My 500 Words

Senin, 30 Januari 2012

Sarapan dengan Pora-pora di Silalahi (Batak Pos, 28 Januari 2012)

Oleh: Jannerson Girsang

 

Pagi itu 22 Januari 2012, duduk di tepi pantai Silalahi, saya mengamati ikan-ikan di danau. ”Itu ikan Pora-pora,” ujar seorang teman. Bergerak lincah ke sana kemari,mencari sesuatu, tiba-tiba seorang teman yang lain melemparkan sisa umpan pancingnya. Ikan-ikan itu berlomba mengejarnya.

Pemandangan lain dari birunya danau, hijaunya sawah di perbukitan di belakang rumah-rumah penduduk, serta pemandangan baru bangunan PLTA PLN Renun berkapsitas 2 x 41 MW di sebelah Selatan Silalahi. .  

Dari referensi-referensi yang saya baca, ikan pora-pora hidup di air tawar dengan sisik berwarna putih dan ekor berwarna kuning. Panjangnya hanya antara 10-12 centimeter, lebih kecil dari ikan mujair, apalagi ikan mas atau lele—jenis ikan yang sebelumnya sangat populer di sana.

Perkembang biakan ikan pora-pora yang cepat telah mengisi seluruh pantai Danau Toba, dan memberi penduduk mata pencaharian baru, bisnis baru bagi pengumpul atau pengusaha di kota. Ikan ini juga menyumbang lemak dan kalsium yang tidak dimiliki jenis-jenis ikan lainnya. Peneliti menyebut, ikan ini memiliki kandungan lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari ikan tawar atau laut.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemprovsu 19 Januari lalu mengungkapkan bahwa ikan pora-pora akan dijadikan salah satu produk unggulan daerah ini. Tentunya, mewujudkan tekad itu dukungan semua masyarakat sangat dibutuhkan.   

Sarapan dengan Ikan Pora-pora

Bersama rombongan Sektor III Gereja GKPS Simalingkar yang berwisata ke Silalahi menikmati sarapan pagi dengan lauk ikan Pora-pora. Bagi sebagian besar rombongan yang tinggal di Medan itu ikan ini masih relatif baru.

“Ikan apa namanya ini pak,” ujar seorang anak yang mungkin baru pertama kali melihatnya. Setelah mencicipinya, ada bedanya dengan ikan mas, mujair maupun ikan lele—produksi Danau Toba yang kami sudah kenal. Bahkan beberapa orang tua juga masih kurang familiar dengan ikan ini.

Pagi itu kami menikmati pora-pora basah yang dimasak dengan gulai asam. Rasanya memang cukup mengundang selera, apalagi ditambah aroma petai dan jengkol yang dibawa rombongan dari Medan.

Rasa baru ikan Pora-pora menambah suasana ceria rombongan di pagi hari yang cerah di tepi Danau yang jernih, sambil memandang lepas ke Tao Silalahi yang kesohor itu.

Ikan pora-pora punya kelebihan dari ikan yang lain. Ternyata, dari penelitian Ulfa Nazmi Batubara FKM USU Medan (2009), ikan pora-pora mengandung lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari ikan tawar atau ikan laut manapun, meski kandungan proteinnya lebih rendah. Luar biasa bukan!.

Harganyapun relatif murah. Minggu itu di Silalahi hanya sekitar Rp 3000-4000 per kilogram atau kalau dikeringkan bisa dijual dengan harga Rp6.500 per kg. Bandingkan dengan ikan masa atau mujair yang Anda beli di pajak-pajak di Medan yang mencapai Rp 20 ribu lebih per kilonya..

Mata Pencaharian Baru

Ikan pora-pora berkembang biak dengan cepat. Kini kita bisa menyaksikan ratusan kilometer bibir pantai Danau Toba, ikan pora-pora mendominasi ikan di danau itu..

