My 500 Words

Senin, 13 Januari 2014

Menjadikan Perpustakaan sebagai Jantung Universitas Kategori berita: (Dimuat di Harian Analisa, 13 Januari 2014)



Oleh: Jannerson Girsang. 

Sebagian besar perguruan tinggi di negeri ini memiliki konsep pembangunan kampus masih lebih menitik beratkan pada gedung perkantoran megah, ruang kuliah yang mewah-ber AC, in focus yang mahal, tetapi lalai membangun perpustakaannya. Padahal, perpustakaan adalah jantung Universitas. Di sanalah mahasiswa terdidik untuk membaca dan melakukan riset kepustakaan. Perpustakaan yang tidak menarik tentu tidak akan kedatangan pengunjung. 

Tak heran dengan kondisi perpustakaan universitas seperti sekarang ini kurang mampu mendidik lulusan perguruan tinggi yang memiliki budaya mengunjungi perpustakaan dan tentunya budaya membaca yang rendah. Masalah besar lulusan perguruan tinggi kita dengan daya saing yang lemah memasuki abad 21.

Gedung Perpustakaan: Jantung Universitas

Ketika mengunjungi perpustakaan Universitas Indonesia (UI) tahun lalu, saya teringat kritik Wakil Presiden Budiono beberapa tahun lalu soal konsep membangun universitas, dengan mencontohkan kisah Thomas. (http://wapresri.go.id/index/preview/berita/1671)

Menurut Budiono, Thomas Jefferson, pendiri Negara Amerika Serikat, 250 tahun yang lalu, membangun bangsa adalah membangun universitas. Hanya konsepnya berbeda dengan konsep kebanyakan perguruan tinggi kita sekarang. 

Dalam kisahnya, Budiono mengatakan Jefferson bercita-cita mencerdaskan bangsa Amerika dengan mendirikan universitas Virginia. Hibah pertama Jefferson adalah sebidang tanah dengan sebuah gedung berdiri di atasnya. Gedung pertama itu adalah perpustakaan.

Inspirasi Jefferson menjalar ke UI, demikian kesimpulan saya kembali dari perpustakaan yang megah itu. Saya terkesan dengan ruang perpustakaan megah ditengah-tengah kampus. Mungkin universitas ini sudah memahami pentingnya perpustakaan.

Sayang, kebanyakan universitas kita sudah bangga memiliki gedung perkuliahan, laboratorium, dosen, sementara perpustakaannya dibiarkan lusuh, berdebu dan anggaran penyediaan buku baru dibiarkan seadanya. Kalau tidak keadaan terpaksa, misalnya kepentingan akreditasi maka perpustakaan seolah kurang penting dari yang lainnya. 

Sekedar mengingatkan, jantung sebuah universitas adalah perpustakaan, "Bukan kantor megah atau ruang kuliah mewah," kritik Budiono.

Staf Perpustakaan: Bukan Setingkat Pesuruh

Pengendali perpustakaan adalah manusia yang bekerja di sana. Selain lalai membangun gedung perpustakaan, universitas-universitas kita masih menganaktirikan petugas perpustakaannya. "Dari 34 institusi perguruan tinggi yang tergabung dalan Forum Perpustakaan PerguruanTinggi Indonesia (FPTI) wilayah Jatim, banyak pustakawannya yang bukan lulusan dari ilmu perpustakaan, "(Surabaya Pos, 27 Desember 2010).

Profesi pustakawan sudah saatnya dipandang tidak sekedar profesi yang sifatnya administratif, tetapi sebuah profesi yang menuntut kemampuan dan kreativitas, sejalan dengan perkembangan teknologi. 

Inti dari profesi pustakawan adalah bagaimana menyediakan informasi bagi seluruh sivitasaka demika di kampusnya. Jika kondisi para staf perpustakaan tidak profesional, tentunya kondisi perpustakaan sebagai gudang ilmu tak lebih dari sebatas gudang debu.

Sangat disayangkan memang, karena di berbagai perpustakaan staf perpustakaan baru dianggap "pesuruh". Pekerjaannya membuat sampul buku, mendata buku, dan menjaga pintu perpustakaan. Padahal seorang pegawai perpustakaan seharusnya mampu mengusulkan jenis buku serta pendataan jurnal ilmiah. Hal ini tentu tidak akan dipahami orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kepustakawanan. 

Tantangan baru perpustakaan adalah menjadikan peran perpustakaan sebagai penyokong utama informasi di sebuah perguruan tinggi dengan tuntutan perkembangan teknologi, khususnya teknologi internet.

Misi perpustakaan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menyediakan akses terhadap sumber daya informasi membutuhkan selain sumberdaya manusia adalah kemampuan mengelola dan menyediakan teknologi yang terus berubah.

Memang diakui, hadirnya teknologi internet maka penyediaan sumber daya informasi berbasis cetak tidak lagi memadai, tapi harus dilengkapi dengan sumber daya berbasis elektrik/digital. Para pegawai perpustakaan harus dilengkapi kemampuannya untuk mengembangkan bahan-bahan elektronik.

Fungsi tradisional perpustakaan mulai diambil alih oleh teknologi dan perubahan jaman. Sehingga, Institusional Repositories (IR) atau Perpustakaan Digital penting dipahami dan perlu terus di redefinisi peran dan fungsi perpustakaan.

Pegawai perpustakaan dituntut memiliki kemampuan membimbing para pengunjung untuk menggunakan internet sebagai sumber informasi alternatif, disamping buku yang dimilikinya di perpustakaan.

Mereka yang berkunjung ke perpustakaan mampu mengakses informasi yang mereka butuhkan, bahkan mendidik mereka mengetahui apa yang seharusnya dibutuhkan pengunjung. Mereka juga dituntut menarik pengunjung melalui media online yang dimiliki perpustakaan bersangkutan dan mengadakan komunikasi dengan pengunjung melalui internet.

Universitas harus memperhatikan keahlian para pustakawan mereka. Setidaknya, menurut Aditya Nugraha komposisi pustakawan yang professional dari perpustakaan yang ada minimal di atas 50 persen.

Merangsang Minat Baca dan Menggairahkan Perpustakaan

Salah satu tugas penting lainnya dari pustakawan adalah membuat resensi buku-buku baru yang dimuat di media kampus dan media umum lainnya. Sehingga pengunjung perpustakaan, masyarakat pembaca memiliki minat dan tertarik mencarinya dan tentu saja membacanya.

Perpustakaan seharusnya memberikan insentif kepada para pustakawan yang mampu menulis resensi buku-buku pilihan karena dia melakukan tiga hal, yakni memperkenalkan buku baru-peradaban baru ke tengah-tengah masyarakat, meningkatkan minat baca masyarakat dan minat membeli buku, serta mencerdaskan bangsa melalu peningkatan minat baca. 

Kita menyambut baik, kegiatan Pemprovsu dalam menggairahkan pengelolaan perpustakaan dengan memberikan penghargaan kepada perpustakaan terbaik di Perguruan Tinggi (juga rumah-rumah ibadah, sekolah dan lain-lain). Dukungan Badan Perpustakaan Pemprovsu dalam merangsang gairah mengembangkan perpustakaan hendaknya berlanjut dan terus ditingkatkan dan sesuatu yang harus mendapat apresiasi.

2014 adalah momen yang baik untuk terus melanjutkan dan meningkatkan usaha-usaha pengembangan perpustakaan di perguruan tinggi, sekolah, rumah-rumah ibadah, sehingga minat baca masyarakat kita yang masih cukup rendah bisa sedikit terangkat.***

Penulis adalah staf ahli Yayasan Universitas HKBP Nommensen dan pengguna perpustakaan Universitas. Aktif sebagai juri dalam berbagai kegiatan lomba cerita dan menulis di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, Pemprovsu.

Tidak ada komentar: