Oleh: Jannerson Girsang
Pagi ini, saya teringat tiga putri kami Yani Christin Girsang, Hilda Valeria Girsang, Trisha Melanie Girsang di kejauhan!.
Teringat kisah sedih mereka lima tahun yang lalu. Terngiang bunyi
telepon maut malam hari, 17 Juni 2010 yang memberitahukan almarhum
adikku Parker Girsang-ayah ketiga gadis yang malang itu telah
meninggalkan kami untuk selama-lamanya di Rumah Sakit Cikini, Jakarta.
Bangga dengan semangat dan harapan yang senantiasa memenuhi keseharian
mereka. Tentu saja, air mata haru menetes tak terbendung!
Hanya
berselang empat tahun, ketiga putri remaja itu dua kali menyaksikan
ambulance parkir di depan rumahnya--Perumahan Permata, Bekasi,
mengantarkan jenazah kedua orang tua yang sangat mereka kasihi, di
subuh hari.
Hatiku yang hancur, ketika membayangkan ketiganya
berdiri di depan pintu, menanti jenazah ayahnya, saat anak-anak seusia
mereka dibangunkan ibunya, siap-siap berangkat ke sekolah.
Teringat malam yang sangat panjang menunggu pesawat berangkat dari
Medan ke Jakarta, esok harinya.Terbayang kekhawatiran masa depan
anak-anak yang ditinggalkan pria usia 49 tahun itu, menyusul
istrinya-ibu mereka yang meninggal empat tahun sebelumnya.
Terkenang, kesedihan ketiga putri kami berdiri di samping jenazah ayahnya, meratapi kepergian tumpuan harapan mereka.
Lima tahun yang lalu, mereka menjadi anak yatim piatu. "Gelap gulita!,"
demikian pernah diucapkan Christin Girsang beberapa waktu sesudah
peristiwa itu.
Saat ayahnya meninggal, Christin yang tertua baru
berusia 19 tahun dan masih memulai kuliah tahun pertamanya, kini sudah
bekerja di siang hari, dan malam hari melanjutkan S1nya di UI,
Depok-Jakarta, dan perkuliahan S1nya dijadwalkan selesai tahun ini.
Hilda (Ai) yang baru memasuki SMA, kini sudah kuliah semester VI di Universitas Brawijaya, Malang
Trisha Melani (Icha), baru memasuki SMP, kini kelas II SMA Negeri I Bekasi. .
"Semua akan indah pada waktunya, mari kita menatap ke depan," itulah
kalimat Christin, membesarkan hati adik-adiknya, malam hari sepulang
mengantar jenazah ayahnya.
Kata-kata harapan sungguh mujarab
untuk memberi energi positif. yang selalu mereka bertiga tanamkan dalam
hati masing-masing. Mereka tidak memikirkan kekhawatiran, tetapi
membesarkan harapan yang lebih baik esok hari. .
Ketiganya tetap bersemangat menatap dan merajut masa depan yang indah.
Tuhan tidak hanya berdiri menonton kehancuran. Tuhan mengutus
orang-orang baik melindungi mereka yang berserah kepadaNya. Dia bekerja
dan terus bekerja.
Terima kasih untuk bou Masda, bou Oh, uda
Santi, uda Henri, Ompung Nagasaribu, Ompung boru br Sitompul, serta
seluruh keluarga, tante-tantenya Christin (keluarga mamanya, Osda and
Sri cs), serta seluruh keluarga lainnya yang bersimpati.
Khususnya jemaat GKPS Salemba, Jakarta, dimana mereka bertiga menjadi
anggota jemaat. Jemaat ini sungguh luar biasa mendukung mereka. Doa-doa,
bantuan materil dan moril saudara-saudaraku semua telah membesarkan
hati mereka, menguatkan mereka.
Demikian juga keluarga besar Girsang yang ada di Jakarta, khususnya keluarga besar RKY Girsang. Great! Terima kasih semuanya.
"Ketika bencana dan serangan tiba-tiba menghancurkan rrumah kita,
ketika impian sukses kita tampak akan hancur, ketika penyakit dan
kematian menimpa orang yang kita cintai, satu hal yang dapat meneguhkan
dan mengarahkan kita tetap maju adalah harapan.
Harapan untuk
hari esok yang lebih baik, untuk masa depan yang cerah, untuk hari
bahagia. Harapan bahwa ada yang lebih hidup dari pada apa yang ada
sekarang kita lihat dan rasakan" (Kemenangan Akhir, Elen White)
Terima kasih Helen Munthe
atas Buku Kemenangan Akhir yang dikirim kemaren. Buku yang
sungguh-sungguh menginspirasi saya menuliskan artikel sederhana ini.
Jangan lupa membawa mereka dalam doa-doa pribadi.
Semoga juga menguatkan mereka yang membacanya. Tuhan tidak hanya berdiri dan menonton kehancuran!
Selamat pagi semua. Selamat beraktivitas untuk Christin, Ai dan Icha. Keep spirit. God Bless!
Medan, 24 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar