My 500 Words

Senin, 30 Januari 2012

Menghargai Guru Melalui Novel (Batak Pos, 20 Januari 2012)


Oleh: Jannerson Girsang

 
id.wikipedia.org

Melalui novel, ternyata penulis bisa menghargai guru, menghargai budaya, menghargai alam. Kali ini saya menulis untuk Anda bagaimana seorang penulis novel mendedikasikan karya novelnya bagi guru-gurunya, sebuah teladan yang pantas menjadi renungan kita bersama untuk memberi apresiasi pada guru, pahlawan tanpa tanda jasa.   

Sebuah televisi swasta akhir tahun lalu beberapa kali menayangkan kembali film Lasykar Pelangi yang diangkat dari novel yang ditulis Andrea Hirata, yang berkisah tentang 10 orang anak Melayu Belitong yang belajar penuh semangat di tengah kemiskinan di sebuah sekolah yang apa adanya.

Tapi tahukah anda, kalau Andrea Hirata ternyata mendedikasikan secara khusus novel yang sudah terjual lebih dari 15 juta eksemplar ini didedikasikan untuk gurunya?

Inilah pengakuan penulisnya Andrea Hirata."Niat saya untuk menulis buku ini sudah ada sejak saya kelas 3 SD, ketika saya demikian terkesan pada jerih payah kedua guru SD saya Ibu Muslimah dan Bapak Harfan Effendi, serta 10 sahabat masa kecil saya, yang disebut Kelompok “Laskar Pelangi” (LP). Buku LP saya tulis sebagai ucapan terimakasih daan penghargaan kepada guru dan sahabat-sahabat saya itu,” kata Andrea Hirata kepada situs http://www.pembelajar.com, awal 2009 lalu.

Sebuah penghargaan yang lebih dari sekedar "tanda jasa".

Dua Karakter Guru Idola

Laskar Pelangi, novel best seller di Indonesia yang diluncurkan ke pasar pada 2006 itu ditulis berdasarkan memoar Andrea Hirata, sang penulisnya sendiri. Salah satu penggalan kisah masa kecilnya adalah kekagumannya yang mendalam kepada dua orang gurunya. Kisah itu ditempatkannya dalam ruang penting dalam novel yang terdiri dari 34 bab dan 533 halaman itu.

Dua karakter guru idola penulis yang ditampilkan adalah Bu Halimah dan Pak Arfan. Bu Muslimah yang memiliki nama lengkap N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid. Dia adalah Ibunda Guru bagi Laskar Pelangi. Wanita lembut ini adalah pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka. Pak Harfan dengan nama lengkap K.A. Harfan Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor. Kepala sekolah dari sekolah Muhammadiyah. Ia adalah orang yang sangat baik hati dan penyabar meski murid-murid awalnya takut melihatnya.

Di mata Andreas Hirata dua gurunya itu telah membentuk mereka hingga menjadi seperti sekarang ini. Karakter gurunya digambarkannya saat mereka menghadapi berbagai persoalan di sekolahnya, melalui sejumlah kisah yang dialaminya saat menjalani masa Sekolah Dasar di kampung.

Di bawah bimbingan kedua guru mereka, Laskar Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama.

Kisah-kisah menggelikan dengan Pak Harfan mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan-pertemuan mereka dengan Kepala Sekolah mereka itu, pemilihan ketua kelas, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah.

Bu Halimah yang memberi nama geng mereka sebagai Laskar Pelangi, akan kesenangan mereka terhadap pelangi - pun sempat mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara.

Pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat.

Sekolah Hampir Bubar

Peristiwa mengharukan lainnya terjadi di desa Gantung, Belitung Timur. Ketika itu sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak.

Padahal, ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan. Tetapi, persis saat Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu. Sekolah tidak jadi bubar!.

Kisah sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa si jenius cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya.

Membaca Novel Lasykar Pelangi, kita bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi, menginspirasi seseorang menghargai dan mengagumi guru.

Gede Prama, seorang penulis terkenal  Indonesia mengatakan: ”Kekuatan Buku Laskar Pelangi itu adalah cinta seorang anak terhadap gurunya”.

Sebuah novel tanda ucapan syukur kepada guru. Tentu tidak semua orang bisa menulis novel, tetapi Anda bisa mengargai jasa guru dengan cara Anda sendiri. Mari belajar menghargai guru-guru yang pernah mengajar kita.!.

Tidak ada komentar: