Oleh: Jannerson Girsang
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pernah menjiplak artikel saya berjudul Melongok Upacara Ritual Acara Pemakaman. http://harangan-sitora.blogspot.com/2009/06/melongok-upacara-ritual-acara-pemakaman.html#moreini bulat-bulat (100%),
tanpa menyebut sumbernya.
DKJ melakukan pementasan dengan narasi menggunakan artikel
ini. http://www.dkj.or.id/event/pertunjukan/maestro-maestro. Saya menemukannya sekitar Desember 2010.
Perbuatan tidak terpuji itu ketahuan setelah seorang teman http://simalungunonline.com/tarian-huda-huda.html, mengutip dari website institusi kesenian paling dihormati di Indonesia itu.
Setelah saya cek ternyata juga dimuat di website lembaga kesenian terhormat itu, awalnya, tanpa menyebut sumbernya..
Padahal, lembaga ini cukup terpandang, tetapi tidak luput dari kesalahan.
Yang saya puji dari lembaga ini adalah kemauan minta maaf. Saya mengirim surat protes, Lembaga itu, melalui humasnya, dengan e-mail meminta maaf dan kembali mencantumkan sumbernya.
Sejak itu, artikel Toping-toping dan Huda-huda dari Simalungun di website DKJ, http://www.dkj.or.id/event/pertunjukan/maestro-maestro, menyebut sumbernya dari blog saya. http://harangan-sitora.blogspot.com.
Bagi saya seorang penulis, itu sudah cukup!. Saya tidak perlu menuntut nilai uang yang mereka peroleh dengan artikel itu. Biarlah hasilnya digunakan untuk pengembangan kesenian bangsa ini.
Semoga tidak ada lembaga pendidikan lagi yang melakukan hal yang sama.
Artikel itu saya tulis berdasarkan pengamatan lapangan di sebuah acara pesta
kira-kira 100 kilometer dari Medan. Bukan asal jiplak. Saya meluangkan waktu, tenaga dan
bahkan mengorbankan uang.
Kasihanilah penulis-penulis, yang
walau belum terkenal, tetapi idenya tidak kalah kok. Biarlah
masing-masing unggul dalam keunggulan masing-masing. Jangan unggul di
atas penderitaan orang lain.
Selamat berkarya bagi rekan-rekan penulis. Kadang kita kesal melihat
mereka yang menamakan dirinya "penulis terkenal" tetapi tidak menghargai
ide para penulis daerah yang belum tentu kualitasnya tidak bagus.
Para
penulis dimanapun juga manusia kok, tidak beda dengan penulis di
daerah. Malah kesan saya banyak yang tidak jujur. Termasuk para
professor ketahuan di The Jakarta Post (2010) dan Kompas (2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar