My 500 Words

Rabu, 29 Januari 2014

Mencegah Korban Lantas di Usia Remaja (Harian Analisa, 29 Januari 2014)


Oleh: Jannerson Girsang.

“We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.”. (Franklin D. Roosevelt)

Kita tidak bisa mempersiapkan masa depan anak-anak kita, tetapi setidaknya janganlah lalai mencegah mereka mati sia-sia di jalan raya. Kecelakaan lalu lintas (lantas) yang melibatkan anak usia remaja tergolong besar. Perilaku mereka yang cenderung ugal-ugalan dijalanan menjadi salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas yang perlu mendapat perhatian kita semua.

Ketua masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas mengungkapkan, 20 persen secara keseluruhan jumlah korban kecelakaan yang terjadi di jalan raya secara nasional, adalah usia remaja yang sebagian besar pelajar dan mahasiswa.

Mereka adalah anak-anak penerus bangsa dan sungguh sangat disayangkan kalau mereka menjadi korban, nyawa melayang sia-sia atau cacat di saat usia muda. Keadaan ini mengundang semua pihak agar turut serta dalam menekan korban kecelakaan ini baik pihak orang tua, sekolah, serta kepolisian.

Perilaku Buruk dan Kegamangan Melarang

Seorang berseragam biru putih membonceng dua temannya. Mereka bercanda sambil menyentak-nyentakkan kakinya ke samping, seolah jalan raya miliknya. Rokok di tangan dan asap disembul ke udara. Teman-temannya muncul dari belakang membentuk formasi tiga baris. Mereka memborong jalan raya, tak memperdulikan kenderaan yang dibelakangnya.

Sebagian besar tidak menggunakan helm, kadang kebut-kebutan di jalan raya, mendahului atau menyalip pengendara lain di tikungan bahkan mengambil jalur yang salah walaupun ada rambu-rambu larangan, berboncengan atau menaiki kendaraan melebihi kapasitas, meski pengendaranya belum cukup umur bahkan tidak memiliki Surat Izin Mengemudi-SIM.

Mereka seolah merasa kebal hukum. Kalau polisi menyetopnya, mereka lari tanpa memikirkan resiko. Masih segar dalam ingatan kita peristiwa beberapa waktu yang lalu di Tebingtinggi. Siswa menabrak kenderaan lain dan tewas seketika, karena lari dikejar polisi. Kalau sudah begini kita tidak tahu menyalahkan siapa lagi. Anehnya, kalau diprovokasi bisa yang salah polisi. Rame-rame merusak kantor polisi yang dibangun dari uang rakyat.

Pemandangan itu tentu sangat meresahkan dan mengganggu saat berkendara di kota Medan. Kadang sangat menjengkelkan, tetapi itulah mereka: remaja. Menurut Roslina Verauli, M.Psi, psikolog keluarga dan anak, berusia remaja ke atas (sekitar usia 12-18 tahun), usia di mana muncul kebutuhan untuk menampilkan diri dalam pertemanan dan lingkungan. Tentu mereka perlu diarahkan agar cara menampilkan dirinya tidak mengganggu dirinya sendiri dan orang lain. Alangkah baiknya, kalau mereka menampakkan eksistensi dirinya dengan prestasi, tidak dengan kebut-kebutan di jalan.

Anak usia sekolah, yang kebanyakan masih di bawah usia 17 tahun memang seharusnya belum boleh mengendarai sepeda motor atau mobil. Tetapi faktanya, kita menemuinya sebagai pemandangan sehari-hari. Tahun lalu, anak penyanyi dan pencipta lagu terkenal, Ahmad Dhani, Dul, yang masih berusia 13 tahun diizinkan mengendarai mobil dan mengalami kecelakaan. Dia menyeberang pembatas jalan tol dan menabrak sebuah minibus yang datang dari arah berlawanan, dan mengakibatkan korban jiwa penumpang mobil itu.

Tidak Mungkin Dilarang Total, Tapi Harus Dibimbing

Orang tua banyak yang mengizinkan anak-anaknya pelajar tingkat SLTA bahkan SLTP yang mengendarai kendaraan baik roda dua dan roda empat. Fakta, orang tua malah menyediakan mobil atau sepeda motor untuk anaknya yang masih remaja. Mungkin banyak pertimbangan, misalnya tidak terlambat ke sekolah, mempermudah mobilitas mereka kalau ada pekerjaan rumah bersama, atau ada kegiatan ekstra kurikuler.

Demikian juga banyak sekolah yang tidak melarang siswanya menggunakannya meski mereka mengetahui anak-anak itu belum memiliki SIM. Kadang pihak kepolisian juga enggan menindak mereka walaupun mengetahui anak-anak seperti itu sebagian besar tidak memiliki SIM. Seharusnya, semua pihak perlu meningkatkan kepedulian terhadap resiko yang dapat ditimbulkan dari perilaku masyarakat yang menganggap kondisi ini sebagai suatu kewajaran.

Memang kadang semua serba salah. Melarang total para remaja dan mahasiswa membawa sepeda motor atau mobil, juga bukan hal yang tepat, mengingat kondisi tempat tinggal, orang tua, dan mobilitas mereka memang lebih baik disediakan kenderaan.

Tetapi, satu hal penting yang sering dilupakan adalah mencegah agar anak tidak melanggar lalu lintas, dengan memberi bimbingan kesadaran berlalulintas. Mengizinkan tanpa memberi bimbingan adalah tindakan yang salah.

Orang tua, pihak kepolisian, sekolah dan pihak yang bersentuhan dengan para pengguna kenderaan usia remaja perlu menanamkan kesadaran berlalulintas dan dialog tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat berkendara di jalan raya. Pihak kepolisian dan orang tua harus secara bersama-sama melakukan penegakan hukum bagi mereka yang melanggar lalu lintas.

Saya memiliki empat orang anak dan semuanya sudah selesai kuliah dan satu lagi masih di perguruan tinggi. Pernah seorang anak saya melanggar peraturan lalu lintas, tidak menggunakan helm dan dihukum polisi. Saya membiarkan mereka dan tidak membelanya. Kalau harus membayar biaya tilang yang resmi, mereka menanggungnya dari uang jajan. Dengan demikian mereka belajar bertanggungjawab. Orang tua harus selalu mengingatkan penggunaan helm, serta kelengkapan surat-surat kenderaan dan kondisi kenderaan yang dipakai dalam keadaan prima.

Selain itu, iklan layanan masyarakat, slogan-slogan yang mengingatkan bahaya berkenderaan di jalan raya perlu terus digalakkan. Pemerintah dan lembaga yang mengurusi lalu lintas perlu terus menayangkan iklan layanan masyarakat tentang panduan berlalulintas yang benar dikhususkan bagi para remaja, pelajar dan mahasiswa.

Satu hal lagi yang perlu terus dilaksanakan adalah menggalakkan keteladanan berlalulintas di kalangan siswa. Penerapan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.285/AJ705/DRJD/2010 tanggal 24 Maret 2010 Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan perlu benar-benar diterapkan. Peraturan ini adalah proses penilaian atau seleksi terhadap para pelajar SMA dan/atau sederajat di provinsi dan kabupaten/kota dari seluruh Indonesia dalam upaya meningkatkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dengan memilih pelajar yang akan ditetapkan sebagai Juara Pelajar Pelopor Keselamatan Tingkat Nasional.

Berbagai kalangan menilai kegiatan ini memiliki arti positif untuk meningkatkan kesadaran pelajar dalam mematuhi peraturan lalu lintas, mengurangi resiko kecelakaan serta menanamkan dan membangun kesadaran generasi muda melalui pelajar untuk berprilaku tertib berlalu lintas dan tanggung jawab untuk meningkatkan keselamatan. Disamping itu, kegiatan ini juga berperan untuk menyebarluaskan informasi tentang keselamatan berlalu lintas di kalangan generasi muda melalui pelajar, sekaligus penghargaan atas prestasi dan kepedulian dalam berlalu lintas, sehingga muncul kesadaran sejak di usia mereka untuk mewujudkan keselamatan berlalu lintas dan angkutan jalan di Provinsi Sumatera Utara tercinta ini.

Mari kita sambut 2014 dengan kepedulian atas korban-korban kecelakaan di kalangan generasi penerus. Sayang sekali, kalau kian banyak cacat, atau meninggal di usia remaja mereka. Banyak hal penting kita lakukan tahun ini, tetapi jangan lupa satu hal: menyadarkan anak-anak kita untuk mematuhi aturan lalu lintas. ***

Tidak ada komentar: