My 500 Words

Rabu, 27 Januari 2010

Herawati BM Diah

Wartawan Ideal Memasuki Usia 93 Tahun


Oleh : Jannerson Girsang*)

Bagi saya, kisah Herawati BM Diah seorang tokoh jurnalis perempuan senior selalu menarik dan menginspirasi. Bahkan mengalahkan berita-berita rutin lainnya, meski kisahnya ditempatkan di halaman dalam.


Pagi ini, saya membaca harian Waspada, sebuah harian Medan yang sudah terbit sejak 1947. Saya sekilas membaca dari halaman depan : Video Conference SBY dengan para gubernur, kemudian sedikit agak mengernyitkan kening, saya menikmati dua artikel di halaman opini yang membahas pemilihan Walikota Medan dan soal wacana tentang pemilihan Gubernur melalui DPRD Tingkat I. Menarik, tapi refleksi saya tak mempu menuliskannya menjadi artikel yang menarik.

Membalik halaman lebih dalam lagi, seolah tertarik magnet, saya terpaku atas artikel berjudul ”Herawati BM Diah:Media Cetak Perlu kreatif dan inovatif”. Wow, wartawan senior! Pasti menarik. Memang, meski ditempatkan di halaman dalam (11), tapi kisah itu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Setidaknya saya tuliskan di blog ini sebagai dokumentasi. Mana tau suatu saat saya menulis artikel tentang kisah tentang beliau di media nanti menjelang hari Pers.

Artikel ini berkisah tentang kunjungan Herawati ke Medan Senin lalu. Kisahnya dilengkapi dengan foto hitam putih, tidak hanya sekedar cerita. Pemberitaan sebuah koran bergengsi yang sempurna.

Bagi saya, foto Herawati justru lebih menarik, karena mengobati rindu. Sudah puluhan tahun saya tidak melihat publikasi jurnalis perempuan senior ini.

Foto itu menggambarkan bahwa di usianya memasuki 93 tahun, Herawati masih cantik, cerdas, ramah,  wajahnya simpatik, pakaian rapi dan dandanan rambut yang anggun. Meski hanya dalam interpretasi saya sendiri, gambar itu seolah mengatakan : Ini lho wartawan!. Bukan lusuh, rambut awut-awutan, atau wajah yang diseram-seramkan, seperti masih kita temukan pada sebagian wartawan. Smart and beautiful!.

Dengan pose setengah badan, duduk di sebuah kursi, Herawati memandang pembaca (termasuk saya) dengan senyum yang simpatik. Istri pendiri dan pemilik harian Merdeka ini mungkin ingin menyapa para jurnalis media cetak di Sumatera Utara, sekaligus meyakinkan mereka bahwa media cetak masih diminati masyarakat.

Simak komentar pendiri harian berbahasa Inggeris Observer yang cerdas dan lugas membuat optimis para wartawan dan pengusaha media cetak.

”Peluang media cetak masih besar untuk tetap bertahan, tetapi harus kreatif dan inovatif agar bacaan yang disuguhkan kepada masyarakat berbeda dengan yang disuguhkan mediaonline. Masih banyak masyarakat yang puas melihat isi koran atau media secara fisik,”ujar mantan stringer United Press International (UPI), sebuah kantor berita asing saat usianya baru 22 tahun.

Kuncinya, ”Data akurat, kecepatan sampai ke tangan pembaca dan tulisan yang kreatif dan inovatif”. Bukan sensasi!

Salut juga buat Waspada—salah satu harian yang menjadi bacaan saya sejak lama, atas kejeliannya. Menjelang Hari Pers Februari mendatang, harian ini tidak lupa mengangkat tokoh pers. Mampu memenuhi kebutuhan pembaca, itulah mungkin salah satu keunggulan harian ini. Setidaknya dalam pandangan saya!

Anda penasaran?. Baca aja deh Waspada 27 Januari 2010.

*Penulis adalah Mantan Wartawan Majalah Ekonomi Prospek
First Publication at : http://www.harangan-sitora.blogspot.com

2 komentar:

Joddie mengatakan...

Peluang media cetak masih besar untuk tetap bertahan, tetapi harus kreatif dan inovatif agar bacaan yang disuguhkan kepada masyarakat berbeda dengan yang disuguhkan mediaonline.
--> sangat suka dengan kata-kata ini, bang.. ^^ bagaimanapun media cetak harus tetap bertahan untuk menghadapi terpaan arus online akhir-alhir ini.. nice profile.. ^^

JANNERSON GIRSANG: Menulis Fakta Memberi Makna mengatakan...

Sama-sama Joddie. Semoga media cetak bertahan, karena masih banyak penduduk kita yang belum terakses internet.