My 500 Words

Senin, 07 November 2011

Mengenal Alberthiene Endah ”Karya dan Prestasi Perempuan dalam Biografi” (Harian Jurnal Medan, 7 Nopember 2011) l



Oleh: Jannerson Girsang
Albertine Endah
 sumber foto: http://didipi.net/blog/albertine-endah/

Goresan prestasi dan karya-karya perempuan sejak dulu masih tertinggal dari kaum laki-laki. Langkah-langkah penulisan tentang karya perempuan adalah usaha mulia yang mengejar ketertinggalan prestasi kaum hawa ke tengah publik.

Albertiene Endah salah salah satu diantaranya. Setelah sukses menulis novel, dia menulis sedikitnya lima biografi perempuan yang berprestasi di bidangnya sejak 2003. Prestasinya dalam waktu singkat menghasilkan sejumlah biografi kaum perempuan Indonesia patut diacungi jempol.

Para pembaca novel Cewek Matre, Dicintai Jo, Ilove My Boss, Jangan Beri Aku Narkoba, Nyonya Jetset, Ojek Cantik ini, pasti sudah mengenal perempuan lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini.

Lewat biografi, Alberthiene Endah mengangkat perempuan Indonesia dengan menulis hal-hal yang mereka pikirkan, lakukan dan maknai.

****

Alberthiene Endah—akrab dengan panggilan AE, adalah seorang jurnalis, penulis novel dan biografi best seller Indonesia dan sosok inspirasi, khususnya penulisan karya dan prestasi perempuan.

Selain menulis novel, sejak 2003, perempuan kelahiran Bandung ini telah menulis buku biografi diantaranya, Seribu Satu KD (2003), Anne Avantie: Aku, Anugerah dan Kebaya (2007),  Titiek Puspa: A Legendary Diva (2008), Catatan Hati Krisdayanti – My Life, My Secret (2009), Jejak Batin Jenny Rachman: Kutemukan Ridha-Nya (2010), Ani Yudhoyono: Kepak Sayap Putri Prajurit (2010).  Selain itu, dia juga menulis tentang biografi beberapa tokoh laki-laki seperti penyanyi legendaris Chryse dan lain-lain.

Dengan kemampuan menulisnya yang mendapat pujian banyak pihak, Alberthiene Endah memberi inspirasi bagi pembaca tentang kisah perempuan Indonesia yang sukses di bidangnya. Pemenang Adikarya IKAPI 2005 itu telah memperkaya khasanah perbukuan di negeri ini dengan kisah yang membanggakan.
Dia berhasil menghiasi media cetak, online dan televisi, mengisi nuansa baru tentang perempuan Indonesia, mencuri ruang media di tengah berita-berita kasus korupsi yang telah merusak sendi-sendi bangsa ini.

***

Perlakukan diskrimintif atas penulisan karya perempuan sudah melegenda sejak ribuan tahun yang lalu, sejak jaman pra sejarah, revolusi peranian, revolusi industri, hingga ke masa era informasi ini.

Gail Meyer Rolka, penulis buku 100 Wanita yang Mengguncang Dunia, mencatat, hingga abad keduapuluh, penulisan sejarah masyarakat Barat mendominasi dan mengeksploitasi prestasi kaum pria
”Dengan pengecualian yang jarang, informasi dalam karya-karya referensi tradisional (ensiklopedia dan buku-buku sejarah), menunjukkan bias yang nyata terhadap kontribusi laki-laki ketika mengabaikan atau merendahkan kaum wanita. Sebagai contoh, meskipun banyak ilmuwan wanita dikenal dan dihormati di masa mereka, sejarawan cenderung mendiskreditkan kontribusi mereka, atau karena wanita seringkali tidak menerbitkannya dengan nama mereka, gagal mengenalkan usaha mereka” ujar Gail Meyer Polka.

Mayer mengambil contoh peran Marie Lavoisier, yang selama 25 tahun berkolaborasi dengan suaminya meletakkan landasan bagi kimia modern, Emiliedu Chatelet yang sangat mempengaruhi karya temannya Voltaire, Chaterine Green yang membantu menemukan alat pemintal kapas bersama Eli Whiney. Nama-nama yang muncul dan terkenal adalah nama laki-laki.

****

Aneka perjuangan perempuan dalam usahanya keluar dari hanya sekedar penjaga dapur rumah tangga tetap menyala dan membesarkan anak-anak sudah berlangsung selama 5.000 tahun, hingga sekarang ini.

Sebutlah beberapa di antaranya. Sophie Germain (tidak dibenarkan orang tua masuk universitas—bekerja sendiri mengembangkan sejumlah teori), Madame CJ Walker (jutawan pertama di Amerika), Dorothea Dix dan Elizabeth Fry (reformasi penjara), Emmeline Pankhrust (memperjuangkan hak mengeluarkan pendapat di Inggeris), Susan B Anthony dan Charrie Chapman Catt (menjamin hak pilih bagi wanita), serta tokoh-tokoh lain dengan berbagai hambatan yang mereka hadapi.

Emansipasi yang diperjuangkan Raden Ajeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita Indonesia pada awal abad 20, sebenarnya tidak hanya peran dalam turut serta mengukir peradaban, tetapi juga penghargaan atas karya-karya mereka. Semangat Putri Sejati Indonesia itu juga menuntut pentingnya persamaan hak untuk ditulis dan dipublikasikan atas prestasi dan karya yang secara proporsional.

Memasuki era globalisasi ini, perempuan memasuki peran di berbagai bidang seperti memajukan teknologi, menemukan tanah-tanah baru, menciptakan seni, musik dan tari inovatif, memimpin pasukan, menambah isi kesustraaan dunia yang penting, memimpin pasukan, menjadi pemimpin nasional berpengaruh, mempertanyakan dan mengubah kepercayaan dan struktur sosial yang sudah ada untuk meningkatkan kualitas hidup semua orang.

Biografi Titik Puspa  misalnya, mengungkapkan peran perempuan dengan perubahan pandangan yang lebih tegas di dalam rumah tangga. Selain fungsi ibu, penyeimbang keluarga, ”Pada posisi tertentu, perempuan harus maju seperti laki-laki. Mencari nafkah, mengerahkan tenaga dan keberanian, membesarkan nyali, melupakan sejenak kemanjaan sebagai perempuan. Hidup seringkali tak pandang bulu dalam menguji ketangguhan. Perempuan harus seberani laki-laki”

Hal ini tentu menuntut usaha-usaha meningkatkan publikasi karya dan prestasi mereka melalui buku-buku atau media. Pemberitaan suara perempuan di media memang masih perlu ditingkatkan. Simaklah kutipan berikut ini. “Do you see the world from the perspective of women and girls?. Only 22% of the voices you hear and read in the news are women’s. Change your viewpoints,” demikian the IPS Gender Wire dalam http://www.ips.org.

Linda Christianty—pemenang Perempuan Award 2010 yang diselenggarakan Radio Suara Perempuan, Banda Aceh, mengatakan bahwa sampai saat ini di media manapun, bukan hanya di Aceh, perempuan masih diberitakan secara bias dan menjadi objek pelaku kesalahan. "Ini menjadi tugas kita semua untuk lebih banyak menulis tentang tema perempuan,"ujar Linda, dalam diskusi pada acara penganugerahan Perempuan Award akhir Juni 2010 lalu.

Penulis, media perlu lebih peka dan memiliki daya kritisnya atas karya dan prestasi perempuan. Kisah-kisah Marie Lavoisier, Emiliedu Chatelet, Chaterine Green cukup menjadi pelajaran bagi kita! Langkah-langkah Elberthiene Endah menjadi teladan yang perlu ditiru para penulis lainnya. Siapa mau turut?

Dimuat di Harian Jurnal Medan, 7 Nopember 2011 

Tidak ada komentar: