Oleh: Jannerson Girsang
Melalui
Facebook (FB), hari ini saya mendapat berita duka dari Nantulang Sally Pardede
yang tinggal di Negeri Belanda.
Sita
Damanik, laki-laki yang sangat simpatik dan saya kenal melalui Facebook, dan sudah
puluhan tahun bertempat tinggal di Dusseldorf, Jerman, meninggal dunia
Selasa 9 April 2013, dalam usia 75 tahun.
Saya
mengenal keduanya melalui FB. Saling bertutur dan sharing, hingga memiliki
hubungan emosional, layaknya bersaudara.
Sally Pardede adalah putri Batak asal kota turis Prapat,Simalungun, Sumatera Utara yang menikah dengan orang Belanda. Kini mereka
bemukim di Negeri Kincir Angin itu.
Saya belum pernah bertemu muka dengan Sally dan Sita,
tetapi selalu berkomunikasi lewat FB. Kita bertemu melalui hati. Benar yang dikatakan Hellen Keller, “Sesuatu yang
terindah adalah hal-hal yang tak bisa dilihat mata, diraba dengan tangan dan
didengar oleh telinga”. Begitulah pergaulan kami selama ini, hanya melalui
ungkapan hati.
Ungkapan-ungkapan
dan komentar Sita Damanik yang senantiasa membangun semangat. "Kita suka ini". "Kita semua senang". "Malas uhur". "Jenges tumang pandapotmu Tuan Girsang". Sangat menyejukkan dan menyemangati.
Anak Sinaman, Simalungun ini, seringkali memberi “like” atau komentar pada status saya, khususnya yang
menyangkut keadaan di Simalungun. Bahkan tanggal 1 April 2013, dia masih
membuat komentar di statusnya soal kejadian di Dolok Pardamean (pembunuhan
Kapolsek Dolok Pardamean Andar Siahaan) : “KAMI
MERASA SEDIH DENGAR BERITA2 jg TERJADI di KAMPUNG DOLOK SARIBU ITU”. Meski
tinggal di negeri yang jauh, beliau masih peduli daerah asalnya.
Dia
selalu memanggil saya Tuan Girsang. Saya juga tidak mengerti. Mungkin karena
sudah lama bermukim di luar, atau ada kisahnya yang lain tentang marga Girsang.
Hal
yang membuat saya cukup berkesan adalah kesannya tentang kampung saya di
Nagasaribu, minatnya kepada Simalungun tempat kelahirannya, serta sambutannya
yang sangat positif setelah membaca buku yang saya edit, otobiografi Pdt HM
Girsang. “Saya sudah membaca bukunya dan bagus sekali Tuan Girsang,” demikian
komentarnya dua tahun lalu di status FB saya.
Saya tambah terharu membaca berita si status FB dari teman saya di Siantar Damertina
Saragih. Beliau adalah mantan Ketua Umum Wanita GKPS dan anggora DPRD Simalungun, yang turut mengucapkan duka atas kejadian ini di FB saya.
Ternyata istri Bapa Sita Damanik sedang berada di Siantar pula, saat suaminya meninggal. Mereka baru saja kembali liburan
dari Bali.
“Turut berduka cita,....kita kehilangan sorang Simalungun yg
sdh mnetap d Dusseldorf berpuluh thn tp tetap peduli dgn Simalungun/GKPS .Tadi
pagi kakak Ny Sita Damanik boru Saragih sdh brkt dr Siantar k Medan(lg kunj
kluarga ) u kembali k Dusseldorf bersm putrinya Evy n suaminya yg lg liburan k
Bali.Smoga perjlnn mrk lancr dan Tuhan mmbri penghiburan n kekuatan bg kluarga
yg dtinggal”. (Damertina Saragih)
Sebuah
pelajaran berharga bagi facebookers. Kesan sangat kuat tentang seseorang adalah
ucapan-ucapannya. Pemaknaan seseorang atas diri kita. Kalau seseorang
senantiasa memberi hormat, pujian ataupun kritik yang membangun, kesannya akan
sangat kuat dan diingat dalam waktu yang lama.
Mari
kita bangun komunikasi dengan baik dan benar. “"Segala sesuatu yang kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian
juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”
(Matius 12:7).
Facebook
telah menghubungkan kita dengan seluruh dunia dan bisa berteman dan berbagi
tanpa dibatasi jarak. Gunakanlah dengan baik, sehingga menambah
saudara di seluruh dunia.
Selamat jalan Bapa Sita Damanik. Kita tidak sempat bertemu di Nagasaribu ya.Semoga perkenalan ini menjadi sesuatu kenangan yang tak terlupakan.
Medan, 10 April 2013
Medan, 10 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar