My 500 Words

Jumat, 12 Desember 2014

Inflasi Tinggi, Jangan Mengeluh Terus!


"People concerned about inflation today tend to buy big houses and nice cars".(Robert Kiyosaki)

Ribut, mengeluh karena inflasi, tapi orang-orang pada beli mobil baru, rumah baru. Kontradiksi. Mengeluh beras naik, tapi tak mau peduli pengeluarannya ratusan ribu per malam di diskotik.

Inflasi akan terasa kalau kita banyak melakukan transaksi pembelian. Makin sedikit transaksi pembelian, maka inflasi makin tidak terasa.

Silakan identifikasi apakah transaksi pembelian yang dilakukan memang benar-benar penting, berguna.

Berapa persen pengeluaran Anda untuk sembako (paling banyak terkena dampak inflasi dan paling sering kita melakukan transaksi), kesanalah prioritas. Lantas, perhatikan transaksi pengeluaran lain yang sebenarnya tak berdampak banyak bagi perbaikan kehidupan.

Membeli kue, minuman yang berlebihan saat Natal, membeli baju baru, membeli mobil baru, pergi ke diskotik, pergi ke tempat hiburan yang tidak perlu, mencari hiburan dengan biaya mahal, rapat-rapat di hotel dll perlu dihindari.

Bensin naik?.

Kalau biasa Anda naik mobil, naik sepeda motor mungkin pilihan yang tepat. Tidak macet.
Bepergian jauh, dengan bus malam ke Pekanbaru cuma Rp 200 ribu, dan bisa tidur nyenyak satu malam. Dari pada Anda naik mobil pribadi yang menghabiskan jutaan dan badan lebih capek. Kadang hanya mempertahankan "gengsi"

Dari rumah saya ke Kuala Namu, bisa naik taksi Rp 150-200 ribu, naik ALS dari Simpang Pos Rp 20.000, naik kereta api dari Lapangan Merdeka Rp 80.000.

Dulu, ketika dollar naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 17.000, kita bisa atasi kok. Hidup ini hanya soal pilihan.

Ketika suasana sesulit apapun, kita hanya dihadapkan pada pilihan. Hadapi inflasi dengan kehidupan yang makin bijak.

Kadang mengeluh, meributkan harga beras Rp 100 ribu per karung yang naik menjadi Rp 120.000. Tapi tak pernah berfikir menghentikan pengeluaran Rp 300 ribu per malam di diskotik.

Medan, 10 Desember 2014

Pertemuan Langka Mantan Presiden RI


Oleh: Jannerson Girsang

"A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way. (John Maxwell)

Saya sangat salut menyaksikan di televisi, pertemuan mantan Presiden dengan Presiden RI yang sedang berkuasa dan baru memimpin kurang dari seratus hari, membahas persoalan bangsa di Istana Merdeka.

Ini tidak biasa di Indonesia. Peristiwa Pertemuan Presiden Jokowi dan mantan Presiden SBY kemaren, sungguh sebuah teladan pemimpin tidak boleh saling dendam, tetapi mengubur egoismenya untuk kepentingan bangsa yang lebih besar. Rakyat ingin para pemimpinnya akur dan bersama-sama memikirkan bangsa.

SBY dan Jokowi tau caranya dan mewujudkannya dalam tindakan.

Masa Jokowi jugalah ada pelepasan antara Presiden yang digantikan dan presiden yang memulai pemerintahannya. Jokowilah Presiden yang diantar langsung oleh Mantan Presiden ke istana dan keduanya berpisah dengan "senyum".

Selainnya peristiwa pergantian Presiden RI penuh misteri, tanpa "perpisahan" yang hangat. .
Media secara meluas meliput peristiwa Jokowi menerima SBY di Istana Negara, kemaren.
Keduanya diberitakan membahas tentang Perpu. SBY pada kesempatan itu menyerahkan undangan kepada Presiden Jokowi untuk menghadiri pertemuan internasional Global Green Growth Institute (GGGI).di Bali, tahun depan. SBY adalah Chairman GGGI.

Dalam pertemuan itu keduanya tampak akrab, meski sebelum-sebelumnya hubungan keduanya terdengar turun naik. Melalui twitter, minggu lalu keduanya sempat saling sindir soal kepemimpinan.

Namun, saya mencatat pertemuan mereka kemaren adalah peristiwa sangat langka di kalangan orang nomor satu di Indonesia. Sebuah terobosan baru kepemimpinan di Indonesia. Mantan dan incumbent perlu saling kunjung mengunjugi dan bertukar pikiran tentang masalah bangsa.

SBY selama sepuluh tahun pemerintahannya belum pernah bertemu Megawati sebagai mantan Presiden dalam sebuah acara pertemuan resmi seperti ini.

Apalagi Habibie dengan Soeharto, bahkan beliau tidak pernah bertemu hingga meninggalnya Soeharto. Konon, Habibie sudah berusaha ingin menjenguknya dari Jerman ketika Soeharto sakit, tetapi tidak berhasil menemui mantan bosnya itu hingga menutup mata untuk selama-lamanya.
Sungguh sebuah pemandangan yang membanggakan sekaligus teladan betapa pemimpin-pemimpin puncak harus lebih mengutamakan kepentingan yang lebih besar, ketimbang kepentingan pribadi.
Jokowi dan SBY telah mempertontonkan sebuah peristiwa langka di negeri ini--pertemuan mantan presiden dan presiden dalam suasana hangat.

Keteladanan ini perlu ditularkan kepada jenjang di bawahnya. Keduanya adalah leader. Mereka mengetahui cara melakukan hal-hal yang baik, melakukannya sendiri, tidak hanya dalam omongan.

Semoga pemimpin bangsa lainnya di tingkat yang lebih rendah hendaknya meniru keteladanan ini.

Medan, 9 Desember 2014

Natal: Bertemu Tuhan dalam Keluarga


Oleh: Jannerson Girsang

Menarik statusnya Mas Triyono Sigit, hari ini. "Bertemu Tuhan dalam Keluarga". Dilengkapi dengan foto dua putranya dan istri.

Ungkapan dan makna terdalam Perayaan Natal yang kadang terlupakan.
Banyak orang aktif dalam kepanitiaan, sibuk Natal kemana-mana. Senang mempersiapkan segala sesuatunya.

Merasa asyik kalau sudah bernyanyi bersama, jadi MC, Ketua Panitia dan lain-lain. Setiap penampilan wah. Baju baru, sepatu baru. Ingin bertemu Tuhan di keramaian.

Saking sibuk dan asyiknya, lupa membeli pakaian, menyiapkan keperluan anak-anak, lupa keluarga. Lupa berdoa untuk anak-anak dan anggota keluarga.

Saking banyaknya sumbangan Natal di sana sini, sampai lupa kebutuhan utama keluarga--baju baru anak-anak, sepatu baru anak-anak.

Kebersamaan dalam keluarga hilang: lupa makan bersama keluarga, bercengkerama tentang Natal, makna Natal yang terutama: kehadiran Tuhan di rumah.

Kembali ke rumah, tengah malam. Capek, lupa makan, kadang kantong kosong, saking asyiknya menyumbang di Pesta Natal. Gampang tersinggung.

Kalaupun cerita di rumah, tak jauh dari soal kekecewaan: kecewa karena ada panitia yang tidak bekerja, kecewa karena tidak mendapat sanjungan dll.

Ketika anak-anak menuntut sesuatu untuk dibeli, langsung emosi.

"Kalian tidak mengerti aku. Tau nggak saya dari awal bulan sudah sibuk. Sumbanganku juga banyak. Minta duit lagi. Dari mana saya ambil?. Ngerti dong"

Semua merengut, semua kecewa.

Ingat!. Natal untuk apa dan untuk siapa? .

Natal artinya: Kehadiran Tuhan di tengah-tengah keluarga. Damai sejahtera, Suka Cita, perngharapan hadir di rumah kita, di keluarga kita.

Terima kasih Mas Sigit. Sudah mengingatkan.

Medan, 10 Desember 2014

Rabu, 03 Desember 2014

DI Ruang Doa Ingin Menebar Kasih, Tapi di Luar...!


Oleh: Jannerson Girsang

"We live in a world where we have to hide to make love while violences is practiced in a broad day light". (Jhon Lennon).

Kita masuk ke ruang doa, bersembunyi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sang pencinta perdamaian. Kita memulai sebuah ibadah, bersama-sama bersembunyi bergabung dengan sang Pendamai.

Tuhan yang kita sembah tidak punya musuh, bahkan mengajarkan agar umatNya mengasihi mereka yang seolah digambarkan sebagai musuh sekalipun. Dia yang kepadaNya kita meminta pertolongan, mengasihi semua, memberi matahari dan bulan untuk semua orang.

Sayangnya, begitu di luar ruang doa, kita menyaksikan kekerasan, membaca berita kekerasan, kadang menempatkan diri pada sebuah pihak dan menjadi hakim yang memacu permusuhan, menebar kebencian kepada orang lain yang belum tentu sama seperti yang digambarkan.

Kita masuk ke dunia dengan keegoisan kita, memikirkan diri sendiri, kelompok sendiri, menciptakan musuh sendiri, mewujudkan keinginan sendiri.

Negeri ini membutuhkan kasih, membutuhkan kepedulian sesama. Bangsa ini tidak ingin sekelompok orang yang maju, sekelompok orang yang menentukan segalanya. Cita-cita bangsa ditetapkan oleh seluruh bangsa. Bangsa ini ingin bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa yang dikehendaki Tuhan.

Sayangnya, kita kadang melupakan bahwa tugas kita sama dengan Dia yang kita sembah. Bahkan kita bisa memusuhi teman yang sama dengan kita sewaktu bersujud kepadaNya, memusuhi sesama bangsa.

Dunia dan kita lebih suka "kekerasan", lebih suka "melukai" untuk mewujudkan keegoisan kita.

Padahal, di dunia nyata, Tuhan sudah menyediakan hal-hal yang penuh dengan keindahan. sama seperti keindahan yang ada dalam diri kita. Kita lupa bersyukur, sehingga kita seringkali melihat hal-hal yang jeleknya, suka kepada cerita yang tidak benar, rumor.

Begitu banyak berkat, pemandangan, gambar, kata-kata yang mampu menguatkan kita dan orang lain. Namun kita lebih suka memilih gambar yang jelek, kata-kata kasar. Bukannya membuat kita terinspirasi melakukan hal yang lebih baik, tetapi justru sebaliknya.

Tuhan mengingatkan: "Janganlah kamu sama seperti dunia ini. Orang mengenal kamu adalah murid-muridKu, jika kamu saling mengasihi".

Mari bersama-sama berlatihlah untuk melakukan hal-hal yang sama ketika kita di ruangdoa, saat kita bersekutu bersama menghadap Tuhan, ke dunia nyata.

Begitu indah jika hati kita, jiwa kita dari ruang doa, ruang persekutuan direfleksikan dalam kehidupan nyata.
Tentu tidak mudah. Mintalah pertolongan kepadaNya setiap saat untuk melakukan hal yang baik. Tidak berhenti hanya ketika di ruang doa, di ruang ibadah!

Jangan tunggu besok, hal baik yang dapat Anda lakukan sesudah keluar dari ruang doa yang indah. "Agama tidak mengajarkan manusia berdoa meminta kekuatan untuk menghancurkan orang lain"


Anne Frank, gadis yang tewas dalam usia 15 tahun, akibat perlakukan keji Nazi Jerman dalam ruang gas di masa Perang Dunia Kedua, dalam catatan hariannya mengatakan:

"How wonderful it is that nobody need wait a single moment before starting to improve the world.”

Kekerasan, sekecil apapun merupakan benih mala petaka.Jangan ulangi pengalaman Perang Dunia I, Perang Dunia II, pengalaman keji negeri ini pada Peristiwa Mei 1998.

Mari bersama-sama!

Selamat Pagi. Medan 3 Desember 2014

Kreativitas: Ngarapken Ginting

Oleh: Jannerson Girsang

Ngarapken Ginting (pernah bekerja di Yayasan Tanggul Bencana Indonesia, YTBI) mengembangkan keahlian ibunya membuat minyak nilam ramuan Karo. Saya sudah coba dan enak diolesin di badan, kalau lagi pulang olah raga atau capek bekerja seharian.

Minyak Karo yang satu ini sudah diproduksi menuju profesional, dan dipasarkan di berbagai tempat di Indonesia.
Semoga sukses ya Ting!. Hai teman-teman alumni YTBI: Linda Keliat, Joyce Manarisip , Sherly Nouke Pitoy, Nelson Sinaga, Budi Aman Gea, Srimelianti Lase, Debora Assa,. Hebat yah teman kita. Silakan dipesan...he..he.

Kalau melalui saya, agen Fee 10% hua..hua..hua.







Kebenaran dan Pembenaran Diri

Oleh: Jannerson Girsang

Dalam penerbangan Medan-Jakarta Minggu lalu dengan Lion Air, saya menemukan sebuah artikel yang cukup menarik di majalah udara perusahaan penerbangan itu.

Artikel berjudul "Kebenaran dan Pembenaran" yang ditulis oleh Jemy V Confido, seolah membelah dada saya, karena memang sering melakukan PEMBENARAN DIRI. Artikel ini merumuskan dengan jelas tindakan pembenaran yang sering saya lakukan.

Dalam menjalani hidup ini ternyata kita penuh pembenaran diri seolah pegidap penyakit kanker dengan tahapan-tahapan: stadium  tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir.

Kita selalu mencari kebenaran. Anehnya, ketika kita mendapatkan kebenaran yang kita cari, tidak jarang pula kita mengubahnya menjadi  pembenaran.

Bahayanya lagi, perbedaan diantara keduanya sangatlah tipis. Perbedaan yang tipis ini karena keduanya berasal dari satu sumber fakta yang sama.

Masalahnya terletak pada sikap kita apakah menerima fakta sebagai sebuah kebenaran, dan yang satu lagi, apakah kita hanya menerima fakta sebagai kebenaran kalau sesuai dengan keinginan kita, menguntungkan kita.

Penyakitnya adalah: KEBENARAN ITU HARUS SESUAI KEINGINAN KITA.  Kalau tidak sesuai dengan keinginan kita, maka dengan segala upaya kita melakukan pembenaran diri, seolah tindakan kita benar.

Padahal, tindakan pembenaran diri hanya memuaskan diri kita, tidak memberi dampak kebahagiaan bagi orang lain. Justru sebaliknya: memunculkan rasa gondok, benci, tidak menghasilkan apapun, selain situasi yang makin kacau. Bagi diri sendiri, tindakan pembenaran diri akan memasung kreativitas, mengganggap diri sempurna dan tidak mau berubah.

Mari sama-sama menyimak penjelasan penulisnya yang saya rangkumkan di bawah ini:

1. Stadium Awal: Blaming.

Pada stadium awal pembenaran yang kita lakukan adalah melakukan blaming atau menyalahkan orang lain atau hal lain.

"Saya sudah berusaha melakukan yang terbaik tetapi tidak ada yang mendukung saya".

Seolah orang yang mengucapkannya sudah benar-benar berusaha melakukan yang terbaik, pada kenyataannya dia belum melakukannya. Sebaliknya dia menutupi dengan menyalahkan orang lain yang tidak mendukungnya.

Pembenaran dalam bentuk blaming bisa diperbaiki dengan bertanya pada diri sendiri:

"Benarkah saya sudah melakukan yang terbaik dan benarkah tidak ada satupun yang mendukung saya?".

2. Stadium Menengah. Excuse.

Dalam hal ini sipelaku seolah-olah menerima bahwa dirinya belum berusaha, namun memaklumi hal tersebut. karena dia tidak memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan usaha tersebut.

"Tentu saja saya belum bisa melakukan usaha yang terbaik, karena saya tidak memiliki biaya, orang dan waktu yang cukup untuk itu"

Pembenaran diri dalam bentuk excuse bisa dikoreksi dengan pertanyaan:

"Bila saya memiliki biaya, waktu dan uang apakah saya akan melakukan usaha yang lebih baik dari pada yang saya lakukan sekarang?".

3. Stadium Akhir. Justify

Pembenaran dalam bentuk Justify, pelaku membenarkan sikap atau tindakan yang dilakukannya, karena belum jelas hasilnya untuk dirinya.

"Saya tidak perlu melakukan usaha terbaik karena belum jelas hasil yang akan dicapai"

Pembenaran dalam bentuk justify lebih sulit dilakukan karena pelaku berlindung di balik argumen yang sepertinya cukup kuat.

Upaya perbaikan bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan:

"Bila hasilnya jelas, apakah saya akan melakukan usaha terbaik?".

Semakin parah pembenaran diri yang dilakukan seseorang, semakin halus bentuknya. Seolah-olah dia melakukan hal yang benar.

Dengan memberikan dalih-dalih yang sepertinya benar, si pelaku berusaha mendapatkan pemakluman dari orang-orang di sekitarnya. Semakin tinggi stadium pembenaran yang dilakukan seseorang, semakin kuat dalih-dalih yang digunakannya.

Akh, ternyata semua kita pernah melakukan pembenaran diri bukan?. Apakah masih terus melanjutkannya?

Mari renungkan sendiri, sikap pembenaran diri tahap apa yang kita lakukan hari ini. Apakah kita mau merubahnya setiap hari?. Selamat beraktivitas. 

(Disadur dari Lionmag. The inflight Magazine of Lion Air)

Medan, 15 Oktober 2014

Selasa, 02 Desember 2014

Kerendahan Hati dan Tanggungjawab

Oleh: Jannerson Girsang

"The person who render loyal service in humble capacity will be chosen for higher responsibilities just as a biblical servant who multiplied the one pound given him by his master was made ruler over ten cities.." (B.C. Forbes)

Ketika Anda mendapat satu tugas oleh atasan Anda, sekecil apapun itu maka itu merupakan tanggungjawab dan harus dilaksanakan dengan kapasitas penuh, tulus dan dengan kerendahan hati.

"Orang yang setia kepada perkara kecil, akan setia kepada perkara besar"
Anda harus bertanggungjawab dan memberikan kepuasan bagi pemberi tugas itu.

Dalam mengerjakannya, Anda akan mendapat pengalaman, pembelajaran dan Anda akan memiliki teman-teman kerja yang baru.

Bila satu tugas dilaksanakan dengan tanggungjawab yang penuh, maka Anda akan mendapatkan tugas-tugas yang lebih berat lagi, tapi mungkin lebih mudah Anda kerjakan. .

Bila sebaliknya, Anda tidak melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan, maka siapapun tidak akan pernah menugaskan Anda lagi. Kredibilitas Anda hilang, dan tidak berarti apa-apa lagi.

Meski terlihat seolah Anda sibuk atau capek, itu hanya sia-sia. Anda hanya mengerjakan tugas orang lain yang menambah kredibilitas orang lain, dan Anda makin tersingkir.

Jangan biasakan mengkritik pekerjaan orang lain, sementara Anda melupakan tanggungjawab sendiri.
Mereka yang Anda kritik akan makin mendapat kredibilitas, sedangkan Anda hanya jadi penonton dan penggerutu.

Mari mengerjakan tanggungjawab Anda dengan kerendahan hati.

Renungan pagi, 2 Desember 2014

Cerdas Mengutip Lagu dan Metafora untuk Pidato

Oleh: Jannerson Girsang

"Sakitnya tuh di sini....," kata pria bertubuh tinggi semampai itu sambil melakukan gerak tangan di dada, meniru video klip dalam lagu yang dinyanyikan Cita Citata yang sedang naik daun.

Gelak tawa undangan meledak!. Perasaan kembali segar, setelah mendengar beberapa sambutan sebelumnya.

Demikian Prof Dr Dian Armanto, Koordinator Kopertis Wilayah I, mengutip potongan lagu dangdut
yang digandrungi di tanah air dalam sambutaannya pada acara Pelantikan Rektor Baru Universitas HKBP Nommensen, Dr Ir Sabam Malau, tadi siang.

Dia mampu menarik perhatian undangan yang sudah lelah mengikuti kebaktian dan mendengar pidato-pidato sebelumnya.

Guru besar yang kocak dan pintar bercerita ini menyampaikan pidato penuh dengan kisah-kisah menginspirasi dan penuh arti.

"Hendaknya Nommensen menjadi Universitas yang berkarakter dan sehat. Yah namanya manusia berkarakter dan sehat, ada rambutnya, ada kupingnya, ada matanya, ada kakinya dan seterusnya. Itu mudah Pak. Ikuti saja prosedur yang sudah ditetapkan, pasti jadi universitas yang sehat," katanya.
Saya tertawa lagi. Segar lagi, Beliau menyampaikan pesan yang lain dan semua undangan tertegun mengikutinya.

Pidato yang cerdas mengutip mengutip lagu, membuat metafora memang mampu menarik perhatian pengunjung. Tidak pidato yang datar-datar saja, apalagi memusingkan kepala.

Contohnya yang dilakukan Professor yang memiliki tiga gelar Master itu.

Jadi, tidak ada salahnya, kalau menyampaikan pesan menyelipkan kutipan lagu, apalagi yang sedang ngetop dan menyelipkan metafora.

Pesannya sampai dan undangan terhibur dan terinspirasi.Tak terasa, pidatonya lebih dari 10 menit. Tapi rasanya masih terlalu pendek.

" Pidato yg cerdas hanya bisa dipahami orang-orang cerdas. Demikian sapaan eforus HKBP Pdt WTP Simarmata menanggapi pidato Prof Dian. Sungguh sebuah dialektika yang sepadan...dan semoga bisa dipahami secara cerdas pula oleh para undangan yang hadir" demikian Prof Dr Posman Sibuea mengomentari artikel di atas ketika saya posting di FB.

Beliau melanjutkan: " Sebuah pidato yg cerdas dan menginspirasi. Mengkritisi institusi pendidikan tinggi secara elegan tanpa menyinggung perasaan orang lain.."

Mengkritik dengan cerdas menggunakan lagu dan metafora. 


Medan 1 Desember 2014

Gajah Berkelahi, Pelanduk Mati Di Tengah-tengah

Oleh: Jannerson Girsang

Gajah sama gajah berkelahi pelanduk mati di tengah-tengah. Ketika para elit "marsiboan uhurni" rakyatlah yang menderita.

Sedih melihat persaingan terselubung dan bahkan sudah terang-terangan di kalangan para elit, baik di partai-partai politik di pusat, maupun tokoh-tokoh di daerah.

Rakyat kecil, orang-orang yang tidak mengerti apa-apa bingung, dan bahkan bisa jadi korban. Mereka terombang-ambing memilih siapa yang mau diikuti. Bisa-bisa sikap mereka menjadi buah simalakama. .

Berdamailah!

Hanya kegiatan yang dirancang melahirkan perdamaian--bukan untuk penokohan seseorang akan membawa semua orang berbahagia, membawa pembelajaran baru..

Melakukan kegiatan beralaskan pelampiasan dendam, mencari perhatian, menunjukkan kehebatan, melalui persaingan tidak sehat, apalagi hanya untuk kampanye sesaat, kepentingan sekelompok orang, melecehkan yang lain, pasti akan melahirkan penderitaan-penderitaan baru bagi semua.

Suasana keruh, tidak damai, seringkali membuat orang "marsiagong-agongan" (saling menaruh arah di pipi). Suasana seperti ini akan memberi peluang pihak ketiga dan para opportunis beraksi. Semua mencari benarnya sendiri. Akhirnya semua menjadi hitam!.

"If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each others" (Mother Theresia). 

Para elit, berdamailah, jangan membuat rakyat bingung!.

Medan, 30 Nopember 2014

Kebenaran dan Sikap Jujur

Oleh: Jannerson Girsang

Semua orang menginginkan kebenaran tetapi tidak ada orang yang mau jujur. Semua sudah berbohong, semua sudah berdosa.

"Everyone wants the truth, but no one wants to be honest"

Parahnya, semua manusia memilii sifat munafik, hanya mampu berpura-pura jujur, cenderung pura-pura benar dengan menyalahkan orang lain.

Tidak heran kalau suatu ketika seorang yang digambarkan jujur, tiba-tiba masuk penjara, tiba-tiba selingkuh, tiba-tiba menipu. Setiap manusia selalu ada bohongnya, munafiknya, tak terkecuali siapapun.


"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah". (Roma 3:23)

"Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.". (Mazmur 14:3) -

Merasa jujur di atas kesalahan orang lain. Kebenaran yang dianut sering hanyalah merupakan pembenaran diri. Suka mencari kesalahan orang lain supaya dirinya benar.

Kita perlu terus menerus melakukan revolusi mental, merubah sikap munafik dengan mengaku jujur bahwa kita adalah orang-orang yang berdosa, tidak jujur.

Manusia hanya mampu munafik, melakukan dosa setiap hari. Semuanya sama di hadapanNya. Soal kemunafikan, dosa, tidak ada kelebihan seorang dari yang lain.

Hanya Dialah orang yang benar-benar jujur dan menjalankan kebenaran hingga maut menjemputNya. Berani berkorban, demi kebenaran dan keadilan, bahkan mengorbankan nyawaNya untuk keselamatan orang lain.

Dari sudut kedagingan, manusia hanya mampu dan rela berkorban untuk mendapatkan sesuatu, mendapatkan sesuatu, mendapatkan sesuatu. Munafik, ya memang munafik!

Oleh sebab itu marilah kita merendahkan diri di hadapanNya. Meminta pengampunan setiap saat. Berusaha terus menerus keluar dari sikap munafik dan berbohong dengan bersujud di hadapanNya.

Pagi yang berat!.

 Medan, 29 Nopember 2014