Oleh: Jannerson Girsang
Tadi malam (7 Mei 2013), saya membaca
statusnya pak Alexander Lolowang. Ibu Dr Lucy Montolalu sakit. Saya mengamati
foto yang diposting pak Alex. Hanya pak Alex yang saya kenal di foto itu. Inilah salah satu keuntungan memiliki Facebook. Bisa mengetahui kabar teman-teman dengan cepat.
Memutar kembali memori ke
belakang sekitar 2005-2006. Begitu banyak hal yang harus saya ingat dan ingin saya ungkapkan di sini.
Saat itu saya berkenalan dengan ibu Lucy Montolalu yang ketika itu menjadi Direktur Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI) yang
memiliki program distribusi bantuan untuk Program Tsunami dan Gempa di Nias dan
Aceh. Selain itu beliau aktif sebagai dosen Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Teologia Jakarta.
Sementara saya bekerja sebagai
Information Officer Action by Churches Together (ACT-International)—sebuah lembaga
donor yang berkedudukan di Geneva, Swiss. Tugas saya adalah menulis situation
report dari program yang dilaksanakan Implementation Partners—YTBI, YEU dan CWS
ke mediaonline http://www.act-intl.org.
Pergaulan selama setahun tersebut,
mengenalkan saya kepada ibu Dr Lucy Montolalu dan kemudian mempercayakan saya menjadi Program Manager
YTBI, setelah tidak memperpanjang kontrak saya di ACT-international. Saya menjalani jabatan Program Manager YTBI selama
setahun.
Satu hal yang saya sangat hargai
adalah sikapnya yang terus bersahabat bahkan dengan sebuah hubungan keluarga yang akrab.
Memberi sebuah buku, menanyakan keluarga dan kesulitan di lapangan saat kami rapat atau bertemu secara informal.
Suatu ketika sepulang dari Gunungsitoli, Nias, pesawat kami terjebak udara hampa di sekitar Gunung Sibayak dan rasanya pesawat jatuh tiba-tiba.Kami semua sangat kaget dan ketakutan tentunya. Setelah tiba di Bandara Polonia beberapa menit kemudian, beliau bilang. "Perut saya sakit. Gila itu pesawat," katanya. Salah satu pengalaman tak terlupakan bersama ibu Lucy.
Ketika saya memutuskan tidak melanjutkan jabatan sebagai Program Manager, beliau memang sedikit kecewa. Tetapi dalam pertemuan kami di kantor YTBI Jakarta, sekitar Desember 2006, beliau masih sempat-sempatnya bertanya. “Pak Girsang, apa yang bisa saya bantu untuk bapak?”.
Ketika saya memutuskan tidak melanjutkan jabatan sebagai Program Manager, beliau memang sedikit kecewa. Tetapi dalam pertemuan kami di kantor YTBI Jakarta, sekitar Desember 2006, beliau masih sempat-sempatnya bertanya. “Pak Girsang, apa yang bisa saya bantu untuk bapak?”.
Waktu itu saya meminta 50 buah
Alkitab untuk gereja saya. Bantuan itu direalisasikannya tak berapa lama. Saya
mengambil sendiri ke kantor Yayasan Tanggul Bencana di Medan.
Ibu Lucy memang seorang “bos”
yang sangat “care” kepada semua stafnya, kadang tidak memperhatikan struktur. Saya acapkali menyaksikan beliau memberi
bantuan kepada staf yang memerlukan.Suatu ketika usai memberi ceramah di Unsyiah Banda Aceh, beliau memberi separuh dari honornya kepada seorang staf yang memerlukan.
Dengan hanya memiliki putri tunggal, rasanya beliau mengabdikan dirinya sepenuhnya menolong sesama.
Beberapa kali kami komunikasi
melalui telepon atau berkunjung ke bekas kantor YTBI di depan Tugu Proklamasi
Jakarta. 2011, saya bertemu beliau di kantor itu bersama beberapa staf seperti
pak Marlon, Linda, dll.
Meski saya sudah lima tahun tidak bersama mereka,
tetapi rasa rindu bertemu terus dipupuk. Bahkan saya ketika itu berbicara agak
lama dengan ibu Lucy Montolalu, dan sempat wawancara menulis Profilnya. Tapi
sampai sekarang saya belum publikasikan.
Terakhir kami berkomunikasi
ketika anak saya Clara menikah Desember 2012 lalu. Beliau berjanji akan hadir
dalam pesta itu. SMSnya mengatakan beliau tidak hadir karena ada halangan.
Beberapa hari setelah perkawinan putri saya, melalui sms beliau mengundang saya. Katanya kita bertemu dengan pak Girsang dan berkumpul dengan teman-teman dari YTBI. Tapi itu belum pernah terwujud.
Beberapa hari setelah perkawinan putri saya, melalui sms beliau mengundang saya. Katanya kita bertemu dengan pak Girsang dan berkumpul dengan teman-teman dari YTBI. Tapi itu belum pernah terwujud.
Tadi siang saya kembali menerima kabar
dari ibu Joyce Manarisip (mantan Project Manager YTBI di Nias) yang mengingatkan
saya bahwa Ibu Lucy sakit di RS Cikini.
Ibu Lucy yang baik, saya berdoa semoga ibu cepat sembuh! Kita bisa bergabung dan bercanda bersama teman-teman di YTBI.
Saya pengen melihat ibu di lantai VI Gedung LAI Jakarta, karena waktu itu saya tidak bertemu. Andaikan saya saat ini berada di Jakarta!. Ibu Lucy masih punya janji dengan saya untuk bertemu. Tetapi biarlah Tuhan yang menentukan semuanya.
Dari Jannerson Girsang
Foto: Alex Lolowang. (Thanks pak Alex). Ibu Lucy terbaring sakit di RS Cikini, Jakarta (7 Mei 2013).
Teman-teman mantan Staf YTBI mendoakan Ibu Dr Lucy, mantan Direktur YTBI. Saya melihat ada Joice, Victor, Tatang, Amelia Oleng, Elizabeth Mesdiana dll. Semoga beliau sembuh! (7 Mei 2013)
Victor Nahusona (membelakangi lensa), Joice (samping kanan ibu Lucy sedang memberi semangat buat Ibu Lucy (7 Mei 2013). Sumber Foto: FB Joice Manarisip.
Note: Sekitar pukul 20.19, tanggal 21 Juni 2013, saya menerima sms dari teman dekat saya Tagor Marpaung, suaminya Trenny Gerung dan masih keluarga Dr Lucy Montolalu. "Tante LUCY Montolalu sdh dipanggil Tuhan hari ini, disemayamkan di Cikini". Sedih dan makin sedih lagi, karena saya tidak bisa melayatnya ke Jakarta.
1 komentar:
Info terbaru, saya baca di facebook kalau beliau sudah kembali kepada Bapa di Sorga, hari ini Jumat, 21 Juni 2013.
Posting Komentar