Harian Batak Pos pernah memberitakan bahwa ikan porapora dikenal setelah Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat Presiden RI melakukan penaburan benih ikan di Danau Toba terkait dengan suatu kunjungan perhelatan di Parapat pada 6 Juni 2004 lalu. (www.batakpos-online.com)

Para nelayan di Silalahi mengaku bahwa,orang pertama yang menabur benih ikan pora-pora di Danau Toba adalah Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden Indonesia. “Katanya ikan ini ditebar oleh ibu Megawati,”ujar salah seorang nelayan di pantai Silalahi Minggu pagi, 22 Januari 2012.

Ikan ini berkembang biak sangat cepat, dan kini menjadi habitat terbesar di Danau Toba. Dalam waktu beberapa tahun terakhir penduduk banyak menggantungkan hidupnya menangkap ikan pora-pora. Menangkap ikan pora-pora menjadi sebuah alternatif pencaharian penduduk di sekitar Danau Toba..

Para nelayan menangkap ikan yang sejenis ikan bilih di Danau Singkarak, Sumatera Barat, dengan menggunakan jala. Seorang nelayan di Silalahi mengatakan dia bisa memperoleh 30-40 kilogram per hari. Uang hasil penjualannya bisa memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Para pengusaha telah memanfaatkan peluang ini dan menjadikannya sebagai sebuah usaha baru. Hasil tangkapan nelayan, tidak hanya di pasarkan di daerah tangkapan, tetapi juga keluar daerah.

Selain menjual ikan pora-pora yang masih segar, para nelayan di berbagai tempat juga menjadikan ikan pora-pora sebagai ikan asin. Dengan membuang seluruh isi perut, kemudian merendam dengan air garam, kemudian dijemur di bawah terik matahari. Memang harganya lebih mahal. Tapi, “Mengerjakannya juga cukup lama”ujar Silalahi nelayan di Tao Silalahi Nabolak itu.

Saat ini ikan pora-pora selain dipasarkan di Sumatera Utara juga sudah dikirim ke sejumlah daerah di luar Sumatera Utara. Seperti Padang, Batam, dan Pekan Baru, melalui jalur darat dan laut.

Pengembangan Ikan Pora-pora

Angin segar berhembus dari Deperindag Sumut. Dalam releasenya beberapa hari yang lalu. mediaonline milik Pemprovsu  http://www.sumutprov.go.id/lengkap.php?id=3671,  mengungkapkan bahwa saat ini produksi ikan pora-pora dari Sumatera Utara mencapai 40 ton per hari.

Perkembangan pesat ikan tersebut, serta kemungkinan ketersediaannya dalam jumlah besar, membuat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ingin menjadikan Ikan Pora-Pora, ikan khas di Danau Toba, Parapat sebagai salah salah produk unggulan di provinsi itu di tujuh Kabupaten yang berada di sekitar danau.

Menurut Kepala Bidang Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan Disperindag Sumut, Ida Yani Pane, seperti dikutip mediaonline milik Pemprovsu itu, untuk tahap awal, ikan itu direncanakan sudah digoreng terlebih dahulu dan dimasukkan dalam kemasan yang menarik dengan berbagai ukuran kecil hingga besar.

Ke depan, lanjut Ida Yani, kalau masyarakatnya sudah bisa diandalkan untuk menyediakan ikan itu secara berkesinambungan dan serius menangani bisnis tersebut, pemerintah akan meningkatkan menjadi usaha industri yang lebih besar seperti halnya ikan sardencis dalam kaleng.

Kini sebuah perusahaan di Medan telah memproduksi Cripsy Pora-pora. Barangkali bisa jadi sebuah icon baru dari Sumut. Menambah ikan teri atau ikan asin lainnya yang selama ini sangat digemari di Jawa dan daerah lainnya di seantero tanah air.

Sarapan di Silalahi memberikan pemahaman baru kepada kami tentang ikan Pora-pora. Mungkin sarapan pagi di rumah Anda dengan ikan yang sama berarti memberi ruang yang lebih luas bagi nelayan, pengusaha kita. Memasyarakatkan ikan pora-pora,berarti mendukung penghasilan nelayan di sekitar Danau Toba.

Semoga usaha ini berhasil dan bisa sebagai alternatif memberi penghasilan baru yang ramah lingkungan. Mari kita dukung!

Tidak ada komentar: