Tiga topik soal membaca dan menulis tampil di harian Analisa 18, 22 Januari dan 3 Februari lalu. Awalnya saya mengajak masyarakat membaca dengan sebuah artikel berjudul ”Luangkan Waktu Membaca”, dimuat di Harian Analisa 18 Januari 2010. Lantas, kami mengikuti pemberitaan selanjutnya, Robert Valentino—seorang tokoh pendidik di daerah Sumatera Utara menulis artikel berjudul ”Membangun Integritas dan Peradaban dengan Membaca” (Analisa, 22 Januari 2010). Dr Albiner Siagian, Msi seorang dosen Pasca Sarajana di Universitas Sumatera Utara, kemudian pada 3 Februari merespon kedua artikel di atas dengan menulis sebuah artikel ”Setelah Membaca, Menulislah”. Semoga ketiga tulisan ini memberi motivasi bagi pembaca untuk membaca dan sekaligus menulis.
Luangkan Waktu Membaca!
Oleh : Jannerson Girsang
Mungkin kedengarannya aneh kalau memasuki 2010, saya mengajak anda seluruhnya menyediakan waktu membaca dalam rencana kegiatan.
Ada masa duduk secara rutin menilai kehidupan Anda dengan bercermin melalui buku bacaan.
Sungguh jauh dari penyelesaian yang dipikirkan orang dengan tantangan di sekitar kita, seperti rumitnya Kasus Bank Century dan perkara KPK yang mendominasi berita media, suramnya ekonomi keluarga dengan banyaknya pengangguran bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan. Itu menimbulkan kekhawatiran, kecemasan dan kebingungan.
Tulisan ini mengajak anda menjalankan pekerjaan rutin tetapi meluangkan waktu mencari rasa aman, tinggal dengan perasaan anda yang khawatir, cemas, bingung, mencari alternatif dari pengalaman orang lain dalam buku bacaan. Niscaya kita bisa menyelamatkan diri kita sendiri secara bernilai dan memberi makna bagi orang lain.
Mengapa Harus Membaca?
Kampanye Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Pemprovsu, Saiful Syafri dan jajarannya, sejak beberapa tahun terakhir ini begitu getol mengajak penduduk membaca, bukan tanpa dasar.
Pemerintah melakukan kegiatan mulai dari menyediakan buku-buku, ruangan ber-AC, menghias gedung perpustakaan sedemikian rupa, supaya orang mau datang ke perpustakaan untuk membaca. Para eksekutif digoda ke perpustakaan dengan menyediakan ruangan khusus. Mobil perpustakaan keliling disediakan pemerintah untuk menjangkau lebih banyak penduduk membaca. Para relawan menyediakan perpustakaan-perpustakaan kecil di lingkungannya.
Semuanya hanya satu tujuan: agar membaca menjadi kebiasaan dan menyumbangkan nilai yang lebih baik bagi dirinya dan orang lain. Penduduk diajak mencari rasa aman dengan membaca yang akan memberi mereka bimbingan yang teruji dalam memaknai kehidupan yang sedang mereka jalani.
Membaca memberi Anda ruang melakukan perbandingan pengalaman anda dan pemikiran orang lain yang sudah dikaji secara mendalam. Membaca adalah meramu kisah perjalanan dan pekerjaan yang anda tempuh dengan pengalaman dan pemaknaan Anda dengan pemikiran baru dari sebuah bacaan. Tak perduli bacaan itu buku-buku Agama, Ekonomi, Politik dan lain-lain.
Kegiatan membaca yang didasari rasa ingin dipuaskan dengan informasi, bisa membuat anda merasa menjadi bagian dari bacaan anda. Kalau bacaan anda tentang kisah seorang sukses, anda akan termotivasi sukses dan ingin terjun mengikuti proses sukses seseorang. Anda sejenak terhibur dan merasa sukses. Kalau bacaan anda tentang teori baru, seolah anda turut menemukan teori itu dan anda termotivasi berubah dari cara lama yang ditempuh sebelumnya.
Hasilnya, Anda menghasilkan alternatif baru. Cara baru yang memberikan sumbangan tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
Membaca: Lebih Produktif dan Berbudaya
Konon, membaca adalah budaya yang levelnya setingkat di atas mendengar atau menonton.
Dalam prakteknya, memang tidak sederhana. Membaca tidak boleh berhenti dengan lulusnya atau keluarnya seseorang dari bangku sekolah atau kuliah. Hanya sering tidak disadari, membaca berbeda dengan mendengar atau menonton. Anda bisa menonton televisi bersama dengan keluarga anda.
Melakukan kegiatan membaca, Anda dituntut masuk ke dalam ruang pribadi melaksanakan kegiatan pribadi. Membaca memerlukan situasi dan tempat yang kondusif. Layaknya anda berbicara rahasia dengan istri anda, tak beda dengan ketika anda berhubungan dengan istri anda di tempat tidur, atau ketika anda mengucapkan kata-kata cinta di depan pacar anda. Saat anda membaca, anda hanya berhubungan dengan buku yang anda baca. Anda benar-benar sendirian dalam kurun waktu tertentu!.
Membaca membawa Anda menciptakan dasar dan rasa damai, mencari jalan dan menciptakan kekuatan memelihara hati yang penuh harap, dan mendorong semangat untuk berjuang dan perasaan kuat tentang hidup yang cukup menghibur—bahkan saat-saat penuh ketegangan dan kebingungan. Membuat anda bersemangat melakukan hal-hal yang baru. Itu pengalaman Robert J. Wieks penulis buku Riding the Dragon.
Pengalaman pribadi kami menunjukkan hal yang sama. Dalam keadaan kesulitan, membaca adalah kegiatan yang mampu memberi jalan keluar, menentramkan hati, sekaligus menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi diri sendiri dan orang lain. Kini, buku bacaan dalam bentuk hard cover, bukan satu-satunya sumber bacaan. Internet telah menawarkan anda begitu banyak alternatif sebagai bahan bacaan
Tulisan ini kami hasilkan dalam keadaan ekonomi keluarga yang sulit. Sejenak membaca, merenung, kemudian kami berbagi melalui tulisan ini. Ketimbang saya harus menghamburkan uang dengan berhutang dalam suasana Tahun Baru 2009. Membaca adalah kegiatan menghibur sekaligus menyumbangkan perenungan kami bagi anda yang membaca tulisan ini.
Menghasilkan Alternatif Baru
Kegiatan membaca dimulai dari pemilihan buku yang diperlukan, membuat target, menyediakan sarana pendukung untuk memberikan anda merenungkannya secara baik dan menghasilkan alternatif baru, hasil perenungan anda.
Jangan lupa memilih bacaan yang sesuai dengan minat, pengalaman Anda!. Mengapa? Tidak semua bacaan sama menariknya bagi setiap orang, atau sama manfaatnya bagi orang yang berbeda.
Seseorang perlu menentukan bacaan yang sesuai dengan minat dan pekerjaan, dan persoalannya. Pilihlah bacaan yang dekat dengan anda.
Buatlah target membaca, secara realistis menyediakan waktu, perkiraan menyelesaikan membaca sebuah buku. Jangan lupa membuat catatan kecil. Buat perenungan. Ciptakan ruang meditasi atas sebuah bacaan. Saya harus meluangkan waktu sehingga tidak terganggu oleh istri dan anak-anak untuk membaca. Luangkan waktu satu atau dua jam setiap hari, dari dua puluh empat jam waktu yang tersedia.
Satu hal sering terlupakan, Anda harus menyadari bahwa setiap buku atau tulisan memiliki pesan-pesan khusus. Cermati penulisnya, daftar isinya, pengantarnya dan cari jawaban mengapa buku itu ditulis. Bacaan di dalam buku atau artikel adalah sebuah pergulatan dan pengalaman penulisnya selama bertahun-tahun. Jangan baca sepotong-sepotong.
Saat membaca Anda menemukan kutipan-kutipan berharga. Pelajari kutipan dalam bacaan. Robert J Wicks, mengatakan kutipan akan menolong kita melihat berbagai hal secara berbeda. Dalam banyak hal, kutipan diperlukan untuk mengadakan perubahan besar. Sebuah kutipan mempunyai nilai yang bisa membantu kita mencari jalan keluar. "Adalah satu kebiasaan baik untuk membaca kutipan. Nilai-nilainya bila terpatri dalam ingatan memberimu pemikiran yang segar" ujar Winston Churchill.
Evaluasi Hidup dengan Membaca
Ketika kami menjadi mahasiswa, satu SKS (dihitung 45-1 jam) harus memberi ruang dan waktu 3 jam untuk mengulang pelajaran di rumah. Dalam kehidupan nyata, Anda hidup dan bekerja.
Perjalanan hidup dan pekerjaan anda tak beda dengan anda menerima pelajaran ketika sedang duduk di bangku kuliah atau sekolah. Kegiatan yang anda lakukan setiap hari adalah sebuah pelajaran yang perlu dievaluasi.
Masuklah ke dalam ruang perenungan, mengulang kembali pelajaran di bangku kuliah/sekolah, mengulang kembali apa yang anda jalani dalam kehidupan atau pekerjaan yang sudah anda lakukan.
Sesudah membaca, anda melakukan respon pribadi atas sebuah bacaan. Apa manfaatnya bagi anda. Kalau mau lebih luas, apa manfaatnya bagi masyarakat sekitar, bangsa dan dunia ini. Apa makna perenungan anda bagi diri anda sendiri, keluarga dan masyarakat. Dengan merenungkannya, anda akan berusaha membacanya kembali.
Jangan membaca dengan sia-sia!
Apakah anda seorang pengamat, penulis, eksekutif, mahasiswa atau orang biasa saja, Anda harus membaca dan melakukan perenungan hasil bacaan anda!. Meskipun itu hanya sekedar pedoman kehidupan pribadi. Bacaan harus masuk dalam kehidupan anda. Jika tidak, maka pelajaran berharga yang anda baca akan cepat hilang.
Latihlah pelajaran yang diperoleh dengan berbagi (sharing). Baik melalui diskusi dengan teman, kelompok, assosiasi. Kalau anda seorang penulis bagikan pengetahuan anda dengan menulis artikel atau buku baru, atau bila anda seorang pengkhotbah, sampaikan hasil bacaan anda kepada jemaat, andaikatapun anda seorang masyarakat biasa saja, jadikanlah bacaan itu untuk memperbaiki pekerjaan anda, memperbaiki cara anda berbicara dan berhubungan dengan orang lain.
Ketika anda memasukkan refleksi pribadi atas sebuah bacaan, maka semuanya akan menjadi baru. Setiap hari anda akan menemukan alternatif ketiga—istilah yang populer dari penulis buku The 8th Habit, Steven R.Covey. Alternatif yang dihasilkan dari perjalanan hidup anda dan pesan penulis buku. Renungan yang sungguh-sungguh berbeda dari segala yang pernah ada.
Jika anda melatihnya maka anda akan menjadi orang yang memiliki keunggulan pribadi, yang membedakan anda dari orang lain. Dengan pribadi-pribadi yang memiliki keunggulan maka di akhir tahun 2010, bangsa kita akan keluar dari "saling tuding" dan "saling menyalahkan" tanpa dasar.
Kita akan makin menciptakan tidak hanya efisiensi, tetapi sebuah keagungan, karena terbiasa menghasilkan alternatif-alternatif di luar pemikiran yang biasa-biasa saja. Kita akan mampu memahami kebutuhan dinamis kita dengan benar, merencanakan dengan benar, melaksanakan dengan benar dan memaknainya dengan benar.
Ideal sekali ya, tidak ada jalan lain selain mencobanya. Masuki 2010, luangkan waktu membaca!***
Penulis adalah Penulis Biografi, tinggal di Medan.
Dimuat di Harian Analisa Cetak: 18 Januari 2010
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=40944:luangkan-waktu-membaca&catid=535:18-januari-2010&Itemid=135
Baca juga : "FB, BB, dan Digital Colonization" di : http://pensiun-sukses.blogspot.com/
Membangun Integritas dan Peradaban dengan Membaca
Oleh : dr Robert Valentino Tarigan SPd
Begitu seseorang memulai membaca, berarti ia telah membuka "jendela dunia". Dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, koran dan lain sebagainya yang dibacanya,
seseorang dapat menemukan hitam-putih kehidupan, sehingga seseorang yang senang membaca akan memahami pahit-manisnya problem dunia dari jaman ke jaman.
Pada dasarnya membaca adalah proses transformasi ilmu pengetahuan, seni, dan budaya. Dari alam ketidaktahuan (kegelapan) – dengan membaca – kita diantarkan ke alam pengetahuan (terang benderang). Karena itulah disebut dengan membaca berarti kita membuka "jendela dunia".
Lewat bacaan, terbangunlah cakrawala yang benar dan tidak benar. Dengan itu, kita dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Karena sejatinya tak ada manusia yang tak pernah melakukan kesalahan.
Nabi-nabi juga pernah melakukan kesalahan, tetapi lewat malaikat, mereka dibimbing oleh Tuhan menuju jalan yang benar. Kemudian, nabi-nabi membimbing manusia. Kini tak ada lagi nabi, yang membimbing kita sekarang adalah guru dan bacaan. Melalui bacaan kita dapat mempelajari kesalahan-kesalahan orang lain agar tak mengulangi kesalahan itu pada diri kita masing-masing hari ini hingga esok, mencari hal-hal yang ingin diketahui serta menambah wawasan dan pengetahuan.
Adanya budaya baca diawali dengan ditemukannya huruf yang kemudian dirangkai menjadi tulisan. Lewat budaya tulis tersebutlah manusia mewariskan ilmu pengetahuan, seni dan budaya dari jamannya ke generasi berikutnya.
Adanya budaya tulis baca inilah salah satu yang membedakan makhluk manusia dengan hewan mamalia, yang struktur tubuhnya hampir sama dengan manusia. Hewan mewariskan cara-cara bertahan hidup (survival) dan mencari makan dilakukan melalui insting atau naluriah semata.
Budaya tulis baca pula yang mengantarkan manusia ke peradaban kian hari kian baik. Hewan memiliki budaya (kebiasaan) tetapi tidak akan mungkin memiliki peradaban (yang di dalamnya ada etika, etos dan estetika) seperti manusia. Jika manusia kehilangan peradaban, maka apakah bedanya kita dengan hewan?
Setelah mengenal budaya tulis baca, maka manusia mulai dapat menuliskan temuan-temuannya yang berguna bagi manusia lain. Coba bayangkan, jika saja manusia tidak mengenal huruf (tulisan) bagaimanakah Thomas Alfa Edison (sang penemu listrik) mewariskan temuannya pada kita kini?
Lihatlah gedung-gedung tinggi nan megah, lihatlah pesawat-pesawat udara, mobil-mobil mewah, mobil-mobil tank, komputer, multimedia, senjata-senjata nuklir dan lain sebagainya, itu semua ada berkat budaya tulis baca yang dimiliki manusia.
Makanya, ketika Hirosima dan Nagasaki luluhlantak dihantam bom atom pada perang dunia II, kaisar bertanya, masih adakah guru yang tersisa. Kemudian kaisar mengumpulkan guru-guru yang bertugas mencari buku-buku, jurnal-jurnal dan bacaan lainnya untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.
Dari buku-buku dan bacaan tersebut transformasi ilmu pengetahuan terjadi secara signifikan. Dalam beberapa dekade saja, Jepang – dari negara yang luluh-lantak – telah berubah menjadi salah satu macan Asia.
Integritas Diri
Dengan membaca pula diketahui betapa pentingnya menjaga kelestarian bumi. Ya, karena membacalah saya dan mungkin banyak orang seperti saya memiliki integritas diri hingga rela menahan sesahan fisik dan batin guna pelestarian lingkungan agar bumi tetap jadi hunian yang layak.
Bencana – bila dia datang – akan menghantam siapa saja. Bencana tidak mengenal si ‘raja hutan’ yang dengan perkasa membabat pohon, tidak mengenal si pemilik pabrik yang tidak mengindahkan dampak lingkungan dari limbah pabriknya, tidak mengenal si pemilik pukat harimau yang menguras habis ikan laut sampai ke benur-benurnya. Bencana itu, juga harus dirasakan si Tongat dan keluarganya yang tinggal di kaki gunung atau pinggiran sungai sekalipun.
Sekali lagi, karena membaca pulalah saya mengetahui isu globalisasi yang ditiupkan oleh Alvin Tofler dan Jhon Naisbit sekitar dua puluh tahun lampau diawali dengan diimplementasikannya teknologi digital dan perangkat multimedia. Hal tersebut berimbas ke seluruh sektor kehidupan, termasuk budaya dan ekonomi.
Dunia dan peluang usaha makin terbuka, tetapi tantangan pun makin banyak serta berat. Sebagai contoh, dulu kita belajar dan mengajar dengan papan tulis serta kapur. Belakangan kita belajar dengan whiteboard dan spidol. Sekarang, kita sudah mengajar dan belajar lewat infocus, laptop (internet) dan teknologi canggih lainnya. Hari ini ke depan kompetitor-kompetitor tidak lagi sesama anak bangsa, pun bangsa-bangsa yang ada di belahan bumi mana saja.
Sebagai warga dunia, Indonesia tidak dapat menghindar dari trend tersebut. Sayangnya, ketika perdagangan bebas melanda belahan dunia mana saja, kita kurang mempersiapkan diri – baik SDM (Sumber Daya Manusia) maupun proteksi dalam bidang regulasi. Akhirnya bangsa ini tertatih-tatih mengikutinya. Kita umpama penerjun yang diharuskan terjun bebas dengan kesiapan payung ala kadarnya.
Kalau tak mawas diri, boleh jadi ke depan, kita akan merasa asing di negeri sendiri dan akan hanya jadi penonton saja bagi pembangunan yang ada. Lalu, apakah kita hanya berdiam diri? Jawabnya: Tidak!
Menguasai Teknologi
Bangsa ini harus menguasai teknologi, jika tidak mau tertinggal atau ditinggalkan oleh bangsa-bangsa lain. Itu semua hanya mungkin dilakukan lewat pendidikan terencana baik serta bermanfaat langsung bagi kehidupan yang dibarengi dengan buku-buku bacaan untuk itu.
Dengan membaca, kita bisa belajar dari kesalahan masa lalu seperti yang pernah terjadi di Soviet saat Perdana Menterinya Nikita Krusckov. Pada tahun 60-an itu Nikita Krusckov punya program mengubah padang pasir jadi ladang gandum. Presiden Republik Indonesia pertama Ir Soekarno ketika mengunjungi Soviet saat itu sempat terkagum-kagum dengan program canggih dimaksud.
Apa lacur, setelah ribuan orang tewas, dan dana yang tak sedikit habis, ternyata proyek itu gagal. Ini terjadi karena program yang telah diluncurkan penguasa, tak boleh dikritik.
Sementara di negara-negara yang telah membudayakan demokrasi hal tersebut jarang terjadi. Kenapa? Rakyat atau wakil-wakilnya dapat mengkritik pemerintah, walaupun keputusan tetap apa yang telah dipikirkan pemimpin.
Sebagai contoh pada rapat legislatif di Inggris kebijakan Tony Blair di Irak yang mengakibatkan banyak orang (tentara) Inggris meninggal dunia, dikecam kuat. Sebagian besar anggota legislatif yang menolak kebijakan itu memakai topi yang mempelesetkan nama Blair jadi Tony Liar yang jika diterjemahkan berarti "Tony penipu".
Intinya, PM Inggris itu dituduh rakyat melakukan kebohongan publik hanya untuk tujuan bergabung dalam koalisi militer pimpinan AS guna melakukan agresi militer menjatuhkan Saddam. Apa tanggapan Tony Blair ketika itu? Dia merespons: "Saya dengar dan perhatikan".
Sementara Presiden George Bush di AS ketika ditanya oleh wartawan bagaimana menghadapi kritik, dijawab: "Saya anggap bagian dari pekerjaan. Sebagai tokoh publik saya harus mendengar dan menerima kritik dari siapa pun".
Apa yang perlu kita pelajari dari kutipan tersebut? Kalau kita sadar bahwa sebenarnya di kitab-kitab suci disebutkan – tentunya diketahui setelah membacanya – perbedaan itu adalah rahmat. Dengan demikian akan terbangun iklim saling mengawasi. Setidaknya, dengan kritik, ada pembanding.
Makin banyak yang dibaca, kita akan merasa sebagai makhluk yang penuh kekurangan. Karena itu pula, kita mau mendengar kritik dan mempelajarinya, sehingga saat mengambil keputusan, kita tak mudah diombang-ambingkan karena keputusan tersebut merupakan yang terbaik bagi semua. Ayo, mari membaca. ***
Penulis adalah Pimpinan BT/BS BIMA Indonesia.
Dimuat di Harian Analisa Cetak: 22 Januari 2010, Bisa juga diakses ke :
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=41358:membangun-integritas-dan-peradaban-dengan-membaca&catid=539:22-januari-2010&Itemid=135
Setelah Membaca, Lalu Menulislah !
Oleh : Dr. Albiner Siagian, M.Si
Artikel Saudara Jannerson Girsang pada harian ini (Senin, 18/1/2010) dan Saudara Robert Valentino Tarigan (Jumat, 22/1/2010) menarik untuk disimak. Dalam tulisannya Girsang mengemukakan bahwa membaca memberi rasa aman, menghibur,
dan menciptakan rasa damai. Di lain pihak, Tarigan menyatakan bahwa dengan membaca jendela dunia terbuka. Wawasan dan cakrawala berpikir kita makin luas. Membaca juga memberi integritas diri.
Apa yang disampaikan kedua penulis ini benar adanya. Membaca, apa pun jenis bacaannya, dapat membawa kita kepada suatu perenungan untuk memaknai hidup ini.
Konon, membaca, selain mendorong untuk merenung, juga memberi inspirasi. Nah, dari sinilah awalnya saya menuliskan artikel ini. Inspirasi yang kita peroleh baik dari membaca atau merenung perlu kita tuliskan agar itu menjadi bahan inspirasi dan perenungan bagi orang lain yang nantinya akan membacanya. Mudah-mudahan tulisan itu sanggup memberikan pencerahan pada orang lain. Kalau hal ini terjadi makin lengkaplah rasa aman, terhibur, dan damai yang kita peroleh dari membaca. Juga, itu akan makin meningkatkan integritas diri sebagai makhluk penebar rasa aman, terhibur, dan damai bagi orang lain.
Rasa pesimistik saya berkaitan dengan perilaku kita menulis jugalah faktor kedua yang mendorong saya menulis artikel ini. Fakta menunjukkan animo menulis masyarakat kita masih rendah. Sebagai gambaran, untuk tingkat perguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian, produktivitas peneliti dan kaum terdidik kita untuk menulis masih sangat jauh di bawah peneliti dari negara-negara tetangga kita.
Survai yang dilakukan oleh Scientific American pada tahun 1994 menunjukkan bahwa kontribusi ilmuwan Indonesia pada khasanah pengembangan ilmu pengetahuan tiap tahunnya hanyalah sekitar 0.012 persen. Bandingkan dengan Singapura (0.179 persen) dan Amerika Serikat (20 persen)! Penilaian ini didasarkan oleh banyaknya karya tulis ilmiah peneliti dan ilmuwan kita yang dipublikasikan dalam pelbagai jurnal ilmiah dan karenanya dapat diacu oleh ilmuwan lain dari seantero dunia. Atas dasar itu, kontribusi ilmuwan Indonesia untuk perkembangan khasanah ilmiah dunia diistilahkan sebagai lost science in the third world. Menyedihkan!
Berkaitan dengan rendahnya minat ilmuwan kita menulis, ada sebuah anekdot yang menggelikan. Pada suatu pertemuan para antariksawan, termasuk dari Indonesia, para peserta menawarkan berbagai rancangan pesawat ulang-alik untuk mencapai luar angkasa. Ketika tiba giliran wakil Indonesia untuk menunjukkan karyanya, seluruh peserta berbisik-bisik satu dengan yang lain karena wakil kita tidak mempresentasikan apa-apa. Dia hanya berkata demikian "Kami tidak perlu merancang pesawat untuk mencapai luar angkasa. Kami tumpukkan saja laporan penelitian kami yang sekarang tersimpan. Pasti tinggi tumpukannya sudah mencapai luar angkasa. Nah, melalui itulah kami mencapai luar angkasa!"
Mengapa produktivitas menulis kita rendah. Banyak alasan untuk itu. Contohnya adalah rendahnya minat membaca. Penulis yang baik adalah pembaca yang tekun. Alasan lain adalah rendahnya kemampuan menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Ini tentu berkaitan dengan kemampuan berbahasa tulis yang kurang mumpuni. Pengalaman penulis selama membimbing mahasiswa membuktikan hal ini. Alasan berikutnya adalah miskinnya ide. Ini tentu saja berkaitan dengan kebiasaan membaca. Dan, yang terakhir, ini yang lazim: enggan memulai.
Bagaimana Memulai?
Saya harus mulai dengan pertanyaan "Bagaimana cara menulis atau mengarang?" Tidak ada resep jitu untuk menjadi seorang penulis. Tetapi, susah menulis bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Teman saya mengatakan bahwa untuk menjadi penulis hanya perlu 3M: menulis, menulis, dan menulis. Sebegitu mudahkah? Tampaknya tidak. Tetapi, tunggu dulu, mungkin juga semudah itu! Memulai menulis memang suatu keharusan. Bagaimana mungkin menjadi seorang penulis kalau memulai menulis saja pun tidak.
Ketika saya bersama teman-teman sesama peminat penulis kesehatan masyarakat mendiskusikan topik kesehatan yang saat ini lagi hangat, perbincangan kami sampai kepada isu pemanasan global. Salah seorang teman bercerita panjang lebar mengenai dampak pemanasan global terhadap kesehatan masyarakat. Ketika saya minta dia menuangkannya dalam bentuk tulisan, gagasannya menjadi tumpat. Lalu saya minta dia menuliskan apa yang telah diuraikannya tadi dengan mendengar rekaman perbincangan tersebut, yang sengaja saya rekam melalui telepon genggam saya.
Tulisannya sudah bagus dan rapih? Tentu saja belum! Akan tetapi, sebuah tulisan sudah terbuatkan. Mengenai tatabahasanya, itu soal mudah. Kita bisa minta bantuan orang lain untuk memperbaikinya. Sekali lagi, memulai menulis adalah keharusan.
Belajar menulis juga berarti berlatih memberi makna. Caranya antara lain dengan membuat sendiri pertanyaan dan mencari jawabnya. Contohnya, mengapa Indonesia belum terlepas dari krisis ekonomi. Atau, Benarkah susu berkadar kalsium tinggi dapat membuat ukuran tubuh makin tinggi? Penulis yang baik harus mampu menjawab pertanyaan ini.
Lalu, bagaimana memulainya? Kita ambil contoh untuk sebuah karya tulis ilmiah populer. Mulailah dengan sepenggal ide! (Ide adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Ide adalah gagasan. Ide dapat berupa pernyataan atau pertanyaan). Kemudian, tetapkanlah topik atau pokok bahasan!
Akhirnya, mulailah menulis! Tidak sulit, kan? Ide bisa berasal dari berbagai sumber: bacaan, renungan, khayalan, dan pengalaman. Bisa juga dari keisengan kita. Misalnya, seorang pria amat gemar mengelus-elus pipi kekasihnya. Tiba-tiba dia bertanya dalam hati: "Mengapa wajah kekasihku ini halus sekali?" Lalu dia teringat bahwa kekasihnya doyan minum jus sejak kecil. Jangan-jangan ini dikarenakan kesukaannya minum jus. Satu ide tertemukan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ide tersebut menarik hati orang lain (pembaca)? Ketertarikan suatu ide dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, ide tersebut orisinal atau ide tersebut memuat hal yang baru. Bayangkan betapa hebohnya orang ketika untuk pertama kali diberitakan bahwa kambing bisa diklonakan. Kedua, kemenarikan ide juga bisa dikarenakan kekontroversialannya. Ketika dikemukakan bahwa kebiasaan tidak sarapan berisiko menyebabkan kegemukan, pendiet terperangah.
Padahal, sebelumnya orang menghindari sarapan untuk mencegah kegemukan. Ketiga adalah kehangatan. Ide akan menarik bila disajikan hangat-hangat. Ide yang hangat dapat berupa hal yang lagi ramai dibincangkan orang. Contoh ide yang hangat adalah "Persoalan Bank Century menggelinding sampai jauh".
Selanjutnya, ide yang menghasilkan manfaat yang besar bagi pembaca (orang banyak) juga menyebabkan suatu ide menarik. Kiat meningkatkan pendapatan di masa krisis adalah contoh ide yang memiliki manfaat yang besar bagi orang banyak.
Akhirnya, Rudyerd Kipling, seorang penulis besar, mengatakan bahwa kata yang dituliskan adalah obat mujarab bagi umat manusia. Kata yang dituliskan antara lain memberi inspirasi, menggugah rasa, atau menarik perhatian. Karena begitu berdayanya kata-kata yang diungkapkan dalam tulisan, penulis harus yakin bahwa dia mampu mengungkapkan apa yang dia inginkan, rasakan, atau maksudkan dengan baik. Caranya bagaimana? Luangkanlah waktu untuk membaca, kemudian mulailah menulis! ***
Penulis adalah pengajar Pascasarjana IKM FKM USU. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Penulis Kesehatan Masyarakat
Dimuat di Harian Analisa 3 Februari 2010
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42914:setelah-membaca-lalu-menulislah-&catid=78:umum&Itemid=139
6 komentar:
mantaaap.. ^^ bener banget, bang.. aku sendiri selalu meluangkan waktu untuk membaca dan merenung hampir setiap hari..
btw, di tempatku ada kompetisi artikel nih, simak infonya di http://www.ceritainspirasi.net/anti-korupsi-blogpost-competition/ ; artikel pemenang akan diterbitkan, sebuah kehormatan tersendiri bagi saya jika abang bisa mengikuti kompetisi ini.. tak tunggu yah.. ^^
Terima kasih Joddie. Senang sekali dapat tawaran. Akan kuusahakan!.
Membaca dengan waktu yang tepat dan topik yang disukai, sangat menyenangkan dan lupa waktu :)
Mas Ben
http://bentoelisan.blog.com
Makasih komentarnya. Tadi malam aku udah masuk ke bentoelisan. Nanti kufollow up ya!
membaca menjadi keharusan, terutama untuk wartawan. Membaca bukan hanya membuat otak terisi, lebih dari itu membuat kita semua lebih punya banyak kosa kata yang memungkinkan kegiatan menuangkan ide dan atau laporan jurnalistik menjadi lebih lancar...
salam kenal
lucky lokononto
www.beritajatim.com
surabaya
Betul pak Lucky, terima kasih atas komentarnya.
Jannerson Girsang
Posting Komentar