My 500 Words

Sabtu, 07 Februari 2015

Ketika Kanker Ganas Menggeogoti Anggota Keluarga

Oleh: Jannerson Girsang

Menantu meninggal tiga bulan yang lalu, kini menyaksikan putranya--ayah dari dua cucunya, berjuang melawan kanker ganas. Sebuah perenungan makna hidup diperlukan menghadapi situasi semacam ini.

Beberapa menit yang lalu, saya mendapat berita (melalui inbox) dari temanku Idris Pasaribu-redaktur harian Analisa, Medan.

Isi beritanya sangat menyentuh dan membuatku teringat sebuah peristiwa sedih menimpa keluargaku empat tahun lalu.

"Kanker Ganas menggerogoti tubuh anakku. Dua cucuku akan jadi Yatim Piatu, karena mamanya, (menantuku) sudah berpulang 3 bulan lalu. Anakku harus dioperasi. Namun risiko operasi sangat besar. Bisa gagal operasi, bisa pendarahan dan bisa koma seumur hidup, jika operasi berhasil. Dia harus kemo terus menerus. Kegagalan operasi meliputi 68 Persen. Sisa hidup anakku tinggal 28 Persen. Sesuai sumpah, kondisi ini harus diberitahunakn kepada patien. Jangankan anakku, aku sendiri sangat down mendengar keterangan itu. Harapan satu-satunya, hanya Mukzijat dari Allah.
Mohon doa teman2 sekalian". (Idris Pasaribu di dalam inbox)

Saya minta izin dari lae Idris untuk menuliskannya di satusku dan beliau setuju.
Mengapa saya menuliskannya?

Manusia setinggi apapun imannya, akan shock dan terguncang menghadapi situasi semacam ini. Baru tiga bulan lalu laeku Idris Pasaribu kehilangan menantunya, kehilangan ibu dari dua cucunya yang masih kecil itu, kini harus menyaksikan laki-laki kesayangan mereka berjuang melawan kanker.

Di dalam hidup ini, kita menemukan persoalan yang tidak mampu dijawab dengan pikiran, tetapi dengan iman percaya kita kepada Tuhan.

Bagi pembaca setiaku, mari bersama-sama memberi dukungan kepada beliau, seluruh keluarganya. Saya pernah mengalami hal yang hal seperti itu, jiwa saya kosong, perlu diisi makanan rohani. Bagi teman-teman memiliki persoalan yang sama saat ini, semoga memberi inspirasi baru. Meski Anda menderita sekarang, Anda tidak sendirian.

Pak Idris Pasaribu (63 tahun) adalah penulis novel Acek Botak, Pincalang dan beberapa novel lainnya, serta mengasuh rubrik budaya di Harian Analisa, Medan. Sepanjang hidupnya beliau mengabdikan diri menulis dan menginspirasi kami terus menulis. Beliau dikenal sebagai budayawan, seniman, wartawan, sutradara film, penulis novel. (http://harangan-sitora.blogspot.com/…/bincang-bincang-denga…).

Mungkin pengalaman keluarga kami bisa menjadi inspirasi baginya.

Kebetulan saya memiliki pengalaman yang sama pada Maret 2010, saat adik saya (persis) di bawah saya, diserang kanker nasopharing dan divonis dokter hanya punya masa hidup 15 bulan.
Saat itu semua berdoa agar adikku mendapat muzizat: dia sehat dan dapat membimbing dan membesarkan ketiga putri kami. Yang terjadi justru sebaliknya. Tiga bulan kemudian, 17 Juni 2010, adikku meninggalkan kami untuk selama-lamanya di usia 49 tahun. "

Terbayang dalam pikiran saya nasib ketiga putri kami yang saat itu tertua Yani Christin baru duduk di kelas III SMA, dan si bungsu, Tri Melani baru duduk di kelas I SMP. Istrinya sudah empat tahun mendahuluinya.

"Bagaimana nanti ketiga putri kami, tanpa ayah dan mama?". Sedih sekali. dan kadang gelap rasanya.
Buat laeku Idris Pasaribu, muzizat Tuhan kumaknai bukan supaya adikku hidup terus, tetapi hanya berserah kepadaNya agar seandainya keadaan terburuk akan terjadi, keluarga kami, teman-teman kami diberi kebijakan untuk selalu memaknainya secara positif.

Firman Tuhan memiliki kekuatan memberi pemahaman bila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran kita, keinginan dan cita-cita kita.

Saya teringat suatu hari ketika mendampingi adik saya dirawat di RS Cikini, Jakarta, karena kanker. Pagi hari kami berdua membaca ayat harian dari kitab Perjanjian Lama. Saat itu almarhum adikku usai mengalami kemo yang kedua dan kondisinya sedang prima.

(Buat info teman-teman. Orang penderita kanker, beberapa hari setelah kemo, fisiknya sehat, tetapi beberapa hari kemudian lemas, tak bertenaga).

Yeremia 33:3. "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui".

Kami berdua dengan almarhum adik saya membacanya dan saya menjelaskannya menurut pemahaman saya. Sesudah itu kami berdoa meminta Tuhan menguatkan kami dan memberi pemahaman atas situasi yang kami hadapi.

Saya tidak tau apa artinya ayat itu bagi almarhum adik saya. Sepintas saya melihat dia bersemangat. Bagi saya, ayat itu memberi kekuatan.

Saya memahami hidup ini penuh rahasia yang tak bisa dijawab dengan pikiran manusia, dan hanya Dia yang bisa menjawabnya. Awalnya saya tidak mampu memahami rencana besarNya, tetapi kemudian diberi pemahaman melalui Firman itu. "Peristiwa terburuk di mata manusia, bisa menjadi terbaik dibuat Tuhan"

Hidup dan kehidupan kita ada di tanganNya. Tuhan tidak pernah salah, Tuhan tidak pernah memberikan yang buruk untuk umatNya. Dia selalu memelihara umatNya, dan tidak akan membiarkannya menderita.

Empat tahun berlalu!. Kekhawatiran itu tidak pernah terjadi.

Si sulung--lulus UMPTN saat ayahnya sakit, sudah menyelesaikan D3 Sekretaris dari UI, pada 2013, dan kini bekerja di sebuah perusahaan sebagai sekretaris, dan akan wisuda S1 dari Extension UI Agustus mendatang. Yang kedua sudah memasuki semester 5 di Unibraw Malang, dan si bungsu kelas II SMA Negeri I Bekasi.


Saya dan teman-teman, mari kita doakan semoga keluarga ini kuat menghadapi situasi yang berat ini. Semoga laeku Idris Pasaribu dan keluarga tetap yakin, bahwa semua kejadian ini ada dalam RencanaNya.

Dia peduli, Dia mengerti segala persoalan kita. Berserulah kepadaNya.

Medan 13 Januari 2015

Tidak ada komentar: