Oleh : Jannerson Girsang
Merebaknya tempat-tempat perbelanjaan yang digandrungi anak-anak, mengharuskan orang tua menawarkan mereka mengunjungi museum dan tempat-tempat bersejarah di dalam kota sebagai alternatif bermain, rekreasi dan belajar. Jangan sampai anak-anak menganggap museum dan tempat-tempat bersejarah itu kuno.
Memang, museum dan tempat-tempat bersejarah memang masih terkesan seram dan angker, tetapi jangan biarkan anak-anak anda hanya mengunjungi Mall. Mereka perlu memahami sejarah kotanya dan memperkuat jati dirinya.
***
Masa liburan yang lalu, saya menawarkan alternative jalan-jalan bagi keponakan-keponakan saya--yang duduk di SD sampai SMA. Alternatif itu adalah jalan-jalan ke Mall dan berkunjung ke Museum. Saya malu sendiri karena jalan-jalan ke Museum ternyata bukan pilihan populer bagi sebagian mereka.
Kelompok pertama sebanyak empat orang - semuanya remaja putri memilih ke Mall (Plaza Senayan, dan Semanggi) dan grup lainnya juga berjumlah empat orang mengunjungi beberapa Museum Kota Tua Jakarta dan Taman Monas. Di kelompok terakhir ini hanya seorang perempuan.
Di kelompok terakhir ini, dua orang tinggal di Jakarta dan satu orang di luar Jakarta, termasuk saya sendiri. Jangan heran, meski tinggal di Jakarta, salah seorang diantaranya sama sekali belum pernah sekalipun mengunjungi Kota Tua atau Taman Monas. Saya begitu prihatin melihat orang tua yang kurang memahami pentingnya anak-anak memahami tempat-tempat bersejarah di sekelilingnya.
Kelompok pertama didampingi keponakan perempuan saya yang tertua (baru lulus SMA) dan saya sendiri mendampingi kelompok kedua. Yang memilih ke Mall berpakaian lebih keren. Maklum, selain jalan-jalan mereka juga sekalian "mejeng" di Plaza. Tempat dimana kaum the have belanja.
Persiapan biaya yang diperlukanpun berbeda. Mereka yang berangkat ke Mall membutuhkan biaya yang lebih besar. Pasalnya, harga-harga makanan/minuman di Plaza Senayan relatif lebih mahal dibanding dengan harga makanan di Museum atau silang Monas.
***
Malam harinya, kedua grup itu kembali dan berkumpul di rumah salah seorang adik saya di Bekasi.
Kelompok pertama bercerita tentang pengalamannya di Mall. Mereka hanya minum es krim di Plaza Senayan, karena harga-harga makanan yang mahal. Ada yang hanya membeli sepatu murah, atau baju kaus yang murah, karena hal itu muncul sesaat karena awalnya tujuannya hanyalah jalan-jalan.
Malam itu, salah seorang di antaranya mendekati ibunya. Lalu dia setengah berbisik:
"Ma, tadi saya melihat baju yang cantik tetapi uangku tidak cukup, jadi tidak bisa kubeli. Ada sepatu yang bagus Ma, nanti kalau ada uang beli yah".
Bahkan dia ingin kembali ke Plaza Senayan kalau uangnya sudah cukup untuk membeli baju yang cantik itu. Selain itu mereka bercerita tentang AC Mall yang dingin, makanan yang enak-enak tapi tak terbeli, serta berbagai kemewahan lainnya yang tak terjangkau.
Kelompok kedua bercerita tentang hal-hal yang dilihat dan diamatinya selama dalam perjalanan. Dengan antusias mereka bercerita tentang gedung Museum Fatahillah - nama seorang pahlawan yang mereka kenal dalam pelajaran sejarah nasional. Di dalam museum itu tersimpan peninggalan-peninggalan kota Jakarta mulai dari masa pra-sejarah yang menarik perhatian mereka. Ada yang kemudian asyik membuka buku sejarah nasional dan mencocokkan apa yang baru disaksikannya.
Dengan kebanggaan tersendiri mereka bercerita tentang jejak-jejak kota tua, Jakarta kawasan Museum Sejarah Jakarta-Museum Bahari-Museum Wayang, serta Museum Mandiri. Mereka berimajinasi tentang masa lampau ibu kota negara Republik Indonesia itu, melengkapi pengetahuan sejarah nasional yang diperoleh di sekolah. Mereka bangga dengan Stadhius Plain (alun-alun Taman Fatahillah), serta keagungan masa lalu kota di mana mereka tinggal.
"Ternyata Sukarno itu hebat lho. Dia rupanya yang mendirikan Monas," ujar seorang keponakan saya yang baru saja naik kelas tiga Sekolah dasar, di akhir kisahnya mengunjungi Monas.
Grup ini berencana menuliskan hasil perjalanannya menjadi sebuah laporan kegiatan liburan mereka di sekolah. Pemahaman mereka tentang sejarah dan keagungan kota Jakarta di masa lalu lebih mendalam.
***
Bagi anda orang tua yang tinggal di Medan, kota ini memiliki tempat-tempat bermain, rekreasi dan jalan-jalan yang sekaligus bisa dijadikan sebagai tempat belajar anak-anak anda. Ada Museum Sumatera Utara, Museum Perjuangan, Istana Maimoon, Mesjid Raya Al Mashun, Kuil Sri Mariamman, Kantor Pos Besar Medan, Meriam Puntung, Taman Makam Pahlawan, Kebun Binatang, Taman A. Yani, Taman Buaya, Merdeka Walk, rumah tua Tjong A Fie, serta bangunan-bangunan tua, seperti gedung London Sumatra, Perpustakaan dan Arsip Daerah lain-lain.
Bukan mengatakan berkunjung ke Museum dan tempat-tempat bersejarah adalah tempat yang terbaik bagi anak-anak, tetapi selain mengunjungi Mall para orang tua harus menawarkan mereka ke sana.
Mall memang menyediakan tempat bermain, hiburan dan belajar, tetapi tidak memiliki museum dan bangunan tua.
Artikel ini terbit di Analisa 24 Juli 2010.
Bisa juga diakses melalui :
http://www.analisadaily.com/index.php?searchword=jannerson+girsang&ordering=&searchphrase=all&option=com_search.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar