My 500 Words

Senin, 16 Desember 2013

Pelajaran dari Musibah Bintaro (Dimuat di Harian Sinar Indonesia Baru, 16 Desember 2013)



Oleh: Jannerson Girsang

Displin masyarakat pelintas rel kereta api dan penanganan keamanan di perlintasan kereta api di Indonesia sungguh memprihatinkan. 

Yang membuat lebih memprihatinkan lagi, ternyata,  Jawa dan Sumatera, dua wilayah yang memiliki jalur kereta api, masih memiliki ratusan perlintasan tidak resmi. Karena tidak resmi, perlintasan itu tidak dijaga atau disediakan rambu-rambu. Sudah ada palangpun, masih dilabrak, apalagi tidak ada sama sekali.

Bangsa ini perlu belajar dari tragedi-tragedi yang sudah terjadi.. Tragedi yang sama terulang lagi. Nyawa berjatuhan, isak tangis dan air mata tumpah!. Kehilangan ratusan nyawa setiap tahun, kerugian miliaran rupiah, seharusnya mampu mengundang rasa peduli.

Ironisnya, kalau kecelakaan di perlintasan kereta api-jalan raya, yang terjadi adalah silang pendapat, tentang siapa yang bertanggungjawab? Pemda, PT KAI, Kepolisian, atau masyarakat pengguna jalan?. Sibuk mencari “Kambing Hitam.

Sialnya, palang pintu rel kereta tetap tidak terpasang, jalan di atas rel (fly over) atau jalan di bawah rel (under pass) hanya ada dalam khayalan! 

Isak Tangis Kesekian Kali

Rachmawati Soekarnoputri—Ketua Yayasan Universitas Bung Karno tak mampu menahan air matanya saat pemakaman Natalia Naibaho, mahasiswi universitas tersebut dan menjadi korban tabrakan kereta KRL dengan truk tangki di persimpangan rel Bintaro, Jakarta, 9 Desember 2013 lalu. .

Rasa sedih mendalam dialami ibu kandung Natalia, keluarga masinis kereta api dan dua rekannya, serta keluarga korban tewas dan keluarga yang anggota keluarganya yang mengalami luka-luka. Seluruh bangsa ini berduka atas kealpaan kita semua menyikapi keamanan di perlintasan kereta api.

Disamping kesedihan mendalam, gerbong kereta api rusak, dan bahkan gerbong bagian depan hangus terbakar, beserta kenderaan yang berada di sekitarnya. Artinya semua mengalami kerugian, termasuk pihak perusahaan kereta api sendiri—perusahaan milik negeri ini, milik rakyat.

Isak tangis kesekian kalinya akibat kecelakaan kereta api bukan hanya terjadi di Jakarta, Jawa Timur,  juga di Sumatera Utara, cuma gaungnya tidak sebesar Bintaro. Simaklah ungkapan jeritan rakyat  yang disampaikan seorang aktivis berikut ini. 

“Nyawa warga sering menjadi tumbal kereta api. Sering kali pada malam hari warga tertabrak kereta karena tidak ada penjaga perlintasan, tidak ada portal keamanan dan penerangan sekitar perlintasan rel juga tidak ada," kata Farid Abdillah, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Demokrasi dan Kemanusiaan (LSM PuDaK), ketika memimpin rakyat dari beberapa desa di Kecamatan Duduksampean, Gresik yang dilewati rel kereta api, yaitu Desa Sumari, Setrohadi, Tambakrejo dan Tumapel, meminta palang perlintasan KA untuk menjaga keselamatan kepada PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Daops VIII Surabaya, Sabtu 9 September 2013. Disebutkan warga yang melintas dan menjadi korban kereta api setiap tahunnya rata-rata 10 orang lebih. (Harian Tribun News, 12 Desember 2013).

Jeritan seperti ini mengancam provinsi ini juga. Di wilayah layanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumut,  sampai saat ini masih ada 136 titik perlintasan kereta api resmi di Sumut rawan dengan kecelakaan. Hal itu dikarenakan 39 titik perlintasan tersebut belum memiliki penjaga.(Tribun News, Rabu 12/12).Sepanjang tahun 2013 jumlah kecelakaan yang terjadi di perlintasan kereta api sebanyak 34 kasus.
Catatan kecelakaan tabrakan kereta api dengan kenderaan bermotor, masih jelas dalam ingatan kita. Hari Minggu, 1 Desember 2013, beberapa hari sebelum tragedy Bintaro, sekitar pukul 08.30 WIB sebuah mobil Kijang biru yang bernomor polisi BK 1306 VG ditabrak kereta api di Deli Serdang, Sumatera Utara. Dua orang tewas dan tiga orang lainnya mengalami luka-luka. http://kereta-api.info.
Nyawa itu mahal bro!. Jangan disia-siakan!.

Tidak Lagi Mencari “Kambing Hitam”

UU 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian telah mengatur semua hal yang berkaitan dengan perkeretaapian. UU ini seharusnya menjadi acuan dalam penyelenggaraan transportasi kereta api, khususnya penanggungjawab persimpangan kereta api dengan jalan raya. Semua pihak harus mematuhinya.

Dalam sebuah ulasan di kolom Tajuk Rencana harian Padang Ekspress (12 Desember 2013) dengan judul  “Anomali Perlintasan Kereta Api” cukup menarik disimak. Tajuk itu membahas tentang banyaknya  kesalahpahaman dalam perkeretaapian di Indonesia.

“Kereta api bukan milik PT Ke­reta Api Indonesia. PT KAI hanyalah operator ke­reta. Di luar itu, tanggung jawab pemerintah untuk me­nye­diakan stasiun, jalur perjalanan kereta, per­si­nyalan, pengamanan, hingga mengurusi per­lintasan ke­reta yang sebidang dengan jalan. Untuk tugas ter­akhir, UU Perkeretaapian telah mengatur hal tersebut me­rupakan kewajiban pemerintah daerah, termasuk di antaranya menertibkan pintu perlintasan liar”.

Namun sangat disayangkan, anomali kerap terjadi. Persinyalan yang se­harusnya menjadi tanggung jawab negara dalam prak­tiknya dibebankan kepada operator kereta api. Ne­gara kerap alpa memberi public service obligation (PSO) untuk memperbaiki persinyalan, apalagi me­ngu­rusi perlintasan sebidang. Di wilayah per­lin­ta­san ker­eta api ini, PT KAI dan pemda kerap silang pen­da­pat. Satu sama lain saling melempar tanggung ja­wab.

Belajar dari Pengalaman

Negeri ini sudah memiliki pengalaman lebih dari 100 tahun mengelola kereta api. Kita bangga dengan prestasi yang diraih, khususnya PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Perusahaan ini bukanlah perusahaan kacangan..   

Membaca berita yang dilansir website BUMN, : http://www.bumn.go.id, kita bisa optimis.  5 Desember lalu, beberapa hari sebelum peristiwa Bintaro yang sangat memilukan itu terjadi, perusahaan ini meraih Juara II BUMN Jasa Non Keuangan Berdaya Saing Terbaik, Anugerah BUMN 2013, sebelumnya Dirut PT KAI Raih Penghargaan The Best In Leading Change, CEO Pilihan SPS 2013 dan Direktur Logistik dan Railway Aset PT KAI, menerima penghargaan Korporasi Pilhan SPS 2013. Perusahaan ini pasti mampu bekerja sama dengan pemerintah memberi solusi!. Kejarlah penghargaan baru: Zero Accident 2014!

Rakyat saatnya juga belajar berdisiplin. Menurut data Mabes POLRI, lebih dari 65 % penyebab kecelakaan lalu lintas adalah karena kelalaian manusia. Masyarakat masih perlu terus menerus diberi penyuluhan kesadaran berlalulintas. Kita melihat bagaimana orang berkendara seenaknya menerobos, tidak mengindahkan palang, mengabaikan pengguna jalan lain, dan berbagai perilaku tidak aman.

Kepolisian yang bertanggungjawab soal keamanan lalu lintas, tentu juga harus berfikir agar para pengendara bisa mematuhi rambu-rambu dan memberi perhatian atau membantu penjagaan pada perlintasan-perlintasan kereta api. Selain itu, polisi jangan bosan-bosan terus meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya tentang kereta api yang jelas belum seintensif seperti penyuluhan lalulintas kenderaan bermotor lainnya.  

Pemda, khususnya Pemprovsu tentu tidak boleh lagi mengabaikan begitu saja jeritan rakyatnya soal kereta api. Sebagai provinsi satu-satunya di luar Jawa yang memiliki transportasi penumpang kereta api, Gubernur sudah saatnya membuat kebijakan yang operasional untuk membantu keamanan jalur kereta api.

Sudahkah Pemprovsu atau Pemda Deli Serdang belajar dari peristiwa kecelakaan 1 Desember 2013 di Deli Serang. Bagaimana dengan persimpangan-persimpangan jalur kereta api-Jalan raya yang belum memiliki palang? Kapan Sumatera Utara memiliki jalan di atas rel (fly over) atau  jalan di bawah rel (under pass)?.

Saatnya Gubernur atau Bupati yang wilayahnya dilintasi kereta api, peka dan paling tidak membawanya dalam rapat atau hanya sekedar memasukkannya dalam otak, sehingga lima atau sepuluh tahun mendatang bisa diwujudkan dan korban bisa ditekan!

Peristiwa Bintaro mengingatkan kita semua agar tidak lagi belajar mencari “kambing hitam”, tetapi belajar menemukan solusi sehingga korban-korban kecelakaan seperti Bintaro dan baru-baru ini di Deli Serdang tidak terulang lagi. Rakyat tidak sanggup lagi protes, tetapi hanya berharap!.

Penulis adalah pengamat sosial dan pengguna kereta api, Tinggal di Medan.

2 komentar:

kikils mengatakan...

tulisannya bagus sekali, semoga setiap orang/bagian dapat mengambil hikmah dari tragedi ini agar tidak ada tragedi lain

JANNERSON GIRSANG: Menulis Fakta Memberi Makna mengatakan...

Terima kasih banyak kikils. Semoga!