Oleh: Jannerson Girsang
Bagi seorang ibu muda, empat
belas tahun merawat suami yang sakit, dan menjadi tiang ekonomi keluarga
beranak dua, bukan hal yang mudah.Membutuhkan kesabaran, ketekunan, pengharapan dan pemaknaan hidup yang positif.
Kisah dibalik meninggalnya Daulat
Sitopu—salah seorang jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Simalingkar,
Medan, menjadi teladan berharga bagi
para jemaat yang menghadiri acara pangapohon (penghiburan) malam ini.
Rumahnya tipe 21 di Jalan Jahe, Perumnas Simalingkar malam
ini menjadi saksi betapa Tuhan senantiasa menguatkan dan memberkati umatNya
yang setia di jalannya dan mengerjakan pekerjaan secara benar.
Disaksikan kedua putra putrinya, serta
sekitar 30-an jemaat, Inang berkisah dengan bersemangat, walau sesekali tak dapat
menahan harunya dan meneteskan air mata.
“Saya ketika itu sudah pergi ke
pajak membeli sarapan suami saya. Tetapi, setibanya di rumah, saya menemukan suami
saya tidak bernyawa lagi. Saya menangis sejadi-jadinya dan kemudian memanggil
teman-teman saya,” ujarnya.
Suasana duka akhirnya melingkupi
seluruh keluarga dan jemaat Simalingkar 15 Mei 2013, lalu. Setelah sakit sekian
lama, suami Inah br Sembiring, akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir,
di usia 49 tahun, tanpa disaksikan anak-anaknya. Beberapa tahun terakhir kedua
anaknya tinggal terpisah dengan keluarga karena mengikut suami dan putranya
yang tinggal dan bekerja di Jakarta.
Pengalaman pahit selama empat
belas tahun begitu menyentuh dan mengharukan. “Saya menerima keadaan suami saya
apa adanya. Kesulitan saya hadapi dengan tetap berdoa, meminta pertolongan
Tuhan dan bekerja dengan benar”
Suaminya mulai sakit di usia 35 tahun, dan bahkan
terkena stroke pada 2006. Dulunya, suaminya adalah supir angkot milik sendiri. Selama empat belas tahun itu, Inah br Sembiring
menghadapi pergumulan yang berat. Mulai dari kesulitan ekonomi—karena harus
mencari nafkah, merawat suami, serta membelanjai anak-anaknya yang sekolah dan
kuliah.
Berbagai pekerjaan dilaluinya,
mulai dari berdagang sayuran yang dibelinya di gunung dan dijual di Sambu,
menjual buah di Simpang Simalingkar, bekerja sebagai juru masak di sebuah
perusahaan catering. Dalam keadaan suaminya sakit, bahkan Inah br Sembiring, bersama
seorang temannya membuka catering sendiri.
“Praktis, sejak 2006, aku yang harus mencari
nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak-anak dan biaya perawatan
suamiku. Tuhan begitu baik,” katanya.
Kesulitan keuangan memang bisa diatasinya
dan mampu memberinya kebutuhan keluarga. Tetapi bukan itu saja masalah terberat
yang dihadapinya.
“Saat suami saya mulai sakit,
usia saya masih muda. Setiap pagi saya selalu meminta pertolongan dari Tuhan
agar terhindar dari godaan yang bias merusak
rumah tanggaku, anak-anakku Aku selalu
berdoa agar Tuhan, jangan sampai karena kemiskinan keluargaku aku jatuh ke dalam dosa”.
Nama baik keluarga, masa depan anak-anaknya
menjadi motivasi baginya untuk selalu hidup di jalan yang benar. “Sebagai
seorang ibu bagi anak-anakku, aku tidak mau mereka malu. Aku tidak mau anakku
tidak laku, karena kelakuan mamanya tidak baik”.
Inah tidak lupa mar ari Selasa
(kebaktian ibu-ibu) dan menghadiri pesta-pesta atau ke tempat orang yang
kemalangan.
Dalam penderitaan yang demikian
berat, Inah justru mampu menikahkan Putrinya
Melda. Menantunya adalah seorang polisi yang kini bertugas di Tarutung, dan
sudah dikaruniai seorang cucu. Sementara anaknya laki-laki kini bekerja dan
tinggal di Jakarta.
Tiga hari sebelum suaminya
meninggal, Inah br Sembiring, terpilih sebagai Syamas di gereja GKPS
Simalingkat. Syamas adalah jabatan pelayan di gereja. Syamas dipilih oleh anggota jemaat, yang berarti dia dikenal betul
oleh jemaat GKPS Simalingkar yang berjumlah 180 KK tersebut.
“Pada periode sebelumnya, saya
sudah mengajukan inang boru Sembiring, sebagai syamas, tetapi dia menolak
dengan alasan masih mengurus suami yang sakit dan anak-anak. Tetapi, inilah
mungkin saatnya. Ketika saya calonkan, dia menerima,”ujar St Weldy Saragih, SP Ketua
Sektor III GKPS Simalingkar.
Para jemaat yang hadir malam ini menghiburnya,
“Kalau dulu inang boru Sembiring hanya melayani suami dan anak-anak, sekarang harus melayani
banyak orang. Semoga inang sehat dan tetap berpegang teguh pada keyakinan bahwa
Tuhan senantiasa melindungi dan menguatkan inang”.
Khotbah yang dibawakan Wakil Pengantar Jemaat GKPS Simalingkar, St Japorman Saragih, SE yang diambil dari Nas: Jeremia 31:13b: ".....Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan, akan menghibur mereka dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka,"menutup acara penghiburan malam ini .
Kami semua berdoa, kiranya Tuhan menjadikanmu sebagai teladan seorang ibu di gereja dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang banyak kawin cerai, bahkan hanya karena masalah sepele.
Kami semua berdoa, kiranya Tuhan menjadikanmu sebagai teladan seorang ibu di gereja dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang banyak kawin cerai, bahkan hanya karena masalah sepele.
Inah telah membuktikan, setia
sampai akhir. Yang dipertemukan Tuhan hanya dapat dipisahkan kematian!.
"Just do what must be done. This may not be happiness, but it is greatness". George Bernard Shaw
"Just do what must be done. This may not be happiness, but it is greatness". George Bernard Shaw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar