My 500 Words

Sabtu, 01 Agustus 2009

Hari-hari Terakhir Bersama Pdt Dr Armencius Munthe MTh (8)

Guyuran Hujan : Memberangkatkan Dr Armencius Munthe

Oleh Jannerson Girsang

Kalau di pagi hari cuaca 28 Juli 2009 begitu cerah dan bahkan para pelayat tampak berkeringat dan sebagian diterpa panas matahari langsung karena tenda dan kursi yang tidak mampu menampung mereka, beberapa jam setelah makan siang hujan deras membasahi kota Medan. Pendeta A Munthe diberangkatkan di tengah guyuran hujan deras.


Memang seperti yang diperkirakan, pengunjung yang ingin menaksikan pemberangkatan terakhir pendeta pelayan itu di luar perkiraan. 1500 kursi disediakan di sebelah kiri dan kanan depan gerbang rumah Dr Armencius, jalan Flamboyan I/1 Perumahan Pemda II Medan.

Kursi terisi penuh dan masih ada beberapa ratus tambahan kursi. Belem lagi tamu-tamu yang datang dan kemudian pulang, tanpa sempat duduk, karena ada kepentingan lain. Tiga hari menyaksikan para pelayat yang datang ke rumah duka membuat saya makin mengerti siapa sebenarnya Armencius Munthe. Dia dikenal oleh berbagai kalangan Mereka merasakan perbuatan pak Munthe sesuai dengan ungkapan yang mereka  saat menyampaikan ucapakan rasa duka.

Munthe adalah seorang guru yang pintar, hangat dan bersahabat, pemurah, peduli, mencari kotak kitam bukan ”kambing hitam”. Seorang suaminya yang sangat mencintai istrinya dan ”bukan sitonggor jumbak”.  Dan banyak lagi.


Dalam kehidupan oikumene, beliau adalah seorang pendeta yang dirindukan oleh semua jemaat dan para pendeta dari berbagai denominasi. ”Beliau digaji GKPS, tetapi tenaganya banyak dignakan Gereja Methodis Indonesia,”ujar Pendeta Dolok Saribu, Bishop GKPI.

Acara pemberangkatan di rumah duka berjalan lancar, tetapi beberapa acara yang sudah dijadwalkan terpaksa terpotong karena memang waktu yang tidak mengijinkan. Kami memberangkatkan pak Munthe hanya sampai ke ambulance yang mengangkutnya ke gereja GKPS Maranatha.

Upacara pemberangkatan jenazah di GKPS Maranata berlangsung hikmat, meski dibawah guyuran hujan lebat. Gereja berkapasitas 400 orang jemaat itu penuh sesak. Acara dipimpin langsung oleh Pendeta Belman Purba Dasuha, Ephorus GKPS didampingi Pendeta Rumanja Purba, Sekjen GKPS dan para pendeta GKPS dan pendeta dari berbagai denominasi.Dari gereja tetangga Pendeta Dr MSE Simorangkir (Bishop GKPI) mewakili gereja tetangga menyampaikan ucapan belasungkawa.

Usai acara kebaktian pemberangkatan dari gereja, hujan terus mengguyur kota Medan. Hanya beberapa pendeta dan sekitar kurang dari seratusan orang anggota keluarga yang turut meghantarkannya ke Taman Pemakaman Simalingkar B, yang ditempuh sekitar 15 menit dari GKPS Maranatha. Acara pemakaman dipimpin langsung Ephorus GKPS didampingi Sekjen dan beberapa pendeta

Peci itu Dikenakan di Kepala Elisa


Elisa Munthe anak tertua pak Munthe menerima ”peci” dari Pak Munthe yang diserahkan Tondong Girsang. ”On ma ambia tanggkuluk ni lae on. Ipakehon hanami ma on hubam, ase ho ma panggantih ni lae na dob borhat i rumah nami. Sonai pambahen ni sadokah on, sonai ma tiru hanima,”kata Tondong Girsang dari Pangambatan.

Acara malam itu juga disaksikan oleh beberapa keluarga Tondong Tobing, sanina Munthe dan boru Munthe.

Tondong Tobing juga mengadakan acara ”menyalam” Floriana—ito (boto) dari keluarga Tobing baginya yang sedang berduka karena ditinggal suami. Semoga saudara mereka bisa melupakan kesedihan dan datanglah kebahagiaan.


Selamat Jalan Dr Armencius Munthe!.

Tidak ada komentar: