My 500 Words

Rabu, 08 September 2010

Ultah Perkawinan Ke 26

Oleh Jannerson Girsang

Saya masih duduk menghadap layar laptop ketika hp saya berbunyi sekitar pukul 02 dinihari 8 September 2010. Tak begitu mengagetkan bagi saya karena kadang anak-anak mengirim sms tak kenal waktu. Mereka biasa curhat kapan saja. Setelah kubuka, ternyata sms datang dari anakku kedua, Patricia.  “Hei mom n fader, hpy wedding anniversary 4 u! Waah, udah 26 tahun ya..trharu saya. God led both of u”.

Ya Tuhan, betapa Engkau menganugerahkan kami anak-anak yang bijak. Saya terharu karena Ultah perkawinan saja harus diingatkan oleh anak-anak. Bagi mereka ini sebuah hari penting dan bersejarah. Saya sendiri tidak begitu perhatian, karena beberapa tugas yang harus saya selesaikan malam itu.

Dengan perasan ngantuk berat karena lelah bekerja sampai dini hari, saya membangunkan istri yang sudah tidur beberapa jam sebelumnya. ”Ada apa pak,” katanya. ”Ma, perkawinan kita sudah 26 tahun,”. ”Oh ya aku malah lupa”. Kami saling berpelukan, mengucap syukur atas perkawinan kami yang diberkati Tuhan selama 26 tahun.

Berdoa dan refleksi atas perjalanan panjang: derita, suka cita dan rasa syukur kepada Tuhan. Tanpa acara istimewa, tanpa resepsi.

Saya dan istri meyambut Ulang Tahun Perkawinan ke-26 dengan rasa syukur karena diberi kesempatan menyaksikan empat anak kami yang kini semuanya sudah dewasa. Yang bungsu memasuki 17 tahun dan sulung 25 tahun. Kedua orang tua saya masih tegar dan selalu mendukung kami anak-anaknya.

Dua diantaranya sudah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, yang tertua lulus dari FISIP Universitas Indonesia (2008), dan anak kedua lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2010). Putra kami satu-satunya sedang kuliah di Polyteknik Negeri Jakarta semester 5. Mereka tinggal bersama di sebuah rumah kos di Depok. Saya bersyukur kepada Universitas Indonesia yang telah mendidik anak-anak saya. Univerisitas  yang tidak mengutip biaya di luar yang telah ditetapkan. Universitas yang mendidik sikap jujur dan percaya diri bagi anak-anak saya. Yang bungsu masih di kelas 3 SMA, tinggal bersama kami di Medan. Yang tertua sudah bekerja di sebuah stasion televisi, sedangkan yang kedua sedang mencari pekerjaan.

Di awal 15 tahun perkawinan kami, saya bekerja di berbagai bidang pekerjaan. Mulai dari tenaga surveyor sampai menjadi demand forecast di salah satu perusahaan telekomunikasi sampai 2001. Bahkan pernah memimpin sebuah perguruan tinggi swasta. Berbagai situasi buruk menyebabkan tempat kami bekerja bangkrut atau ditutup (krisis yang dialami Majalah Prospek 1992, penutupan Konsulat Amerika 1996, Pembubaran KSO Telkom 2001). Kami mengalami beberapa kali berhenti bekerja.  

Sejak 2002, kami memfokuskan diri menjadi penulis biografi, konsultan media dan menulis artikel di berbagai media lokal. Menghasilkan lebih dari sepuluh buku biografi, puluhan artikel-artikel di Media, serta aktif dalam berbagai aktivitas sosial. Di sela-sela pekerjaan itu, saya beberapa kali mendapat kesempata bergabung dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (asing dan dalam negeri) di Program Rehabilitasi Tsunami dan Gempa Aceh-Nias. Saat ini, saya bertanggungjawab memimpin jemaat di gereja GKPS Simalingkar yang berangotakan 170 Kepala keluarga lebih. Waktu dan tenaga saya semakin banyak tersita bagi jemaat. Semoga Tuhan menguatkan kami.

Di masa-masa sulit seperti itu, Juni 2010 lalu, adik kami dipanggil Tuhan, menyusul istrinya yang sudah meninggal empat tahun sebelumnya. Mereka meninggalkan tiga putri yang cantik-cantik, dan kini masih dalam usia belajar. Yang tertua kuliah di semester pertama di FISIP Universitas Indonesia, anak kedua di SMA kelas II, dan bungsu di kelas I SMP. Meski secara ekonomi mereka bukan tanggung jawab saya sepenuhnya, tetapi keluarga menyerahkan tanggungjawab sebagai orang tua mereka. Hingga aku memiliki 7 orang anak yang luar biasa sekarang ini. Semangat hidup mereka yang tinggi meski ditinggal kedua orangtuanya turut menambah semangat hidup saya, meski beban lebih berat.

Jujur saja, secara ekonomi saya memang tidak mampu. Tetapi, saya memiliki sumber semangat bekerja yang terus terpacu dari semua anak-anak menyenangkan hati kami orang tuanya. Mereka memahami betul keadaan ekonomi kami. Bahkan mereka mengerti bahwa untuk kelangsungan pendidikan mereka saya harus menjual beberapa properti yang saya miliki sebelumnya (rumah, mobil dll). Mereka mengerti kalau orang tuanya sekarang hanya mampu bepergian kemana-mana dengan sepeda motor atau naik angkot. Mereka mampu hidup dalam kesederhanaan.

Mereka mengerti, kalau tahun depan pulang ke Medan tidak bisa naik mobil lagi. Karena kemewahan dan segala kemudahan bukan budaya mereka sejak dulu. Mereka ingin melayani sesama, bukan membuat sesama menjadi susah. Menyenangkan orang lain, itulah yang selalu kami ajarkan kepada mereka sejak kecil.

Anak-anakku bangga kepada kami orang tuanya. Setiap hari kata-kata yang membuat kami bersemangat, terus mengalir dari mereka satu per satu. ”Semangat ya pak, semangat ya pak, pasti suatu saat situasi kita akan membaik,” demikian pesan mereka melalui sms acapkali kami terima. Rasanya lebih dari segala yang bisa diberikan seorang anak kepada orang tuanya.

Perkawinan kami memang memulainya dari nol besar. Kami mengontrak dan tidak memiliki apapun kecuali nyawa kami berdua. Hingga kami bisa memahami bahwa keadaan sulit sekarang, adalah sebuah kemajuan besar dibanding ketika kami memulai perkawinan. Sebuah keadaan yang harus disyukuri dan disikapi dengan bijak. Ada keyakinan akan janjiNya: ”Aku tidak akan memberikan beban yang tidak bisa kamu tanggung”.

Tak terbayangkan seandainya anak-anak saya tidak sukses dalam studi mereka. Seandainya mereka tidak mau mengikuti nasehat orang tuanya. Kekuatan kami adalah kami bersyukur atas capaian anak-anak kami dan mereka menghormati dan mengagumi kami orang tuanya.

Merekalah harapan kami di masa depan. Meski, di satu pihak, saya masih khawatir bagaimana kelanjutan pendidikan kedua anak saya yang terakhir. Pasalnya, keadaan ekonomi kami saat ini yang kurang mendukung.

Memutar memori ke awal perkawinan kami, terkadang pikiran saya sedih. Di awal perkawinan kami, terjadi kekerasan dalam peristiwa Tanjung Priok, September 1984 yang menewaskan puluhan orang. Kini, di ulang tahun perkawinan kami yang ke-26, suasana kekerasan masih berlangsung dan ditambah masalah korupsi, serta carut marutnya pemerintahan di pusat dan daerah.

Saya senantiasa berdoa kiranya para pemimpin negara ini bisa membuat negara kami semakin baik, terbebas dari kekerasan dan bebas dari korupsi. Dua puluh enam tahun perkawinan kami menyaksikan bahwa keadaan negara ini tidak banyak berubah. Secara ekonomi kita mencetak prestasi, tetapi dari segi perkembangan moral bangsa kita jalan di tempat.

Saya berdoa agar anak-anak saya mencintai perdamaian dan kejujuran dalam meniti kariernya di masa depan. Semoga mereka diberi kesempatan berbakti tanpa menyogok untuk bekerja. Semoga mereka tidak ikut-ikutan korupsi seperti yang dilakukan oleh banyak elit negara ini.

Puji Tuhan atas segala berkat yang telah Engkau limpahkan kepada kami. Lindungi kami dari segala fitnah dan kekerasan dalam berbuat kebajikan. Berikan kami kebijakan dan kesehatan, agar kami bisa membimbing anak-anak kami hingga mereka tumbuh dan berkembang di negara yang kami cintai: Indonesia. Berikan kami kebijakan untuk membantu sesama kami melalui talenta yang kami miliki. Amin!




4 komentar:

Patricia Girsang mengatakan...

Great, father! Terharu saya. Amsal 17:17 itu sebenarnya pas buat fader dan mami,, seorang sahabat menaruh kasih dalam setiap waktu dan menjadi saudara dalam setiap kesukaran. Gbu.

JANNERSON GIRSANG: Menulis Fakta Memberi Makna mengatakan...

Thanks Pat, I am very proud of you.

NENSA MOON mengatakan...

Hallo Jannerson,
pertama saya ucapkan happy anniversary buat kalian berdua (maaf telat...!)
Saya sangat terharu dan mendapat bnyk pelajaran membaca kisah perjalanan perkawinan dan bagmn kalian membesarkan anak2 kalian..
Aku yakin Insya Allah kalian berdua akan berhasil membawa anak2 (termasuk anak2 alm adikmu) ke jalan sukses bagaimanapun keadaan kalian skrg...
Thanks sdh mampir di CATATANKU bbrp hr lalu, aku skrg masih berlibur sekalian mengunjungi anak pertamaku yg saat ini kuliah di Jogja... jd belum bs baca2 posting kamu yg lainnya..
Semangat terus Jannerson...!! aku senang n bangga sdh mengenalmu.

nensa

JANNERSON GIRSANG: Menulis Fakta Memberi Makna mengatakan...

Terima kasih Nensa. I also learn much from your blog!. Selamat Idul Fitri 1431 H dan memasuki suasana baru dan semangat baru.