Akhir 1980an saya kedatangan tamu
seorang laki-laki Jepang dari Tenri, University, salah satu universitas di negeri matahari terbit itu. Bertubuh pendek, berkulit kuning, sangat sopan dan cerdas.
Selama beberapa hari dia tinggal
di Mess Universitas Simalungun. Ketika itu saya menjabat sebagai Pelaksana
Rektor Universitas itu, dan bisa mengusahakannya tinggal di mess dosen dengan
enam kamar itu.
Yang mengherankan dia tidak betah,
karena katanya para dosen di sana bising. Berbincang keras-keras, dan yang lain memutas kaset dengan suara menembus dinding-dinding kamar, tanpa peduli teman sekitar sedang belajar. Dia sudah konsentrasi belajar, dan akhirnya dia memilih tinggal di Siantar Hotel. Dia tidak mau gratis
kalau suasana belajar tidak nyaman.
Saya sangat mengagumi kesungguhan
dan kegigihannya belajar. Setiap hari dia belajar bahasa Simalungun dari
seorang dosen di sana. Dia belajar peninggalan nenek moyang Simalungun dari almarhum
Andreas Lingga, Kepala Museum Simalungun. Semua pelajaran digarap dengan tekun
dan menurut kedua orang tadi, Haruki Yamamoto sangat cerdas dan tekun. Hingga
di akhir jadwal yang ditentukan dia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Dia sangat menghargai bantuan
orang lain. Setelah masa studinya selesai dan hendak pulang ke Jepang, dia
menghadiahi saya sebuah kotak kaca unik. Untuk teman-teman yang lain saya kira
dia juga memberikan kenang-kenangan yang berkesan.
Malam terakhir, kami ditraktirnya
di Pongkalan Na Bolon—kedai nasi yang menyediakan makanan khas Simalungun, di dekat
pajak Parluasan. Pagi-pagi dia datang ke
kantor dan memohon agar saya menyediakan
makanan khas Simalungun. Saya
menawarkan makanan “si pitu dai” (tujuh rasa). Dia setuju saja. Saya kemudian
meminta pemilik Pongkalan Na Bolon menyediakan makanan yang saya pesan. Dia mengganti semua biaya untuk itu. Sebagai penghormatan dari kami, sebuah ulos Simalungun diberikan kepadanya. Dia senang sekali, sayang foto dokumentasinya sudah hilang. Yang jelas, dia memiliki kamera dan mengabadikan momen penting itu.
Itulah pertemuan kami yang
terakhir dan hingga kini saya tidak pernah bertemu lagi. Saya mencoba searching
di internet, dan saya menemukan namanya. Kini, Prof. Yamamoto Haruki, dari Tenri University
menjadi dosen tamu di Universitas Indonesia
dengan mata kuliah Animism
and Japanese Culture. http://kwj-ui.com/en/index.php?option=com_content&task=view&id=41&Itemid=30. Tapi, saya belum bisa menghubunginya, karena tidak ada alamat email ataupun telepon.
Semoga tulisan singkat ini dapat mempertemukan
saya dengan Haruki Yamamoto. Bagi rekan-rekan, saya ingin sekali bantuannya.
Sudah lebih dari dua puluh tahun kami tidak pernah bertemu. Ketika kami berpisah, saya baru memiliki satu putri berusia empat tahun, kini sudah berkeluarga. Bahkan putri saya yang keduapun sudah merencanakan pernikahannya tahun ini.
Saya bisa dihubungi melalui email: girsangjannerson@gmail.com.
Sudah lebih dari dua puluh tahun kami tidak pernah bertemu. Ketika kami berpisah, saya baru memiliki satu putri berusia empat tahun, kini sudah berkeluarga. Bahkan putri saya yang keduapun sudah merencanakan pernikahannya tahun ini.
Saya bisa dihubungi melalui email: girsangjannerson@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar