My 500 Words

Selasa, 10 September 2013

Mencari "Laskar Pelangi" untuk Danau Toba (Analisa, 10 September 2013)

Oleh: Jannerson Girsang

Pesta Danau Toba sedang berlangsung dari 8-14 September 2014. Inspirasi Novel Laskar Pelangi yang mengangkat nama pulau Belitung mungkin berguna untuk kita simak bersama. Pesta ini jangan melupakan peran penulis dan sutradara yang mampu menghasilkan novel dan film yang memiliki kekuatan yang sungguh luarbiasa mengundang wisatawan kesebuah kawasan wisata.

Belajar Dari Belitung

Sukses pariwisata pulau Belitung dipicu seorang penulis bernama Andrea Hirata dengan karyanya Tetralogi Laskar Pelangi yang terjual jutaan eksemplar dan diterbitkan dalam berbagai bahasa dunia.

Terakhir, buku itu diterjemahkan kedalam bahasa Vietnam yang menjadi bahasa ke-30 terjemahan Laskar Pelangikarya Andrea Hirata. Prestasi ini menempatkannya sebagai penulis Indonesia kedua yang karyanya mendunia.

Buku-buku Andrea Hirata berdampak pada minat wisatawan mengunjungi lokasi-lokasi yang terdapat dalam novel itu bahkan ada tour Lasykar Pelangi. Terjadi peningkatan kunjungan wisatawan lebih dari 350 persen sejak novel dan film ini dirilis (www.tempo co.id, 17 Oktober 2012).

Meski hanya sebuah wacana, artikel ini mencoba menawarkan cara berfikir lain untuk mencitrakan Danau Toba yang jumlah wisatawannya tak terdongkrak meski berbagai usaha terus dilakukan.

Kita mungkin alpa kepada para penulis hebat dari daerah ini. Mereka sangat berperan dalam mencitrakan lokasi sebuah wilayah. Pengalaman pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung membuktikannya.

Novel Lasykar Pelangi karya Andrea Hirata yang terjual hingga limabelas juta dan kemudian diangkat kelayar lebar, telah mengekspos pulau itu kesegala penjuru dunia. Pulau Belitung yang selama ini hanya diketahui dari peta, menjadi pembicaraan orang dimana-mana.

Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, latar lokasi-lokasi dalam novel Laskar Pelangi muncul di berbagai media, melekat di hati pembaca. Keunikan keunikan dan keindahan pantai-pantainya yang dihampari ribuan batu-batu granit raksasa mempesona jutaan penonton. Film Lasykar Pelangi juga mengeskpos berbagai sisi keindahan Belitung lain. Kawah-kawah bekas penambangan timah, savana, denyut nadi kota Manggar, mercusuar Pulau Lengkuas yang legendaris, dan kehidupan kuliner Belitung yang terkenal dengan aneka masakan mie dengan julukan kota ‘seribu kedai kopi.’

Kisah Laskar Pelangi tidak rumit. Novel ini berkisah tentang persahabatan sekelompok anak-anak Belitung dari sejak sekolah dasar hingga dewasa dengan latar belakang alam dan budaya setempat. “Adegan Ibu Muslimah, Ikal, Lintang, Akiong, dan teman-temannya menunggu pemandangan matahari tenggelam di antara batu-batu granit raksasa di PantaiTanjung Tinggi, Belitung, menjadi adegan terindah film Laskar Pelangi. Cuplikan itu sukses menginspirasi banyak orang datang wisata ke Pulau Belitung. Padahal pulau ini sebelumnya tidak banyak dikenal sebagai tempat tujuan wisata,” (Tempo.co.id, 17 Oktober 2012).

Penulis, sutradara film besar terbukti sangat efektif untuk mempopulerkan pulau Belitung, dari yang sebelumnya hanya dikenal sebagai tanah tandus bekas penambangan timah.

Kisah Danau Toba

Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperkenalkan keunggulan-keunggulan Danau Toba dan budayanya. Banyak orang yang sudah mencobanya, dengan memperkenalkan budayanya, penduduknya, serta keindahan alamnya.

Bahkan usaha yang menelan biaya besar, Pesta Danau Toba yang sebentar lagi digelar merupakan salah satu diantaranya. Tetapi nyatanya, wisatawan tidak kunjung menanjak.

Bahkan dari laporan harian Bisnis Indonesia (27 Agustus 2013), pelaksanaan PDT 2012 yang digelar di Parapat, Kabupaten Simalungun, pada 29-31 Desember 2012, diperkirakan hanya menggaet sekitar 10.000 wisatawan lokal.

Di tengah usaha meningkatkan citra danau terbesar di Asia Tenggara itu, sayangnya kisah-kisah menyedihkan justru lebih banyak muncul di mata wisatawan. Menjamurnya pengusaha dan petani karamba yang mengotori danau, demi “dollar” yang mereka dambakan menjadi salah satu top story tentang Danau Toba.

Banyak artikel yang lebih suka mengisahkan Danau Toba dari sisi negatifnya, kisah karamba yang hamper setiap hari menghiasi media dan menjadi salah satu top story, tanpa mempedulikan dampak cerita itu bagi wisatawan. Citra keindahan Danau bukannya semakin baik, tetapi semakin terpuruk.

Syukurlah masih ada karya-karya lagu yang menyejukkan bias kita dengar. Dalam lagu-lagu, kisah keindahan Danau Toba digubah para musisi. “Danau Toba, Oh Danau Toba, Danau Indah dan Permai,” demikian Julius Sitanggang, seorang penyanyi asal Batak yang popular di tahun 80-an. Penggubah lagu-lagu Batak Dakka Hutagalung, Nahum Situmorang menyajikan pujian dan kekagumannya pada Danau Toba. Mereka bercerita tentang bawang, gadis-gadis Batak yang mempesona, dekkenaniura, serta banyak lagi yang mengundang rasa ingin tau pembaca untuk mengunjungi daerah itu.

Barangkali kita harus berfikir bahwa di abad ke-21, mengisahkan Danau ini hanya bentuk pujaan, tidaklah cukup. Saatnya kita bercerita dari lokasi tentang Danau ini dengan kisah dengan metode menunjukkan (show).

Kisah-kisah yang kuat kesannya untuk menarik di kunjungi. Indah, menyejukkan, bukan metod yang tepat, tetapi harus bercerita seolah pembaca berada di tempat itu dan ingin mengunjunginya.

Tidak bermaksud mengecilkan usah-usaha pencinta lingkungan, sekedar mengingatkan bahwa cara mengisahkan karamba yang hanya menunjukkan kotornya Danau, tanpa dibarengi secara seimbang dengan kisah keunggulan danau, jelas akan mengaburkan pembaca atas keunggulan-keunggulan Danau yang masih tersisa.

Padahal, wisatawan dating ke Danau Toba tidak sekedar menyaksikan jernihnya air danau, tetapi alam dan kehidupan penduduknya yang unik, serta kenyamanan transportasi dan akomodasinya. Danau Toba unik dan jauh lebih unik dari pulau Belitung, kenapa tidak bias digali lebih jauh?.

Sebuah Tantangan Besar

Kisah tentang keindahan Danau terbesar di Asia Tenggara itu saatnya menantang para penulis daerah ini untuk menonjolkan keunggulan-keunggulan yang masih tersisa, ketimbang terus mewartakan hal-hal buruk.

Mari belajar dari tempat lain. Pulau Belitung adalah bekas tambang timah, yang jelas-jelas meninggalkan sisa tambang yang membuat tanahnya gersang dan tak ada indahnya untuk dikunjungi. Novel Lasykar Pelangi begitu jelinya mengisahkan keunggulan pulau itu melalu sebuah ksah sepuluh anak sekolah yang tergabung dalam Lasykar Pelangi.

Asyik menulis kotornya danau, menyalahkan pengusaha, pemerintah, masyarakat tanpa mampu menawarkan solusi yang praktis, tentu tidak bias dihentikan juga. Tetapi menulis tentang keindahan danau— kehidupan penduduk, indahnya alam janga ndilupakan. Masih banyak keunggulan danau ini selain dari air yang kotor.

Bertahun-tahun usaha mengusir para pengusaha dan petani karamba dari Danau itu, tapi tokh tidak ada hasilnya. Suara para pencinta lingkungan makin nyaring, pengusaha karamba makin menjamur.

Kita tidak boleh hanya berhenti mengutuk, menyalahkan. Marilah kita mencari solusi bersama secara kreatif, tanpa terus menuding dan menyalahkan satu sama lain. Urusan karamba serahkan kepada yang berwenang menanganinya, munculkan kreativitas anak-anak muda bangsa ini, khususnya para penulis.

Tidakkah mungkin karya-karya kreatif bisa memunculkan ksah-kisah menarik dari karamba dan menjadikannya menjadi sebuah obyek wisata?. Bukankah Annette Horchmann melihat keburukan Danau Toba, tetapi masih mampu secara kreatif mengisahkan Danau ini ke Berlin sana?. Beliau tidak hanya mengutuk, tetapi turut mengumpulkan sampah yang bertebaran, mendirikan bisnis wisata.

Kita mesti bertapakur sejenak. Kenapa Lasykar Pelangi bias mengekspos bekas-bekas tambang menjadi kawasan wisata yang menarik. Tidak hanya mencari-cari kambing hitam kesalahan penambang yang di masalalu mengeruk timah dari perut bumi Belitung.

Mari dukung lomba menulis tentang Danau Toba dengan berbagai topik dan sudut pandang, yang digelar saat pesta Danau Toba berlangsung dengan tulisan yang lebih berkualitas. Mari memacu potensi para penulis untuk menggali kisah yang menarik wisatawan. Perhatikanlah mereka, lengkapi mereka semangat dan fasilitas. Pengusaha wisata maupun pemerintah jangan sebelah mata memandang mereka. Berikan pembinaan dan dukungan.

Para penulis di provinsi ini dihimbau untuk mencari dan menulis secara kreatif keunggulan-keunggulan danau yang masih tersisa. Kisahkanlah tentang keunggulan Danau Toba, dan keburukan secara seimbang, sehingga citra

Danau Toba, bukan sebuah neraka. Danau Toba adalah surga bagi wisatawan. Belajarlah dari Pulau Belitung. Dicari, penulis novel Laskar Pelangi untuk Danau Toba! ***

Penulis adalah kolomnis, penulis biografi berdomisili di Medan.

Tidak ada komentar: