Artikel ini merupakan file lama--1,5 tahun yang lalu dan kutulis saat sedih di tengah malam, sendirian membayangkan putriku sakit di rumah
sakit, 2000 kilometer jauhnya dari rumah.
(Oleh Jannerson Girsang: Friday,
September 16, 2011 at 1:24am) ·
16 September 2012, saat aku masih kesulitan keuangan
dan tugas-tugas di gereja menumpuk. Clara, Anakku yang terbaring di rumah sakit,
di Depok, 2000 kilometer dari rumahku!
Aku bergulat dalam pikiran antara ingin
menjenguknya, tetapi tak punya rencana untuk menjenguknya, karena uang untuk ongkos pesawat tidak tersedia.
Ada perasaan berontak. Kenapa Tuhan?. Bercampur
perasaan bersalah karena tidak mampu menghasilkan uang yang cukup untuk sekedar
menjenguk anak yang sakit di Jakarta. Tengah malam, Medan-Jakarta terlalu jauh
dalam jangkauanku.
Sebuah buku: sudah dari tadi kubaca dan tetap kupegang, sambil mengamati laptopku yang sudah berusia 5 tahun.
Aku berbisik dalam hati kepada anakku yang mungkin sudah pulas tidurnya. “Mungkin tengah malam
(12.12) ini kau sudah tidur. Tetapi besok pagi, kau pasti bangun, membuka mata,
lantas pegang handphone, serta membuka Facebook. Bapak tidak bisa bertemu muka denganmu
sayang. Medan-Jakarta terlalu jauh”.
Sambil berlinang air mata, aku melanjutkan menuliskan apa yang kudapat dari buku itu. ”Tapi Tuhan memberi kita berkat, karena malam ini Bapak
diberi kesempatan menikmati kata-kata bijak tentang kehidupan dari Eyang Titik
Puspa, yang bapak kutip dari buku biografinya. Titik Puspa, A Legendary of
Diva. Kau bisa nikmati sebelum sarapan pagi besok”.
Ini
dia kue lezat Eyang yang sangat Bapak kagumi dan nikmatilah!
Tuhan
mengatur irama hidup kita. ”Bagi saya, perjalanan hidup ibarat musik, yakni
permainan pola irama dengan Tuhan sebagai arrangernya. Kita seperti
melodi yang berkejaran lincah dan bisa menghadirkan keindahan saat nadanya
sedang dinamis dan riang, atau saat iramanya sendu dan melankolis. Sebagai
pencipta jalan hidup, saya yakin Tuhan menghendaki kita memberi apresiasi pada
irama hidup apapun yang Dia berikan”.
Siapapun pernah mengalami masa sulit. “Dan believe
it or not, sebagai manusia, kita diciptakan kuat sekali. Saya
pernah nyaris mati karena sakit dan kelaparan, pernah menikah, bercerai,
berjuang membesarkan anak, difitnah, menikah lagi, bercerai lagi, ditinggal
wafat suami. Hidup dan karier saya syarat dengan jatuh bangun. Jika dibuat
daftar susahnya mungkin pantas untuk alasan gantung diri. Ha.ha.ha!,” kata Titik Puspa.
Penderitaan
fisik itu kemudian berbuah pemahaman hidup dan mampu menghitung berkat. “Tadi
pagi saya bangun dengan segar. Tubuh saya enak diajak bergerak.
Sekretaris saya masih banyak menerima telepon dari banyak pihak mengajak saya
bekerja sama. Perancang busana saya mengabarkan busana impian saya sudah jadi
dan indah sekali. Cucu saya ingin bertemu dan mengobrol soal pacarnya. Pak
Presiden mengundang saya nyanyi di istana. Dan permintaan naik pentas sampai ke
luar negeri tak pernah berhenti”.
Tak guna mengingat kesedihan. “Ah, ya!. Itu apa coba namanya kalau bukan
anugerah. Saya memiliki kehidupan indah. Sia-sia saya mengingat segala
kesedihan saya, karena di depan saya terbentang adalah hikmah yang diberikan
oleh Tuhan selalu lebih indah. Dan
saya baru sadari keindahan itu masih saya rasakan sekarang, saat usia saya 70
tahun. Sebuah angka yang
tidak main-main”.
Mainkan
hati anda. Tubuh, harta dan segala yang bersifat fisik suatu saat akan hilang
keindahannya, tetap hati yang terus berbicara mendorong pikiran untuk melakukan
kegiatan yang bermanfaat. ”Saya bercermin dengan seksama. Menyaksikan
keriput yang girang bermain di wajah saya. Alhamdullillah, saya masih hobi
berdandan pakai bedak dan blush on sehingga saya masih asyik main
petak umpet dengan keriput. Tubuh saya, walau sudah kendur masih lincah diajak
sibuk. Masih bisa bergerak cari penghasilan, hingga saya tak menyusahkan anak
dan cucu untuk menghidupi diri sendiri”.
Menasehati kita semua bahwa hidup penuh dengan
kesadaran dan menghargai hidup itu sendir. “Tuhan mahabesar. Sederetan karya
saya yang anda kenal hanya sebagian kecil dari anugerah yang melimpah yang
diguyurkan Tuhan pada saya. ...saya ingin berbagi dengan Anda bahwa rentang
hidup yang singkat yang diberikan Tuhan bisa menjadi sangat bermakna jika anda
menjadi umat yang penuh kesadaran dan apresiatif pada hidup”.
Mainkanlah hati Anda! (Dikutip dari: Titik Puspa:
A Legendary of Diva, Albertiene Endah).
2 komentar:
Khusus pada kalimat(Aku bergulat dalam pikiran antara ingin menjenguknya, tetapi tak punya rencana untuk menjenguknya, karena uang untuk ongkos pesawat tidak tersedia. membuat hati saya tergugah, dan berkata dalam hati hingga meneteskan air mata" "Beginilah jerit hati dari pada orang tua kepada anaknya" jika ingin memberikan sesuatu kepada anak,dalam tulisan ini bapak ingin ke jakarta menjenguk anak bapak yang sedang terbaring sakit, tetapi karena sesuatu hal keinginan itu jadi urung untuk dilaksanakan.saya cerita sedikit pengalaman saya pak..!sama seperti saya sewaktu masih kuliah dulu, yang belum tau bagai mana rasanya mencari uang, yang hanya tau meminta saja sama orang tua. pernah suatu ketika, saya meminta uang kepada orang tua, " Pak minta uang la, hingga beberapa kali meminta, dan beberapa kali juga orang tua berkata, (bapak tidak punya uang, besok ya!!) dengan hati jengkel saya berkata,Pelit kali pun bapak ini...!! Hingga orang tua saya berkata.."Sakit rasanya hati bapak, jika kamu minta tidak ada bapak kasih ama mu" dari perkataan itu saya ingat-ingat, bahwasannya orang tua itu selalu ingin memberikan apa pun yang bisa membuat hati anaknya senang.
Terima kasih Bukti. Semoga kisah nyata ini memberi manfaat. Kita tidak pernah susah oleh karena tidak memiliki benda atau materi, kita susah karena membiarkan hati tidak sehat. Jagalah hati, mainkan hati, maka Anda tidak akan terpengaruh oleh keadaan.
Posting Komentar