My 500 Words

Sabtu, 13 April 2013

Aku Ingat Dokter Go


Oleh: Jannerson Girsang

Keramahan dan ketulusan melayani bisa membuat perubahan besar bagi sekelilingnya bahkan tanpa dirasakan orang yang melakukannya.

Di era 60-an sampai 70an, saat saya masih duduk di Sekolah Dasar, seorang dokter bekerja di Rumah Sakit Bethesda Saribudolok, 112 km di sebelah Selatan kota Medan. Beliau  sangat berkesan dalam kehidupan saya, keluarga besar kami,  dan tentunya penduduk Desa Nagasaribu, salah satu dari 33 desa yang dilayani rumah sakit itu. Kami tidak akan pernah melupakan Dr Go.

Saat itu, setiap Senin pagi beliau sudah berdiri di samping mobil Rumah Sakit Bethesda--milik Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), berwarna putih,dan berbincang dengan penduduk di depan rumah pangulu (almarhum Pa Polir Girsang). Jaraknya  hanya beberapa meter dari rumah kami. Bersama dengan beberapa suster (Suster orang Belanda, saya lupa namanya. Ada juga suster Samianna Purba), beliau siap melakukan pelayanan kesehatan bagi penduduk desa. 

Beberapa menit kemudian, dia sudah mendapat pasien. Dengan steteskop di tangan, diselingi ucapan-ucapan dan sapaan yang ramah, beliau  memeriksa, menasehati dan memberi obat yang diperlukan.   
Meski beliau seorang dokter  suku Tionghoa, tetapi sangat lancar berbahasa Simalungun dan Karo.

Artikel ini saya tulis karena melihat fotonya di Facebook almarhum Sita Damanik, saya memperoleh foto terakhirnya. Saya ingat: Verba Volen Scripta Manen. (yang terucap akan lenyap, yang tertulis tetap).    

Inilah salah satu fotonya yang saya peroleh dari Facebook bapa almarhum Sita Damanik. Foto ini begitu menggugah saya. Pasangan ini tampak berbahagia. Saya kira usia mereka sudah di atas 75 tahunan, tetapi masih segar dan energik. Setelah selesai bertugas di RS Bethesda, beliau ternyata sekolah di Jerman dan kemudian bekerja di sana. 

 Photo

Selamat berbahagia Dr Go, semoga suatu ketika kita bisa bertemu. Kita rindu dokter yang melayani dengan hati, dan mendidik masyarakat hidup sehat.

Saya masih ingat ketika suatu ketika beliau dengan lembut memegang perut saya. Menekan dan bertanya  Maborit. Ija deba maborit, (sakit, dimana lagi yang sakit)”ujarnya menyapa, saat saya suatu ketika menderita sakit perut. “Lang pala mahua, malum do holi in (nggak apa-apa, nanti juga sembuh ,”katanya meyakinkan.

Kemampuan Dr Go berbahasa Simalungun sangat penting bagi kami penduduk desa, yang hanya mampu berbahasa Simalungun. Saya sendiri, baru meninggalkan desa itu saat berusia 16 tahun, dan baru menggunakan bahasa Indonesia sehari-sehari, ketika memasuki SMA kelas 1 di SMA Negeri 2 Pematangsiantar.

Keramahannya, kehangatannya turut menumbuhkan semangat,dan membantu menyembuhkan penyakit.

Beliau tidak hanya mengobati, tetapi juga menasehatkan kami menjaga kebersihan dan rajin sekolah. Dokter Go mengajarkan saya tidak takut disuntik. Waktu itu semua anak-anak takut disuntik.

Dia mengajarkan cara  mencuci tangan yang baik sebelum makan.  Waktu itu, di luar sekolah, semua anak-anak bekerja di ladang. Tangan kami hamper setiap hari memegang pupuk organik (kotoran ternak). Katanya di dalam kotoran seperti itu banyak kuman yang bisa menyebabkan perut sakit, cacingan.

Saat itu anak-anak banyak yang cacingan. Saya mengalami sendiri. Pagi-pagi dari lubang dubur kita keluar cacing. Aduh..geli dan jijik!.

Kami juga diberi susu gratis. Saat itu minum susu dianggab sebagai penyebab penyakit perut. Sehingga banyak anak-anak tidak mau minum susu meski dikasi gratis.

Empat sehat dan lima sempurna. Itulah pelajaran penting.. Ketika itu, kami hanya makan nasi, ikan dan sayur. Buah jarang, hanya waktu hari pekan Saribudolok saja (Rabu). Atau kalau ada pisang yang matang di ladang. Sebelum dokter Go datang, kami kebanyakan belum mengenal susu.

Saya ingat susunya berupa tepung dan harus diaduk di dalam air panas. Kadang tepungnya yang menggumpal mengambang di permukaan gelas karena tidak larut. Tidak seperti susu tepung sekarang, bisa dimasak tanpa ada gumpalan yang mengambang.  

Kebaikan kecil yang telah dibuatnya banyak merubah pandangan penduduk desa NAGASARIBU tentang kesehatan, pendidikan yang membuka mata mereka melihat dunia yang lebih indah.

Terima kasih Dr Go.  Saya tetap akan mengingat jasamu.

Tidak ada komentar: