Pagi ini sekitar jam 07, saya bersama anak saya Bernard Patralison Girsang melihat lokasi jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik TNI AU. Posisi pesawat jatuh terbalik--bagian atas pesawat berada di atas tanah.
Salut melihat aparat kepolisian, TNI, Basarnas yang sejak kemaren terus menerus melakukan pencarian jenazah, pengumpulan puing-puing pesawat serta melakukan pembersihan lokasi kecelakaan pesawat.
Mereka terlihat sabar merespon masyarakat yang melintasi garis batas polisi, daerah yang tidak boleh dimasuki siapapun, kecuali petugas, atau orang yang diberi izin. Masyarakat yang antusias ini melihat peristiwa mengenaskan itu, terus saja melanggarnya.
"Wah, garis polisi tidak berlaku," kata seorang polisi bergurau, dan membiarkan saja masyarakat menembus garis polisi. Mungkin karena masih pagi. Saya sendiri tidak mengalami hambatan melintasi batas garis itu, dengan jalan kaki, hingga saya bisa melihat dari dekat, ke lokasi jatuhnya pesawat.
Para warga sangat antusias melihat dari dekat peristiwa jatuhnya pesawat Hercules 130 yang menewaskan 12 kru, 101 penumpang dan puluhan penduduk yang tewas.
Berkali-kali polisi meminta kesadaran mereka untuk tidak melintasi pita kuning itu. Tetapi masyarakat tidak peduli. Cuma, sewaktu mereka memulai kehiatan, para petugas sudah memulai pekerjaannya, mereka lebih tegas dan meminta agar masyarakat tidak menggangu jalannya evaluasi. Masyarakat mulai mundur dan sebagian pulang ke rumah masing-masing.
Simpang Rumah Sakit Jiwa--sebagai batas garis polisi, menjadi tempat parkir ratusan sepeda motor. Demikian juga tempat terbuka di sepanjang Jalan Jamin Ginting menjadi tempat parkir bagi pengunjung yang ingin melihat lokasi. Sungguh jadi pekerjaan berat lain yang harus diawasi pihak kepolisian. Jalan macet, dan lalu lintas terpaksa dialihkan ke rute lain.
Masyarakat semua harus maklum, ini semua agar evakuasi bisa berjalan lancar.
(Laporan sebuah Televisi swasta menyebutkan 141 kantong jenazah (11.00 WIB), sudah berhasil dievakuasi ke rumah sakit Adam Malik, yang berjarak hanya sekitar 1 kilometer dari lokasi).
Melihat dari dekat lokasi peristiwa jatuhnya C-130 milik TNI-AU, sungguh membuat hati trenyuh. Ngerinya kecelakaan sebuah pesawat. Tak ada yang bisa selamat. Sudah jatuh dari ketinggian, berbobot di atas 70 ton, kecepatan tinggi, menembus bumi dan terbakar. Ratusan nyawa manusia tiba-tiba melayang dalam beberapa detik, dan sulit dikenali karena terbakar. Kita kehilangan puluhan perwira AU pilihan.
Bekas peristiwa kebakaran masih terlihat di dinding ruko yang ditabrak yang terlihat menghitam, bekas terbakar. Demikian juga plang BS Oukup yang terletak di pinggir jalan, terlihat sebagian menghitam.
Lokasi jatuhnya pesawat adalah Oukup BS1, yang terletak di sebelah kanan, km 10 jalan Medan-Pancurbatu. Kira-kira lima puluh meter dari Simpang Rumah Sakit Jiwa, Medan.
Oukup itu pagi ini sudah bersih dan bangunan sudah dibersihkan, sebagian badan pesawat sudah diangkut dan tinggal ekor pesawat. Kabarnya, semua akan diangkut untuk bahan penyelidikan selanjutnya. Dari rumah saya, lokasi itu bisa dicapai dengan jalan kaki sekitar 10 menit, sekitar 600-700 meter. "Wah, saya kaget dan langsung keluar rumah,"kata istri saya menuturkan pengalamannya kemaren siang.
Saat itu dia berada di rumah. Beberapa menit kemudian, warga lain berteriak. "Pesawat jatuh...pesawat jatuh," katanya, menirukan teriakan tetangga. Tapi dia tidak pergi ke lokasi, hanya monton televisi.
Menurut harian-harian yang terbit di Medan, sebelum jatuh, pesawat menabrak tower milik Perguruan Bethany. (Tower di atas sekolah itu patah dan masih belum diperbaiki).
Di jalan mau pulang, saya menanyakan seorang pemilik warung, sekitar 100 meter dari lokasi kejadian. "Wah...kami kaget sekali Pak. Ledakannya menggetarkan atap rumah, dan terasa goyang,"ujarnya.
Saya juga bertemu Evangelis Yusak Purba, yang rumahnya hanya berjarak sekitar 200 meter dari lokasi kejadian. Beliau mengatakan mendengar pesawat itu melintas di atas rumahnya, dan mendengar beberapa ledakan terjadi sebelum pesawat jatuh dan diakhiri dengan ledakan besar.
"Saya mendengar beberapa ledakan dan ledakan besar itu. Kemudian saya ke luar rumah, dan menyuruh anak-anak masuk ke rumah. Saya melihat asap sudah mengepul," katanya sambil menunjukkan video yang berhasil direkamnya dari depan rumahnya kemaren, beberapa saat setelah pesawat jatuh.
"Suaranya keras sekali, seperti bom," katanya.
Setelah itu, Evangelis Yusak langsung ke lokasi dan mengambil foto-foto dan video yang berhasil direkamnya. Saya sempat menyaksikan beberapa video yang menunjukkan peristwa awal setelah beberapa menit peristiwa menyedihkan seluruh bangsa Indonesia itu.
"Itu tower yang ditabrak pesawat sebelum jatuh, katanya sambil menunjuk ke arah tower itu. Tower itu hanya berjarak beberapa rumah dari yang terletak di Jalan Jeruk--beberapa puluh meter dari jalan Raya Jamin Ginting. Kemudian kami berpisah. Beliau berjalan menuju ke lokasi kecelakaan peswat sambil membawa kameranya, saya pulang ke rumah.
Di rumah, saya berfikir-fikir. Ternyata rumah kami di sekitar Jalan Jamin Ginting, berada di lokasi yang rentan terkena musibah jatuhnya pesawat.
Trauma jatuhnya pesawat Mandala 5 September 2005, masih membekas. Kecelakaan Mandala merenggut nyawa 109 penumpang dan 47 orang yang sedang melakukan kegiatan di sekitar lokasi jatuhnya pesawat dan puluhan rumah dan kenderaan rusak atau terbakar.
Untunglah 2 tahun lalu, 25 Juli 2013, bandara komersial Polonia--yang berdampingan dengan pangkalan AU, sudah pindah ke Kuala Namu. Sekarang bekas Bandara Polonia, hanya digunakan sebagai pangkalan TNI-AU (Pangkalan AU Suwondo, Medan).
Sebelum bandara Polonia pindah, ngeri rasanya setiap melintas di jalan, sementara di atas kita terbang burung besi yang beratnya puluhan ton, sebelum mendarat di Bandara Polonia. (Gimana kalau tiba-tiba jatuh!)
"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak," saya memahami peristiwa naas kemarin.
Sedih melihat keluarga yang ditinggalkan. Sedih membaca berita di koran-koran hari ini, kalau ternyata ada penumpang yang naik pesawat yang dibiayai negara harus membayar. Pesawat TNI AU seharusnya hanya digunakan untuk keluarga TNI-AU dan tidak dipungut biaya. Meski hal ini tetap dibantah para pejabat terkait. Tidak perlu bantah membantah, yang penting ini membuat kita malu, dan jangan terjadi lagi di hari-hari mendatang.
Kita menyambut modernisasi peralatan TNI. DPR seharusnya juga mendukung rencana ini. Barangkali dana aspirasi sebaiknya dialihkan untuk memodernisasi peralatan pertahanan kita.
Duka cita mendalam untuk seluruh korban kecelakaan pesawat Hercules 130. Semoga kejadian menyedihkan ini membuka mata pemerintah, anggota parlemen agar memprioritaskan perhatian pada modernisasi peralatan TNI.
Medan, 1 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar