My 500 Words

Sabtu, 01 Juni 2013

Menghormati Pemenang (Rubrik Wacana, Harian Medan Bisnis 1 Juni 2013)

Oleh: Jannerson Girsang

Menghormati pemenang! Kita prihatin terhadap kemampuan bangsa ini menghargai pemenang. Bukan hanya terjadi dalam Pemilu, Pilkada, Pilpres, tetapi juga kemenangan Fatin Shidqia Lubis yang terpilih jadi pemenang X-Factor Indonesia berdasarkan jumlah short message service (SMS) terbanyak. Dia mengalahkan Novita Sari Marpaung. Kita perlu banyak belajar dalam menghormati pemenang.

MENARIK sekali komentar Novita Dewi—pesaing Fatin ketika saya mengikuti sebagian wawancara Novita Dewi dan Fatin yang dipandu Dedy Kombuzer, di acara Hitam Putih Trans-7, 28 Juni 2013. Kedua perempuan berdarah Batak itu tampil bersama-sama di televisi swasta itu. Mereka tampak kompak dan bersahabat. Dalam wawancara itu, terjadi dialog yang cukup menarik, di tengah kontroversi soal kejuaraan yang diraih Fatin.

Fatin sendiri mengakui begitu banyak komentar tak sedap yang diarahkan pada dirinya. Padahal, Fatin sendiri tentu tidak kuasa untuk membuat dirinya sebagai pemenang. Pemenang kok jadi korban?

Jawaban-jawaban positif dan bijak dari Novita Dewi bisa kita jadikan pelajaran bagaimana menghormati seorang pemenang. Dedy Combuzer mengarahkan pertanyaan pada Novita. "Sebenarnya Anda yang layak menang!," pancing Dedy Combuzer. "Ini kan sesuai SMS dari pemirsa. Semuanya punya potensi untuk jadi juara," kata Novita Dewi bijak. 

"Kalau itu tidak berdasar SMS, menang nggak Fatin?," cecar Dedy. "Kalau kompetisi di luar dari X Factor Indonesia, (lupa lirik) itu memang kesalahan fatal. Ini kembali kepada pemirsa. Biarpun dia salah lirik, not, kalau sudah jadi pilihan bagi pemilihnya nggak masalah. Dia punya pesona tersendiri menarik dukungan penggemar. Itu kelebihan Fatin. Suara dia asyik banget," puji Novita lagi.

Novita Dewi paham betul kriteria yang ditetapkan dalam X-Factor Indonesia. Dirinya menerima dengan ikhlas kemenangan Fatin. Mengenai kemenangan yang telah diraih Fatin meski sempat lupa lirik beberapa kali, Novita menyerahkan penilaian itu pada masyarakat.

Soal selera penggemar tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas suara. Dulu, ketika masih sekolah di Pematangsiantar hingga akhir 1978, saya tidak suka suara Ebiet G Ade.

Saya menyukai Koes Plus, Panbers, Eddy Silitonga, Bob Tutupoly. Saya malah tak pernah mengetahui seorang penyanyi bernama Ebiet G Ade.

Padahal, di Jakarta Ebiet sedang ngetop. Setelah pindah SMA ke Jakarta, saya mulai mendengar lagu Ebiet. Awalnya sangat aneh dan asing di telinga. Kalau disuruh memilih saat itu, pasti saya tidak memilih Ebiet. Lagunya yang aneh di telinga saya, Camelia, Berita Kepada Kawan, tak pernah saya dengar sebelumnya.

Tapi, teman-teman di sekolah, radio dan televise setiap hari menyiarkan lagu itu. Syair-syairnya yang memiliki pesan kuat tentang alam, kehidupan dan cinta, menambah pesona Ebiet G Ade dan menjadi salah satu penyanyi idola. Suaranya yang aneh itu, lama kelamaan jadi terbiasa. Telinga saya makin akrab dengan lagu Ebiet dan menyukai lagu-lagunya hingga sekarang.  

Kalau Ebiet diadu pada perlombaan Lagu Pop, barangkali tidak akan pernah mampu menyaingi kemampuan suara Eddy Silitonga apalagi Bob Tutupoly yang sering menjuarai lomba menyanyi. Pilihan seorang pemirsa kepada Fatin, tentu tidak serta merta mengharuskan kualitas suaranya mirip atau melebihi kualitas suara Novita Dewi.

Bahkan Ahmad Dhani beberapa menit sebelum pengumuman, ketika diminta ramalannya mengatakan: “Pemenangnya adalah Fatin”. Sementara Anggun C Sasmi mengatakan: “Pemenangnya adalah Novita”. Dua juri yang sama-sama mengenal penampilan seorang penyanyi dan prestasi luar biasa dalam tarik suara saja berbeda penilaian.

Komentar Novita Dewi di acara Hitam Putih Trans-7 mengajarkan kita untuk menghargai pilihan orang lain. Kita tidak bisa memaksakan selera pemirsa yang mendorong mereka memilih sesuai selera kita. Kita harus menghormati pemenangnya, walau menurut kita tidak pantas. Menurut orang lain itu pantas-pantas saja.  

Sekali lagi, kita harus menghormati pemenang. Dewi sendiri menilai Fatin memiliki pesona dan suaranya asyik banget. Dhani bilang: “Saya belum pernah melihat penyanyi seperti Fatin”. Artinya, Fatin punya daya tarik yang khas dan menarik bagi pemilih Indonesia, dan Novita kalah dalam hal ini. Bisa jadi dia memiliki suara yang bagus, tetapi penggemarnya lebih sedikit. 

Fatin memiliki pesona bagi pemilihnya dan menjadi kekuatan dirinya menggerakkan pemirsa untuk memilihnya.

Soal ke depannya, di luar panggung, mungkin Fatin lebih disukai, atau nantinya tidak sesukses Novita, itu masalah  lain. Mungkin juga Novita tidak sesukses Fatin. Siapa yang bisa meramalkan Ebiet G Ade yang dulunya bersuara aneh di telinga saya, bisa menyamai bahkan melebihi sukses Eddy Silitonga yang memenangi berbagai kejuaraan?

Di atas panggung X-Faktor, Fatin sudah menjadi pemenang, karena meraih jumlah SMS yang masuk lebih besar dari Novita. Hak para penggemar Novita protes. Tapi, satu hal yang mereka sering tidak sadar, dan tak mau paham adalah dasar pemilihan. Kebanyakan melancarkan cercaan karena menilai kualitas suara Novitas lebih baik dari Fatin.

Padahal X-Faktor, tidak menilai pemenang dari kualitas suara, tetapi keberhasilan seseoang membuat pemirsa terpesona, tergerak untuk mengirim SMS.

Itulah X-Factor Indonesia. Menyerahkan penilaian pada pemilih bebas. Suka atau tidak suka, itulah perlombaan yang banyak menyedot penonton. Mungkin para penggemar Novita, sama seperti saya dulu menilai Ebiet G Ade. Saya awalnya tidak mempertimbangkan Ebiet G Ade. Selera saya dan selera daerah lain juga berbeda. Di daerah lain dia begitu digemari.

Menghormati pemenang akan membuat diri kita makin dewasa. Pemenangnya memiliki rasa kebanggaan dan menambah percaya diri. Selain itu, penyelenggaranya tidak merasa terlecehkan.

Bukan hanya dalam tarik suara, menuju Pemilu dan Pilpres 2014, bangsa ini perlu memahami pentingnya menghormati pemenang!. Tak guna kita membuang-buang waktu mendiskusikan hal-hal di luar kriteria yang telah ditetapkan. Siapapun pemenangnya, kita harus hormati!.  

Penulis adalah kolumnis, tinggal di Medan.

Tidak ada komentar: