My 500 Words

Selasa, 19 Maret 2013

Mau Jadi Politisi? Jadilah Anti Narkoba (Harian Analisa, 18 Maret 2013)

Oleh: Jannerson Girsang. 

Menghadapi Pemilu 2014 rakyat berharap tidak ada lagi politisi yang terkait dengan narkoba, apakah sebagai pengguna, atau bersahabat apalagi berhubungan dengan barisan penyalahgunaan narkoba. Mereka wajib menjadi anti narkoba, atau icon anti narkoba. 

Kasus yang menimpa Wanda Hamidah, meski sudah dinyatakan bebas dan tidak terlibat narkoba (30 Januari 2013), tetapi namanya masih tetap melekat dan ramai diberitakan hingga minggu-minggu ini. Media masih terus menyebut namanya dikaitkan dengan keterlibatan Raffi Ahmad yang kini menjadi tersangka penyalahgunaan narkoba. Wanda Hamidah sendiri sempat menginap beberapa malam di BNN. 

Wanda memang sudah bebas, dan justru para politisi harus belajar dari pengalamannya. Peristiwa ini menjadi momen penting untuk mengingatkan bahwa rakyat menginginkan para politisi bersih dari narkoba dan turut berperan memerangi narkoba. Para politisi yang terlibat narkoba akan mendapat hukuman berat dari rakyat. 

***

Para politisi, sebagaimana kata ahli politik Alfian, adalah elit pemimpin yang transformasional, orang yang memiliki visi dan mampu membumikannya dalam program nyata dan berimbas pada pencerdasan politik publik. Politisi adalah orang yang terpanggil untuk berpolitik, dan politiknya adalah demi kesejahteraan rakyat. Menjadi politisi adalah memperbaiki Negara. 

Alfian selanjutnya mengingatkan berpolitik bukan mengejar kekayaan atau memproteksi diri dari masalah pribadinya. Itulah idealnya seorang pemimpin yang menjadi tumpuan harapan rakyat. 

Sayangnya, rakyat masih bersedih hati. Beberapa tahun terakhir ini kasus-kasus penyalahgunaan narkoba menimpa segelintir politisi. Padahal, politisilah yang mereka harapkan turut serta dalam menurunkan jumlah penyalahgunaan narkoba. 

Rakyat bersyukur, partai-partai politik sangat keras menghukum para kader-kadernya yang terlibat narkoba. Kader partai, anggota parlemen yang terlibat narkoba mendapat hukuman yang berat, bahkan dipecat. Ingat kasus Ate Dunggara, seorang kader PDIP Tasikmalaya dipecat sebagai anggota DPRD karena positif terlibat narkoba. (Kompas, 4 Januari 2013). Seorang kader Partai Demokrat (PD), Asep Oki Thakik yang duduk sebagai anggota Komisi A DPRD Karawang dipecat, terkait kasus penggunaan narkoba oleh AOT beberapa bulan sebelumnya. (Pikiran Rakyat, 9 April 2012). 

Tantangan negeri ini memerangi penyalahgunaan narkoba sungguh-sungguh serius. Kita tentu merasa ngeri membaca laporan-laporan di media dimana jumlahnya para pengguna narkoba di ibu kota Negara kita sendiri mencapai 300 ribu orang dan secara nasional mencapai 3,8 juta penduduk. 

Para politisi “harus” bersih dari narkoba agar angka-angka di atas bisa turun dengan membuat peraturan-peraturan yang mempersempit ruang gerak para pelaku penyalahgunaan narkoba. Pasalnya, negeri ini sudah mendapat cap sebagai negeri surga bagi pelaku kejahatan itu. Dengan kata lain, kalau para politisi tidak serius memberantasnya, maka negeri ini berada diambang kehancuran. 

Dr Soebagyo Partodiharjo mengatakan, narkoba dapat mengubah manusia menjadi kejam, tidak berperikemanusiaan, berbudi pekerti rendah, berperangai dan berahlak lebih buruk dari binatang. Narkoba bisa mengakibatkan kualitas sumberdaya manusia merosot, kriminalitas meningkat, kamtibmas terganggu, kerawanan ekonomi, kerawanan sosial politik dan kerawanan sosial budaya yang pada akhirnya mengancam keutuhan dan kehancuran bangsa. 

Adalah cita-cita yang agung dan sudah ditetapkan menjadi target nasional, Indonesia Bebas Narkoba 2015. Waktunya tinggal dua tahun lagi. Menuju cita-cita agung itu, politisi, bersama elemen-elemen lainnya harus menjadi barisan terdepan anti narkoba. 


Sebagai garda terdepan, para kader partai harus memiliki system rekruitmen yang memasukkan unsur bebas narkoba sebagai salah satu syarat. Mereka yang terbukti terlibat, tidak diberi peluang masuk dimanapun dalam struktur partai, apalagi direkomendasi mereka menjadi anggota parlemen, atau menjabat jabatan strategis di pemerintahan. 

Harian Jurnas 28 Januari 2013 mengingatkan partai-partai politik. “PARTAI Politik harus mewajibkan para calon anggota Legislatif (Caleg) pada Pemilihan Umum tahun 2014 untuk tes urine guna memastikan terbebas dari penggunaan narkotika dan obat terlarang lainnya. Sebab politisi pengguna narkoba akan mengancam masa depan Negara”. 

*** 

Para politisi mewakili kepentingan masyarakat, karena mereka memang terpanggil untuk itu. Mereka harus sempurna, sehat jasamani dan rohani. Ibarat pecandu bola yang sedang menonton pemain bola David Beckham yang bermain di lapangan, rakyat berharap mereka harus sempurna, kalau tidak mau menjadi bahan olok-olokan. 

Kita semua sadar, jam kerja politisi sangat ketat, banyak over time. Berbeda dengan pegawai biasa yang bisa masuk jam 08, pulang jam 16.00. Para politisi menghadapi masalah yang begitu kompleks, serta lingkungan pergaulannya yang tak terbatas yang kadang tidak mampu diidentifikasi secara detil. Pekerjaan politisi memang bisa mengundang stress. Tapi mereka harus mampu mengatasi masalah itu dengan mencari hiburan yang sehat. Berdiskusi dengan mahasiswa, menyuarakan suara rakyat di persidangan atau melalui media, mengunjungi para konstituennya, menampung keluhan mereka dan menuangkannya ke dalam peraturan yang pro-rakyat. 

Para politisi harus mampu belajar dari motto Pegadaian: “menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Bukan menyelesaikan kepenatan atau lari dari masalah dengan lari ke narkoba. Masalah tidak selesai, malah menambah masalah baru. Mereka harus ingat, dunia narkoba sangat erat dengan pelacuran, korupsi, manipulasi serta kriminalitas. Menghancurkan dirinya sendiri dan bangsa ini. 

*** 

Rakyat berharap banyak kepada para politisi kita sebagai icon anti narkoba. Memasuki Pemilu 2014, bangsa ini memiliki kader-kader partai yang bersih dari penyalahgunaan narkoba. Para politisi hendaknya menjadi garda terdepan untuk memerangi narkoba yang sudah merangsek ke segala profesi di negeri ini. 

Dr Soebagyo Partodiharjo telah membuka mata kita semua bahwa “Kualitas suatu bangsa dibangun di atas kualitas sumberdaya manusianya. Narkoba tidak hanya merusak generasi muda, tetapi juga pejabat dan aparat, polisi dan politisi, pengusaha dan penguasa, ayah dan ibunda, semua lapisan dan kelompok masyarakat. Dalam peperangan melawan penyalahgunaan narkoba, pencinta negeri ini bersatu padu bahu membahu”. (Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, dr Soebagyo Partodiharjo, ” 

Memasuki Pemilu 2014, mari bahu membahu memerangi narkoba, pilihlah politisi yang tak terkait atau anti narkoba. Ingat, politisi yang terlibat penyalahgunaan narkoba mengancam tujuan proklamasi 17 Agustus 1945!. (Dimuat di Harian Analisa, 18 Maret 2013)

Tidak ada komentar: