My 500 Words

Kamis, 14 Maret 2013

Belajar dari Pilkada DKI (Harian Analisa, 21 September 2012).


Oleh : Jannerson Girsang.

Pilkada DKI berlangsung aman dan memberikan pelajaran berhara bagi Indonesia. Pasangan Jokowi dan Ahok memenangi pertarungan dan Pasangan Fauzi Wibowo dan Nahrowi memberi kita teladan yang perlu dipedomani.

20 September 2012 warga DKI Jakarta sudah menentukan gubernurnya periode lima tahun ke depan. Beradasarkan Quick Count (perhitungan cepat), dari Indobarometer , 54.11 persen bagi Jokowi-Ahok dan 45.89 persen bagi Foke-Nara. (Metro TV pukul 16.44). Hasil yang tidak terlalu berbeda juga dihasilkan berbagai berbagai lembaga survey lainnya yang diumumkan di berbagai media.

Kemenangan berdasarkan hitung cepat ini, (meski masih melalui proses hingga pengumuman oleh KPUD DKI yang diperkirakan akhir September 2012), membuyarkan ambisi Foke-Nara yang secara sesumbar sebelum Pilkada DKI 11 Juli 2012 lalu, mengatakan mampu memenangkan Pilkada DKI dengan satu putaran.

Fauzi Wibowo sendiri dalam wawancaranya dengan sebuah stasion televisi beberapa saat sesudah hasil quick count diumumkan, mengakui pelaksanaan Pilkada DKI menjadi barometer dan teladan di seluruh tanah Air.

Pasangan ini pantas diacungi jempol karena meski dalam kampanye sebelumnya, suasana layaknya seperti "perang", tetapi ketika pemenang sudah diumumkan, setiap orang menerima kekalahannya dan memaknai kemenangan sebagai kemenangan bersama.

Pilkada DKI merupakan pelajaran berharga bagi kita semua, khususnya bagi mereka yang ingin menjadi calon gubernur di Sumatera Utara, yang akan menuju Pilgubsu Maret 2013 mendatang.

Melirik Pilkada dari Siaran Langsung Televisi

Perkembangan teknologi dan metoda survey quick count sekarang ini, memungkinkan rakyat di sleuruh Indonesia mampu mengikuti Pilkada Gubernur DKI secara langsung. Daerah yang melaksanakan Pilkadanyapun tak sembarang. Pilkada DKI, ibu kota Negara, barometer penting dalam Pilkada -pilkada Gubernur di 33 Gubernur di seluruh Indonesia.

Itulah yang mendorong kami membagikan pengalaman berharga ini untuk pembaca. Sayang sekali rasanya kalau rekaman dan analisis singkat ini dilewatkan begitu saja. Menyaksikan Pilkada DKI yang baru saja berlangsung, tidak hanya sekedar hiburan kayak nonton lawakan, tetapi memberi sensasi dan member pelajaran penting.

Pagi, 20 September, sudah mulai rasa ingin tau itu muncul, layaknya penyakit internet addiction, yang rasanya tidak plong kalau tidak melihat internet. Rasanya tidak plong kalau tidak mengikuti hasil akhir.

Tapi saya berfikir, seandainya tidak ada televisi, maka semua kisah yang saya tulis ini tidak akan dapat Anda nikmati. Saat-saat seperti ini televisi menjadi media yan tak ternilai harganya. Dua stasiun televisi berita Metro TV dan TVOne, menjadi andalan sumber informasi, baik secara langsung maupun hasil rekaman di lapangan. Bersykurlah kita memiliki televisi, rakyat kecil seperti saya, bisa berkisah pelajaran besar

Sekitar pukul satu sore setelah mengikuti televisi sejak pukul 10.00 pagi, suara mulai masuk ke perhitungan Quick Count. Perbandingan suara peroleh antar calonpun tampak. Sejak awal, memang pasangan Jokowi-Ahok sudah unggul.

Beberapa menit kemudian, angkanya sudah muncul. Jokowi-Ahok unggul 58.98%: 41.02 Persen. Tapi itu baru dari satu TPS, dari 15.059 TPS di DKI Jakarta. Menit-demi menit, televisi memunculkan, hasil quick count, komentar-komentar dana ulasan para pengamat, yang membuat angka-angka yang dimunculkan terasa lebih hidup.

Sensasi denyut perkembangan penghitungan quick count membuat kami dan berjuta-jiuta penduduk tidak merasa rugi membuang waktu berjam-jam. Rasa ingin tau terus menaik. Beberapa menit kemudian, suara masuk 12 persen perolehan suara 54 koma sekian.

Hasil Quick Count membuat sensasi sambil menunggu respons para petarung. Itulah hal yang penting kami kisahkan disini. Mengapa, karena miskinnya budaya mengakui kekalahan di negeri ini. Buktinya masih sering munculkan konflik usai pengumuman hasil Pilkada di berbagai daerah.

Setiap menyaksikan pengumuman hasil Pemilihan (Pemilu, Pilkada) muncul rasa was-was. Tidak ada seorangpun yang mampu menjamin siapa yang menang. Jujur saja, ada rasa was-was siapapun yang menang bisa jadi menimbulkan masalah, karena sebelumnya melalui prioses kampanye yang sempat "memanaskan" suasana politik di Jakarta.

Pemimpin yang Menenangkan

Hati lega, karena ketka suara yang masuk ke Quick Count mencapai 75%, Metro TV menyiarkan suara Jokowi melalui telepon. Jokowi mengatakan bahwa Foke sudah meneleponnya dan mengucapkan selamat.

Jiwa besar dan sportivitas para petarung terlihat dalam Pilkada DKI. Melalui televisi pemirsa televisi dapat mengikuti penuturan Jokowi bahwa Fauzi Wibowo sekitar jam 15.00, saat suara quick count masih 75 persen dengan perolehan suara 54 koma sekian untuk Joowi.

"Jam tiga beliau menelepon memberikan ucapan selamat. Ini bentuk kenegawaranan Mas Wibowo. Saya juga minta maaf, ada yang kurang berkenan, merepotkan dan menyindir. Saya juga mohon dibantu mengenai informasi. Mas Wibowolah senior saya, saya menghargai beliau," kata Jokowi dengan nada datar. Luar biasa kalau kita mengingat saat mereka berkampanye yang penuh dengan intrik dan bahkan saling menjatuhkan.

Pemimpinlah yang menenangkan, pemimpin pulalah yang bisa membuat rusuh.

Jokowi dan Fauzi Wibowo adalah pemimpin yang sejati hari ini. Mereka telah mempertontonkan keteladanan yang pantas ditiru.

Keyakinan Fauzi terhadap Qick Count dan kecanggihan teknologi pantas dijadikan teladan yang perlu ditiru para elit kita. Tidak lagi berfikir macam-macam atas hasil teknologi dan metode penghitungan ilmiah. Tidak percaya lagi wangsit atau hal-hal gaib, atau curiga.

Simaklah apa yang dikatakan Fauzi, ketika dia mengetahui hasil Qick Count. "Quick cunt adalah metode ilmiah yang digunakan dimana saja, patut kita respek. Hasil quick count inipun kami respek dengan baik. Oleh karena itu sambil menunggu proses penghitungan final oleh KPU, kami menyampaikan penghargaan kepada pasangan no 3 sebagai pemenang. Tentu saya mengucapkan selamat, kiranya amanah warga Jakarta dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap kompteisi harus ada yang menang dan kalah, Yang terpilih dan tidak terpilih"ujar Fauzi Wibowo dalam sebuah wawancara dengan televisi swasta.

Kedua pemimpin telah mempertontonkan bagaimana sebuah proses demokrasi berjalan dengan aman dan tertib. Sebuah pelajaran berharga menonton Pilkada DKI di televisi.

Pelajaran Lain dari Pilkada DKI

Pilkada DKI menjadi barometer penting bagi Pilkada-Pilkada Gubernur di seluruh Indonesia, termasuk di Sumatera Utara.

Seorang Jokowi, barangkali jutaan rakyat Indonesia sama dengan saya, baru mengenalnya dari mobil SMK yang gagal lolos uji emisi karena di atas ambang batas. yang ditetapkan Kementerian Lingkungan, 1 Maret lalu. (tempo.co.id).

Pantas, kalau lembaga-lembaga survey di Jakarta tersesat memperhitungkan potensinya. Jokowi di putaran perama Pilkada DKI melampaui prediksi sejumlah lembaga survei, kandindat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Jokowo Widodo alias Jokowi dan pasangannya Basuki Tjahaya alias Ahok berhasil mengungguli incumbent (petahana) Fauzi Bowo alias Foke-Nachrowi Ramli (Nara) dalam Pemilukada DKI yang berlangsung Rabu, 11 Juli 2012.

Sebelumnya, survei dari Jaringan Suara Indonesia menyatakan 49,6 persen warga Jakarta bakal memilih pasangan Foke-Nara dalam pemilukada DKI 2012. Sedangkan Lingkaran Survei Indonesia pada 1 Juli lalu menyatakan dari 450 respondennya sebanyak 43,7 persen bakal memilih cagub incumbent.

Bahkan Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Tjipta Lesmana, seperti dikutip Kompas.com, 6 Juli 2012 memperkirakan 90 persen Fauzi Bowo akan menang lagi. Alasannya dia incumbent, memiliki banyak kelebihan dan keuntungan. Foke bisa menggerakkan birokrasi, pendidikan, dan juga negara.

Berbagai pelajaran penting kita petik dari kemenangan Jokowi dalam Pilkada DKI 20 September 2012.

Pertama, membangun basis politik. "Belajar dari kasus pilkada Jakarta dan beberapa daerah lainya di Indonesia, sudah waktu nya setiap tokoh politik atau mereka yang ingin terjun menjadi kandidat kepala daerah mulai serius untuk membangun basis politik dengan jalan merebut hati rakyat. Antara lain dengan mendatangi pemilih secara langsung dari kampung ke kampung, tentu saja didukung track record yang bersih, " seperti dikutip dari Tribune News.

Kisah pengalaman bersama rakyat di Solo dan Belitung Timur begitu menarik masyarakat DKI Jakarta. Jokowi dan Ahok, diyakini penduduk Jakarta mampu menerapkan hal-hal yang mereka pernah mereka perbuat di tengah-tengah masyarakat dan menjadi teladan, dari kota kecil di Belitung Timur dan kota kecil di Solo.

Meskipun hal itu banyak diremehkan para saingannya untuk diterapkan di DKI. Jokowi adalah salah seorang Walikota terbaik di tingkat dunia, dia mendorong produk anak-anak muda di Solo yakni mobil SMK, serta berbagai prestasinya yang cocok bagi harapan penduduk DKI untuk merubahnya ke arah lebih baik. Dia memiliki sesuatu yang bisa dilihat hasilnya. Bukan hanya "akan berbuat ini,akan berbuat itu"

Masa kampanye selama berbulan-bulan, mereka membangun basis politik dan mengambil hati rakyat dengan cara-cara yang elegan. Kita bisa melihat Jokowi dan Ahok berhasil mengkomunikasikan dengan baik melalui jaringannya (partai, relawan dll), menarik perhartian pemilihnya, dan meyakinkan mereka.

Intinya adalah mereka mampu meyakinkan rakyat, bahwa apa yang pernah mereka perbuat, akan membawa pemilihnya menjadi lebih baik.

Kedua. Dukungan partai politik yang besar, belum tentu mencerminkan dukungan rakyat.dalam Pilkada Gubernur. Partai PDI-Perjuangan dan Gerindra adalah partai mintoritas pendukung Jokowi. Dukungan partai yang memiliki mayoritas suara pada Pemilu lalu, bukan merupakan jaminan mereka menang mendukung Foke-Nara.

Soliditas partai pendukung, tulah yang paling penting. Tak lama sesudah acara quick count dimulai, Megawati Soekarno Putri memberi komentar: "Pada putaran pertama soliditas partai baik, dengan menggunakan mesin partai akan mudah, ditambah tokohnya tepat--menjadi bagian dari masyarakat, maka dari pengalaman saya, bisa menang," .

Ketiga. Pidato kemenangan sederhana yang disampaikan Jokowi adalah teladan berharga bagi seorang pemenang. . "Saya menghimbau kepada seluruh pendukung saya tidak usah konvoi, hura-hura. Semuanya syukuran di lingkungan masing-masing dengan kerendahan hati kita masing-masing. Kalau tiba saatnya dan sudah dilantik mari kita bersama-sama mewujudkan Jakarta yang lebih baik"

Semoga kemenangan Jokowi memberi pelajaran bagi Indonesia, khususnya Sumatera Utara dan kita mendoakan semoga Jakarta di bawah Jokowi menjadi Jakarta yang baru: bersatu dan semakin sejahtera.

Dimuat di Rubrik Opini, Harian Analisa, 21 September 2012. 


















Tidak ada komentar: