Oleh : Jannerson Girsang.
sumber: antarafoto.com
Indonesia kehilangan seorang juru foto yang tidak kenal lelah belajar dan mengajarkan pengalamannya kepada masyarakat jurnalis di tanah air. Tokoh yang mempopulerkan istilah "Mat Kodak" untuk jurnalis foto itu meninggalkan kita untuk selama-lamanya, di Jakarta, dini hari 4 Januari 2012.
Salah seorang yang pernah bekerja dengan beliau semasa di Majalah Tempo, Bersihar Lubis, kini Pemred Medan Bisnis, mengungkapkan kesannya melalui telepon genggam. "Kita kehilangan seorang fotografer besar, seorang guru yang humoris,"ujarnya.
Lulusan SLTA, Menabur Ilmu Jurnalistik
Nama Ed Zoelverdi bukan nama asing lagi di dunia jurnalisme foto Indonesia. "Dia mulai memotret sejak tahun 1960-an. Ia konon bisa menghabiskan 2-3 roll film isi 36 per hari. Kemanapun ia pergi, tustel selalu menemani. Buang airpun, ia menteng tustel," ungkap buku Pensiun Preneur: Pensiun Sukses melukiskan Ed Zoelverdi
Pria kelahiran Kutaraja (Banda Aceh), 12 Maret 1943 adalah anak pasangan berbahagia yang berasal dari Kotagadang, Bukit Tinggi. Dia hanya menyelesaikan pendidikan formalnya sampai tingkat SLTA. Selebihnya ia belajar secara otodidak-termasuk dalam pemotretan dan jurnalistik. Pria yang menunaikan ibadah haji di Makkah 1988 itu, pernah mengikuti kursus melukis di Balai Budaya Jakarta bimbingan pelukis Nazar dan Oesman Efendi (alm).
Karier jurnalistiknya diawali dari reporter lepas di Radio Republik Indonesia untuk acara Kebudayaan asuhan Wiratmo Soekto pada 1964, setelah sebelumnya sempat menjadi pegawai sekretariat perusahaan pelayaran Samudera Djakarta Lloyd, Jakarta.
Sebelum bergabung dengan majalah Tempo pada 1971, Ed Zoelverdi melakoni berbagai pekerjaan, diantaranya pembantu lepas (free lance) untuk gambar pena di koran harian Duta Revolusi, dan mingguan Abad Muslimin, Jakarta, karikaturis majalah KAMI, asisten Director of Photography pembuatan film Dunia Belum Kiamat disutradarai Nya Abbas Akup.
Pria yang menikah dengan Farida pada 1973 ini, bergabung dengan Majalah Berita Mingguan Tempo 1971 sebagai Staf Editor, hingga majalah ini dibredel pada 1994, lantas bergabung dengan Majalah Berita Mingguan Gatra pada 1995 sebagai Staf Redaktur dan Redaktur Pelaksana.
Dalam tugasnya sebagai jurnalis, Ed Zoelverdi melakukan perjalanan jurnalistik seantero wilayah Indonesia, perjalanan ke Asia meliputi Jepang, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Hong Kong, dan Macau, lawatan Eropa: Holland, Belgia, Austria, Jerman, Inggris,Prancis, Swiss, dan Swedia, juga ke Russia. Kawasan Afrika, ke Mesir dan Mauritius, di tenggara benua itu. 1993 Ed Zoleverdi melawat ke Amerika Serikat, dan keliling negara ASEAN.
Sejak 1971, Ed Zoelverdi terlibat dalam juri di berbagai aneka lomba foto baik sebagai anggota maupun ketua. Misalnya anggota juri kontes foto se Asia yang diselenggarakan Asia Cultural Center for UNESCO (ACCU) di Tokyo Jepang (1989), Lomba Internasional Foto dan Gambar Remaja Abad Elektronika VI, diselenggarakan Perhimpunan Telekomunikasi Internasional di Jenewa Swiss (1991), serta berbagai lomba di tingkat Asia dan nasional. Pada 1985, Ed pernah menjadi anggota juri lomba foto majalah Asiaweek di Hong Kong. Ed juga banyak terlibat dalam merancang lomba foto di tanah air, diantaranya Lomba Foto "50 Tahun RI", kerja sama Majalah Garta dengan Hailai, Jakarta.
Jurnalis: "Belajar Terus dari Ayunan Sampai Liang Lahat"
Memasuki usia senjanya, Ed Zoelverdi terus belajar dan mengajarkan hal-hal yang dipelajarinya. "Belajar terus dari ayunan sampai liang lahat" demikian buku Pensiun Preneur: Pensiun Sukses (Surasono I. Soebar, 2008) menggambarkan motivasi belajar Ed Zoelverdi.
Berhenti sebagai fotografer "resmi", kegiatannya semakin banyak. Dia tercatat sebagai Instruktur bidang Fotografi Jurnalistik pada Sekolah Jurnalistik Indonesia PWI Pusat, Dosen Tamu di Universitas Negeri Jakarta, untuk Jurnalisme Fotografi; Senior Editor berkala bulanan Lionmag— the inflight magazine of Lion Air, Dosen Luar Biasa FISIP Universitas Indo-nesia, Depok, untuk Jurnalisme Foto & Tulis, Dosen Tamu di Universitas Hamka,Jakarta, untuk Fotografi Jurnalistik, Instruktur di Lembaga Pers Dr. Soetomo Jakarta (LPDS), bidang Jurnalistik Foto.
Selain mengabdikan peristiwa-peristiwa penting di lapangan ke dalam foto, Ed Zoelverdi juga aktif menuangkan pengalamannya ke dalam buku. Bebeberapa karyanya adalah Mat Kodak Melihat Untuk Sejuta Mata, terbit tahun 1985. Buku tentang seluk-beluk kerja foto di dapur orang pers ini kini terbagi menjadi tiga seri. Seri pertama adalah Kita Menulis Dengan Cahaya, ikhtisar fotografi umum.Seri kedua, Mat Kodak Melihat Untuk Berjuta Mata, ikhtisar fotografi jurnalistik. Seri ketiga, Dari Foto Kita Menulis , latihan menulis menggunakan modul karya fotografi. Satu lagi buku yang sudah berupa dummy adalah kisah lawatan jurnalistik yaitu Mat Kodak Berselancar di Gelombang Cahaya.
Atas pengabdiannya semasa hidupnya, Ed Zoelverdi mendapat penghargaan dan namanya diabadikan dalam berbagai ensiklopedia dan buku tokoh lainnya. Dia menerima Kartu Pers Nomor Satu dari Masyarakat Pers Indonesia pada Hari Pers Nasional,9 Februari 2010, Penghargaan Gatra sebagai "Proklamator" majalah berita itu (1994), masuk Ensiklopedi Pers Indonesia, terbitan PWI Pusat (2008), masuk buku Who’s Who in Australasia & Far East, IBC Cambridge, Inggris (1991), masuk buku 235 Tokoh Bicara Tentang Buku, terbitan Yayasan Data Group, Bandung (1988), menerima "Adam Malik Award" (Anugerah AdamMalik) untuk pengabdian di bidang fotografi (1987), masuk buku Apa Siapa Sejumlah Orang Indonesia,Pustaka Grafiti, Jakarta, Masuk Ensiklopedia Indonesia, PT Ichtiar Baru - vanHoeve, Jakarta (1986), masuk buku, A Who’s Who for Asian Cultural Center for Unesco (ACCU), Tokyo (1981).
Ed Zoelverdi adalah seorang teladan dalam mengikuti perkembangan dalam profesinya. Munculnya sistem digital dalam teknologi fotografi, beliau pelajari dengan serius. Bahkan, pengalamannya bergaul dengan fotografi digital ini pun sedang dituangkan dalam buku kecil berjudul Sensasi Fotografi Digitamania.
Mat Kodak
Sebagai seorang fotografer, Ed Zoelverdi menulis artikel di berbagai media cetak di Indonesia.
Ketua Departemen Jurnalistik Foto PWI Pusat (2003-2008) ini mempopulerkan istilah "Mat Kodak" untuk menyebut juru foto, dalam tulisan di Harian Sinar Harapan 13 Oktober 1973. Berkat tulisannya, Indonesia pun memiliki sejarah tersendiri atas produk kamera merk Kodak yang merajai pasar kamera di era 70-an.
Ed Zoelverdi begitu getol menyebut "Mat Kodak" di dalam artikelnya menyebut juru foto. Lihat misalnya artikel yang ditulisnya pada 1978. "Jangan merasa jemu, dalam kaitan sajian foto maka Mat Kodak dituntut untuk senantiasa bermata awas. Misalnya, ketika menyaksikan sebuah batu atau bukit yang dibabat habis, segeralah potret". (Foto Liputan Ekologi Sebuah Spesialis Jurnalistik, Lokakarya Liputan Lingkungan Hidup untuk Media Cetak, Muko-muko Jambi,1978).
Demikian juga dalam bukunya "Mat Kodak Melihat untuk Berjuta Mata". "Kegiatan itu bernama:Fotografi Jurnalistik. Mau disebut masuk Cabang Profesional, ya pasti! Sebab produk sang Mat Kodak di bidang ini me-mang disajikan sebagai konsumsi nonfisik buatmasyarakat luas. Dari sini lahirnya ungkapan be-ken: "Mat Kodak melihat untuk berjuta mata"
Ed Zoelverdi: Guru Fotografi yang Kocak
Ed Zoelverdi tidak hanya dikenal di kalangan wartawan Jakarta, tetapi juga oleh beberapa wartawan senior dan masyarakat jurnalistik di Sumatera Utara. Murid-muridnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa wartawan senior di Sumatera Utara mengutarakan kesan mereka tentang Ed Zoelverdi.
"Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, bang Ed saya kenal sejak saya bekerja di majalah Tempo. Saya masih ingat kritikannya terhadp foto-foto yang pernah saya kirim. Selamat jalan Bang Ed," demikian komentar Nian Poloan, wartawan Republika biro Medan, dan pernah menjadi wartawan Tempo di Medan di FB pribadi saya, sesat membaca postingan berita tentang berpulangnya Ed Zoelverdi. .
Bersihar Lubis, Pemred Medan Bisnis mengatakan Ed Zoelverdi adalah seorang guru fotografer. "Dia pernah mengajar kami cara-cara mencetak film, teknik memotret masa Pak Zakaria Pase menjadi Kepala Biro Tempo di Medan, di era 80-an."ujar Bersihar. Di mata bersihar, selain seorang guru yang baik, Ed Zoelverdi juga seorang humoris.
Generasi muda Sumut yang pernah mengikuti training fotografi di LPDS Jakarta mengungkapkan kesannya. "Bang Ed ini juga dikenal kocak. Kalau ngajar di LPDS suasananya cair, jauh dari ketegangan. Selalu ada celetukan-celetukan penuh tawa,"ujar Lindung Budaya, peserta training Jurnalistik di LPDS 2002.
Clara Girsang, lulusan FISIP UI Jurusan Komunikasi 2008 yang kami hubungi melalui telepon genggam mengungkapkan: "Dia nyentrik, nggak monoton. Kalau ngajar nggak harus di kelas. Jalan-jalan hunting foto. Habis kuliah masih mau nongkrong di Takor (kantin FISIP UI). Buat makan bareng sama mahasiswanya, sambil diskusi apa aja, politik, teknik foto atau apapun," ujarnya melalui sms.
Ed Zoelverdi sudah beristirahat di TPU Kemiri Rawamangun, Jakarta. Kita kehilangan seorang fotografer besar, seperti dikatakan wartawan senior Bersihar Lubis. Namun, karya-karyanya tidak akan pernah mati. Keteladanan, warisan buku-buku dan tulisannya akan terus hidup di hari para jurnalis Indonesia. Menulis dan menularkan pengetahuan jurnalistik. Itu pelajaran kami darimu. Selamat jalan bung Ed Zoelverdi!
(Diolah dari Berbagai Sumber)***
Penulis Biografi, tinggal di Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar