My 500 Words

Selasa, 23 Agustus 2011

Cara Adikku Mengatasi Single Parent

Menjadi single parent ternyata tidak menyenangkan dan tidak mudah menghadapi masalahnya. Hampir empat tahun adikku Parker menjalani hidupnya dengan single parent, selama itu dia mempertimbangkan memiliki istri, tetapi bukannya memperoleh pengganti istrinya yang sudah meninggal, malah menyusul istrinya tinggal bersama di Taman Pekuburan Umum Perwira Bekasi.

Sekitar April 2009, di rumahnya di Kompleks Perumahan Permata, Bekasi, saya berbicara dengan almarhum adikku Parker Girsang yang ketika itu sudah ditinggal istrinya sejak  Februari 2006. Tiga tahun sudah, dirinya mengurus tiga putri kami yang masih kecil-kecil, Christin, Hilary Valeria dan Trisha Melani.

Pembicaraan kami begitu serius dan berlangsung lebih dari tiga jam. Topiknya adalah seputar masalah yang dihadapinya sebagai single parent. Ketika itu, keluarga berniat membujuk agar dirinya menikah kembali. Mengingat tiga putri kami saat itu masih membutuhkan perhatian dari seorang ibu, meskipun pengganti.

Dari pembicaraan itu, saya sedikit memahami masalah yang dihadapi seorang laki-laki menjadi single parent. "Semua harus diputuskan sendiri, tidak ada teman curhat dan diskusi. Susah mengusir kesepian" ujarnya ketika itu.

Dia sendiri merangkap sebagai tulang punggung ekonomi—saat itu dia memiliki perusahaan ekspedisi yang mengirim barang ke berbagai tempat di Jawa. Dia mengendalikan bisnisnya dari rumah dan hanya waktu-waktu tertentu saja ke luar rumah. Sehingga dia masih bisa mengurus anak-anak berangkat ke sekolah atau pulang sekolah. Mengantarnya ke less atau ke tempat latihan menyanyi. Kebetulan ketiga putri kami itu punya bakat menyanyi.

Usaha ekspedisi itu tak selamanya berjalan lancar. Kadang berbulan-bulan tidak memperoleh orderan. Ini yang membuatnya sering mengeluh. Sebaliknya suatu ketika banyak orderan sehingga menguras tenaga untuk memenuhinya. Kondisi seperti ini juga membuat tubuhnya capek dan lemah.

Masalah yang paling pelik dihadapinya adalah kalau ada urusan di luar rumah yang berhubungan dengan bisnisnya. Misalnya, godaan dari para gadis, apalagi mengetahui dirinya sudah duda. Menurutnya, ada yang bersedia menjadi istri, ada juga hanya sekedar sebagai teman curhat.

Selain itu, dia juga menghadapi masalah kalau bertamu ke rumah orang sendirian, apalagi yang di rumah hanya tinggal ibu rumah tangga. “Banyak gossip bisa berseliweran,”ujarnya.

Sementara bisnisnya memerlukannya melakukan lobby ke luar, di lain pihak anak-anaknya membutuhkannya berada di rumah, di saat anak-anaknya pulang sekolah. “Saya tidak bisa sebebas kalian yang memiliki istri,”katanya.

“Saya juga punya keinginan untuk menikah, tetapi pertimbangannya banyak. Tidak mudah mencari wanita yang saya dan anak-anak mencintainya,”ujarnya ketika itu. Terus terang, katanya, ada beberapa orang yang mau menjadi istrinya, bahkan rela membantu keuangan keluarga.

Masalahnya, ternyata tidak semudah itu. Uang atau materi dalam perkawinan bukan hal utama. Tetapi kasih sayang dan perhatian. “Saya takut menikah, karena takut anak-anak tidak mendapat kasih sayang seperti yang sekarang saya berikan,”ujarnya

Ketika itu saya mencoba agar dirinya tidak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya. Tetapi lebih berani menghadapi tantangan dan mengambil keputusan. Jawaban terakhirnya: “Ya saya akan menikah, tetapi bukan sekarang”.

Suatu ketika dia memberitahukan kepada kami keluarga bahwa dirinya sudah memiliki seorang pendamping, yang baik dan menurut anak-anaknya sudah cocok. Mereka sudah sering pergi bersama-sama dan tampaknya hanya soal waktu.

Akan tetapi, rencana manusia berbeda dengan rencanaNya. Sekitar Maret 2010, adik saya dinyatakan dokter terserang kanker nasofaring. Kata dokter penyakit itu merupakan tumor ganas berada di daerah belakang hidung dan esofagus. (http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/12/kanker-nasofaring-kenali-hindari-dan-obati).

Tiga bulan berikutnya, setelah dirawat di Rumah Sakit Cikini, dia tidak bisa bertahan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya 17 Juni 2010, beberapa bulan menjelang usianya genap 48 tahun. Dia lahir 16 Agustus 1962. Sedihnya luar biasa.  Gelap sekali rasanya.

Inilah cara adikku mengatasi masalahnya sebagai seorang single parent. Kesulitannya berakhir dengan sendirinya. Masalahnya, tiga putri kami yang cantik-cantik Christin (kini kuliah di Universitas Indonesia, Hilari Valeria (SMA), Trischia Melani (SMP). Adikku menyerahkan Tuhan mengatasi masalahnya. Anak-anaknya kini memiliki ayah dan ibu mereka yang baru, dan lebih lengkap. Saya dan istri saya. Adik-adik saya dan beberapa keluarga turut membantu mereka. Kini mereka tinggal bersama namborunya Masdalinda Girsang di Bekasi.

Mereka juga mendapat dukungan finansial dari keluarga Juniverts Girsang, Junimart Girsang SH dan Dr Waldensius Girsang. Keluarga yang penuh perhatian.

Semoga kisah ini menginspirasi rekan-rekan saya yang kini sedang memilih atau terpaksa menjadi  single parent, baik sebagai ibu dan ayah, berjuanglah untuk anak-anak. Anda  sangat penting bagi mereka. Mereka tidak hanya membutuhkan materi, tetapi lebih dari itu. Tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang anda bagi mereka anak-anak anda!.

Kiranya teman-teman tidak lupa mendoakan kami, seluruh keluarga berjuang bagi mereka. Kami yakin, Tuhan tidak akan memberikan beban di luar kemampuan kami.

Bagi rekan-rekan yang masih memiliki pasangan yang utuh, sayangilah pasangan anda segenap hati. "Hanya berfungsi sebagai patung sekalipun istri anda, itu sangat berarti,"ujar adikku ketika itu.

Ketika mereka tidak ada, maka anda akan mengalami kesulitan yang luar biasa. Tidak mudah menggantikan  pasangan yang anda miliki sekarang.

Kepada anak-anakku Christin, Hilda Valeria, Trisha Melani, tetap semangat dan belajar dengan tekun. Christin akan menjadi sekretaris, Hilda bercita-cita jadi psikolog dan Trisha akan menjadi seorang dokter. Pertemuan kita 16-17 Agustus lalu di Jakarta membuatku bertambah semangat melihat kalian semua tegar.

"Kita sudah melewati masa-masa tersulit".  Mari terus saling menguatkan dan berkomunikasi dengan baik. It will be great when the time comes!. Salam manis dari bapatua di Medan.

Tidak ada komentar: