My 500 Words

Kamis, 29 Juli 2010

In Memoriam: Setahun Meninggalnya Pdt Dr Armencius Munthe MTh

Oleh : Jannerson Girsang

Hari ini, 25 Juli 2010, persis setahun Pdt Dr Armensius Munthe MTh meninggalkan kita.

Setahun lalu, diterpa panas terik di siang hari dan diguyur hujan di sore hari, lebih dari 1500 pelayat dengan setia memenuhi pekarangan dari rumah sempit ayah empat orang anak itu di Perumahan Pemda II Tanjung Sari, Medan. Di tengah guyuran hujan pula beliau disemayamkan di Gereja GKPS Maranatha Medan, sebelum diberangkatkan ke Pekuburan  Pemda Simalingkar B. Itulah suasana upacara pemberangkatan Pendeta Dr Armencius Munthe,MTh, mantan Ephorus GKPS tiga periode ke peristirahatan terakhir, setelah tiga hari disemayamkan di rumahnya.  


Pria yang terpilih menjadi Sekjen GKPS di usia 34 tahun ini diberangkatkan dengan iringan doa dan harapan, sebelum beliau dihantar ke peristirahatannya yang terakhir di Pekuburan Pemda Simalingkar B, Medan ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Para pelayat berasal dari warga GKPS di Medan, dan luar Medan, warga gereja berbagai denominasi, serta masyarakat umum lainnya. Mereka bersabar antre menunggu giliran sekedar melihatnya terakhir kalinya, dan menghibur keluarga yang ditinggalkannya. Perasaan sedih yang mendalam diungkapkan dengan linangan air mata haru, ungkapan kesan dan pesan serta lagu lagu pujian.

Bukti betapa semasa hidupnya pemegang gelar Doktor Honoris Causa dari Academy of Ecumenical Indian Theology, Chenni, India 1997 ini  telah mengukir teladan di tengah-tengah mereka semasa hidupnya.

Hari ini setahun sudah lulusan Fakultas Theologia Universitas Hamburg itu tidak lagi berkhotbah di GKPS, HKBP, GMI, HKI, GKPI, BNKP, serta berbagai persekutuan-persekutuan Kristen di perusahaan-perusahaan, atau kantor-kantor pemerintah. Selama itu pula dia tidak menulis artikel, bahan ceramah dan buku yang banyak dibaca ribuan jemaat.

Kerinduan semakin terasa, tatkala pendeta yang pensiun dari GKPS pada 1995 itu tidak lagi memberi sapaan ramah yang memotivasi, tawa lepasnya yang khas, khotbahnya yang senantiasa memukau dan membangkitkan semangat.

Bagi penulis sendiri, masih segar dalam ingatan kami, suasana pertemuan terakhir kalinya dengan ayah Pendeta Paul Ulrich Munthe ini. 16 Juli 2009  kami masih mendiskusikan penulisan buku otobiografi istrinya Floriana Tobing. Rasa cinta diungkapkan dengan membuat otobiografi. Dia masih bercita-cita agar peluncuran buku istrinya itu dilaksanakan di sebuah gedung pada September 2009. Cita-cita yang tidak sempat beliau saksikan.

Pertemuan itu begitu membekas, karena dua hari sesudahnya, Sabtu 18 Juli beliau terjatuh karena terkena stroke. Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit Herna Medan mantan Sekjen dan Ephorus GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) di era 1970-1990-an meninggal di usia 75 tahun.


Pria kelahiran Pangambatan 12 Februari 1934 itu adalah salah seorang dari sedikit pendeta yang sampai di akhir khayatnya melayani di tengah jemaat dengan penuh bersemangat, layaknya seorang pendeta muda. Suami Floriana Tobing itu (mereka menikah pada 1966) adalah salah seorang diantara sedikit pendeta yang selain berkhitbah, juga mampu menulis buku ketika masih menjadi pemimpin puncak gereja dan berlanjut hingga akhir khayatnya. Buah pikirannya tertuang dalam puluhan buku yang menjadi dokumen hidup di tengah-tengah umat.

Dr Armencius Munthe telah menulis buku-buku yang populer di tengah-tengah jemaat, diantaranya Firman Hidup 45, Perumpamaan Yesus, serta buku-buku lainnya yang diterbitkan Badan Penerbit Kristen (BPK). Melalui buku-buku yang ditulisnya, pria yang suka mengajar ini tetap hidup di tengah-tengah jemaat. Pergamon (terbit pertama kali pada 1980)--bahan pelajaran bagi remaja yang "marguru" (persiapan angkat sidi), buku pedoman mempersiapkan remaja gereja menjadi warga yang percaya kepada Tuhan serta berguna bagi dunia ini. Kini buku tersebut masih digunakan di banyak jemaat. 

Semasa kepemimpinannya baik sebagai Sekjen maupun sebagai Ephorus, Pdt Dr Armencius Munthe peduli pada penerbitan bahan-bahan pelayanan. Sebut saja beberapa diantaranya, seperti penyediaan buku-buku bahan khotbah, penerbitan Bibel berbahasa Simalungun (yang diterjemahkan Pendeta Petrus Purba), Parmahan Na Madear, Buku Doding Haleluya, buku-buku tentang pengaturan organisasi gereja, kursus-kursus peningkatan kemampuan menulis bagi para pendeta dan mejelis jemaat, garis besar kebijakan umum gereja dan lain-lain, dan pengembangan Kolportase GKPS. 

Buku biografinya, "Anugerah Tuhan yang tak Terhingga, 2004", mencatat motto semasa hidupnya, "Aku bersyukur, karena aku masih bisa melayani". Mantan Pembantu Rektor II STT Abdi Sabda Medan itu memaknai hidup sebagai sebuah anugerah, pelayanan adalah ungkap syukur, serta meyakini bahwa Tuhan senantiasa memberi lebih dari apa yang dimintanya.

Di tengah-tengah kehidupan bangsa dan gereja yang menghadapi permasalahan karakter yang cenderung memburuk, mengenang Pendeta Dr Armencius Munthe MTh adalah mengenang seorang teladan yang pernah hidup di tengah-tengah kita, yang layak kita warisi dan menularkannya kepada generasi mendatang!.

Dimuat di Harian Sinar Indonesia Baru, Minggu  25 Juli 2010.

2 komentar:

NENSA MOON mengatakan...

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang..
Manusia mati meninggalkan nama dengan segala amal kebajikannya selama hidup di dunia...

Semoga amal kebajikan almarhum akan tetap harum dan dikenang selamanya oleh setiap kerabat dan handai taulan...
Makasih ats postinganya!!

Wahh... template baru nih, jannerson! Semoga semakin bertambah semangat deh blogging-nya.
Will be back here to look for the next post.
nensa

JANNERSON GIRSANG: Menulis Fakta Memberi Makna mengatakan...

Terima kasih Nensa atas tanggapannya. Beliau adalah orang yang dalam hidupku adalah seorang penasehat, teman yang sesungguhnya. Kepergiannya tahun lalu begitu tiba-tiba, dan peremuan terakhir dalam kedaan sehat rasanya datangnya pencuir di malam hari. Dari sana saya belajar, bahwa setiap pertemuan dengan siapapun, kita harus benar-benar berkesan baik. Karena tak seorangpun dapat menebak umur manusia. Setelah seseorang "pergi" kita tidak bisa meminta maaf!. Jadilah teman yang baik bagi siapa saja!