My 500 Words

Jumat, 24 Desember 2010

Natal, Tanpa Kartu Natal

Oleh : Jannerson Girsang

Dulu, ungkapan pribadi di Kartu Natal begitu ditunggu-tunggu. Tulisan tangan yang indah begitu bermakna di malam Natal. Bahkan sampai bolak balik dibaca hingga kumal. Kini, perkembangan teknologi membuat kita makin melupakan makna pribadi dalam Ucapan Natal. Hanya mengirimkan teks melalui sms atau mengkopi sebuah template (contoh) teks dan gambar dari sebuah website atau kiriman teman. Kirim sebanyak mungkin ke alamat e-mail teman. Selesai!

Di era sebelum mengenal dunia maya, saat-saat menjelang Natal seperti ini saya selalu sibuk mencari beragam jenis kartu Natal di toko-toko di sekitar Pasar Bogor atau toko-toko buku di Bogor yang dikenal kota hujan itu. Saat kuliah dan jauh dari orang tua, pulang kampung hanya sekali: sesudah lulus kuliah!. Rasa rindu kampung halaman bisa terobati dengan menerima atau mengirim Kartu Natal. Begitu bermaknanya Kartu Natal saat itu.

Sebagai seorang mahasiswa Kristen ketika itu, Natal tidak cukup hanya mengikuti perayaan-perayaan yang wah, tetapi menunggu ucapan pribadi melalui Kartu Natal. Secara historis Natal yang hanya dirayakan sekali setahun memberi makna khusus dalam hubungan antar pribadi. Tak berlebihan kalau salah satu peristiwa Natal yang sangat saya tunggu-tunggu ketika itu adalah menerima ucapan Natal dari keluarga atau teman melalui kartu Natal.

Makin banyak kartu Natal yang saya terima membuat kebahagiaan dan kesempurnaan merayakan hari kelahiran Yesus Kristus.

Rasa bahagia tak terlukiskan saat menerima kartu Natal di kamar kos yang sepi, ketika seseorang mencurahkan isi hatinya yang sangat pribadi. Bahkan seorang teman saya ketika itu sampai nerjingkrak-jingkrak saat menerima ucapan Natal dari seorang gadis di seberang pulau. Ucapan cinta seorang teman di Hari Natal!.

Tapi, setelah Tim Bernes-Lee yang menemukan www (internet) pada sekitar 1991, kebiasaan kami berubah. Rasa itu makin lama makin hilang. Bahkan tahun ini, Kartu Natal paling-paling terbungkus di dalam parcel.

Seingat saya, dulu pohon terang dihiasi dengan banyak kartu Natal. Lama kelamaan hilang, dan bahkan tahun lalu, kami sama sekali tidak lagi menerima kartu Natal untuk ditempel di Pohon Natal. Pohon Natal tanpa kartu Natal!

Sejak sms melalui handphone dan internet dikenal masyarakat luas, kartu Natal berubah menjadi teks atau gambar digital yang bisa dikirim melalui email. Sentuhan pribadi melalui seni menulis yang mencerminkan perasaan dan karakter sudah terlupakan. Menulis indah yang pernah kami pelajari sudah lama tidak bernilai lagi. Tulisan dalam ucapan Natal hampir seragam. Hanya dibedakan oleh jenis huruf: Times New Roman, Century Gothic, Aerial, Garamond atau nama-nama huruf yang terdapat di komputer.

Tak ada lagi kenikmatan bau perangko yang khas saat membasahinya dengan lidah. Tak ada lagi canda tawa dengan pegawai pos yang dengan setia membubuhkan stempel jadwal pengiriman pakai alat berbentuk palu.

Semuanya menjadi serba praktis. Menuliskannya di komputer, membubuhkan kartu Natal digital yang sudah tersedia secara gratis. Mencantumkan sebanyak mungkin teman ke kolom alamat email yang dituju. Klik tombol send (kirim), lalu pesan Natal—dalam hitungan detik, sudah sampai ke sebanyak teman yang punya alamat e-mail. Ucapan selamat Natal selesai!.

Di e-mail, saya pernah menerima ucapan Natal yang dikirim oleh seorang teman bersama lebih dari seratus orang penerima lainnya. Isinya: "Merry Christmas. Sukses selalu". Ungkapan hati pengirimnya kepada setiap penerima pesannya sama. Tidak ada teman dekat atau jauh. Tidak ada kesan dan pesan yang berbeda kepada yang usianya lebih tua atau lebih muda.

Mungkin pembaca sama dengan perasaan saya. Rasanya seperti sayur tanpa garam bukan?. Kita hanya menerima kata-kata normatif. Nilai pesannya sama seperti ucapan selamat pagi atau selamat malam. Bedanya: disampaikan pada Hari Natal.

Mungkin Anda merasakan hal yang sama dengan saya. Perkembangan teknologi memang cenderung menyederhanakan tidak hanya dalam cara, bahkan melupakan aspek emosi pribadi. Itulah teknologi.

Kita tentu tidak mempersalahkan teknologi. Malah sebaliknya, kitalah sebagai pengguna yang salah, tidak mau lebih kreatif menggunakannya untuk tetap memelihara dan bahkan meningkatkan nilai emosi pribadi ke dalamnya.

Teknologi memang tidak mengenal emosi. Kita, manusialah yang sesungguhnya dengan kreatif dan sedikit meluangkan waktu untuk membubuhkan emosi di dalamnya. Mengetik ungkapan asli yang kreatif dan gambar-gambar pribadi yang lebih menarik—tidak sekedar copy paste.

Artikel ini tidak menawarkan tip khusus. Tetapi tidak ada salahnya kalau kita mengirim ucapan Selamat Natal dengan sedikit kreativitas yang mampu mempertahankan emosi pribadi seperti dulu.

Di era internet dan dukungan teknologi komputer kita bisa lebih mengungkapkan pesan-pesan Natal dengan tidak melupakan emosi pribadi. Perkembangan teknologi tidak harus membuat kita kehilangan emosi pribadi seperti ketika menggunakan kartu Natal konvensional seperti dulu. Using techmology, be creative!.

Selamat Hari Natal 25 Desember 2010. Mari mengungkapkan perasaan pribadi dengan mengirim ucapan Natal Digital secara kreatif dan memberi makna Natal yang lebih pribadi.

Penulis adalah penulis biografi tinggal di Medan
Artikel ini dimuat di Harian Analisa, 24 Desember 2010 Hal 25. Bisa juga diakses ke : http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=80124:natal-tanpa-kartu-natal&catid=78:umum&Itemid=131

Tidak ada komentar: