My 500 Words

Sabtu, 01 Agustus 2009

Hari-hari Terakhir Bersama Pdt Dr Armencius Munthe MTh (7)

Persiapan Martonggo Raja

Oleh : Jannerson Girsang

Sebagaimana kebiasaan di GKPS pada umumnya, seorang tokoh gereja yang meninggal diberikan penghormatan adat dan upacara pemberangkatan dari gereja. Demikian halnya dengan Pendeta Dr Armencius Munthe.

Dr Armencius Munthe meninggal sayur matua-memiliki putra dan putri dan sudah memiliki cucu dari putra-putrinya.  Acara pemakamanannya dilaksanakan adat sayur matua. Mengingat desa kelahirannya adalah di Pangambatan, sebuah desa di perbatasan Tanah Karo dan Simalungun, maka adat yang dilaksanakan adalah adat Sipitu Huta. Adat yang sedikit berbeda dengan adat Simalungun maupun Karo.  Semua sepakat untuk menghormatinya dengan adat yang berlaku di kampungnya dan yang umum dilaksanakan keluarganya.  

Konsep pelaksanannyapun didiskusikan dengan matang dengan seluruh perwakilan keluarga. Perwakilan keluarga membuat rancangan dan akan disepakati dalam rapat Martonggo Raja--yang dihadiri seluruh unsur mulai dari tondong, boru, sanina dan hasoman sahuta dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan acara 28 Juli 2009.  

Pak Silalahi (sebagai boru) dan pak Munthe sebagai sanina jabu keluarga Armencius Munthe bekerja keras untuk menemukan kesepakatan. Hingga konsep acara yang akan dilaksanakan dapat dirampungkan dan akan diajukan pada acara Martonggo Raja pada malam hari pukul 20.00 WIB. 

Rencana semula, acara ”Pamasuk hu Rumah na Baru” dilaksanakan pagi-pagi hari Selasa, demikian juga acara khusus keluarga, dipercepat menjadi hari Senin. Alasannya, daftar acara yang sudah masuk untuk dilaksanakan hari Selasa, sangat padat. 

Dalam rapat keluarga Senin Pagi, diputuskan acara ”Pamasuk hu Rumah-rumahni” pukul 16.00 WIB, mengingat padatnya acara yang akan dilaksanakan besoknya. Perubahan ini bukan hal mudah. Diperlukan koordinasi dengan pendeta yang memimpin acara kebaktian dan tondong Girsang sebagai pelaksana utama. Demikian juga tondong Tobing dan hasoman sahuta. 

Acara ”Mambahen hu rumah Nabaru” berlangsung dengan baik, sesuai dengan jadwal. Dihadiri Tondong Girsang, Tobing, Hasoman Sahuta dan keluarga yang berduka. Tidak mudah untuk mencapai kesepakatan seperti itu dalam waktu yang singkat, seandainya ada pihak tidak memiliki rasa pengertian. Sebuah contoh demokrasi yang dilandasi dengan kasih (holong). Sesama keluarga yang rukun, memang senantiasa diberikan berkat. 

Malamnya diadakan acara Martonggo Raja yang dihadiri semua pihak yang terlibat pada acara pemberangkatan ke peristrahatannya yang terakhir yang akan dilaksanakan sejak malam Selasa, hingga besoknya. 

Sesudah itu, keluarga mengadakan acara khusus dan diakhiri dengan manortor bersama dalam keluarga inti.

Sesudah acara khusus keluarga, maka acara manortor dilanjutkan kepada Tondong, Sanina, Boro dan hasoman Sahuta!.  

 

Tidak ada komentar: