Oleh: Jannerson Girsang
Suatu saat, 90% dari kita akan mengatakan "BOHONG ITU BENAR"!
Di masa pengumuman kelulusan siswa sekolah (SD-SMP-SMA) seperti sekarang ini, masalah klise selalu muncul.
Terungkap di berbagai tempat, sebagian guru yang takut sekolahnya turun ranking, membiarkan anak didiknya menyontek ketika Ujian Akhir Nasional.
Mereka tidak sadar tindakannya memberi dampak yang sungguh sangat berbahaya.
Guru-guru seperti ini bukan menghasilkan siswa yang gemar mencari kebenaran. Siswa-siswa seperti ini tentu tidak mungkin menghasilkan hadiah Nobel yang sangat diimpikan negeri ini.
Lulus dari perguruan tinggi dengan menjiplak skripsi. Skripsi bohong, IP bohong!. Masuk kerja dengan menggadaikan kerbau dan sawah orang tuanya. Tidak mungkin membangun negeri ini menjadi lebih baik.
Sepuluh atau lima belas tahun kemudian, mereka menghasilkan pasangan-pasangan pembohong, orang tua pembohong, pejabat pembohong, pekerja pembohong.
Mereka suka berbohong. Tanpa kerja keras: Rp 80 juta per jam!. Pejabat, pengusaha pembohong. Tanpa kerja keras: bisa menimbun Rp triliunan untuk kantong sendiri dan kelompknya dari uang negara. Bisa membayar PSK high class.
Suka tertawa di atas penderitaan orang lain. Senang melihat orang lain susah!
Mengaku mengabdi, padahal tiap hari hanya memperkaya diri sendiri. Memutasi pejabat sekali tiga bulan dengan aroma "sogok", mencari komisi proyek-proyek yang berada di bawah kontrolnya.
Berpura-pura seperti dermawan, tetapi semua sumbangannya adalah hasil tipuan, keringat atau hak orang lain yang ditilepnya menjadi sumbangan pribadi.
Jangan heran, kalau tahun demi tahun, kita menghasilkan semakin banyak pembohong, bangsa makin terpuruk.
Jangan-jangan sistem ujian kita ini tidak mendidik. Baiklah kita belajar dari negara yang sudah maju.
Finlandia sebagai negara dengan systempendidikan termaju di dunia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional.Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingganegara berkewajiban melatih dan mendidik guru guru agar bisa melaksanakanevaluasi yang berkualitas. https://adeslpunderground.wordpress.com/5-negara-maju-tanp…/
Setiap akhir semester siswa menerima laporan pendidikan berdasarkan evaluasi yang sifatnya personal dengan tidak membandingkan atau melabel para siswa dengan peringkat juara seperti yang telah menjadi tradisi pendidikan kita. Mereka sangat meyakini bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan yang berbeda beda.
Dulu (saya lulus SD 1973). Seingat saya kita mirip dengan negara di atas. Tidak ada ujian-ujian seperti sekarang ini. Lulus SD, nilai hanya diserahkan kepada guru. Lulus SMP dan SMA juga begitu. Bahkan hingga saya masuk ke IPB tidak pernah mengenal ada sogok menyogok, atau bocoran soal.
Apa yang terjadi dengan pendidikan kita selama 40 tahun terakhir?. Tiap tahun polemik terjadi, tetapi kita makin banyak menghasilkan pembohong, bukan pencari kebenaran!
Kalau kita terus membiarkan keadaan ini maka suatu ketika 90% orang akan mengatakan bohong itu benar.
Medan, 16 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar