My 500 Words

Jumat, 13 Juli 2012

Buku Kisah Hidup:
Obat dan Warisan

Oleh : Jannerson Girsang.
 Biografi Prof Dr Sutan Hutagalung, 2005
Anda mungkin sudah sering membaca buku-buku biografi atau otobiografi. Tapi pernahkah Anda membaca kisah tentang makna buku itu bagi sang tokohnya atau pembacanya?

Pat McNess, seorang penulis terbaik National Association of Government Communicators, USA) mengatakan, "Proses mengulang kembali kisah kehidupan merupakan pengobatan alternatif, khususnya pada usia lanjut, dan membuat kisah hidupnya terekam (bagaimanapun sederhananya atau mewahnya paket itu) adalah sebuah hadiah sangat bagus kepada generasi yang berikutnya, dan kepada generasi sesudahnya".

Menulis kisah orang berusia lanjut merupakan obat bagi sang tokoh dan warisan yang bagus bagi keturunannya. Sayangnya, perhatian pada penulisan kisah hidup para orang tua yang sudah lanjut, tak begitu berkembang dari tahun ke tahun.

Banyak penulisan justru dilakukan saat pencalonan gubernur, bupati, walikota, parlemen yang sebenarnya jauh bergeser dari makna yang sebenarnya. Bahkan saya belum membaca biografi tokoh terkenal seperti Marah Halim Harahap—tokoh olahraga terkenal di Sumatera Utara yang sudah berusia lanjut. Mudah-mudahan kisahnya bisa segera bisa dinikmati dan menjadi kisah menginspirasi.

Orang Biasa dengan Kisah yang Luar Biasa

Jangan kecil hati kalau orang tua Anda hanya biasa-biasa saja. Mungkin kisahnya sederhana tetapi tak lepas dari kemungkinan jadi sebuah buku yang terkenal. Orang yang sering luput dari perhatian, ternyata tidak sedikir memiliki kisah hidup yang memberi inspirasi yang luar biasa.

Nilai sebuah kisah hidup tidak semata-mata pada tokohnya seorang pejabat, orang kaya atau tokoh terkemuka, tetapi lebih pada inspirasi yang pernah dihasilkan tokohnya dalam mengatasi permasalah hidup mampu merubah pandangan pembacanya dan membuatnya berfikir dan bertindak ke arah yang lebih baik bagi kehidupan umat manusia.

Tak terbayang dalam pikiran Anne Frank seorang anak berusia 15 tahun, atau Demetri seorang pembantu rumah tangga kulit hitam di Amerika pada era 60-an kalau kisah mereka dibukukan dan menjadi bacaan yang banyak menginspirasi dunia ini.

Bagi Anda yang pernah membaca buku catatan Anne Frank—catatan harian seorang anak kecil pada masa perang dunia kedua menjadi sebuah buku legendaris sepanjang abad. Novel The Help (2009), karya Kathryn Stockett, menjadi buku laris di harian terkemuka di Amerika Serikat, The New York Times. Kini buku ini sudah difilmkan dan dbintangi aktor dan aktris terkenal.

Jadi jangan buru-buru mengatakan bahwa: "Ah dia kan orang tak dikenal ...kok biografinya ditulis?".

Obat dan Warisan

Dalam artikelnya berjudul Writing Your Memoir Telling Your Family Story Saving Lives, on story at a Time, Pat McNess yang juga penulis beberapa buku biografi mengungkapkan kisah di balik buku karyanya An American Biography.

Buku tersebut adalah kisah orang sederhana, tetapi menjadi buku laris (best seller) di toko buku online Amazon.com. Warren Webster, tokoh di dalam buku An American Biography adalah seorang pelaku bisnis di Ohio, dan kisahnya ditulis saat usianya menjelang 80an.

Dia kehilangan kedua kakinya karena kencing manis (diabetes). Penderitaannya diperparah dengan kehilangan isterinya setelah 70 tahun perkawinan. Dia sangat tertekan. .

Webster adalah seorang pekerja pabrik yang kemudian menapaki kariernya masuk ke deretan eksekutif. Ia pensiun dari keadaan yang disebutnya sebagai "karier sederhana" pada sebuah pabrik.

Dia bingung mengapa seseorang menginginkan kisah hidupnya. "Tetapi dengan menceritakan kisahnya sendiri, seperti dikisahkan Pat Mc Nees, cerita itu merubahnya—sinar kembali terbawa ke matanya, membuatnya merasa sepenting itu untuk diketahui keluarga," tulis Pat Mc Ness.

Saat seseorang merasa dirinya gagal, kisah hidupnya yang mengesankan bisa merubah keadaannya sendiri. Ketika Pat Mc Ness selesai menulis sebuah cerita atas wawancara dengan Webster, dia membacakannya keras-keras di hadapannya, saat merasa dirinya gagal. Saat membacakan itu Pat Mac Ness berkata "Webster memutuskan bahwa sebuah kehidupan dengan kuku jari tangan yang kotor (dirty fingernails) bukanlah dirinya," ia berkata, "Anda dapat berhenti tepat disana. Inilah inti seluruh cerita."

Pat Mc Nees, mungungkapkan hal yang jauh lebih bermakna: "Cerita karier Webster mencerminkan perubahan di dalam kultur Amerika dan industri transportasi abad ke duapuluh. Bab yang mengisahkan tentang isterinya Mary adalah perjuangan keras puluhan tahun mengatasi kekacauan yang bipolar, menawarkan sebuah pandangan sekilas tentang sikap Amerika terhadap penyakit mental pada pertengahan abad ke dua puluh".

Itulah kisah di balik An American Biography yang dijual di Amazon.Com. Buku itu menjadi sebuah memorial yang mengesankan dalam hidup penulisnya sendiri.

Pengalaman kami dalam menulis beberapa buku biografi atau otobiografi sejalan dengan pernyataan Pat McNess. Prof Dr Sutan Hutagalung, pemilik biografi berusia di atas 80-an pernah mengungkapkan bahwa di usia lanjut dirinya memerlukan teman bicara. Dirinya tidak ingin dilupakan begitu saja, apalagi dirinya pernah menjadi orang penting. Orang usia lanjut merasa bangga ketika dia didengar dan merasa bernilai saat cucu-cucunya atau orang lain bercerita tentang dirinya.

Dalam proses penulisannya sekitar pada tahun 2004, kami mendengar kesaksiannya bahwa wawancara dan diskusi tentang masa lalunya adalah obat yang sangat manjur. Ketka dia membaca kisah dirinya sendiri menambah rasa percaya dirinya. Dari unek-uneknya yang terpendam dan kemudian ada yang mendengar rasanya plong!. Walau tentunya tidak semua layak bisa ditulis.

(Ingat, biografi atau otobiografi, bukan menghakimi orang lain atau membenarkan diri sendiri. Apa yang dilihat, dirasakan dan memberi makna bagi diri sendiri dan orang lain. Bukan seperti banyak buku yang diterbitkan justru dimaksudkan untuk menempatkan seseorang (tokohnya) dalam posisi benar dan yang lain salah).

Memutar kembali memori saat penulisan buku "Hanya Oleh Belas KasihNya" beberapa tahun lalu.

Kisah paling berkesan adalah saat kami mewawancarainya pertama kali. Dia terbaring di tempat tidur dan susah bergerak. Sampai-sampai istri almarhum (sekarang masih hidup) mengingatkan saya bahwa suaminya sakit, dan tidak boleh bicara terlalu lama.

Apa yang kemudian saya saksikan dan juga menjadi kesaksian keluarga adalah tidak terjadi sesuatu yang pernah dikhawatirkan mereka. Malah sebaliknya, pertemuan pertama kami berjalan lebih dari empat jam terus menerus. tanpa istirahat.

Dalam pertemuan-pertemuan kami selanjutnya, beliau beberapa kali mengatakan kalimat ini. "Kau jadi seperti dokter buatku,"ujar almarhum Prof Dr Hutagalung, mantan Sekjen Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) itu. Hal yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya

Saya bukan dokter, tetapi pengalaman menulis biografi dan otobiografi seorang berusia lanjut, penulis biografi bisa membuat tokohnya lebih bersemangat. Sang tokoh yang saya tulis justru merasa sakitnya berkurang dan mendorong fisiknya bertambah sehat dan segar.

Sebuah buku kehidupan (biografi atau otobiografi) memberi obat dan hadiah khusus bagi tokohnya, serta warisan berharga bagi keturuannya dan orang-orang di sekitarnya. Buku itu menjadi tugu hidup, bukan sekedar sebuah kado mati.

"Saya belajar banyak dari buku-buku biografi, " ujar Agnes Monica—seorang penyanyi sukses Indonesia, pada acara Indonesian Idol di sebuah televisi swasta, Malam Minggu 8 Juli 2012 lalu. Orang-orang sukses ternyata banyak terinspirasi dari buku-buku biografi, atau otobiografi.

Tulisan ini merupakan pengamatan kami setelah menulis sekitar 14 buah buku sejenis. Meski masih memerlukan pembuktian yang lebih mendalam.

Dokumentasikanlah kisah-kisah orang tua yang sudah berusia lanjut, selain memberinya obat, juga merupakan sumbangan warisan peradaban bagi dunia ini. ***. 

Dimuat di Harian Analisa Cetak 13 Juli 2012, Halaman 28..

Tidak ada komentar: