My 500 Words

Rabu, 15 April 2009

ASIAN IDOL DAN PEMILU

“Budaya Mengakui Kekalahan”

Oleh : Jannerson Girsang

Menjelang 9 April 2009, saat sekitar lebih dari 9 juta lebih  pemilih di provinsi ini akan memasuki TPS menentukan nasib legislative periode 2009-2014 (DPD, DPR-RI, DPRD Tingkat I dan DPRD tingkat II), rasanya perlu mengingatkan kepada kita semua akan budaya menghargai sesama—baik yang kalah maupun yang menang. Yang kalah mengakui kekalahannya dan yang menang kita himbau jangan terlalu overacting!. Agar kita mulus menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) yang tidak lama akan menyusul.

Ribuan caleg di daerah ini, sudah mengeluarkan energi, uang dan pengorbanan lainnya yang cukup besar. Harus disadari bahwa hanya sedikit yang terpilih. DPD misalnya, dari 38 perserta hanya terpilih empat pemenang. Demikian juga caleg lainnya, persentasi yang menang kecil. Itulah sebabnya, sejak sekarang, persiapkanlah diri untuk menerima hasil dan tenangkan jiwa
Sambil menunggu proses pemilihan di kotak suara, ada baiknya kita semua (pemilih, penyelenggara pemilu, para caleg, partai-partai), kami mengajak anda sejenak bercermin pada Penyelenggaran Asian Idol—yang diselenggarakan di Indonesia, tetapi pemenangnya adalah Singapura.

Mudah-mudahan para pemirsa setia TV Nasional masih ingat peristiwanya. Saat itu, Minggu malam 16 Desember 2007. Melalui siaran langsung sebuah televisi swasta nasional dari Istora Senayan, kami menyaksikan siaran langsung Asian Idol--sebuah ajang kompetisi menyanyi dengan format idol series. Enam negara Asia yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam dan India. Indonesia ikut dalam kompetisi itu. Kemampuan kita melaksanakan sebuah kompetisi yang fair dan terbuka, serta mengakui kekalahan dengan lapang dada, terbukti dalam kompetisi itu!.

Pemenangnya Singapura!

Peserta kampanye Pemilu, layaknya finalis-finalis Asian Idol mengikuti kampanye yang melelahkan. Dalam kampanye yang lalu, ada yang menghabiskan ratusan juta bahkan mendekati atau lebih dari satu miliar. Harapannya adalah peningkatan status atau mempertahankan status seandainya tentu merupakan cita-cita setiap caleg, selain berbakti kepada bangsanya. Yang terakhir ini hanya dimiliki sedikit calon.
Menurut jadwal, hampir 7 bulan melakukan kampanye dan beberapa minggu kampanye terbuka. Sama seperti peserta Asian Idol, mereka juga selama dua minggu mengikuti seleksi. Akhirnya, terpilihlah Hadi Mirza—penyanyi asal Singapura sebagai Asian Idol. Saat pengumuman pemenang tiba, semua bergembira dan semua setuju. Tidak ada kontroversi. Meskipun Hadi Mirza sebelumnya tidak pernah disebut-sebut sebagai unggulan. Bahkan, setelah keenam peserta Asian Idol menyanyikan lagu terakhir mereka : “To Tell Me that You Love Me” (Katakan bahwa Kau Mencintaiku), nama-nama seperti Jaclyn Victor dari Malaysia, Mike Mohede dari Indonesia, Mau Marcello dari Filippina oleh pembawa acara sering disebut-sebut sebagai calon kuat pemenang.
Belajar dari sana, perlu diingatkan agar para peserta jangan mentang-mentang sudah mampu membuat banyak iklan, menebar pesona dan sumbangan, pada saat kampanye pesertanya membludak, jangan langsung percaya diri (PD) jadi pemenang. Dalam Asian Idol di atas, penentu tidak hanya juri ketika festival berlangsung tetapi juga sms dari pemirsa. Di atas pentas, memang pembawa acara sendiri seolah berpihak pada beberapa orang dengan menyebut-nyebut nama. Tapi, justru pemirsa televisi, atau rakyat yang berada di luar panggunglah yang menentukan. Kalau dalam Pemilu adalah ”rakyat” di TPS—tidak ada yang lebih berhak dari mereka!. Orang yang tidak dekat dengan rakyat, pasti kalah. Kecuali kalau ada ”embel-embel” lain di luar aturan.
Di luar dugaan, Hadi Mirza terpilih sebagai pemenang. Bahkan dia sendiri tidak menduga. Sesaat setelah pengumuman, beberapa detik dia terdiam mengekspresikan kekagetannya. Kedua tangan menutup matanya, berlutut, menunduk dan merapatkan kepalanya ke lututnya. Kemudian, bangkit dan lantas menggelengkan kepalanya, menunjukkan rasa tidak percayanya atas kemenangannya itu. Tidak berjingkrak-jingkrak kesetanan. Tidak overacting!
 Menyaksikan sikapnya itu, kelima finalis lainnya berlaku sangat gentlement. Memandangnya sesaat. Kemudian, secara spontan memberi selamat. Bahkan Mike Mohede dari Indonesia yang saat itu berdiri di belakang Hadi Mirza, mengangkatnya tinggi-tinggi. Sebuah ungkapan kegembiraan atas terpilihnya saingan beratnya sebagai pemenang.
Sebuah tontonan yang menarik!. Ekspresi kekalahan dan kemenangan dengan kebahagiaan untuk semua peserta. Kelima lawan tanding Hadi Mirza, Mike Mohede (Indonesia), Ahijeet Sawant (India), Jaclyn Victor (Malaysia), Mau Marcello (Filippina) dan Phuong Vy terlihat begitu tulus dan antusias memberi semangat padanya, tanpa sedikitpun raut wajah kekecewaan.
Kuncinya, mereka yakin kemenangan ditetapkan tanpa praduga ”rekayasa” dari pihak manapun. Masing-masing sadar dan percaya pada penentuan kemenangan yang ”fair”. Dari tempat duduknya masing-masing ribuan penontonpun—mungkin sebagian juga pendukung kelima peserta, memberi applaus berupa tepuk tangan yang riuh, tapi tertib.
. ”Asia adalah pemenangnya”, demikian juri memaknainya saat mengumumkan pemenang. Mereka dipilih orang Asia, walaupun dari segi jumlah penduduk, negara yang diwakili Hadi Mirza bukan mewakili suara yang terbanyak. Singapura hanya sebuah pulau kecil dan dengan penduduk yang paling sedikit pula. Tapi dialah pemenangnya. Tidak ada yang menuduh panitia melakukan rekayasa. Perlu jiwa besar untuk menanggapi kekalahan atau kemenangan.

Kompetisi yang Sehat

Kompetisi sehat telah dipertunjukkan dengan sempurna. Para peserta berlaga dengan cara-cara yang sportif. Mereka diperkenalkan kepada publik dengan proporsi yang sama. Baik sebelum dan saat bertanding di panggung, mereka melakukan serangkaian kegiatan untuk mempromosikan dirinya kepada para penonton.
Semua peserta mendapat siaran televisi dan event-event yang berhubungan dengan seleksi dengan porsi yang sama . Tujuannya adalah agar semua peserta memiliki peluang yang sama menjangkau pemilih terbanyak tanpa sebuah perlakuan khusus.
Para peserta berjuang dan melakukan teknik-teknik atau strategi yang jitu menarik perhatian para penggemar mereka. Syaratnya tidak melecehkan atau memandang saingannya dengan sebelah mata.
Hal yang menarik lagi, sepanjang perjalanan para peserta sampai final, adalah rasa persaudaraan. Tidak ada yang menceritakan kejelekan-kejelekan lawannya untuk meraih kemenangan. Semua saling mendukung satu sama lain untuk menang. Dalam beberapa tayangan di televisi, para peserta terlihat saling memuji dan mengakui kelebihan masing-masing. Kebersamaan ini terlihat sampai pada akhir pertandingan. Hingga, Hadi Mirza terpilih sebagai pemenang, semua benar-benar saling memiliki rasa persudaraan. Percaya pada penyelenggara. Tentu sebuah contoh yang berbeda kalau dibanding Festival Film Indonesia (FFI) beberapa tahun lalu, yang masih menyisakan kontroversi, ketika seorang bintang dinyatakan sebagai pemenang.
Meski tidak sesederhana Asian Idol, pemilu yang akan berlangsung serentak di seluruh tanah air, seharusnya memegang prinsip-prinsip yang tidak jauh berbeda dengan Asian Idol. Menurut kami, semangat Asian Idol di atas adalah sebuah senjata berharga menjelang Pemilu dan Pilpres mendatang. Selayaknyalah semua calon bertanding dengan lawan tandingnya, tanpa berusaha mencari-cari kesalahan lawan, atau menjatuhkan lawan untuk tidak ikut bertanding.
Seorang calon harus siap menilai kelebihan perencanaan dan pelaksanaan strateginya dibanding pesaingnya sejak awal. Mulai dari membuat keputusan maju, membentuk tim sukses, membuat rencana kampanye, mengumpulkan dana, mencari dukungan minimal/persyaratan kampanye, pengumuman pencalonan, mengenal siapa pemilih potensial seorang calon, dan menetapkan targetkan pemilih dan memenangkannya, adalah serangkaian proses yang harus dilalui.
Susahnya, banyak peserta yang asal ikut. Tidak tau membuat perencanaan kampanye ikut caleg. Ada uang sedikit dan pernah aktif di masyarakat beberapa saat sebelum pencalonan, ikut caleg. Kalau calon seperti ini, memang sulit meyakinkannya untuk menerima kekalahan. Barangkali, rumah sakit jiwa akan menanti mereka!.
Satu hal yang penting adalah hendaknya seluruh pihak tunduk pada mekanisme yang telah ditetapkan, serta mempercayakan semuanya kepada lembaga yang telah ditunjuk untuk bertanggungjawab. Kalau KPU, Pemerintah dan semua penyelenggara Pemilu bertindak sebagai juri dan fasilitator yang baik, aturan kampanye ditegakkan dan diberlakukan untuk seluruh calon, dan rajin mensosialisasikan aturan serta memberdayakan rakyat menggunkakan hak pilihnya, maka Pemilu akan berlangsung secara demokratis. Hasilnya jelas ditentukan oleh rakyat. Belakulah prinsip demokrasi : dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Banyak contoh yang bisa kita tiru dalam praktek pemiluhan umum maupun pilkada. Kita masih baru saja mengikuti Pemilu Presiden di Amerika. Setelah Barrack Obama terpilih menjadi presiden; McCain—calon presiden yang kalah tak perlu mencari-cari kesalahan. Obama. Langsung merangkul dan mengucapkan selamat. Bahkan Hillary mengakui kekalahannya dan bersama-sama Obama yang mengalahkannya berjuang untuk kemenangan Obama.
Dengan versi yang berbeda dan cara yang lebih puitis dilakukan oleh Abdul Wahab Dalimunthe atas Syamsul Aridin. Dalam pengantarnya sebagai Ketua DPRD Sumut, ketika acara pelantikan Gubsu, Abdul Wahab Dalimunthe secara berkelakar mengatakan : “bagi kami yang kalah, ini adalah awal kemenangan, dan bagi yang menang, harus siap kalah lima tahun ke depan”. Bahkan dalam pemilihan gubernur DKI, pak Adang langsung memberikan ucapan selamat, meski ketika itu baru dalam tahap ”quick count”, belum pengumuman KPU.
Bercermin dari pelaksanaan Asian Idol, Pilpres Amerika, Pilkada DKI, Pilkada Sumut dan beberapa contoh Pemilu/Pilkada yang sudah berjalan, kita harapkan Pemilu kali ini akan menghasilkan para wakil rakyat dan presiden dan wakil presiden secara terhormat. ”Semuanya adalah pemenang”. Bagi yang kalah ingat kata-kata pak Abdul Wahab Dalimunthe: ”yang menang harus siap kalah lima tahun ke depan!. Yang sudah sempat jadi dermawan mendadak, teruskanlah kegiatan itu meskipun kalah. Yang sudah melaksanakan pekerjaan yang baik, teruskanlah kegiatan itu untuk rakyat yang sedang kesulitan. Niscaya,anda akan terpilih lima tahun mendatang. Kita doakan, semoga Pemilu 9 April 2009 sukses! (Harian Analisa, 6 April 2009)

Tidak ada komentar: