginan sendiri.

Negeri ini membutuhkan kasih, membutuhkan kepedulian sesama. Bangsa ini tidak ingin sekelompok orang yang maju, sekelompok orang yang menentukan segalanya. Cita-cita bangsa ditetapkan oleh seluruh bangsa. Bangsa ini ingin bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa yang dikehendaki Tuhan.

Sayangnya, kita kadang melupakan bahwa tugas kita sama dengan Dia yang kita sembah. Bahkan kita bisa memusuhi teman yang sama dengan kita sewaktu bersujud kepadaNya, memusuhi sesama bangsa.

Dunia dan kita lebih suka "kekerasan", lebih suka "melukai" untuk mewujudkan keegoisan kita.

Padahal, di dunia nyata, Tuhan sudah menyediakan hal-hal yang penuh dengan keindahan. sama seperti keindahan yang ada dalam diri kita. Kita lupa bersyukur, sehingga kita seringkali melihat hal-hal yang jeleknya, suka kepada cerita yang tidak benar, rumor.

Begitu banyak berkat, pemandangan, gambar, kata-kata yang mampu menguatkan kita dan orang lain. Namun kita lebih suka memilih gambar yang jelek, kata-kata kasar. Bukannya membuat kita terinspirasi melakukan hal yang lebih baik, tetapi justru sebaliknya.

Tuhan mengingatkan: "Janganlah kamu sama seperti dunia ini. Orang mengenal kamu adalah murid-muridKu, jika kamu saling mengasihi".

Mari bersama-sama berlatihlah untuk melakukan hal-hal yang sama ketika kita di ruangdoa, saat kita bersekutu bersama menghadap Tuhan, ke dunia nyata.

Begitu indah jika hati kita, jiwa kita dari ruang doa, ruang persekutuan direfleksikan dalam kehidupan nyata.
Tentu tidak mudah. Mintalah pertolongan kepadaNya setiap saat untuk melakukan hal yang baik. Tidak berhenti hanya ketika di ruang doa, di ruang ibadah!

Jangan tunggu besok, hal baik yang dapat Anda lakukan sesudah keluar dari ruang doa yang indah. "Agama tidak mengajarkan manusia berdoa meminta kekuatan untuk menghancurkan orang lain"


Anne Frank, gadis yang tewas dalam usia 15 tahun, akibat perlakukan keji Nazi Jerman dalam ruang gas di masa Perang Dunia Kedua, dalam catatan hariannya mengatakan:

"How wonderful it is that nobody need wait a single moment before starting to improve the world.”

Kekerasan, sekecil apapun merupakan benih mala petaka.Jangan ulangi pengalaman Perang Dunia I, Perang Dunia II, pengalaman keji negeri ini pada Peristiwa Mei 1998.

Mari bersama-sama!

Selamat Pagi. Medan 3 Desember 2014