Oleh: Jannerson Girsang
Manusia beda dengan anjing. Manusia punya martabat, punya harga diri dan mampu menaklukkan lingkungannya, tidak tergantung kepada seseorang.
Suatu hari, beberapa tahun yang lalu, seekor anak anjing yang kudisan dan menjijikkan datang ke teras rumah saya. Tampaknya kurang terurus.
Lantas, saya memberinya makan seadanya, karena kasihan. Tapi, anehnya, dia tidak mau pergi dan tetap tinggal di teras, menjadi penghuni baru.
Karena tiap hari datang, timbul niat saya memeliharanya. Beberapa hari kemudian, saya memandikannya, memberi obat pada luka-luka di tubuhnya.
Beberapa minggu kemudian, anak anjing itu jadi menarik perhatian semua anak-anak, termasuk saya sendiri, karena memang mungkin dari keturunan anjing yang bagus. Anak saya memberinya nama Boncel!. Tapi tidak ada marganya, seperti keluarga saya.
Yang menarik, anjing begitu loyal kepada induk semangnya. Dia mengenal betul siapa yang menjadi tuannya. Kalau saya pulang dari mana saja, dari jauh, beberapa ratus meter dari rumah, anjing berwarna putih dan sangat menyenangkan itu, sudah menjemput saya.
Lama kelamaan, dia mengenal anjing-anjing lain dan berhubungan dengan anjing jantan yang lewat di depan rumah kami.
Begitulah Anjing, tidak perlu memilih bebet, bobot calon suaminya. Entah mereka satu marga atau satu ibu, mereka tidak pernah tau.
Dia kemudian hamil dan melahirkan. Saya sungguh takjub melihat anjing. Dia bisa melahirkan 2 kali setahun, dan jumlahnyapun cukup banyak--7-8 ekor. Selama di rumah kami, anjing itu melahirkan tiga kali. Banyak anggota keluarga yang kebagian anak-anak anjing.
Bahkan anak saya Bernard Patralison Girsang pernah memelihara anaknya: si Don. Dia sangat sayang kepada anak anjing itu, bahkan pernah "berdoa kepada Tuhan" agar kami tidak memotongnya, karena tidak suka lagi memelihara anjing.
(Tapi suatu hari tanpa sepengetahuannya, keluarga saya di kampung membawanya. Dia sangat sedih)
Satu hal yang kurang menyenangkan adalah anjing tidak suka diganggu. Sekali diganggu, dia tau siapa yang mengganggu, dan ketika lewat di depan rumah, dia akan menggongong dan mengejarnya. Bagi yang tidak terbiasa memelihara anjing, maka dia akan ketakutan. Mereka yang pernah digonggongpun mengeluh dan mengundang masalah.
Selain itu anjing tidak pernah memilih-milih temannya. Tidak peduli apakah temannya banyak kutu atau bersih. Hingga suatu ketika, dia memiliki banyak kutu. Jorok dan beberapa bagian tubuhnya sampai terluka.
Akhirnya induk anjing saya antarkan ke belakang Rumah Sakit Adam Malik dan kulepas di sebuah jalan yang sepi. Kembali tak bertuan. Anak-anaknya dibagi-bagi kepada keluarga.
Entah dimana anjing itu sekarang!. Anjing tidak mampu bersikap baik dan memikirkan bahaya yang dilakukannya.
Dia hidup sesuai dengan kemauan bosnya. Bosnya lagi pengen anjing, maka dia hidup dengan bosnya. Ketika bosnya sudah tidak butuh, dia dibuang begitu saja.
Tentu tidak ada bos yang mau memperlakukan manusia, seperti saya memperlakukan si Boncel dan si Don!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar