My 500 Words

Sabtu, 07 Februari 2015

Berbahagia: Melakukan yang Terbaik Bagi Orang Lain


Oleh: Jannerson Girsang

Ketika menyaksikan proses penemuan dan evakuasi korban pesawat AirAsia, saya terkesima akan heroiknya para pilot yang berani terbang rendah hingga menemukan lokasi jatuhnya pesawat.

Saya terpana akan keberanian para penyelam hingga di kedalaman 30 meter lebih mengevakuasi para korban tanpa peduli dengan segala risiko yang ditanggungnya. Mereka tentu bukan orang-orang yang memiliki segalanya. Tetapi dari apa yang mereka miliki, mereka membuat yang terbaik. Mereka bekerja untuk orang lain, seperti bekerja untuk Tuhan, bekerja sebagai ucapan syukur, karena mereka merasa sudah mendapatkan upahnya terlebih dahulu.

Ketika menghadapi kesulitan, mereka senang karena mampu menambah bab baru ke dalam kisah kehidupannya bahwa mereka mampu menyelesaikan persoalan dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.

Mereka adalah "terang" bagi sekelilingnya, memberi inspirasi bahkan solusi bagi sebuah kesulitan yang dialaminya dan orang-orang di sekitarnya, bekerja dengan rasa syukur. Mereka puas, kalau yang lain senang, bahagia.

 Mereka bagaikan "berlian" di lumpur yang dalam dan ketika kita menemukannya, dan masuk dalam tim, maka segala yang terbaik akan muncul.

Orang-orang seperti mereka ada di tengah-tengah kita. Temukan mereka, motivasi mereka, buatlah mereka menjadi pemimpin tim Anda, komunikasikan kepada staf yang lain.

Ketika hal ini dilakukan, maka tim Anda tidak akan kehilangan kesempatan apapun. Anda akan memperoleh segalanya, membuat sesuatu yang baru dan terbaik.

Sebaliknya, di tengah-tengah kita juga penuh dengan orang yang terus menerus mengeluh, menyesali hidupnya, menyalahkan keadaan, mengkhawatirkan segala sesuatu, sebagai pembelaan dirinya untuk tidak bekerja, tidak melakukan apapun.

Mereka suka melempar batu di tempat orang memancing. Senang kalau melihat ikannya lari, orang lain kecewa. Senang melihat orang lain susah.

Bekerja hanya kalau dapat keuntungan, pujian, meski pekerjaannya hanya mendatangkan keresahan bagi yang lain. Mereka senang kalau masalah menjadi semakin rumit, karena hanya mampu mendapatkan keuntungan di air keruh.

Susah, meski sudah memiliki segalanya, karena semua miliknya bukan anugerah Tuhan, hanya untuk dinikmati sendiri--membedakan statusnya dari orang lain, bukan berkat untuk orang lain. Merasa benar sendiri, menyalahkan yang lain dan merupakan bagian dari masalah, bukan menyelesaikan masalah.

Tugas pemimpin adalah mengubah sikap sekelilingnya dari pesimis menjadi optimis, mengubah perilaku "menjilat"--bekerja hanya untuk dirinya sendiri, menjadi perilaku bekerja untuk orang lain, untuk Tuhan, membuat mereka berbahagia, mampu melakukan yang terbaik bagi sekelilingnya dari apa yang dimilikinya.

Selamat Pagi rekan-rekan. Medan 12 Januari 2015

Tidak ada komentar: