Kunjungan kami ke Silau Marawan--kampung penghasil sayur mayur di Kabupaten Simalunguni, bersama rombongan Seksi Bapa GKPS Simalingkar 21-22 Mei lalu, selain terkesan atas kreativitas masyarakatnya, kami ingin mengungkap kealpaan pemerintah daerah merespons kreativitas masyarakat di wilayah itu.
Melintasi sarana jalan buruk selama bertahun-tahun, penduduk kampung Silau Marawan mampu mewujudkan kesejahteraan dengan cara mereka sendiri. Andaikan pemerintah memberi sedikit perhatian pada sarana jalan, maka kemakmuran yang lebih baik akan mereka raih!.
Capek dan Prihatin
Capek dan prihatin!. Itulah kesan kami setelah kembali ke Medan dari kunjungan Seksi Bapa GKPS Simalingkar ke kampung Silau Marawan. Kampung Silau Marawan terletak di sebelah Utara Saribudolok--kota yang berjarak 112 kilometer dari Medan dan 35 kilometer dari ibukota Kabupaten Simalungun, Pamatangraya.
Dari Saribudolok, Silau Marawan terletak 18 Kilometer, atau kira-kira jarak Pamatangraya (ibu kota Kabupaten Simalungun) ke Panei Tongah. Kampung Silau Marawan secara administratif masuk dalam
Nagori (Desa) yang kepala
Nagorinya (Kepala Desa) tinggal di kampung Hutasaing, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.
Sepanjang perjalanan menuju kampung Silau Marawan kami melintasi beberapa kampung seperti Dusun (60 Kepala Keluarga, KK), Sinar Baru (120 KK, Bandar Mariah (80 KK), Bosi Sinombah (100 KK) Raya Dolok (50 KK), dan Silau Marawan sendiri (95 KK). 2 kilometer dari Silau Marawan terdapat kampung Huta Saing yang berpenduduk sekitar 150 KK dan Mariah Dolok.
Menggunakan kenderaan dengan kecepatan rata-rata 60 kilometer/jam, jarak itu bisa ditempuh dalam waktu 18 menit dengan nyaman. Sayangnya, saat mengunjungi kampung itu 21-22 Mei lalu, kami merasa sangat tidak nyaman karena kondisi jalan yang buruk. Keluar dari rasa tidak nyaman seperti yang kami rasakan merupakan suara rakyat kampung Silau Marawan yang sudah terpendam puluhan tahun.
Kalau kami baru sekali merasakan dalam kunjungan itu, sementara ratusan Kepala Keluarga yang melintasi jalan itu mengalaminya selama bertahun-tahun. "Kita sudah merdeka selama puluhan tahun, tapi kampung kami belum merasakan enaknya berjalan di atas aspal," ujar LL Sipayung, Pengantar Jemaat GKPS Silau Marawan yang pernah mengajar di SMP Negeri I Gunung Sitoli 1981-1989.
Anda jangan membayangkan sepanjang 18 kilometer itu bisa menemukan jarak 100 meter jalan mulus. Selama satu jam lebih di dalam mobil kijang buatan 1996 itu seperti menumpang perahu yang berlayar di tengah gelombang. Sesekali kenderaan harus berjalan pelan menghindari lubang besar.
Dari 18 kilometer jalan menuju kampung itu, hanya sepanjang 10 kilometer yang pernah mendapat polesan aspal. Menurut LL Sipayung tokoh masyarakat kampung Silau Marawan, sepanjang 8 kilometer menjelang kampung itu (mulai dari Bosi Sinombah), belum pernah mendapat polesan aspal.
Bayangkan, di negara yang sudah merdeka sejak 1945, sebuah kampung penghasil sayur mayur potensial belum pernah mengenal jalan aspal. (Tentu, Kampung Silau Marawan tidak sendiri, masih banyak kampung lain sama seperti itu. Tapi, inilah tantangan bagi seorang pemimpin yang mengkampanyekan perubahan).
Jalan dari Bosi Sinombah ke Silau Marawan yang selama bartahun-tahun hanya dipoles dengan batu, ketika kami lewat banyak badan jalan yang batunya sudah lepas dan meninggalkan lubang-lubang. Beberapa kilometer menjelang kampung, kami melintasi beberapa meter jalan yang sudah seperti "kolam". Kenderaan sudah layaknya perahu yang melintas danau kecil.
Itulah kampung yang dikunjungi Ephorus GKPS, Pendeta Dr Jaharianson Saragih 21 Mei 2011 lalu dan sekaligus melayani KKR, yang diselenggarakan Seksi Bapa GKPS Simalingkar, Medan bekerja sama dengan Seksi Bapa GKPS Silau Marawan.
Tentu penduduk di sana berharap kunjungan Pimpinan Pusat GKPS itu berikutnya tidak lagi melintasi jalan seperti itu. Tentu yang paling penting, penduduk wilayah itu menikmati jalan yang lebih baik.
Masyarakat Kreatif
Di satu sisi kami kagum atas menikmati pemandangan dan prestasi rakyat di sana yang memoles lahan -lahan yang luasnya ribuan hektar menjadi areal pertanian yang maju.
Di kiri kanan jalan sepanjang mata memandang tumbuh cabe dengan buah-buahnya yang sudah memerah, terong belanda, kentang, tomat, kol, sayur keriting, serta berbagai komoditi pertanian lainnya."Kampung Silau Marawan sedikitnya menjual 30 ton cabe dan 3 ton kopi setiap minggu. Disamping tanaman kentang, kol dan sayuran lannya,"ujar LL Sipayung.
Ini baru dari Silau Marawan. Sementara jalan itu digunakan oleh penduduk dari beberpa kampung dengan ratusan KK yang mayoritasnya adalah petani. Tentu tidak seorangpun menginginkan jalan seperti ini dinikmati oleh penduduk yang mampu menghasilkan devisa negara yang cukup besar.
Meski fasilitas jalan yang buruk, penduduk tampak mampu setapak demi setapak mewujudkan kemakmuran dengan kreativitas yang sangat membanggakan. Rumah-rumah penduduk terlihat sedang memoles diri. Beberapa bangunan terbuat dari beton, bahkan kami menginap di rumah-rumah penduduk yang kualitasnya jauh lebih baik dari rumah-rumah Jemaat di GKPS Simalingar Medan. Sebanyak lima puluh lebih rombongan tidur dirumah-rumah milik penduduk yang terbuat dari beton dengan nyaman dibalut selimut yang disediakan penduduk. Penduduk desa yang baik itu juga menyediakan makanan yang lezat dengan suguhan sayur "ombut" (sayur dari pelepah pisang yang diramu dengan sambal dan daging) yang khas.
Kita kagum atas kreativitas masyarakat di Silau Marawan. Sejak 2007, mereka secara swadaya dibawah fasilitasi Pelpem GKPS, sudah menikmati sarana air minum berbiaya Rp 168 juta. "Pelpem mendahulukan biaya pembangunan dan kami mengangsur selama dua tahun,"ujar LL Sipayung. Setelah dua tahun, penduduk kampung sudah melunasinya dan kini mereka sudah menikmati hasilnya.
Kini, meski jalan ke kampung itu masih rusak, namun 95 KK penduduk sudah menikmati air minum yang melimpah. Bahkan sebagian air itu sudah digunakan untuk kebutuhan pertanian mereka. Kami menikmati kamar-kamar mandi layaknya di kota besar.
Selain itu, kampung Silau Marawan juga sudah memiliki Credit Union di bawah naungan CU Hatirongga. "Kami sudah memiliki 60 anggota CU,"ujar Sipayung salah seorang Komisaris CU Hatirongga pendiriannya difasilitasi Pelpem GKPS. Menurutnya dengan adanya CU ini, salah satu masalah petani, yakni permodalan sudah banyak tertolong.
Semoga Didengar Bupati: Mimpi Seperti Jalan di Tanah Karo
Merespon kondisi jalan yang dilaluinya, Ephorus GKPS berjanji akan menyampaikan keluhan jemaat ke Bupati Simalungun. "Saya akan bicara dengan YR (maksudnya bupati Simalungun) soal jalan ke kampung ini," ujar Ephorus GKPS yang selama masa jabatannnya kurang dari satu tahun ini banyak melakukan pelayanan di pelosok-pelosok. Semoga YR mendengarnya dan memasukkan dalam prioritas pembangunan lima tahun ke depan.
Beliau juga menghimbau agar jemaat jangan lupa mendoakan para pemimpin agar mereka memperhatikan kondisi jalan ke kampung Silau Marawan.
Penduduk bersyukur, karena pemerintah sudah membangun sarana listrik sejak beberapa tahun lalu. Rumah-rumah penduduk sudah terang benderang dengan sarana listrik, tak bedanya sarana bagi penduduk kota besar.
Ketika kembali ke Medan, kami melintasi daerah pertanian jalur Tigapanah-Tongkoh. Tidak melalui Kabanjahe. Saya berangan-angan: "Andaikan jalan kampung Silau Marawan ini bisa dibangun seperti di daerah pertanian di Tongkoh, Tanah Karo, betapa makmurnya rakyat di sana".
Yah tidak satu periode, mungkin lima periode ke depan impian ini bisa terwujud. Kalau Bupati sebelumnya Zulkarnain Damanik hanya berkunjung ke kampung ini, barangkali Bupati YR Saragih, tidak lagi hanya sekedar berkunjung, tetapi mau membangun jalan ke kampung Silau Marawan.