Oleh: Jannerson Girsang
Menjelang Pilgub DKI 2012 lalu, dukungan ke saingan Jokowi--ketika itu
Foke, petahana gubernur, begitu besar. Didukung banyak partai, elit-elit di ibu kota Indonesia itu, dan
termasuk pendanaan tentu saja.
Belum lagi black campaign
(kampanye hitam) yang diarahkan kepada Jokowi. Kadang mengundang
"ketakutan". Seram akh!.
Tapi, black campaign tak begitu berpengaruh. Ini perlu menjadi pelajaran. Rakyat sudah pintar!
Memang banyak orang yang panik, dengan naiknya Jokowi.
Pertarungan ibarat "kancil" dan "gajah". Tapi kancilnya ternyata sangat kuat dan cerdas. Hingga gajahnya sulit bergerak, akhirnya mengaku kalah.
Hingga hasilnya mengejutkan. Jokowi menang telak. Semua pada kaget!.
Orang "miskin" harta, penampilan kayak orang kampung, "kurus", tidak
punya pengalaman di Jakarta, belum mengenal Jakarta, kok bisa menang?
Karakter, sekali lagi karakternya baik!. Bangsa ini butuh pemimpin yang
berkarakter, bukan yang banyak duit, dan merasa punya "pengalaman" atau
pencitraan bohong-bohongan.
Ketika menjadi Gubernur DKI,
Jokowi mendapat serangan luar biasa, tetapi Jokowi mampu menangkis
semuanya dengan kerendahan hati, kelembutan. Pemda DKI bekerja di
seluruh lini. Semua berjalan baik.
Preman ditutup mulutnya dengan kelembutan, pedagang kecil dibujuk pindah ke tempat yang lebih baik.
Yang sering tidak muncul ke permukaan, karena dianggap bukan kelebihan
adalah kemampuan Jokowi menggerakkan orang lain secara sukarela (tanpa
dibayar, tanpa dipaksa, bukan seperti kebanyakan tokoh saat ini), karena
sadar gerakannya akan membawa mereka ke arah yang lebih baik. Kemampuan
yang sudah jarang dimiliki pemimpin negeri ini.
Jokowi
mampu menggerakkan semua elemen masyarakat untuk bekerja. Rakyat,
polisi, tentara, satpol PP semua bekerja sama. Menteri-menteri bahkan
Presiden seolah berada dalam "arus" pikiran Jokowi.
Untuk
mengusir preman dia mengatakan: "Kita punya ribuan polisi, tentara,
satpol PP, masak negara kalah dengan preman?". Polisi, tentara, satpol
PP secara sukarela bergerak. Kata "blusukan" menjadi populer di tangan
Jokowi.
Pemikiran-pemikiran sederhana yang belum pernah muncul dari tokoh manapun. Jokowi adalah tokoh pembaharu.
Jokowi dicintai rakyat dan dinilai hebat oleh media nasional dan asing. Dalam waktu
singkat Majalah bergengsi dunia, Fortune memilihnya menduduki ranking
37, Pemimpin Terhebat di Dunia (The Greatest World Leader's), bahkan
mengalahkan Obama, presiden Amerika Serikat.
Tak ada tokoh sehebat dia saat ini di Indonesia. Coba cek di Fortune, The New York Times, The Economist, media-media terbesar dunia!
Kerendahan hati, ketulusan bekerja, tidak melawan kekerasan dengan
kekerasan, itulah senjata Jokowi. Itulah pemimpin yang dirindukan
masyarakat Indonesia dan dunia yang sebenarnya.
Para pendukung JOKOWI, tidak butuh apapun (uang, jabatan menteri) untuk mendukung Jokowi. Dia akan mengulangi suksesnya di Pilpres, dan yakin akan memenangkan Pilpres, sama ketika beliau memenangkan gubernur DKI.
JOKOWI ADALAH KITA.
Medan, 26 Mei 2014
"Let us not be satisfied with just giving money. Money is not enough, money can be got, but they need your hearts to love them. So, spread your love everywhere you go" (Mother Theresia). Photo: Di Pantai Barus, Tapanuli Tengah, April 2008. Saat itu, seorang anak laki-laki sedang asyik memancing bersama teman-temannya. (Dilarang keras memposting artikel-artikel dalam blog ini untuk tujuan komersial, termasuk website untuk tujuan memperoleh iklan).
Senin, 26 Mei 2014
Rabu, 21 Mei 2014
Merindukan Bung Karno
Oleh: Jannerson Girsang
Bung Karno, sosok yang luar biasa. Beliau meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970, saat saya masih berusia 9 tahun dan masih duduk di kelas tiga SD.
Bahkan berita meninggalnyapun saya tidak tau, karena bacaan atau sumber berita di desa saya hanya dari mulut ke mulut. Berita dari luar desa hanya melalui radio transistor. RRI Medan atau Pekanbaru. Saya tidak pernah mengingat sesuatu saat meninggalnya Soekarno.
Saat itu saya tidak mengetahui siapa Bung Karno, kecuali cerita-cerita kakek saya. Bung Karno itu luar biasa. Ayah saya juga memuji kehebatan Bung Karno berpidato.
Tapi kisah tentang Soekarno begitu dekat, saya seolah mengenalnya dengan baik. Di masa saya sekolah SMA di Jakarta, saya mulai membaca kisah-kisahnya, mulai dari buku Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I dan Jilid 2--sekarang tinggal jilid1, karena jilid 2nya pernah dipinjam Radiaman Purba dan tidak kembali hingga saat ini), Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, Siapa Menabur Angin Menuai Badai, serta berbagai buku-buku lain tentang Soekarno,
Saat saya SMA (1978-1980), kebetulan teman saya satu rumah adalah beberapa mahasiswa dan aktif di GMNI. Mereka sering diskusi dan memegang buku Di bawah Bendera Revolusi. "Soeharto begitu kejam kepada Bung Karno", ujar seorang mahasiswa itu dalam diskusi mereka.
Saat itu setelah 14 tahun Soeharto berkuasa, hampir semua mahasiswa yang di rumah itu tidak suka Soeharto. (Saya juga tidak begitu setuju, karena banyak hal baik dilakukan Soeharto)
Saya sering mendengar mereka berbicara tentang Malari, tentang NKK/BKK yang tentu saja saya belum mengerti. Mahasiswa begitu konsern tentang negerinya. Mereka secara teratur berdiskusi tentang politik, tentang kepemimpinan, tentang negara, bahkan mereka juga berdiskusi tentang Band Black Brother yang lari ke Belanda.
Tapi yang sering menarik perhatian saya adalah cerita kehebatan Bung Karno. Para mahasiswa yang sering berdiskusi di tempat kos saya di Cililitan, dekat kantor BAKN itu, berpidato meniru Bung Karno. Mereka kagum sekali dengan apa saja yang dikatakan Bung Karno dan caranya berpidato (tentu mereka lihat dari buku-buku dan rekaman-rekaman suara Bung Karno). .
Bung Karno, meski saya tidak pernah melihatnya, tidak pernah secara langsung bertatap muka, hanya membaca dan mendengar kisahnya, mampu memberi rasa kagum.
Soekarno ada di mana-mana. Mengunjungi Monas, berjalan di sekitar Sudirman Bundaran HI, dan Hotel Indonesia, Sarinah, adalah melihat Bung Karno. Itulah karya-karya fenomenal beliau.
Bahkan kekaguman saya, ketika suatu waktu ada waktu luang ketika mengikuti sebuah kursus di Jakarta, saya mengajak almarhum adik saya menyempatkan diri mengunjungi makamnya di Blitar, pada 1989. Di makam itu, saya membayangkan seorang laki-laki sejati, mencintai bangsanya lebih dari apapun.
Pulang dari makam, saya singgah ke rumahnya yang berjarak hanya beberapa kilometer dari makam, Sejenak saya duduk di bekas tempat tidurnya.
Pulang dari sana, di Jakarta saya membeli beberapa buku tentang Bung Karno. Kisahnya dengan Ibu Inggit, Indonesia Menggugat (buku yang sering dibawa para mahasiswa di tempat kos saya semasa SMA). Bung Karno, adalah kisah yang unik dalam diriku.
32 tahun regim Soeharto membuat cerita yang negatif tentang Bung Karno, tetapi saya tidak terpengaruh. Bung Karno adalah idolaku. Bung Karno belum ada duanya di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia. Seluruh masa hidupnya dicurahkan untuk Indonesia. Hari-hari hidupnya adalah berjuang memimpin, berpidato menyuarakan suara Indonesia, menulis tentang cita-citanya untuk Indonesia.
Bung Karno, seorang jenius dan mampu mendalami hati rakyatnya, melahirkan Pancasila, filosofi bangsa yang bisa mempersatukan, melindungi Indonesia dalam kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara. Laki-laki pemberani yang memutuskan memproklamasikan Indoensia 17 Agustus 1945, walau dengan resiko "nyawanya sendiri".
Malam ini saya rindu pidatonya dan untung youtube sudah menyediakan rekaman-rekaman yang bisa kudengar. Pidato yang memukau. Jasmerah, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, pidatonya tentang Super Semar--Sebuah Bab yang hilang.
Jokowi dan Prabowo telah mendaftarkan diri sebagai Capres di KPU. Negeri ini kini berada di tangan kalian berdua. Siapapun yang menang, cintailah negeri ini, cintailah bangsa ini seperti cinta Bung Karno.
Jangan ada lagi money politics, jangan ada lagi saling fitnah hanya untuk menang. Bertarunglah secara jantan. Tunjukkan diri kalian sebagai seorang yang jantan seperti Bung Karno.Kurirndukan Bung Karno di diri Jokowi dan Prabowo!.
Medan 21 Mei 2014
Nya Tegen Arimbi Barapinta. Salam untuk orang-orang di Blitar ya Mbak
Bung Karno, sosok yang luar biasa. Beliau meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970, saat saya masih berusia 9 tahun dan masih duduk di kelas tiga SD.
Bahkan berita meninggalnyapun saya tidak tau, karena bacaan atau sumber berita di desa saya hanya dari mulut ke mulut. Berita dari luar desa hanya melalui radio transistor. RRI Medan atau Pekanbaru. Saya tidak pernah mengingat sesuatu saat meninggalnya Soekarno.
Saat itu saya tidak mengetahui siapa Bung Karno, kecuali cerita-cerita kakek saya. Bung Karno itu luar biasa. Ayah saya juga memuji kehebatan Bung Karno berpidato.
Tapi kisah tentang Soekarno begitu dekat, saya seolah mengenalnya dengan baik. Di masa saya sekolah SMA di Jakarta, saya mulai membaca kisah-kisahnya, mulai dari buku Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I dan Jilid 2--sekarang tinggal jilid1, karena jilid 2nya pernah dipinjam Radiaman Purba dan tidak kembali hingga saat ini), Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, Siapa Menabur Angin Menuai Badai, serta berbagai buku-buku lain tentang Soekarno,
Saat saya SMA (1978-1980), kebetulan teman saya satu rumah adalah beberapa mahasiswa dan aktif di GMNI. Mereka sering diskusi dan memegang buku Di bawah Bendera Revolusi. "Soeharto begitu kejam kepada Bung Karno", ujar seorang mahasiswa itu dalam diskusi mereka.
Saat itu setelah 14 tahun Soeharto berkuasa, hampir semua mahasiswa yang di rumah itu tidak suka Soeharto. (Saya juga tidak begitu setuju, karena banyak hal baik dilakukan Soeharto)
Saya sering mendengar mereka berbicara tentang Malari, tentang NKK/BKK yang tentu saja saya belum mengerti. Mahasiswa begitu konsern tentang negerinya. Mereka secara teratur berdiskusi tentang politik, tentang kepemimpinan, tentang negara, bahkan mereka juga berdiskusi tentang Band Black Brother yang lari ke Belanda.
Tapi yang sering menarik perhatian saya adalah cerita kehebatan Bung Karno. Para mahasiswa yang sering berdiskusi di tempat kos saya di Cililitan, dekat kantor BAKN itu, berpidato meniru Bung Karno. Mereka kagum sekali dengan apa saja yang dikatakan Bung Karno dan caranya berpidato (tentu mereka lihat dari buku-buku dan rekaman-rekaman suara Bung Karno). .
Bung Karno, meski saya tidak pernah melihatnya, tidak pernah secara langsung bertatap muka, hanya membaca dan mendengar kisahnya, mampu memberi rasa kagum.
Soekarno ada di mana-mana. Mengunjungi Monas, berjalan di sekitar Sudirman Bundaran HI, dan Hotel Indonesia, Sarinah, adalah melihat Bung Karno. Itulah karya-karya fenomenal beliau.
Bahkan kekaguman saya, ketika suatu waktu ada waktu luang ketika mengikuti sebuah kursus di Jakarta, saya mengajak almarhum adik saya menyempatkan diri mengunjungi makamnya di Blitar, pada 1989. Di makam itu, saya membayangkan seorang laki-laki sejati, mencintai bangsanya lebih dari apapun.
Pulang dari makam, saya singgah ke rumahnya yang berjarak hanya beberapa kilometer dari makam, Sejenak saya duduk di bekas tempat tidurnya.
Pulang dari sana, di Jakarta saya membeli beberapa buku tentang Bung Karno. Kisahnya dengan Ibu Inggit, Indonesia Menggugat (buku yang sering dibawa para mahasiswa di tempat kos saya semasa SMA). Bung Karno, adalah kisah yang unik dalam diriku.
32 tahun regim Soeharto membuat cerita yang negatif tentang Bung Karno, tetapi saya tidak terpengaruh. Bung Karno adalah idolaku. Bung Karno belum ada duanya di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia. Seluruh masa hidupnya dicurahkan untuk Indonesia. Hari-hari hidupnya adalah berjuang memimpin, berpidato menyuarakan suara Indonesia, menulis tentang cita-citanya untuk Indonesia.
Bung Karno, seorang jenius dan mampu mendalami hati rakyatnya, melahirkan Pancasila, filosofi bangsa yang bisa mempersatukan, melindungi Indonesia dalam kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara. Laki-laki pemberani yang memutuskan memproklamasikan Indoensia 17 Agustus 1945, walau dengan resiko "nyawanya sendiri".
Malam ini saya rindu pidatonya dan untung youtube sudah menyediakan rekaman-rekaman yang bisa kudengar. Pidato yang memukau. Jasmerah, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, pidatonya tentang Super Semar--Sebuah Bab yang hilang.
Jokowi dan Prabowo telah mendaftarkan diri sebagai Capres di KPU. Negeri ini kini berada di tangan kalian berdua. Siapapun yang menang, cintailah negeri ini, cintailah bangsa ini seperti cinta Bung Karno.
Jangan ada lagi money politics, jangan ada lagi saling fitnah hanya untuk menang. Bertarunglah secara jantan. Tunjukkan diri kalian sebagai seorang yang jantan seperti Bung Karno.Kurirndukan Bung Karno di diri Jokowi dan Prabowo!.
Medan 21 Mei 2014
Nya Tegen Arimbi Barapinta. Salam untuk orang-orang di Blitar ya Mbak
Selasa, 20 Mei 2014
Pemimpin yang Kita Butuhkan
Oleh: Jannerson Girsang
Negeri ini tidak perlu diperintah seorang Prof Dr, Jenderal tetapi dipimpin oleh mereka yang berhati tulus bekerja untuk rakyatnya dan mampu memberdayakan Prof Dr dan Jenderal yang brilian.
Bukan pemimpin yang pintar bersilat lidah, tapi "musang berbulu ayam" dan tidak menghargai kebenaran bahkan menyimpan orang-orang pintar di "kerangkeng".
Pemimpin seperti itulah yang menciptakan korupsi selama ini.
Pemimpin adalah orang yang mampu dan berani mengatakan korupsi itu tidak baik dan tidak benar, menghina orang lain tidak baik dan tidak benar, mengeluarkan fitnah itu tidak baik dan tidak benar
Banyak pemimpin yang mengaku pemimpin tidak tau membedakan mana yang baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar.
Satu lagi, mereka juga harus menghukum orang yang tidak benar.
Landasan berpijak bangsa ini adalah empat Pilar: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cita-cita kita adalah menunju masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk itu kita butuh pemimpin yang bersih dan mampu membawa bangsa ini ke arah yang benar, memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat.
A leader is one who knows the (right) way, goes the (right) way, and shows the (right) way. (John C. Maxwell).
Medan, 20 Mei 2014
Negeri ini tidak perlu diperintah seorang Prof Dr, Jenderal tetapi dipimpin oleh mereka yang berhati tulus bekerja untuk rakyatnya dan mampu memberdayakan Prof Dr dan Jenderal yang brilian.
Bukan pemimpin yang pintar bersilat lidah, tapi "musang berbulu ayam" dan tidak menghargai kebenaran bahkan menyimpan orang-orang pintar di "kerangkeng".
Pemimpin seperti itulah yang menciptakan korupsi selama ini.
Pemimpin adalah orang yang mampu dan berani mengatakan korupsi itu tidak baik dan tidak benar, menghina orang lain tidak baik dan tidak benar, mengeluarkan fitnah itu tidak baik dan tidak benar
Banyak pemimpin yang mengaku pemimpin tidak tau membedakan mana yang baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar.
Satu lagi, mereka juga harus menghukum orang yang tidak benar.
Landasan berpijak bangsa ini adalah empat Pilar: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cita-cita kita adalah menunju masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk itu kita butuh pemimpin yang bersih dan mampu membawa bangsa ini ke arah yang benar, memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat.
A leader is one who knows the (right) way, goes the (right) way, and shows the (right) way. (John C. Maxwell).
Medan, 20 Mei 2014
20 Mei 1908: Hari Kebangkitan Nasional
Oleh: Jannerson Girsang
"Hari Kebangkitan Nasional apa sih?,", hal ini saya pernah tanyakan kepada remaja dan pemuda di gereja.
Tak sampai separuh yang tau tahunnya, apalagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Belum lagi maknanya.
Jangan-jangan pemahaman yang sama juga menjangkiti banyak orang tua, atau para anggota legislatif sekalipun.
Padahal, Hari Kebangkitan Nasional digaungkan setiap tahun. Perayaannyapun dilaksanakan, kadang besar, kadang kecil sesuai musim.
Kalau lagi kampanye begini, perayaannya "dibesar-besarkan" dan kadang disulap menjadi hanya sekelompok golongan yang peduli merayakannya. Karena pemimpin kita tidak sungguh-sungguh mensosialisasikannya, tentu rakyatnya juga tidak peduli sejarahnya.
Kebangkitan Nasional adalah Masa Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul. Bangsa ini saat itu masih dikungkung kebodohan karena penjajahan Belanda.
Hari Kebangkitan Nasional, ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli (seorang penulis Belanda yang menulis buku: Seandainya saya orang Belanda).
Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, antara lain Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat (tau nggak. beliaulah yang berubah nama menjadi Ki Hajar Dewantara, sejak 1922), dr. Douwes Dekker (seorang turunan Belanda) yang juga dikenal dengan nama Multatuli (makanya ada Jalan Multatuli di Medan), Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sutomo, Ir. Soekarno,serta tokoh-tokoh yang lain.
Sejak itu, bangsa ini mendirikan Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda), Indische Partij (2012). Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang.
Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda"), pada tanggal 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda.
Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena "boleh memilih", keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda. (Beda tokh dengan tokoh-tokoh kita sekarang: ditahan karena mengisap rakyat: korupsi).
Saat ini 2014, kita berharap muncul tokoh-tokoh yang memiliki semangat Kebangkitan Nasional, yang menyadarkan bangsa ini bahwa Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pilar Kebangsaan.
Bahwa bangsa ini sedang menghadapi masalah besar: Korupsi, Kolusi dan Nepostisme dan penegakan hukum yang lemah. Hukum adalah milik orang berduit. Pembela, hanya membela yang bayar!
Bangsa ini tertinggal jauh dari Malaysia, Singapura, bahkan beberapa negara miskin di Afrika.
Bangsa ini diliputi rasa sombong, dan tinggi hati, memiliki banyak mall, walau jalan-jalan rusak, rumah sakit mahal walau tak berkualitas.
Pemimpinnya mudah tersinggung dan berdebat di media tentang hal-hal yang tidak perlu bagi rakyat. Suka menjelekkan sesamanya dan kurang mampu bersaing dengan sehat.
Hari Kebangkitan Nasional Tahun ini adalah suasana menjelang Pilpres. Mari bangkit, mari memilih Pemimpin yang memiliki semangat Kebangkitan Nasional. Pilihlah pemimpin yang mampu membangkitkan Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan Indonesia Makmur, dan bangsa yang Beradab!
Clara Girsang, Patricia Girsang, Devee Girsang, Bernard Patralison Girsang, Yani Christin Girsang, Hilda Valeria Girsang, Trisha Melanie Girsang
Medan 20 Mei 2014
"Hari Kebangkitan Nasional apa sih?,", hal ini saya pernah tanyakan kepada remaja dan pemuda di gereja.
Tak sampai separuh yang tau tahunnya, apalagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Belum lagi maknanya.
Jangan-jangan pemahaman yang sama juga menjangkiti banyak orang tua, atau para anggota legislatif sekalipun.
Padahal, Hari Kebangkitan Nasional digaungkan setiap tahun. Perayaannyapun dilaksanakan, kadang besar, kadang kecil sesuai musim.
Kalau lagi kampanye begini, perayaannya "dibesar-besarkan" dan kadang disulap menjadi hanya sekelompok golongan yang peduli merayakannya. Karena pemimpin kita tidak sungguh-sungguh mensosialisasikannya, tentu rakyatnya juga tidak peduli sejarahnya.
Kebangkitan Nasional adalah Masa Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul. Bangsa ini saat itu masih dikungkung kebodohan karena penjajahan Belanda.
Hari Kebangkitan Nasional, ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli (seorang penulis Belanda yang menulis buku: Seandainya saya orang Belanda).
Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, antara lain Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat (tau nggak. beliaulah yang berubah nama menjadi Ki Hajar Dewantara, sejak 1922), dr. Douwes Dekker (seorang turunan Belanda) yang juga dikenal dengan nama Multatuli (makanya ada Jalan Multatuli di Medan), Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sutomo, Ir. Soekarno,serta tokoh-tokoh yang lain.
Sejak itu, bangsa ini mendirikan Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda), Indische Partij (2012). Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang.
Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda"), pada tanggal 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda.
Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena "boleh memilih", keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda. (Beda tokh dengan tokoh-tokoh kita sekarang: ditahan karena mengisap rakyat: korupsi).
Saat ini 2014, kita berharap muncul tokoh-tokoh yang memiliki semangat Kebangkitan Nasional, yang menyadarkan bangsa ini bahwa Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pilar Kebangsaan.
Bahwa bangsa ini sedang menghadapi masalah besar: Korupsi, Kolusi dan Nepostisme dan penegakan hukum yang lemah. Hukum adalah milik orang berduit. Pembela, hanya membela yang bayar!
Bangsa ini tertinggal jauh dari Malaysia, Singapura, bahkan beberapa negara miskin di Afrika.
Bangsa ini diliputi rasa sombong, dan tinggi hati, memiliki banyak mall, walau jalan-jalan rusak, rumah sakit mahal walau tak berkualitas.
Pemimpinnya mudah tersinggung dan berdebat di media tentang hal-hal yang tidak perlu bagi rakyat. Suka menjelekkan sesamanya dan kurang mampu bersaing dengan sehat.
Hari Kebangkitan Nasional Tahun ini adalah suasana menjelang Pilpres. Mari bangkit, mari memilih Pemimpin yang memiliki semangat Kebangkitan Nasional. Pilihlah pemimpin yang mampu membangkitkan Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan Indonesia Makmur, dan bangsa yang Beradab!
Clara Girsang, Patricia Girsang, Devee Girsang, Bernard Patralison Girsang, Yani Christin Girsang, Hilda Valeria Girsang, Trisha Melanie Girsang
Medan 20 Mei 2014
Jumat, 16 Mei 2014
Indonesia Butuh Para Penulis Mengembangkan Pariwisata
Medan, (Analisa). Pariwisata Indonesia akan lebih maju apabila para
penulis aktif mengeluarkan cerita-cerita positif tentang pariwisata
dalam negeri.
Cerita tersebut tidak hanya dikemas dalam bentuk sebuah pengalaman pribadi, dapat berupa buku panduan perjalanan, buku yang bisa diadaptasi ke dalam film, biografi, dan sebagainya, ujar Jannerson Girsang, Konsultan perjalanan yang juga penulis biografi terkenal di Sumatera Utara, Selasa (13/5).
Ia menyayangkan banyak penulis di Indonesia yang lebih tertarik membahas dan menulis tentang dunia politik, dan umumnya masyarakat Indonesia lebih senang menceritakan pengalaman berwisata ke luar negeri dibandingkan dalam negeri.
Padahal, belum tentu pariwisata dalam negeri sudah kita ketahui seluruhnya, ungkapnya.
Laskar Pelangi Danau Toba
Girsang menggagas jika saja ada penulis dan buku semujarab Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata yang mengangkat Danau Toba, mungkin citra danau tersebut akan sangat positif di mata masyarakat dan penduduk dunia. “Begitu buku Laskar Pelangi diluncurkan, dan itu diadaptasi ke layar lebar, pariwisata Belitung seketika melambung. Pertanyaannya, kapan kita orang Sumut bisa luncurkan ide seperti itu?” tanyanya.
Alumni IPB yang juga staf Yayasan HKBP Nommensen ini berharap lahir penulis-penulis baru di Indonesia dan Sumut yang dapat memberikan kontribusi tinggi terhadap pariwisata, yang mampu memberikan pencitraan positif, mencerahkan, dan menjelaskan kepada wisatawan keunikan pariwisata Tanah Air. “Lewat tulisan, para wisatawan tadi dipandu, diajak, dan dipikat untuk menyaksikan langsung lokasi itu.
Apalagi orang bule, senang sekali ketika dia hendak berwisata, semuanya sudah tersedia dalam buku panduan,” jelasnya. (dyt).
(Harian Analisa, 16 Mei 2014). Terima kasih Damayanti Sinaga, Wartawan Analisa yang memiliki visi mengembangkan pariwisata Sumut.
Ikuti juga artikel-artikel perjalananku di daerah tujuan wisata Sumut:
Sarapan Pora-pora di Silalahi.
http:// www.harangan-sitora.blogspot.co m/2012/01/ sarapan-dengan-pora-pora-di-sil alahi.html.
Bawomataluo: Keindahan dan Misteri.
http:// harangan-sitora.blogspot.com/ 2013/04/ bawomataluo-keindahan-dan-miste ri.html
Jalan Silalahi-Tongging “Menikmati 14 Kilometer Pinggir Pantai”
http:// www.harangan-sitora.blogspot.co m/2012/02/ alan-silalahi-tongging-menikmat i-14.html
Regenerasi Hombo Batu di Nias
http:// harangan-sitora.blogspot.com/ 2013/04/ regenerasi-hombo-batu.html
Suatu Sore di Pantai Silalahi.
http:// www.harangan-sitora.blogspot.co m/2012/02/ suatu-sore-di-pantai-silalahi.h tml
Melongok Museum Simalungun
http:// harangan-sitora.blogspot.com/ 2009/03/museum-simalungun.html
Melongok Pengusaha Kemenyan di Era 30-an
http:// harangan-sitora.blogspot.com/ 2009/03/ melongok-pengusaha-kemenyan-era -30.html
Dua Wisatawan Asing Jatuh Cinta Daerah Wisata Indonesia
http:// harangan-sitora.blogspot.com/ 2012/02/ wisatawan-asing-jatuh-cinta-dae rah.html
Mengenal Lucy Chriz, Penulis Novel Amang Parsinuan. Kisah Laki-laki Batak yang Kontroversial. mengungkap budaya dan lokasi-lokasi wisata di Danau Toba
http:// harangan-sitora.blogspot.com/ 2011/11/ mengenal-lucya-chriz-penulis-no vel.html
Colek: Onlyhu Ndraha, Noverlist Chandra, Ketjel Parangdjati Zagoto. Penulis Wisata dari Nias, Lucya Chriz, penulis novel berlatar budaya Batak.
Cerita tersebut tidak hanya dikemas dalam bentuk sebuah pengalaman pribadi, dapat berupa buku panduan perjalanan, buku yang bisa diadaptasi ke dalam film, biografi, dan sebagainya, ujar Jannerson Girsang, Konsultan perjalanan yang juga penulis biografi terkenal di Sumatera Utara, Selasa (13/5).
Ia menyayangkan banyak penulis di Indonesia yang lebih tertarik membahas dan menulis tentang dunia politik, dan umumnya masyarakat Indonesia lebih senang menceritakan pengalaman berwisata ke luar negeri dibandingkan dalam negeri.
Padahal, belum tentu pariwisata dalam negeri sudah kita ketahui seluruhnya, ungkapnya.
Laskar Pelangi Danau Toba
Girsang menggagas jika saja ada penulis dan buku semujarab Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata yang mengangkat Danau Toba, mungkin citra danau tersebut akan sangat positif di mata masyarakat dan penduduk dunia. “Begitu buku Laskar Pelangi diluncurkan, dan itu diadaptasi ke layar lebar, pariwisata Belitung seketika melambung. Pertanyaannya, kapan kita orang Sumut bisa luncurkan ide seperti itu?” tanyanya.
Alumni IPB yang juga staf Yayasan HKBP Nommensen ini berharap lahir penulis-penulis baru di Indonesia dan Sumut yang dapat memberikan kontribusi tinggi terhadap pariwisata, yang mampu memberikan pencitraan positif, mencerahkan, dan menjelaskan kepada wisatawan keunikan pariwisata Tanah Air. “Lewat tulisan, para wisatawan tadi dipandu, diajak, dan dipikat untuk menyaksikan langsung lokasi itu.
Apalagi orang bule, senang sekali ketika dia hendak berwisata, semuanya sudah tersedia dalam buku panduan,” jelasnya. (dyt).
(Harian Analisa, 16 Mei 2014). Terima kasih Damayanti Sinaga, Wartawan Analisa yang memiliki visi mengembangkan pariwisata Sumut.
Ikuti juga artikel-artikel perjalananku di daerah tujuan wisata Sumut:
Sarapan Pora-pora di Silalahi.
http://
Bawomataluo: Keindahan dan Misteri.
http://
Jalan Silalahi-Tongging “Menikmati 14 Kilometer Pinggir Pantai”
http://
Regenerasi Hombo Batu di Nias
http://
Suatu Sore di Pantai Silalahi.
http://
Melongok Museum Simalungun
http://
Melongok Pengusaha Kemenyan di Era 30-an
http://
Dua Wisatawan Asing Jatuh Cinta Daerah Wisata Indonesia
http://
Mengenal Lucy Chriz, Penulis Novel Amang Parsinuan. Kisah Laki-laki Batak yang Kontroversial. mengungkap budaya dan lokasi-lokasi wisata di Danau Toba
http://
Colek: Onlyhu Ndraha, Noverlist Chandra, Ketjel Parangdjati Zagoto. Penulis Wisata dari Nias, Lucya Chriz, penulis novel berlatar budaya Batak.
Kenapa Aku Harus Memilih Jokowi
Oleh: Jannerson Girsang
Aku butuh Presiden yang mampu bekerja sama dan menghormati timnya,
menghormati bangsanya yang beragam agama dan suku. Jokowi mampu dan
menjadi teladan toleransi, saling menghormati satu dengan yang lain!.
Aku butuh Presiden yang sepanjang hari, hati, pikiran dan tindakannya hanya untuk rakyatnya. Bangun pagi memikirkan rakyatnya. Bukan 90 persen pikirannya ke duit, komisi proyek, ke perusahaannya dan usaha kelompoknya.
Aku butuh Presiden yang berjiwa nasionalis seperti Soekarno, dan strategi membangun yang terencana seperti Soeharto (tentu di luar pelanggaran HAM yang dibiarkannya dan korupsi yang disemaikannya), seperti Gus Dur yang mampu menginspirasi dan melindungi minoritas, Megawati yang loyal atas perjuangan dan keyakinan politiknya, Habibie yang pintar. Kebaikan-kebaikan dan keunggulan pemimpin terdahulu itu, kalau digabung bermuara memberi kesejukan dan kesejahteran bagi rakyat. Itu ada pada Jokowi.
Aku butuh Presiden yang melihat masalah sebagai "berkat" dan menyelesaikannya dengan proses penyelesaian yang bisa menjadi pembelajaran. Bukan hanya menyalah-nyalahkan yang lain, untuk membenarkan dirinya tidak berbuat apa-apa.
Aku suka Jokowi karena mampu mengungkap masalah utama bangsa ini. Masalah MORAL, melaksanakan REVOLUSI MORAL yang dirinya sendiri menjadi teladan.
KORUPSI, Jokowi adalah simbol anti korupsi dan teladan, bukan hanya pintar memimpin "rapat tikus" Korupsi, hanya mengatakan "Katakan Tidak Pada Korupsi", tetapi korupsi secara "berjamaah"
Aku suka Jokowi yang di awal kepresidenannya memahami masalah utama bangsa, dan memiliki pengalaman dari walikota, kemudian menjadi gubernur. Proses penyelesaian kampung kumuh di Solo, Jakarta adalah satu contoh keberhasilan dan pengalaman Jokowi yang sempurna menuju Presiden. Proses penyelesaian preman Tanah Abang, adalah contoh lain, serta kemampuannya bergaul dengan segala lapisan masyarakat.
Aku butuh Presiden yang tidak takut preman dan tidak takut kepada ormas yang beringas. Hanya orang baik dan benar yang bisa melawan mereka. Senapan tidak mampu melawan kejahatan. Aku tidak butuh pemimpin yang menggunakan preman sebagai alat politik dan alat mempertahankan kekuasaan, apalagi menggunakannya sebagai sumber mata pencaharian.
Aku butuh Presiden yang mampu memberdayakan militer, jaksa, polisi, birokrat dengan cara Jokowi. "Kalau kamu mau ikut gerbong saya, silakan ikut. Kalau tidak silakan tinggal (pecat)". Bukan Presiden yang memelihara menteri-menteri yang tidak mampu bahkan tidak (mau) mengikutinya, lebih takut citranya rusak, daripada rakyatnya menderita.
Aku butuh Presiden yang keluarganya harmonis, teladan bagi keluarga yang lain. Istrinya hanya satu, dan tidak malu menampilkan istrinya di depan umum.
Aku butuh Presiden yang dihormati dalam pergaulan dunia, tidak dicekal oleh bangsa apapun di dunia ini karena beban sejarah buruk kepada bangsanya sendiri di masa lalu.
Aku ingin Presiden yang mampu hidup sederhana. Tidak punya rumah mewah yang dijaga preman, algojo, serta uang untuk menakut-nakuti rakyat.
Aku ingin Presiden yang tidak punya hutang, meski kekayaannya selangit. Aku tidak memilih presiden yang menggunakan kekuasaan sebagai alat melanggengkan bisnis. Presidenku adalah orang yang bersih dari kepentingan bisnis pribadi.
Aku ingin Presiden, kalau dia datang semua orang berkumpul, karena merindukannya. Bukan Presiden yang mengumpulkan massa dengan membayar mereka, atau menggunakan kekuasaan agar masyarakat berkumpul.
Aku suka Presiden yang berani menyiarkan seluruh kegiatannya di youtube. Aku suka Presiden yang tidak takut mempermalukan anggota-anggota DPR siluman, yang terpilih walau tidak pernah menjenguk rakyatnya, tidak dikenal rakyatnya. Aku ingin seorang Presiden yang mampu dan berani seperti Gus Dur, menyebut DPR tak bermutu: Hei, kamu DPR "TK" (taman kanak-kanak)!.
Itulah sebagian alasan mengapa aku suka Jokowi teman-teman, mengapa aku memilih Jokowi. Silakan tambahkan kalau ada!
Medan, 16 Mei 2014
Aku butuh Presiden yang sepanjang hari, hati, pikiran dan tindakannya hanya untuk rakyatnya. Bangun pagi memikirkan rakyatnya. Bukan 90 persen pikirannya ke duit, komisi proyek, ke perusahaannya dan usaha kelompoknya.
Aku butuh Presiden yang berjiwa nasionalis seperti Soekarno, dan strategi membangun yang terencana seperti Soeharto (tentu di luar pelanggaran HAM yang dibiarkannya dan korupsi yang disemaikannya), seperti Gus Dur yang mampu menginspirasi dan melindungi minoritas, Megawati yang loyal atas perjuangan dan keyakinan politiknya, Habibie yang pintar. Kebaikan-kebaikan dan keunggulan pemimpin terdahulu itu, kalau digabung bermuara memberi kesejukan dan kesejahteran bagi rakyat. Itu ada pada Jokowi.
Aku butuh Presiden yang melihat masalah sebagai "berkat" dan menyelesaikannya dengan proses penyelesaian yang bisa menjadi pembelajaran. Bukan hanya menyalah-nyalahkan yang lain, untuk membenarkan dirinya tidak berbuat apa-apa.
Aku suka Jokowi karena mampu mengungkap masalah utama bangsa ini. Masalah MORAL, melaksanakan REVOLUSI MORAL yang dirinya sendiri menjadi teladan.
KORUPSI, Jokowi adalah simbol anti korupsi dan teladan, bukan hanya pintar memimpin "rapat tikus" Korupsi, hanya mengatakan "Katakan Tidak Pada Korupsi", tetapi korupsi secara "berjamaah"
Aku suka Jokowi yang di awal kepresidenannya memahami masalah utama bangsa, dan memiliki pengalaman dari walikota, kemudian menjadi gubernur. Proses penyelesaian kampung kumuh di Solo, Jakarta adalah satu contoh keberhasilan dan pengalaman Jokowi yang sempurna menuju Presiden. Proses penyelesaian preman Tanah Abang, adalah contoh lain, serta kemampuannya bergaul dengan segala lapisan masyarakat.
Aku butuh Presiden yang tidak takut preman dan tidak takut kepada ormas yang beringas. Hanya orang baik dan benar yang bisa melawan mereka. Senapan tidak mampu melawan kejahatan. Aku tidak butuh pemimpin yang menggunakan preman sebagai alat politik dan alat mempertahankan kekuasaan, apalagi menggunakannya sebagai sumber mata pencaharian.
Aku butuh Presiden yang mampu memberdayakan militer, jaksa, polisi, birokrat dengan cara Jokowi. "Kalau kamu mau ikut gerbong saya, silakan ikut. Kalau tidak silakan tinggal (pecat)". Bukan Presiden yang memelihara menteri-menteri yang tidak mampu bahkan tidak (mau) mengikutinya, lebih takut citranya rusak, daripada rakyatnya menderita.
Aku butuh Presiden yang keluarganya harmonis, teladan bagi keluarga yang lain. Istrinya hanya satu, dan tidak malu menampilkan istrinya di depan umum.
Aku butuh Presiden yang dihormati dalam pergaulan dunia, tidak dicekal oleh bangsa apapun di dunia ini karena beban sejarah buruk kepada bangsanya sendiri di masa lalu.
Aku ingin Presiden yang mampu hidup sederhana. Tidak punya rumah mewah yang dijaga preman, algojo, serta uang untuk menakut-nakuti rakyat.
Aku ingin Presiden yang tidak punya hutang, meski kekayaannya selangit. Aku tidak memilih presiden yang menggunakan kekuasaan sebagai alat melanggengkan bisnis. Presidenku adalah orang yang bersih dari kepentingan bisnis pribadi.
Aku ingin Presiden, kalau dia datang semua orang berkumpul, karena merindukannya. Bukan Presiden yang mengumpulkan massa dengan membayar mereka, atau menggunakan kekuasaan agar masyarakat berkumpul.
Aku suka Presiden yang berani menyiarkan seluruh kegiatannya di youtube. Aku suka Presiden yang tidak takut mempermalukan anggota-anggota DPR siluman, yang terpilih walau tidak pernah menjenguk rakyatnya, tidak dikenal rakyatnya. Aku ingin seorang Presiden yang mampu dan berani seperti Gus Dur, menyebut DPR tak bermutu: Hei, kamu DPR "TK" (taman kanak-kanak)!.
Itulah sebagian alasan mengapa aku suka Jokowi teman-teman, mengapa aku memilih Jokowi. Silakan tambahkan kalau ada!
Medan, 16 Mei 2014
Kamis, 15 Mei 2014
Mula Sigiro: Mimpi Menciptakan 15.000 PhD pada 2040
Oleh: Jannerson Girsang
Ide besar seorang anak muda asal Sumut di Taiwan, dosen tetap Universitas HKBP Nommensen. .
Namanya, Mula Sigiro. Pria kelahiran Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, 1985 ini adalah intelektual muda, yang memiliki kepedulian besar kepada masyarakat bawah, khususnya para anak-anak muda yang punya mimpi melalui sekolah di tingkat perguruan tinggi untuk berkarya di bidang seni, sosial, sains dan teknologi.
Mula menjadi inisiator untuk Gerakan Mewujudkan 15000 PhD (S3-DOKTOR) dari Sumatera Utara tahun 2040 dengan memfasilitasi, mempersiapkan dan membimbing tuntas anak-anak muda yang BERANI bermimpi dan bercita-cita tinggi untuk studi lanjut hinga PhD ke Taiwan dan negara lainnya melalui program BEASISWA.
Bahkan Mula tidak sungkan-sungkan “menodong” para alumni dengan meminta uang untuk menolong dana awal keberangkatan anak-anak miskin yang lulus beasiswa ke Taiwan.
Hingga saat ini. Mula sudah berhasil membimbing 23 orang anak-anak Sumatera Utara dan kuliah ke Taiwan melalui program beasiswa dan ini akan terus meningkat setiap semester.
Great Mula. Anak-anak muda Sumut yang berminat silakan berhubungan langsung dengan beliau melalui Facebooknya di alamat di atas. Orangnya sangat terbuka dan ramah. Saya pernah chating dengan beliau dan sangat mengesankan. Itulah mungkin ciri orang pintar abad 21 ini. Hidupnya melayani orang lain.
Sori lae Mula, hula-hulaku, tak bisa kutahan semangatku untuk tidak memberitahu kebaikanmu kepada anak-anak muda di Sumut.
Semoga niat mulia ini terus berlanjut. Mohon update kalau ada informasi baru ya. lae.
Jangan lewatkan membaca kisah Mula Sigiro di blognya. Anda bisa temukan nama-nama mahasiswa yang pernah dibimbingnya dan berhasil menjalani studi bea siswa di luar negeri.
http:// mulasigiro.wordpress.com/about/
Namanya, Mula Sigiro. Pria kelahiran Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, 1985 ini adalah intelektual muda, yang memiliki kepedulian besar kepada masyarakat bawah, khususnya para anak-anak muda yang punya mimpi melalui sekolah di tingkat perguruan tinggi untuk berkarya di bidang seni, sosial, sains dan teknologi.
Mula menjadi inisiator untuk Gerakan Mewujudkan 15000 PhD (S3-DOKTOR) dari Sumatera Utara tahun 2040 dengan memfasilitasi, mempersiapkan dan membimbing tuntas anak-anak muda yang BERANI bermimpi dan bercita-cita tinggi untuk studi lanjut hinga PhD ke Taiwan dan negara lainnya melalui program BEASISWA.
Bahkan Mula tidak sungkan-sungkan “menodong” para alumni dengan meminta uang untuk menolong dana awal keberangkatan anak-anak miskin yang lulus beasiswa ke Taiwan.
Hingga saat ini. Mula sudah berhasil membimbing 23 orang anak-anak Sumatera Utara dan kuliah ke Taiwan melalui program beasiswa dan ini akan terus meningkat setiap semester.
Great Mula. Anak-anak muda Sumut yang berminat silakan berhubungan langsung dengan beliau melalui Facebooknya di alamat di atas. Orangnya sangat terbuka dan ramah. Saya pernah chating dengan beliau dan sangat mengesankan. Itulah mungkin ciri orang pintar abad 21 ini. Hidupnya melayani orang lain.
Sori lae Mula, hula-hulaku, tak bisa kutahan semangatku untuk tidak memberitahu kebaikanmu kepada anak-anak muda di Sumut.
Semoga niat mulia ini terus berlanjut. Mohon update kalau ada informasi baru ya. lae.
Jangan lewatkan membaca kisah Mula Sigiro di blognya. Anda bisa temukan nama-nama mahasiswa yang pernah dibimbingnya dan berhasil menjalani studi bea siswa di luar negeri.
http://
Medan, 15 Mei 2014
Calon Presiden Tidak Punya Rumah
Oleh: Jannerson Girsang
Indonesia mencatat sejarah baru. Jokowi, Capres PDI-P yang sejak menjadi gubernur tinggal di Jakarta, kini harus mencari rumah "tumpangan".
Sejak non aktif sebagai gubernur, Jokowi tidak lagi berhak menempati rumah dinasnya di kompelks elit ibu kota, Jalan Taman Surapati, Menteng, Jakarta Pusat.
Sedih juga ya Pak Jokowi. Seandainya tidak mencalon jadi Presiden, dia bisa tinggal dengan nyaman di rumah dinas, tidak secapek seperti sekarang harus berkelana setiap hari menjelajah Indonesia.
Beban baru seorang yang lebih cinta Indonesia dari pada keluarga. Sebuah persoalan berat bagi saya dan mungkin bagi Anda pembaca artikel ini. Dan pantas diacungkan jempol bagi orang yang lebih mementingkan negeri ini dari keluarganya sendiri.
"Sejak dinyatakan berhenti sementara (nonaktif), tidak dapat menggunakan biaya rumah tangga, pembelian inventaris, biaya pemeliharaan rumah, pemeliharaan kendaraan dinas, dan pemeliharaan kesehatan," ujar Jokowi.
Risiko pilihannya menanti Jokowi. Bermain di politik, penuh ketidakpastian. Tidak ada jaminan menang, meski menurut survey saat ini Jokowi berada di peringkat atas pilihan rakyat.
Banyak faktor yang bisa menggagalkannya jadi Presiden. Kalau seandainya koalisi tidak kompak?. Jokowi tidak punya uang yang cukup mendanai kampanyenya, sementara sudah kadung menjadi capres. Hartanya yang tidak seberapa itu akan terkuras.
Seandainya bu Mega terlalu mendiktenya dan merasa dirinya tidak nyaman, internal partai tiba-tiba terbelah, dan black campaign, pemberitaan media yang negatif, bisa membuat pikiran rakyat berubah.
Kemudian kalah di Pilpres 9 Juli 2014.
Balik menjadi gubernur, tentu secara kemanusiaan dirinya juga tidak nyaman. Sebab kembali ke jabatan yang lebih rendah,setelah bermimpi dan diharapkan jutaan orang menjadi presiden, bukan hal yang mudah untuk menyesuaikan diri.
Lagi pula, tidak demikian saja masyarakat yang tidak mendukungnya rela dirinya kembali menjadi gubernur. Banyak lagi kesulitan lain yang mungkin dialaminya.
Itulah risiko politik yang akan dihadapi Jokowi menjelang Pilpres. Susah juga ternyata jadi Capres, jadi pemimpin dengan beban yang lebih berat ketimbang jadi walikota atau gubernur.
Hanya satu pilihan: Jokowi harus jadi Presiden. Itulah mungkin salah satu yang membakar dirinya terus berusaha menggaet hati rakyat, tentunya dengan cara-cara yang sopan dan beretika.
Kekayaan, fasilitas yang cukup, bukan persyaratan penting menjadi pemimpin. Kepedulian kepada yang dipimpin, konsisten melayani, dan menjaga soliditas tim.
Ada capres kaya, untuk mencari partai yang mau berkoalisi saja susahnya setengah mati. Malah Pencapresannyapun terancam gagal. Padahal perolehan suaranya peringkat dua.
Tak perlu kaya harta memimpin bangsa. Kaya hati lebih penting. Semoga Bapak Jokowi berhasil. Lanjut pak Jokowi!.
Medan, Waisak, 15 Mei 2014
Indonesia mencatat sejarah baru. Jokowi, Capres PDI-P yang sejak menjadi gubernur tinggal di Jakarta, kini harus mencari rumah "tumpangan".
Sejak non aktif sebagai gubernur, Jokowi tidak lagi berhak menempati rumah dinasnya di kompelks elit ibu kota, Jalan Taman Surapati, Menteng, Jakarta Pusat.
Sedih juga ya Pak Jokowi. Seandainya tidak mencalon jadi Presiden, dia bisa tinggal dengan nyaman di rumah dinas, tidak secapek seperti sekarang harus berkelana setiap hari menjelajah Indonesia.
Beban baru seorang yang lebih cinta Indonesia dari pada keluarga. Sebuah persoalan berat bagi saya dan mungkin bagi Anda pembaca artikel ini. Dan pantas diacungkan jempol bagi orang yang lebih mementingkan negeri ini dari keluarganya sendiri.
"Sejak dinyatakan berhenti sementara (nonaktif), tidak dapat menggunakan biaya rumah tangga, pembelian inventaris, biaya pemeliharaan rumah, pemeliharaan kendaraan dinas, dan pemeliharaan kesehatan," ujar Jokowi.
Risiko pilihannya menanti Jokowi. Bermain di politik, penuh ketidakpastian. Tidak ada jaminan menang, meski menurut survey saat ini Jokowi berada di peringkat atas pilihan rakyat.
Banyak faktor yang bisa menggagalkannya jadi Presiden. Kalau seandainya koalisi tidak kompak?. Jokowi tidak punya uang yang cukup mendanai kampanyenya, sementara sudah kadung menjadi capres. Hartanya yang tidak seberapa itu akan terkuras.
Seandainya bu Mega terlalu mendiktenya dan merasa dirinya tidak nyaman, internal partai tiba-tiba terbelah, dan black campaign, pemberitaan media yang negatif, bisa membuat pikiran rakyat berubah.
Kemudian kalah di Pilpres 9 Juli 2014.
Balik menjadi gubernur, tentu secara kemanusiaan dirinya juga tidak nyaman. Sebab kembali ke jabatan yang lebih rendah,setelah bermimpi dan diharapkan jutaan orang menjadi presiden, bukan hal yang mudah untuk menyesuaikan diri.
Lagi pula, tidak demikian saja masyarakat yang tidak mendukungnya rela dirinya kembali menjadi gubernur. Banyak lagi kesulitan lain yang mungkin dialaminya.
Itulah risiko politik yang akan dihadapi Jokowi menjelang Pilpres. Susah juga ternyata jadi Capres, jadi pemimpin dengan beban yang lebih berat ketimbang jadi walikota atau gubernur.
Hanya satu pilihan: Jokowi harus jadi Presiden. Itulah mungkin salah satu yang membakar dirinya terus berusaha menggaet hati rakyat, tentunya dengan cara-cara yang sopan dan beretika.
Kekayaan, fasilitas yang cukup, bukan persyaratan penting menjadi pemimpin. Kepedulian kepada yang dipimpin, konsisten melayani, dan menjaga soliditas tim.
Ada capres kaya, untuk mencari partai yang mau berkoalisi saja susahnya setengah mati. Malah Pencapresannyapun terancam gagal. Padahal perolehan suaranya peringkat dua.
Tak perlu kaya harta memimpin bangsa. Kaya hati lebih penting. Semoga Bapak Jokowi berhasil. Lanjut pak Jokowi!.
Medan, Waisak, 15 Mei 2014
Anggota DPRD DPRD Tingkat I Dan DPR-RI Asal Sumut
Saudara-saudaraku telah begitu dekat dengan rakyat beberapa bulan menjelang Pileg berlangsung. Ingat janji-janjinya dan jangan cepat lupakan mereka!.
Anda adalah putra putri terbaik yang tinggi ilmunya, tinggi imannya, tinggi pengabdiannya.
Karakter buruk : korupsi, kongkalikong dengan pengusaha, melirik proyek-proyek di SKPD jauh dari karakter Anda, ketika tampil di depan rakyat selama masa kampanye.
Karakter saudara-saudara selama kampanye adalah "pejuang yang memihak rakyat", karena merekalah Anda berada di kursi empuk ini. Saudara-saudaraku adalah orang yang sangat dekat dengan rakyat,bahkan selama kampanye, berani mengorbankan segalanya untuk dipilih menjadi wakil mereka.
Rakyat begitu tulus memilih saudara-saudara. Rakyat berdoa untuk saudara-saudara.
Jangan khianati mereka, jangan lupakan mereka. Sudah sejak 2005 krisis listrik kita alami, sarana dan prasarana jalan yang buruk, peringkat korupsi yang masih tinggi di provinsi adalah tantangan berat lima tahun ke depan. Rakyat berharap banyak dan percaya, para putra putri terbaik provinsi ini sadar dan mau berbuat sesuai janjinya.
Selamat Berjuang!
Berikut ini nama-namanya calon terpilih berdasarkan Partai Politik pengusungnya.
NasDem
H Moh Nezar Djoeli, ST
Jubel Tambunan, SE
Dra Delmeria
Inge Amelia Nasution, SPsi
Drs Anhar A Monel, MAP
Partai Kebangkitan Bangsa
1. Zeira Salim Ritonga
2. Philips Perwira Juang Nehe
3. Tigor Lumban Toruan
Partai Keadilan Sejahtera
1. H. M. Hafez, Lc, MA
2. H. Ikrimah Hamidy, ST, M.Si
3. H Satya Yudha Wibowo, ST, MM
4. Zulfikar
5. H. Syamsul Qodri Marpaung, Lc
6. Basyir, A.Md, SE
7. H. Burhanuddin Siregar, SE
8. Dra. Hj. Hidayah Herlina Gusti
9. Khairul Anuwar, ST, MM
PDI Perjuangan
1. Brilian Moktar, SE, MM
2. Augus Napitulu, SH
3. Efendi Panjaitan, SE, MSP
4. Drs. Baskami Ginting
5. Ruben Tarigan, SE
6. Drs. Effendi S. Napitupulu
7. Wasner Sianturi
8. Ir. Zahir, MAP
9. Budiman P. Nadapdap, SE
10. H. Muhammad Afan, SS
11. Sutrisno Pangaribuan
12. Analisman Zalukhu, S.Sos, MSP
13. Sarma Hutajulu, SH
14. Jantoguh Damanik, S.Sos
15. Sudarto Sitepu
16. Herman Sembiring
Partai Golongan Karya
1. H.M. Hanafiah Harahap, SH
2. Muhammad Faisal
3. H. Wagirin Arman, S.Sos
4. H. Muchrid Nasution, SE
5. Indra Alamsyah
6. Helmiati
7. H. Syamsul Bahri Batubara, SH
8. Novita Sari, SH
9. H.A. Yasyir Ridho Loebis, SH, ST, MSP
10. Ir. H. Chaidir Ritonga. MM
11. Arota Lase, A.Md
12. FL. Fernando Simanjuntak, SH. MH
13. H. Ajib Shah
14. Janter Sirait, SE
15. Leonard Surungan Samosir, BA
16. Putri Susi Melani Daulay, SE
17. Sampang Malem
Partai Gerindra
1. Sonny Firdaus, SH
2. Salomo Tabah Ronal Pardede, SE
3. Ir. Yantoni Purba, MM
4. Eveready
5. Ir. Ramses Simbolon, MSC
6. Sri Kumala, SE, MM
7. Ari Wibowo
8. Parliansyah Harahap
9. Fajar Waruwu
10. Donald Lumban Batu, SE
11. Richard Pandapotan Sidabutar, SE
12. Ir. Astrayuda Bangun
13. H. Ajie Karim
Partai Demokrat
1. Hj. Meilizar Latif, SE, MM
2. H.Arifin Nainggolan, SH, M.Si
3. Guntur Manurung, SE
4. H. Syahrial Tambunan
5. Drs. Hartoyo
6. Mustofawiyah, SE
7. H.T. Milwan
8. Tia Isah Ritonga, SE
9. Lidiani Lase
10. Sopar Siburian, SH., MH
11. Rony Reynaldo Situmorang
12. Jenny Riany Lucia Berutu, SH
13. H. Saleh Bangun
14. Muhri Fauzi Hafiz
Partai Amanat Nasional
1. Drs. Parluhutan Siregar, MSP
2. Zulkifli Husein, SE
3. Muslim Simbolon, MA
4. Drs. Aripay Tambunan, MM
5. Iskandar Sakti Batubara
6. H. Syah afandin, SH
Partai Persatuan Pembangunan
1. Drs. H. Yulizar Parlagutan Lubis, M.Psi
2. Drs. Hasaiddin Daulay
3. H. Bustami, HS
4. Ahmadan Harahap, S.Ag, MSP
Partai Hati Nurani Rakyat
1. Ir. Darwin Lubis
2. Firman Sitorus, SE
3. Ebenejer Sitorus, SE
4. Patar Sitompul
5. H. Zulkifli Affendi Siregar, MSc
6. Fanotona Waruwu
7. Aduhot Simamora
8. Rinawati Sianturi, SH
9. Toni Togatorop, SE
10. Robby Anangga
Partai Bulan Bintang
-Kosong
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
1. DR. Januari Siregar, SH, M.Hum
2. Robi Agusman Harahap, SH
3. Ir. Juliski Simorangkir, MM
Selain itu KPU Pusat sudah menetapkan anggota DPR-RI asal Sumut.
Berikut nama dan partai pengusungnya.
Berikut daftar 560 anggota dewan periode 2014-2019:
PDI Perjuangan
Irmadi Lubis (Sumut I)
Sofyan Tan (Sumut I)
Trimedya Panjaitan (Sumut II)
Junimart Girsang (Sumut III)
Partai Golkar
Meutya Hafid (Sumut I)
Rambe Kamarul Zaman (Sumut II)
Captain Anthon Sihombing (Sumut III)
Delia Pratiwi Sitepu (Sumut III)
Partai Gerindra
Muhammad Syafii (Sumut I)
Gus Irawan Pasaribu (Sumut II)
Suasana Dachi (Sumut II)
Martin Hutabarat (Sumut III)
Partai Demokrat
Ruhut "Poltak" Sitompul (Sumut I)
Rooslynda Marpaung (Sumut II)
Rudi Hartono Bangun (Sumut III)
Partai Amanat
Nasional (PAN)
Mulfachri Harahap (Sumut I)
Saleh Partaonan Daulay (Sumut II)
Nasril Bahar (Sumut III)
Partai Keadilan
Sejahtera (PKS)
Tifatul Sembiring (Sumut I)
Tifatul Sembiring (Sumut I)
Iskan Qolba Lubis (Sumut II)
Ansory Siregar (Sumut III)
Partai Persatuan
Pembangunan (PPP)
Hasrul Anwar (Sumut I)
Hasrul Anwar (Sumut I)
Fadly Nurzal (Sumut III)
Partai Nasdem
Prananda Surya Paloh (Sumut I)
Sahat Silaban (Sumut II)
Ali Umri (Sumut III)
Partai Hanura
Nurdin Tampubolon (Sumut I)
Rufinus Hotmaulana Hutauruk (Sumut II)
Samsudin Siregar (Sumut III)
Kamis, 08 Mei 2014
Salam Rindu Buat Ebiet G. Ade: Teladan Keluarga Abad 21
Oleh: Jannerson Girsang
Penampilan Ebiet G Ade malam ini di acara Bukan Empat Mata Trans-7 malam ini (7 Mei 2014) menambah kekagumanku padanya. Selain menampilkan keempat anaknya yang berprestasi dan berkarakter baik, juga memuji istrinya Yayuk Soegianto, bangga dengan anak-anaknya.
Semua tampil bersama malam ini.
Kepopuleran, harta tidak membuat karakter baik keluarga ini luntur. Tetap sederhana, bersahaja, menjadi keluarga teladan. Hal yang langka ditemukan dalam keluarga artis abad ini! .
Bukan hanya menjadi salah seorang penyanyi "terlaris dan terbaik" dinegeri ini, tetapi Ebiet juga seorang ayah yang berhasil mewariskan nilai-nilai baik kepada keempat anak-anaknya. Dia adalah ayah yang sempurna!
Ebiet, adalah pencipta lagu "Camelia" yang ngetop di akhir 70-an, dan masih penyanyi laris manis hingga saat ini. Pria sederhana dan rendah hati, jauh dari kemewahan seorang artis beken, ternyata menempatkan prioritas masa depan dan pewarisan nilai baik bagi anak-anaknya.
Aku kagum: Kagum sekali. Dia mengasihi dan mencintai hanya satu orang istri. Menghasilkan anak-anak yang luar biasa. .
Beruntung sekali keempat anaknya, Abietyasakti "Abie" Ksatria Kinasih, Aderaprabu "Dera" Lantip, Trengginas, Byatriasa "Yayas" Pakarti Linuwih, Segara "Dega" Banyu Bening, memiliki ayah seperti Ebiet. Berbahagialah Yayuk Soegianto yang memiliki suami genius, populer, tetapi tetap menjadikannya sebagai "permata" satu-satunya yang harus dipelihara.
Ebiet mempersiapkan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik, mendapat pekerjaan yang baik. Satu-satunya cewek, "Yayas" adalah lulusan sebuah universitas di Jerman. Anak bontotnya Dega lulus dari sekolah bisnis dari salah satu universitas terkemuka.
Kalaupun waktu kemudian membuat anak-anaknya meniru kebiasaan baik ayahnya: bermusik, menulis lagu atau menyanyi di sela-sela pekerjaan mereka.
Mereka berbakat seperti ayahnya, dan bakat itu sempat seperti seolah dibendung, karena Ebiet tidak suka anak-anaknya seperti dirinya. Ebiet tidak tertarik, ketika seorang anaknya menulis cita-citanya di catatan hariannya: :"menjadi penyanyi"
Tokh sikap Ebiet fleksibel. "Mereka memiliki hak untuk memilih sendiri yang mereka sukai untuk dilakukan,"ujarnya bijak.
Si cewek, Yayas memainkan organ mengiringi ayahnya menyanyikan lagu "Nyanyian Rindu untuk Ayah", di lain episoda si bungsu "Dera" berduet dengan sang ayah menyanyikan "Kandas Di rerumputan". Saat menyanyi, dari bangku undangan khusus, terlihat istrinya, saling bertatapan dengan anak tertuanya "Abie" tanda rasa bangganya.
Kekaguman juga pantas diarahkan kepada istrinya yang setia, Yayuk Soegianto, mantan penyanyi Pop Indonesia yang tampil berkerudung, malam ini.
Yayuk adalah adik kandung Iis Soegianto, penyanyi "Jangan Sakiti Hatinya", idola saya dan anak-anak muda di era 80-an.
Ebiet menyebut istrinya "Penyemangat" di keluarga. "Ibunya anak-anak adalah permata yang harus dipelihara dengan baik. Saya berterima kasih dia Ikhlas dan rela mencintai saya. Dia mengorbankan banyak hal. Mungkin bagi sebagian orang itu seperti saya terlalu memuji istri saya. Intinya bayangkan seorang istri yang punya kehidupan sendiri, dan ikut saya yang beda pola pikir,"ujar Ebiet.
Menyaksikan Bukan Empat Mata malam ini, merupakan berkah bagi saya. Berada di tengah Keluarga Impian Artis Indonesia Abad 21. Impian Keluarga Indonesia.
"Anak-anak rindu ayah, sayang ibu, ayah ibu yang memperhatikan dan membimbing anak-anaknya hingga berhasil dan berkarakter."
Beda dengan citra keluarga artis yang banyak ditampilkan di televisi saat ini. Suami istri bercerai, anak terlantar, saling menuntut hak, saling menjelekkan dan bangga menjadi tontonan buruk bagi jutaan pemirsa.
Keluarga Pria kelahiran, Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 April 1954 ini sudah tigapuluh tahun mengarungi bahtera rumah tangga dengan Yayauk. Tak pernah sekalipun terdengar rumor atau isu miring seperti banyak artis yang keluarganya hancur lebur.
Pasangan Ebiet dan Yayuk adalah keluarga ideal, memikirkan masa depan pewarisan nilai baik kepada anak-anaknya.
Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang bertemakan alam dan duka derita kelompok yang tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-genre balada, pada awal kariernya, ia 'memotret' suasana kehidupan Indonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang.
Tema lagunya beragam, mulai dari tema cinta, alam, sosial-politik, bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia.
Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Surat dari Desa yang ditulis oleh Oding Arnaldi dan Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Malam ini saya juga berbahagia!.
Saya akan mendapat hadiah berupa album baru dari Ebiet. Putri saya, baru menelepon bahwa Ebiet menyerahkan album barunya melalui anak saya Clara Girsang.
"Album ini diserahkan kepada orangtuanya yah Clara," demikian Ebiet memesankan kepada anak saya, Clara yang bekerja di Trans-7. Senangnya bukan main!
Terima kasih putriku Clara. Bagi orang tua lain, peran putri seperti ini mungkin kecil, tetapi sangat berharga buatku. Ebiet adalah simbol karakter ayah teladan, simbol penulis lagu genius. Apa salahnya ya membanggakan anak sendiri. Ebiet juga begitu.
Memang tidak baik, kalau membuat anak seperti tidak punya prestasi apa-apa. Sekecil apapun karya mereka, mereka punya hak untuk dipuji, untuk diangkat, supaya termotivasi.
Dulu, saya pernah mengatakan melalui Clara, ketika Ebiet tampil di Bukan Empat Mata beberapa tahun lalu, bahwa saya penggemar berat Ebiet.
Malam ini, ternyata berbalas budi baik Mas Ebiet. Terima kasih Mas Ebiet atas albumnya. Mudah-mudahan albumnya segera tiba di Medan, dan saya menikmatinya.
Aku bersyukur karena punya putri yang bisa dekat dengan penyanyi idolaku. Berkatnya mengalir.
Semoga keluarga Ebiet menginspirasi keluargaku, keluarga kita semua. Suami dengan satu istri, fokus anak-anak dan karier.
2010, saking kagumnya, saya juga menuliskan isi hati saya buat Ebiet. http://harangan-sitora.blogspot.com/2010/08/menonton-ebit-g-ade-di-metro-tv.html
Penampilan Ebiet G Ade malam ini di acara Bukan Empat Mata Trans-7 malam ini (7 Mei 2014) menambah kekagumanku padanya. Selain menampilkan keempat anaknya yang berprestasi dan berkarakter baik, juga memuji istrinya Yayuk Soegianto, bangga dengan anak-anaknya.
Semua tampil bersama malam ini.
Kepopuleran, harta tidak membuat karakter baik keluarga ini luntur. Tetap sederhana, bersahaja, menjadi keluarga teladan. Hal yang langka ditemukan dalam keluarga artis abad ini! .
Bukan hanya menjadi salah seorang penyanyi "terlaris dan terbaik" dinegeri ini, tetapi Ebiet juga seorang ayah yang berhasil mewariskan nilai-nilai baik kepada keempat anak-anaknya. Dia adalah ayah yang sempurna!
Ebiet, adalah pencipta lagu "Camelia" yang ngetop di akhir 70-an, dan masih penyanyi laris manis hingga saat ini. Pria sederhana dan rendah hati, jauh dari kemewahan seorang artis beken, ternyata menempatkan prioritas masa depan dan pewarisan nilai baik bagi anak-anaknya.
Aku kagum: Kagum sekali. Dia mengasihi dan mencintai hanya satu orang istri. Menghasilkan anak-anak yang luar biasa. .
Beruntung sekali keempat anaknya, Abietyasakti "Abie" Ksatria Kinasih, Aderaprabu "Dera" Lantip, Trengginas, Byatriasa "Yayas" Pakarti Linuwih, Segara "Dega" Banyu Bening, memiliki ayah seperti Ebiet. Berbahagialah Yayuk Soegianto yang memiliki suami genius, populer, tetapi tetap menjadikannya sebagai "permata" satu-satunya yang harus dipelihara.
Ebiet mempersiapkan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik, mendapat pekerjaan yang baik. Satu-satunya cewek, "Yayas" adalah lulusan sebuah universitas di Jerman. Anak bontotnya Dega lulus dari sekolah bisnis dari salah satu universitas terkemuka.
Kalaupun waktu kemudian membuat anak-anaknya meniru kebiasaan baik ayahnya: bermusik, menulis lagu atau menyanyi di sela-sela pekerjaan mereka.
Mereka berbakat seperti ayahnya, dan bakat itu sempat seperti seolah dibendung, karena Ebiet tidak suka anak-anaknya seperti dirinya. Ebiet tidak tertarik, ketika seorang anaknya menulis cita-citanya di catatan hariannya: :"menjadi penyanyi"
Tokh sikap Ebiet fleksibel. "Mereka memiliki hak untuk memilih sendiri yang mereka sukai untuk dilakukan,"ujarnya bijak.
Si cewek, Yayas memainkan organ mengiringi ayahnya menyanyikan lagu "Nyanyian Rindu untuk Ayah", di lain episoda si bungsu "Dera" berduet dengan sang ayah menyanyikan "Kandas Di rerumputan". Saat menyanyi, dari bangku undangan khusus, terlihat istrinya, saling bertatapan dengan anak tertuanya "Abie" tanda rasa bangganya.
Kekaguman juga pantas diarahkan kepada istrinya yang setia, Yayuk Soegianto, mantan penyanyi Pop Indonesia yang tampil berkerudung, malam ini.
Yayuk adalah adik kandung Iis Soegianto, penyanyi "Jangan Sakiti Hatinya", idola saya dan anak-anak muda di era 80-an.
Ebiet menyebut istrinya "Penyemangat" di keluarga. "Ibunya anak-anak adalah permata yang harus dipelihara dengan baik. Saya berterima kasih dia Ikhlas dan rela mencintai saya. Dia mengorbankan banyak hal. Mungkin bagi sebagian orang itu seperti saya terlalu memuji istri saya. Intinya bayangkan seorang istri yang punya kehidupan sendiri, dan ikut saya yang beda pola pikir,"ujar Ebiet.
Menyaksikan Bukan Empat Mata malam ini, merupakan berkah bagi saya. Berada di tengah Keluarga Impian Artis Indonesia Abad 21. Impian Keluarga Indonesia.
"Anak-anak rindu ayah, sayang ibu, ayah ibu yang memperhatikan dan membimbing anak-anaknya hingga berhasil dan berkarakter."
Beda dengan citra keluarga artis yang banyak ditampilkan di televisi saat ini. Suami istri bercerai, anak terlantar, saling menuntut hak, saling menjelekkan dan bangga menjadi tontonan buruk bagi jutaan pemirsa.
Keluarga Pria kelahiran, Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 April 1954 ini sudah tigapuluh tahun mengarungi bahtera rumah tangga dengan Yayauk. Tak pernah sekalipun terdengar rumor atau isu miring seperti banyak artis yang keluarganya hancur lebur.
Pasangan Ebiet dan Yayuk adalah keluarga ideal, memikirkan masa depan pewarisan nilai baik kepada anak-anaknya.
Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang bertemakan alam dan duka derita kelompok yang tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-genre balada, pada awal kariernya, ia 'memotret' suasana kehidupan Indonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang.
Tema lagunya beragam, mulai dari tema cinta, alam, sosial-politik, bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia.
Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Surat dari Desa yang ditulis oleh Oding Arnaldi dan Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Malam ini saya juga berbahagia!.
Saya akan mendapat hadiah berupa album baru dari Ebiet. Putri saya, baru menelepon bahwa Ebiet menyerahkan album barunya melalui anak saya Clara Girsang.
"Album ini diserahkan kepada orangtuanya yah Clara," demikian Ebiet memesankan kepada anak saya, Clara yang bekerja di Trans-7. Senangnya bukan main!
Terima kasih putriku Clara. Bagi orang tua lain, peran putri seperti ini mungkin kecil, tetapi sangat berharga buatku. Ebiet adalah simbol karakter ayah teladan, simbol penulis lagu genius. Apa salahnya ya membanggakan anak sendiri. Ebiet juga begitu.
Memang tidak baik, kalau membuat anak seperti tidak punya prestasi apa-apa. Sekecil apapun karya mereka, mereka punya hak untuk dipuji, untuk diangkat, supaya termotivasi.
Dulu, saya pernah mengatakan melalui Clara, ketika Ebiet tampil di Bukan Empat Mata beberapa tahun lalu, bahwa saya penggemar berat Ebiet.
Malam ini, ternyata berbalas budi baik Mas Ebiet. Terima kasih Mas Ebiet atas albumnya. Mudah-mudahan albumnya segera tiba di Medan, dan saya menikmatinya.
Aku bersyukur karena punya putri yang bisa dekat dengan penyanyi idolaku. Berkatnya mengalir.
Semoga keluarga Ebiet menginspirasi keluargaku, keluarga kita semua. Suami dengan satu istri, fokus anak-anak dan karier.
2010, saking kagumnya, saya juga menuliskan isi hati saya buat Ebiet. http://harangan-sitora.blogspot.com/2010/08/menonton-ebit-g-ade-di-metro-tv.html
Selasa, 06 Mei 2014
Banyak Perkara yang Tak Dapat Kumengerti (1): Selamat Jalan Inang Berti br Girsang (Ny Pdt Kitaman Manihuruk, STh)
Oleh: Jannerson Girsang
17 April 2014. Para ibu yang tergabung dalam tumpuan Dorkas berkumpul di rumah inang Berti br Girsang, selesai acara ibadah di Raya GKPS Pdt.J.Wismar Saragih. Mereka mengunjungi Pdt Kitaman Saragih STh yang masih dalam pemulihan kesehatannya. Mereka begitu senang bertemu dengan keluarga itu. Inang Berti yang ramah (pakai baju kunung di tengah, disamping suaminya berpakaian T-Shirt kerah). 3 Mei, 16 hari kemudian inang Berti br Girsang meninggal karena kecelakaan lalu lintas. (Terima kasih atas foto kiriman inang Sortha Situmorang).
Kecelakaan
maut itu terjadi di depan Terminal Parluasan (persis di depan
Alfamart), Pematangsiantar. Tak masuk akal, perkara yang tak dapat
kumengerti, kalau sebuah kecelakaan maut terjadi di sana. Kenderaan
umumnya berjalan lambat, karena lalu lintas padat, dekat terminal.
Tapi justru di tempat itulah maut itu datang! Bahkan merenggut nyawa orang yang sangat kami cintai. Jalan yang terlihat mulus, kenderaan berjalan perlahan, ternyata begitu kejam.
Pasir penutup bekas darah korban masih terlihat menumpuk ketika kami melintasi lokasi itu saat mengantar jenazah ke acara pemberangkatan di GKPS Jalan Sisingamangaraja, Pematangsiantar Senin sore, 5 Mei 2014.
Dua hari sebelumnya, Berti br Girsang (61), wanita malang yang kami kasihi itu, baru saja membeli sarapan tak jauh dari lokasi itu, hendak pulang ke rumahnya di Rambung Merah dengan mengendarai sepeda motor, berharap keluarganya menikmati makanan lezat untuk sarapan di pagi itu.
Di titik itu, beliau mendahului truk yang berada di depannya (demikian menurut pemberitaan Pos Metro Siantar). Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul truk lain.
Menurut saksi mata yang dikutip media lokal itu, pengemudi sepeda motor gugup, stang tidak stabil dan menyambar truk. Sepeda motor oleng. Sepeda motor dan pengendaranya masuk ke kolong truk. Ban belakang truk yang tak punya perikemanusiaan itu menggilas punggung (sedikit di bawah tengkuk) ibu dari Vento (tinggal di Depok) dan Septa (tinggal di Pontianak). Haruskah begitu kejamnya?. Sungguh aku tak mengerti.
Semuanya berlangsung dalam hitungan detik, tanpa ada kekuatan yang mampu mencegahnya. Oh Tuhan, tak adakah kekuatan yang bisa menepis tubuhnya berguling, rem yang pakem menghindari gilasan ban truk yang ganas itu?. Tak bisakah, tak adakah......tak adakah.....! Akh...!. Makin banyak aku yang tak mengerti.
(Pos Metro Minggu, menyajikan foto korban dengan posisi telungkup dan kepala ditutupi helm, celana panjang warna hitam dan baju panjang tangan berwarna merah. Darah berserakan di sekitarnya.).
Riwayat putri pensiunan pendeta tentara di Bandung itu, berakhir di tempat kotor itu. Tragis dan sulit kumengerti!
Keluarga yang menunggu di rumah gelisah dan mulai lapar. Sarapan yang dibelinya, serta orang yang membelinya tak kunjung tiba.
Sejak keluarga menyaksikannya berangkat dari rumah hingga peristiwa tragis itu, hanya berselang sekitar 50 menit.
Jawaban dari harapan sungguh di luar dugaan!. Keluarga di rumah mendengar berita yang mengejutkan. Kabar pertama: kecelakan dan kritis, kabar berikutnya: meninggal dunia.
Kabar duka itupun kemudian sampai ke telinga keluarga yang lain dan meledaklah tangis di segala penjuru.
Vento, anak tertuanya, yang seyogianya sore itu akan pulang ke Jakarta, terpaksa menunda keberangkatannya. Wanita yang begitu mengasihinya, sudah pergi menghadap yang kuasa, tanpa pesan apapun. Dia tak menyangka pagi itu akan menjadi pertemuannya yang terakhir. Membeli sarapan, itulah kebaikan terakhir yang dialaminya dari ibunya yang sangat dihasihi itu. Lalu pergi begitu saja!.
Di Medan kabar duka ini kami terima dari adik istriku Dr Ratna, sekitar pukul 08.30 pagi Sabtu, 3 Mei 2014.
Beberapa jam kemudian Pdt Enida Girsang (Sekum PGI Wilayah Sumut) memberitahu kejadian itu dan menjelaskan melalui telepon tentang peristiwa itu secara detil. Beliau saat itu kebetulan sedang berada di Siantar. "Sedih sekali boto" katanya. Enida selama kuliah di STT Jakarta, sering berkunjung ke rumah almarhum, ketika suaminya menjadi Pendeta GKPS Resort Cikoko, Jakarta . Sebuah sms saya terima kemudian dari Pdt Jadasri Saragih, STh, Ketua Yayasan Pendidikan GKPS.
Sebuah peristiwa yang kalau ditanya mengapa, sampai kapanpun tidak akan ada jawabnya.
"Banyak perkara yang tak dapat kumengerti......Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini. ................Tiada sesuatu kan terjadi, Tanpa Allah Peduli", kata Ephorus GKPS Pdt Dr Jaharianson Saragih mengutip syair lagu "Allah Peduli" dalam pengantar khotbahnya, saat upacara pemberangkatan jenazah.
Selamat jalan inang Berti br Girsang (istri Pdt Kitaman Saragih Manihuruk, STh). Nanturang yang baik itu mengakhiri perbuatan baiknya di usia 61 tahun. Berat sekali melepas kepergianmu, sulit sekali kumengerti pengalaman pahitmu di hari terakhir hidupmu.
Istriku tidak akan pernah lagi menerima teleponmu, nasehatmu serta kata-katamu yang memberi semangat. Tidak akan pernah lagi dia mendengar sapaanmu setiap minggu yang menyenangkan, membuat istriku dan membuatku tetap bersemangat, meski sesulit apapun situasi yang kami hadapi. Berti adalah seorang pelipur di kala duka, sahabat sejati! :
"Apa kabar kalian di Medan inang. Bagaimana Bapak Clara. Salam ya sama bapak Clara, Nanturang dan tulang sehat-sehat saja".
Suara itu hanya ada dalam kenangan. Tidak akan mungkin terdengar lagi, setelah jasadmu kaku, mulutmu tertutup rapat, karena peristiwa maut itu.
Nanturang Berti memberi kesan terakhir yang sangat indah saat martumpol pahompunya (cucu), putriku Patricia Girsang dan Frederick Simanjuntak, di Gedung Sekolah Minggu HKBP Simalingkar, Oktober, 2013 lalu. Salah seorang cucu kebanggaannya.
"Bagaimana Clara?". Saat itu Clara, putri tertuaku tidak bisa hadir karena bayinya baru berusia tiga bulan. Itulah saat terakhir, aku menyaksikan kelincahanmu, keramahanmu, kepedulianmu kepada kami, kepada semua orang di sekelilingmu.
"Kok nanturang yang selalu telepon kami," ucapan istri yang sering saya dengar, kalau beliau bertelepon. Hanya menanyakan kabar, menjaga silaturahmi.
Jawabannya sederhana. "Siapa yang bisa duluan aja nang," katanya ringan. Itu kudengar seminggu sebelum beliau meninggal.
Inang yang cantik dan hangat ini selalu memanggil aku "boto bapak Clara", (meski tutur dari istriku aku memanggilnya nanturang). Beliau salah seorang boru Girsang terbaik dan sangat berkesan, sejak kukenal 30 tahun yang lalu.
Nanturang tidak akan pernah lagi mengatakan: "Pak Clara, saya mau mampir ke rumah ya Pa!" Kita tidak akan pernah lagi ngobrol tentang cucu-cucumu, tentang Septa, tentang Vento, tentang Tulang, tentang Kita.
Tapi justru di tempat itulah maut itu datang! Bahkan merenggut nyawa orang yang sangat kami cintai. Jalan yang terlihat mulus, kenderaan berjalan perlahan, ternyata begitu kejam.
Pasir penutup bekas darah korban masih terlihat menumpuk ketika kami melintasi lokasi itu saat mengantar jenazah ke acara pemberangkatan di GKPS Jalan Sisingamangaraja, Pematangsiantar Senin sore, 5 Mei 2014.
Dua hari sebelumnya, Berti br Girsang (61), wanita malang yang kami kasihi itu, baru saja membeli sarapan tak jauh dari lokasi itu, hendak pulang ke rumahnya di Rambung Merah dengan mengendarai sepeda motor, berharap keluarganya menikmati makanan lezat untuk sarapan di pagi itu.
Di titik itu, beliau mendahului truk yang berada di depannya (demikian menurut pemberitaan Pos Metro Siantar). Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul truk lain.
Menurut saksi mata yang dikutip media lokal itu, pengemudi sepeda motor gugup, stang tidak stabil dan menyambar truk. Sepeda motor oleng. Sepeda motor dan pengendaranya masuk ke kolong truk. Ban belakang truk yang tak punya perikemanusiaan itu menggilas punggung (sedikit di bawah tengkuk) ibu dari Vento (tinggal di Depok) dan Septa (tinggal di Pontianak). Haruskah begitu kejamnya?. Sungguh aku tak mengerti.
Semuanya berlangsung dalam hitungan detik, tanpa ada kekuatan yang mampu mencegahnya. Oh Tuhan, tak adakah kekuatan yang bisa menepis tubuhnya berguling, rem yang pakem menghindari gilasan ban truk yang ganas itu?. Tak bisakah, tak adakah......tak adakah.....! Akh...!. Makin banyak aku yang tak mengerti.
(Pos Metro Minggu, menyajikan foto korban dengan posisi telungkup dan kepala ditutupi helm, celana panjang warna hitam dan baju panjang tangan berwarna merah. Darah berserakan di sekitarnya.).
Riwayat putri pensiunan pendeta tentara di Bandung itu, berakhir di tempat kotor itu. Tragis dan sulit kumengerti!
Keluarga yang menunggu di rumah gelisah dan mulai lapar. Sarapan yang dibelinya, serta orang yang membelinya tak kunjung tiba.
Sejak keluarga menyaksikannya berangkat dari rumah hingga peristiwa tragis itu, hanya berselang sekitar 50 menit.
Jawaban dari harapan sungguh di luar dugaan!. Keluarga di rumah mendengar berita yang mengejutkan. Kabar pertama: kecelakan dan kritis, kabar berikutnya: meninggal dunia.
Kabar duka itupun kemudian sampai ke telinga keluarga yang lain dan meledaklah tangis di segala penjuru.
Vento, anak tertuanya, yang seyogianya sore itu akan pulang ke Jakarta, terpaksa menunda keberangkatannya. Wanita yang begitu mengasihinya, sudah pergi menghadap yang kuasa, tanpa pesan apapun. Dia tak menyangka pagi itu akan menjadi pertemuannya yang terakhir. Membeli sarapan, itulah kebaikan terakhir yang dialaminya dari ibunya yang sangat dihasihi itu. Lalu pergi begitu saja!.
Di Medan kabar duka ini kami terima dari adik istriku Dr Ratna, sekitar pukul 08.30 pagi Sabtu, 3 Mei 2014.
Beberapa jam kemudian Pdt Enida Girsang (Sekum PGI Wilayah Sumut) memberitahu kejadian itu dan menjelaskan melalui telepon tentang peristiwa itu secara detil. Beliau saat itu kebetulan sedang berada di Siantar. "Sedih sekali boto" katanya. Enida selama kuliah di STT Jakarta, sering berkunjung ke rumah almarhum, ketika suaminya menjadi Pendeta GKPS Resort Cikoko, Jakarta . Sebuah sms saya terima kemudian dari Pdt Jadasri Saragih, STh, Ketua Yayasan Pendidikan GKPS.
Sebuah peristiwa yang kalau ditanya mengapa, sampai kapanpun tidak akan ada jawabnya.
"Banyak perkara yang tak dapat kumengerti......Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini. ................Tiada sesuatu kan terjadi, Tanpa Allah Peduli", kata Ephorus GKPS Pdt Dr Jaharianson Saragih mengutip syair lagu "Allah Peduli" dalam pengantar khotbahnya, saat upacara pemberangkatan jenazah.
Selamat jalan inang Berti br Girsang (istri Pdt Kitaman Saragih Manihuruk, STh). Nanturang yang baik itu mengakhiri perbuatan baiknya di usia 61 tahun. Berat sekali melepas kepergianmu, sulit sekali kumengerti pengalaman pahitmu di hari terakhir hidupmu.
Istriku tidak akan pernah lagi menerima teleponmu, nasehatmu serta kata-katamu yang memberi semangat. Tidak akan pernah lagi dia mendengar sapaanmu setiap minggu yang menyenangkan, membuat istriku dan membuatku tetap bersemangat, meski sesulit apapun situasi yang kami hadapi. Berti adalah seorang pelipur di kala duka, sahabat sejati! :
"Apa kabar kalian di Medan inang. Bagaimana Bapak Clara. Salam ya sama bapak Clara, Nanturang dan tulang sehat-sehat saja".
Suara itu hanya ada dalam kenangan. Tidak akan mungkin terdengar lagi, setelah jasadmu kaku, mulutmu tertutup rapat, karena peristiwa maut itu.
Nanturang Berti memberi kesan terakhir yang sangat indah saat martumpol pahompunya (cucu), putriku Patricia Girsang dan Frederick Simanjuntak, di Gedung Sekolah Minggu HKBP Simalingkar, Oktober, 2013 lalu. Salah seorang cucu kebanggaannya.
"Bagaimana Clara?". Saat itu Clara, putri tertuaku tidak bisa hadir karena bayinya baru berusia tiga bulan. Itulah saat terakhir, aku menyaksikan kelincahanmu, keramahanmu, kepedulianmu kepada kami, kepada semua orang di sekelilingmu.
"Kok nanturang yang selalu telepon kami," ucapan istri yang sering saya dengar, kalau beliau bertelepon. Hanya menanyakan kabar, menjaga silaturahmi.
Jawabannya sederhana. "Siapa yang bisa duluan aja nang," katanya ringan. Itu kudengar seminggu sebelum beliau meninggal.
Inang yang cantik dan hangat ini selalu memanggil aku "boto bapak Clara", (meski tutur dari istriku aku memanggilnya nanturang). Beliau salah seorang boru Girsang terbaik dan sangat berkesan, sejak kukenal 30 tahun yang lalu.
Nanturang tidak akan pernah lagi mengatakan: "Pak Clara, saya mau mampir ke rumah ya Pa!" Kita tidak akan pernah lagi ngobrol tentang cucu-cucumu, tentang Septa, tentang Vento, tentang Tulang, tentang Kita.
17 April 2014. Para ibu yang tergabung dalam tumpuan Dorkas berkumpul di rumah inang Berti br Girsang, selesai acara ibadah di Raya GKPS Pdt.J.Wismar Saragih. Mereka mengunjungi Pdt Kitaman Saragih STh yang masih dalam pemulihan kesehatannya. Mereka begitu senang bertemu dengan keluarga itu. Inang Berti yang ramah (pakai baju kunung di tengah, disamping suaminya berpakaian T-Shirt kerah). 3 Mei, 16 hari kemudian inang Berti br Girsang meninggal karena kecelakaan lalu lintas. (Terima kasih atas foto kiriman inang Sortha Situmorang).
Oh
sedihnya!. Ribuan orang mungkin mengalami hal serupa, ini terlihat dari
ribuan pelayat yang memenuhi rumahnya di Jalan Haji Ulakma Sinaga
Pematangsiantar, saat acara adat dan pemberangkatan ke tempat
peristirahatannya yang terakhir.
Terlihat hadir dalam acara di rumah duka, tokoh-tokoh penting di Siantar Simalungun. Hadir juga dari Jakarta, Dr Junimart Girsang, SH pengacara dan bakal anggota DPR-RI periode 2014-2019. Beliau, yang semasa kuliah di Bandung sering berkunjung ke rumah orang tua almarhum mengungkapkan rasa dukanya dalam sambutan mewakili keluarga Girsang.
Inang Berti adalah teladan seorang istri pendeta. Beliau peduli keluarga, peduli sesama, tak peduli apakah orang lain memperdulikannya. Kebaikannya akan kekal selamanya.
Ephorus GKPS, Pdt Dr Jaharianson Saragih, yang mengaku pernah satu tahun menumpang di rumahnya saat masih studi, menggambarkan inang ini sebagai seorang yang ramah, peduli, mengorbankan dirinya untuk pelayanan suaminya sebagai pendeta dengan meninggalkan pekerjaannya sebagai apoteker. Bahkan beliau menyebut inang Berti adalah orang sangat banyak berperan dalam pernikahannya di GKPS teladan beberapa tahun yang lalu.
"Para istri pendeta harus banyak belajar dari kakakku yang baik ini," ujar Pendeta Jaharianson mengakhiri khotbahnya.
Semoga adik kami Septa dan Vento memahami peristiwa ini sebagai rancangan Tuhan yang terindah, walau beberapa saat ke depan memang masih sangat pahit.
Kami semua yakin, demikian pula kedua adik kami dan tulang Kitaman Manihuruk kuat menghadapi kehidupan yang berbeda ke depan, tanpa orang yang mereka sayangi, Berti br Girsang.
"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Mazmur 23:4" (Khotbah Pdt Jaharianson Saragih).
Pagi ini saya menulis kisah sedih ini dari meja tempat mendengar kabar duka, Hari Sabtu, 3 Mei 2014, pukul 08.30.
Medan, 6 Mei 2014
Julinda Sipayung, Pdt Hotim Sinaga, Jahenos Saragih, Jaharianson Saragih Vindariana Saragih Manihuruk, Febry Saragih, Dearliany Purba, Sortha Situmorang, Risma Sitorus, Saur Pardomuan Saragih, Grace Christiane, Enida Girsang, Clara Girsang.
Terlihat hadir dalam acara di rumah duka, tokoh-tokoh penting di Siantar Simalungun. Hadir juga dari Jakarta, Dr Junimart Girsang, SH pengacara dan bakal anggota DPR-RI periode 2014-2019. Beliau, yang semasa kuliah di Bandung sering berkunjung ke rumah orang tua almarhum mengungkapkan rasa dukanya dalam sambutan mewakili keluarga Girsang.
Inang Berti adalah teladan seorang istri pendeta. Beliau peduli keluarga, peduli sesama, tak peduli apakah orang lain memperdulikannya. Kebaikannya akan kekal selamanya.
Ephorus GKPS, Pdt Dr Jaharianson Saragih, yang mengaku pernah satu tahun menumpang di rumahnya saat masih studi, menggambarkan inang ini sebagai seorang yang ramah, peduli, mengorbankan dirinya untuk pelayanan suaminya sebagai pendeta dengan meninggalkan pekerjaannya sebagai apoteker. Bahkan beliau menyebut inang Berti adalah orang sangat banyak berperan dalam pernikahannya di GKPS teladan beberapa tahun yang lalu.
"Para istri pendeta harus banyak belajar dari kakakku yang baik ini," ujar Pendeta Jaharianson mengakhiri khotbahnya.
Semoga adik kami Septa dan Vento memahami peristiwa ini sebagai rancangan Tuhan yang terindah, walau beberapa saat ke depan memang masih sangat pahit.
Kami semua yakin, demikian pula kedua adik kami dan tulang Kitaman Manihuruk kuat menghadapi kehidupan yang berbeda ke depan, tanpa orang yang mereka sayangi, Berti br Girsang.
"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Mazmur 23:4" (Khotbah Pdt Jaharianson Saragih).
Pagi ini saya menulis kisah sedih ini dari meja tempat mendengar kabar duka, Hari Sabtu, 3 Mei 2014, pukul 08.30.
Medan, 6 Mei 2014
Julinda Sipayung, Pdt Hotim Sinaga, Jahenos Saragih, Jaharianson Saragih Vindariana Saragih Manihuruk, Febry Saragih, Dearliany Purba, Sortha Situmorang, Risma Sitorus, Saur Pardomuan Saragih, Grace Christiane, Enida Girsang, Clara Girsang.
Langganan:
Postingan (Atom)